Anda di halaman 1dari 21

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

Oleh :
Thya Fitriani (112019017)

Pembimbing : dr. Rinto Hariwibowo, Sp.U


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD KOJA

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UKRIDA

7 February – 16 April 2022BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

DEFINISI

Benigna prostat hiperplasia adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak
ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi
normal, yang biasanya dialami laki-laki berusia diatas 50 tahun (Lee, 2006). Istilah Benigna
Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau
hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hyperplasia (sel-selnya
bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma
prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

Gambar 1. Normal Prostat dan Prostat yang membesar

ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT), proses fisiologi, hormon dan proses aging
(menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel
prostat/ apoptosis, (5) Teori Stem sel dan, (6) Teori Reawakening.5

Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim
5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

MANIFESTASI KLINIS

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :

Obstruksi Iritasi

 Hesistansi  Frekuensi

 Pancaran miksi lemah  Nokturi

 Intermitensi  Urgensi

 Miksi tidak puas  Disuria

 Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang terjadi,


jika ada disebabkan oleh
 Terminal dribbling (menetes) ketidakstabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.
 Volume urine menurun

 Mengejan saat berkemih

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia


Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung
tiga faktor, yaitu:

 Volume kelenjar periuretral

 Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

 Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk


mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga
jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung
diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan
antikolinergik atau adrenergic-α)

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis
pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring
yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International
Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological
Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski.
Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan
obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-
7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk


menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar
antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen
Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari
mengapa skor Madsen-Iversen digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo.3
PEMERIKSAAN FISIK

Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi
urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan pertanda dari
inkontinensia paradoksa.

1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikangambaran tonus


sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu
saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

 Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal


 Adakah asimetri

 Adakah nodul pada prostat

 Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya
besar prostat diperkirakan <60 gr.

Gambar. Pemeriksaan Colok Dubur

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal ( ingat tidak
ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya), permukaan licin
dan konsistensi kenyal.12

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-
kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit
pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi
retensi total, buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada
perkusi. Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia
eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.
2) Derajat berat obstruksi

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi
spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan
mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran
kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran
menjadi 15 ml/detik atau kurang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium

 Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuri atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.

 Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
 Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk menilai fungsi ginjal
dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism
dan memerlukan pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan
insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi
setelah pembedahan BPH.
 Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
 Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat dipakai untuk
meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi
berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebihcepat, (b) keluhan akibat BPH/laju
pancaran urine lebih buruk, dan (c) lebih mudahterjadinya retensi urine akut. Kadar
PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah
manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut,
kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.10

B. Pemeriksaan Patologi Anatomi

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan
menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia.
Gambar. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia
C. Pemeriksaan Radiologis

 Foto polos abdomen (BNO)

Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari sini dapat diperoleh
keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis,
atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke
tulang dari carsinoma prostat.

 Pielografi Intravena (IVP)

Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada


dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti
mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun
ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel
atau sakulasi buli – buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.

 Sistoskopi

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan


urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam
penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah “cystoscope”, berisi
lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan
kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar
dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
Gambar. Gambaran sistoskopi benigna prostat hiperplasi

 Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam
rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara
merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan
apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk
pengukur volume prostat, caranya antara lain :

 Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal


diukur dari dasar sampai puncak.

 Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar


(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x L).
Gambar. TransRectal Ultrasound

 USG Transabdominal

 Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian


dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi
hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan
hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”.
 USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar. Gambaran USG Prostat normal


Gambar. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

 Sistografi Buli

Gambar. Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia

D. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:

 Residual urin :

Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi

 Pancaran urin/flow rate :

Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung


(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya
kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur
jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV
kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.

DIAGNOSIS BANDING
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung
kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah
satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf
(kandung kemih neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah
radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat
penghambat reseptor ganglion da parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh
proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas,
tumor di leher kandungkemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat
dengan sistokopi.

PENATALAKSANAAN

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun
atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau
tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika
terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah
progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan
endourologi yang kurang invasif.

Tabel. Pilihan terapi pada BPH

Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan teknologi yang
canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah minimal invasif yang
memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang tinggi.

Watchful Waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi namun
hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi
penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan
pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada
sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5α-reduktase.

1. Penghambat reseptor adrenergik α.5,11

Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.

Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan
alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan
yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan
meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu
dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

2. Penghambat 5 α reduktase 5,13

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya
kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran
prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

Terapi Pembedahan Endourologi

Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya
adalah:16
 Retensi urine karena BPO
 Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat
 Hematuria makroskopik
 Batu buli-buli karena obstruksi prostat
 Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan
 Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi
 Transurethral resection of the prostate (TURP)
 Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara
endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan
memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran
urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP
meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%).5
 TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka
dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat
memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%.17

Gambar. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada
leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kondisi
berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan
hipernatremia akibat absorbsi
cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain
nausea, muntah, hipertensi, bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko
terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yang lebih dari 90 menit.
Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan hipertonis.5

Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering didapatkan
adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung kemih). Pasien tersebut
biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat.5

Gambar. Prosedur Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)


Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP.
Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai
di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum.5
Terapi Pembedahan Terbuka

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering
dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika
kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui
pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang
dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%)
dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

Prostatektomi Terbuka Sederhana

Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasi terbuka
dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g biasanya merupakan indikasi enukleasi
terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau
batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan.5

. KOMPLIKASI

Apabila buli – buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin.Karena produksi
urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu menampung urin sehingga
tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses
kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk
batu endapan dalam buli – buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan
dapatmenyebabkan hernia atau hemoroid.

Jadi, dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut:1

 Inkontinensia Paradoks
 Batu Kandung Kemih
 Hematuria
 Sistitis
 Pielonefritis
 Retensi Urin Akut Atau Kronik
 Refluks Vesiko-Ureter
 Hidroureter
 Hidronefrosis
 Gagal Ginjal

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:

 Mengurangi makanan kaya lemak hewan


 Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut),
vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
 Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
 Berolahraga secara rutin
 Pertahankan berat badan ideal

PROGNOSIS

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individuwalaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera
ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat.Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada
priasetelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai
efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.

KESIMPULAN

Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi
pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah karena terjadi
hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat).
Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksidan gejala iritatif.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah
konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat
diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat.

Anda mungkin juga menyukai