HYPERPLASIA (BPH)
KELOMPOK 7
FAKTOR
RESIKO
LANINNYA Kadar hormon testosteron yang tinggi.
Riwayat keluarga yang menderita BPH.
Obesitas dan aktivitas seksual yang berlebihan.
Pola diet rendah seng dan mineral.
Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
02
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda
Menurut American Urological Association (2023), pembesaran prostat dapat mengganggu atau
menyumbat kandung kemih, menyebabkan gejala umum seperti sering buang air kecil, terutama pada
malam hari. Gejala BPH lainnya meliputi:
1) Kandung kemih terasa penuh meskipun setelah buang air kecil.
2) Kebutuhan untuk sering buang air kecil, sekitar setiap satu hingga dua jam.
3) Kebutuhan untuk berhenti dan memulai beberapa kali saat buang air kecil.
4) Merasakan kebutuhan mendesak untuk buang air kecil.
5) Aliran urin yang lemah.
6) Kesulitan buang air kecil atau merasa perlu mengejan saat buang air kecil.
7) Terbangun lebih dari dua kali pada malam hari untuk buang air kecil.
Tanda BPH dari pemeriksaan digital menunjukkan prostat yang membesar (>20 g) tanpa nodul
atau indurasi, prostat lembut, simetris, dan mobile.
03
Data Klinik –
Laboratorium
PEMERIKSAAN FISIK
Colok Dubur
03
Dari pemeriksaan colok dubur ini, dapat diperkirakan adanya
pembesaran, konsistensi, dan adanya nodul atau permukaan
berbenjol-benjol yang merupakan salah satu tanda keganasan prostat.
Studi menyimpulkan bahwa colok dubur cukup untuk membedakan
prostat dengan volume lebih atau kurang dari 50 cc.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uroflowmetry
04 Uroflowmetry adalah pemeriksaan pancaran urine selama
proses berkemih. Pengukuran laju pancaran kemih dengan
uroflowmetri dan volume residu urine merupakan satu dari
beberapa metode yang efektif dalam mengevaluasi pasien
BPH yang menjalani tata laksana konservatif serta menilai
respons terapi.
01
Ultrasonografi
02
Prostat
Uretrosistoskopi
05
06
Urodinamik
04
Stage/ Klasifikasi
Jenis Penyakit
STAGE
Indeks Skor Gejala BPH Berdasarkan American Urological Association (AUA)
STAGE
Menurut Dipiro 11th, kategori tingkat keparahan penyakit BPH berdasarkan gejala dan
tanda
STAGE
Menurut Tjahjodjati et al. (2017) BPH terbagi dalam 4 derajat, yaitu:
a. Derajat I, ditemukan penonjolan prostat 1-2 cm, sisa urin kurang dari 50 cc, pancaran lemah, nokturia,
berat ± 20 gram. Derajat I biasanya belum memerlukan tindakan pembedahan, namun diberikan
pengobatan konservatif.
b. Derajat II, keluhan miksi terasa panas, disuria, nokturia bertambah berat, suhu badan tinggi
(menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urin 50-100
cc dan beratnya ± 20-40 gram. Derajat II merupakan indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan.
c. Derajat III, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tidak teraba, sisa urin lebih 100 cc,
penonjolan prostat 3-4 cm dan beratnya 40 gram.
d. Derajat IV, inkontinensia, prostat lebih dari 4 cm, beberapa penyulit ke ginjal seperti gagal ginjal,
hidronefrosis.
05
Patofisiologi dan
Panduan Terapi
Prostat adalah bagian dari sistem reproduksi pria yang menghasilkan cairan untuk air mani.
Prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi uretra. Prostat mengalami dua periode
pertumbuhan utama: di awal masa pubertas dan sekitar usia 25 tahun. Hiperplasia prostat jinak
(BPH) terjadi ketika prostat membesar, menekan uretra, dan menyebabkan masalah saluran kemih
bagian bawah (LUTS).
