Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

Oleh :

Roro Sri Tanjung W P K

201510330311147

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prostat terletak antara tulang kemaluan dan dubur, mengelilingi saluran uretra

pada pintu saluran yang masuk ke kandung kemih. Ketika urin keluar dari

kandung kemih, akan melewati saluran di dalam kelenjar prostat, yang disebut

uretra prostat.1 Benigna prostat hiperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering

kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Prevalensi

histologi BPH meningkat dari 20% pada laki-laki berusia 41-50 tahun, 50% pada

laki-laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki-laki berusia di atas 80

tahun1

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) akan timbul seiring dengan

bertambahnya usia, sebab BPH erat kaitannya dengan proses penuaan. Penyebab

BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan

proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormone pria, terutama

testosteron. Hormon testosterone dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi

dihidrotestosteron (DHT). DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang

kelenjar prostat sehingga membesar. Pembentukan nodul pembesaran prostat ini

sudah mulai tampak pada usia 25 tahun pada sekitar 25% kasus2

1.2 Tujuan

2
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang

BPH baik mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,

penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pemahaman

penulis maupun pembaca mengenai BPH beserta patofisiologi dan

penanganannya.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

BPH adalah pertumbuhan berlebihan sel-sel prostat yang tidak ganas. BPH

kadang tidak menimbulkan gejala, tetapi jika tumor ini terus berkembang, pada

akhirnya akan mendesak uretra yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada

penderita3. BPH merupakan sejenis keadaan di mana kelenjar prostat membesar

dengan cepat. Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya

pembesaran pada pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination (DRE).

BPH prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal, ukuran dan konsistensi

prostat perlu diketahui, walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE

tidak berhubungan dengan derajat obstruksi. Apabila teraba indurasi atau

terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan prostat stadium

1 dan 24

2.2 Etiologi

Etiologi BPH hingga saat ini masih belum dapat dipastikan. Teori yang umum

digunakan adalah bahwa BPH bersifat multifactorial dan dipengaruhi oleh

system endokrin. Penelitian yang ada menunjukkan adanya korelasi positif antara

kadar testosterone bebas dan estrogen dengan ukuran volume BPH. Selain itu,

ada pula yang menyatakan bahwa penuaan menyebabkan peningkatan kadar

esterogen yang menginduksi reseptor androgen sehingga meningkatkan

sensitivitas prostat terhadap testosterone bebas. Secara patologis pada BPH

terjadi proses hyperplasia sejati disertai peningkatan jumlah sel. Pemeriksaan

4
mikroskopis menunjukkan bahwa BPH tersusun atas stroma (yang terdiri dari

kolagen dan otot polos) dan epitel dengan rasio yang bervariasi1

2.3 Patofisiologi

Secara anatois kelenjar prostat terletak tepat dibawah kandung kemih dan

ditembus oleh uretra. Kelenjar ini dibagi atas empat zona, yaitu zona perifer,

sentral, stroma fibromuskularis anterior dan transisional. BPH terjadi di zona

transisional dan dapat menyebabkan obstruksi pada leher vesika urinaria dan

uretra yang disebut sebagai bladder outlet obstruction (BOO). BOO yang

disebabkan oleh BPH secara spesifik dikenal sebagai benign prostate obstructuin

(BPO).

Gejala klinis yang ditimbulkan terbagi atas dua jenis, yaitu gejala obstruksi

dan gejala iritasi. Gejala obstruksi timbul akibat sumbatan secara langsung

terhadap uretra. Otot detrusor pada kandung kemih gagal berkontraksi cukup

kuat atau cukup lama sehingga kontraksi yang dihasilkan terutus-putus. Gejala

iritatid terjadi sekunder pada kandung kemih sebagai respons meningkatnya

resistensi pengeluaran. Pengosongan yang tidak sempurna menyebabkan

rangsangan pada kandung kemih hingga sering berkontraksi pada kondisi belum

penuh.

2.4 Manifestasi Klinis

Pada umumnya pasien BPH datang dengan gejala gejala trakturs urinarius

bawah (lower urinary tract symptoms – LUTS) yang terdiri atas gejala obstruksi

dan iritasi.

Gejala obstruksi adalah :

5
1. Miksi terputus

2. Hesitancy, saat miksi pasien harus menunggu sebelum urin keluar

3. Harus mengedan saat mulai miksi

4. Berkurangnya kekuatan dan pancaran uin

5. Sensasi tidak selesai berkemih

6. Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dalam waktu <2 jam setelah

miksi sebelumnya)

7. Menetes pada akhir miksi

Gejala iritasi

1. Frekuensi : Sering miksi

2. Urgensi : rasa tidak dapat menahan lagi saat ingin miksi

3. Nokturia : terbangun saat malam hari untuk miksi

4. Inkontinensia : urine keluar di luar kehendak

2.5 Diagnosis

Anamnesis :

Tanyakan keluhan utama pasien dan berapa lama keluhan telah dirasaan

menggangu. Seluruh gejala iritasi dan obstruksi perlu ditanyakan secara lengkap.