Mekanisme patofisiologis pasti yang menyebabkan BPH masih belum jelas. Baik
dihidrotestosteron intraprostatik (DHT) dan 5α-reduktase tipe II diduga terlibat. BPH umumnya
disebabkan oleh faktor statis (pembesaran prostat secara bertahap) dan faktor dinamis (agen atau
situasi yang meningkatkan tonus α-adrenergik dan menyempitkan otot polos kelenjar). Contoh
obat yang dapat memperparah gejala termasuk testosteron, agonis α-adrenergik (misalnya
dekongestan), dan obat-obatan yang memiliki efek antikolinergik yang signifikan (misalnya
antihistamin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, antispasmodik, dan agen antiparkinson)
Gambar Prostat Normal dan Pembesaran Prostat
PANDUAN TERAPI BPH
Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting, yaitu pasien tidak
mendapatkan terapi apa pun, tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi
Terapi Konservatif
oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor
(watchful waiting)
IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pasien diminta untuk kontrol berkala (3-6 bulan) untuk menilai
perubahan keluhan, IPSS, uroflowmetry, maupun volume residu urine.
PANDUAN TERAPI BPH
MONOTERAPI
1. α1‐blocker
2. 5α-Reduktase Inhibitor (5-ARI)
3. Anti Muskarinik
4. Beta 3 Agonis
Terapi 5. Phospodiesterase 5 inhibitor (PDE-5 Inhibitor)
Medikamentosa
KOMBINASI
Reseksi Prostat
1. Monopolar dan Bipolar Transurethral Resection of the
Prostate (TURP)
2. Modifikasi TURP: Bipolar TURP
3. Laser Prostatektomi
Terapi
Pembedahan
Vaporization Of The Prostate
1. Vaporisasi rostat dengan Laser Thuliumyttrium-
aluminium-garnet (Tm:YAG)
2. Transurethral Incision the Prostate (TUIP)
PANDUAN TERAPI BPH
Enukleasi Prostat
1. Prostatektomi terbuka
2. Enukleasi prostat transurethral bipolar (TUEP-B)
3. Enukleasi laser holmium pada prostat
4. Enukleasi Prostat dengan Laser Thulium: Yttrium-
Aluminium-Garnet (Tm:YAG)
Terapi
Pembedahan
Vaporisasi Prostat
1. Bipolar Transurethral Vaporization of the
Prostate (B-TUVP)
2. Vaporisasi prostat dengan laser 532 nm
(Greenlight)
PANDUAN TERAPI BPH
Muskarinik
• Efek samping mirabegron termasuk sakit kepala ringan,
mulut kering, mual, diare, sembelit, hipertensi, infeksi
saluran kemih, nasofaringitis, dan dalam kasus yang
β3 -Adrenergic jarang terjadi perpanjangan interval QT. mirabegron juga
dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 0,5
Agonist hingga 1 mmHg dan detak jantung sebesar 1 bpm
07
Perhatian Khusus
pada Terapi Obat
PERHATIAN KHUSUS PADA TERAPI OBAT
• Pada pasien gagal ginjal, penyesuaian dosis obat silodosin dan alfuzosin
diperlukan. Dosis silodosin dikurangi menjadi 4 mg per hari pada pasien
dengan gangguan ginjal sedang (klirens kreatinin 30-50 mL/menit) dan
dikontraindikasikan pada pasien dengan insufisiensi hati berat atau klirens
kreatinin kurang dari 30 mL/menit.
α1-Adrenergic • Pasien yang menggunakan α1-adrenergik antagonists dan berencana
menjalani operasi katarak harus memberi tahu dokter mata tentang
Antagonists penggunaan obat. Ini terkait dengan komplikasi intraoperative floppy iris
syndrome (IFIS) karena blokade reseptor α1A adrenergik pada otot dilator iris,
yang dapat menyulitkan prosedur katarak dan meningkatkan risiko komplikasi
pascabedah.