Tanyakan pula riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenital. Obat-

obatan tertentu dapat menyebabkan keluhan miksi, alat diagnostic yang luas

digunakan untuk menilai gejala pada penderita BPH adalah system skor yang

dilekuarkan oleh WHO dengan nama IPSS (international prostate symptom score)

Pemeriksaan fisik :

6
Colok dubut merupakan pemeriksaan yang sangat penting pada kasus BPH.

Pelaporan yang dilakukan adalah adanya pembesaran prostat, konsistensinya, dan

ada atau tidaknya nodul. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan region

suprapubic untuk menilai distensi vesika dan fungsi neuromuscular ekstremitas

bawah

Pemeriksaan penunjang

1. Prostate specific antigen (PSA) bersfat spesifik organ tetapi tidak spesifik

kanker, pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk menilai bagaimana perjalanan

penyakit BPH selanjutnya. Kadar PSA yang lebih tinggi dapat berarti laju

pertumbuhan volume prostat yang lebih cepat, keluhan akibat BPH lebih

berat, atau lebih mudah terjadi retensi urine akut.

2. Flowmetri : Qmax (laju pancaran urin maksimal) turun biasanya akan

berkurang kurang dari 15 cc

3. USG/kateter untuk menilai volume urine residual

4. TRUS : untuk mengukur volume prostat dan menemukan gambaran hipoekoik

2.6 Penatalaksanaan

Tatalaksana utama pasien BPH adalah wasada hingga diperlukan intervensi.

Skor IPSS dapat digunakan sebagai patokan untuk panduan tatalaksana. Prinsip

pengobatan BPH adalah untuk mengurangi resistensi otot polos prostat atau

mengurangi volume prostat. Tidak selutuh pasien BPH yang bergejala akan terus

mengalami perburukan. Observasi waspada dapat dilakukan pada pasien

bergejala ringan dengan skor IPSS 0-7, dilakukan berkala pada 3, 6, 12 bulan

kemudian, serta 1 kali pertahun.

7
8
Farmakologi

1. Penyekat adrenergic alfa 1 elektif

Cara kerja : Pemberian penyekat alfa bertujuan menghambat kontraksi

otot polos prostat sehingga mengurangi retensi tonus leher kandung kemih

dan uretra

Contoh obat : prazosin 2x1-2 mg

Efek samping : dizziness/ asthenia

2. Penghambat 5 alfa reductase

Cara kerja : meghambat 5 alfa reductase yaitu suatu katalisator perubahan

testosterone menjadi dihidrotestosteron.

Contoh obat : Duta sterit 1x 0,5 mg, pinasterin 1,5 mg

Pembedahan

Pembedahan dapat memperbaiki klinis pasien BPH secara obstruktif, namun

dapat disertai berbagai penyulit pada saat atau setelah operasi. Indikasi

pembedahan adalah :

1. Retensi urin

2. ISK berulang

3. Hematuria makroskpis

4. Gagal ginjal

5. Divertikulun bli yang besar

6. Batu buli

7. Keluhan sedang hingga berat

9
8. Tidak ada perbaikan terapi non bedah atau pasien menolak

medikamentosa.

10
2.7 Komplikasi

Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut dpaat ditemukan residu urin pada

akhir miksi. Lama kelamaan terjadi obstruksi total dan pasien tidak dapat miksi

sama sekali atau retensi urin. Sementara itu produksi urin terus terjadi sehingga

meningkatkan tekanan didlaam VU, saat teanana lebih tinggi dibandingkan

tekanan spingter terjadi inkontinensia paradox. Urin dapat mengalami reflux ke

ureter hingga dapat menyebabkan hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal.

11
BAB 3
KESIMPULAN

BPH adalah pertumbuhan berlebihan sel-sel prostat yang tidak ganas. BPH

kadang tidak menimbulkan gejala, tetapi jika tumor ini terus berkembang, pada

akhirnya akan mendesak uretra yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada

penderita3. BPH merupakan sejenis keadaan di mana kelenjar prostat membesar

dengan cepat. Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran

pada pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination (DRE). BPH prostat teraba

membesar dengan konsistensi kenyal, ukuran dan konsistensi prostat perlu diketahui,

walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak berhubungan dengan

derajat obstruksi. Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras,

perlu dipikirkan kemungkinan prostat stadium 1 dan 2. Pada perjalanan penyakit yang

lebih lanjut dpaat ditemukan residu urin pada akhir miksi. Lama kelamaan terjadi

obstruksi total dan pasien tidak dapat miksi sama sekali atau retensi urin. Sementara

itu produksi urin terus terjadi sehingga meningkatkan tekanan didlaam VU, saat

teanana lebih tinggi dibandingkan tekanan spingter terjadi inkontinensia paradox.

Urin dapat mengalami reflux ke ureter hingga dapat menyebabkan hidroureter,

hidronefrosis, dan gagal ginjal

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, Jakarta:EGC,

2004

2. Reksoprodjo, S, Prostat Hiertrofi, Kumpulan KUliah ilmu Bedah cetakan

pertama, Jakarta: Binarupa Aksara, 2008

3. Sabiston, David, C, Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2,

Jakarta: EGC, 2014

4. Rahardjo, K, Tan Hoan, Pembesaran Prostat Jinak : Beberapa perkembangan

cara pengobatan, Jakarta : Kuliah Staf Sub bagian Urologi Bagian Bedah FK

UI RS Dr. Cipto Mangunkusumo, 2004

13

Anda mungkin juga menyukai