Pembimbing
dr. Ardhi Bustami, SpPD
Disusun Oleh :
Roro Sri Tanjung W P K
201910401011077
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
2.1 Hipertensi.......................................................................................................2
2.1.1 Definisi………………………………………………………………2
2.1.2 Epidemiologi……………………….....,…………………………….2
2.1.3 Etiologi………………………………..……………………………..2
2.1.4 Patofisiologi…………………………………………………………3
2.1.6 Diagnosis……………………………………………………………4
2.1.7 Tatalaksana…………………………………………………………6
2.1.8 Komplikasi……………………………………………………….....9
2.1.9 Prognosis…………………………………………………………..10
2.2.1 Definisi……………………………………………………………..10
2.2.2 Epidemiologi………………………………………………………10
2.2.4 Diagnosis…………………………………………………………..14
2.2.6 Komplikasi………………………………………………………..18
2.2.7 Prognosis…………………………………………………………19
BAB III..............................................................................................................20
KESIMPULAN..................................................................................................20
i
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
i
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
hipertensi, hampir 2 per 3 dari kejadian hipertensi adalah pada negara yang
memiliki pendapatan rendah, sedangkan jarang pada negara yang maju. Pada
pada usia populasi lebih dari 18 tahun. Hipertensi menjadi hal yang perlu
diperhatikan karena berdasarkan data, keluhan utama pasien dating ke rumah sakit
terbanyak adalah akibat hipertensi, serta hipertensi merupakan salah satu faktor
diperkirakan akan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 dan akan meningkat 2-3 kali
lipar pada tahun 2035. Peran dokter umum sebagai ujung tombak di pelayanan
dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum di pelayanan kesehatan primer.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
individu, yang ditandai dengan tekanan darah sistolik >139 mmHg dan atau
tekanan darah diastolic >89 mHg. Pengukuran berdasarkan dari 2 atau lebih
pengukuran tensi dan tekanan darah tetap tinggi pada 2 atau lebih kunjungan ke
disertai dengan kerusakan target organ dan biasanya terjadi sebelum peningkatan
2.1.2 Epidemiologi
seluruh usia dewasa memiliki hipertensi dengan tekanan darah lebih dari sama
dengan 140/90. Dan 50% dar usia lebih dari 65 tahun memiliki hipertensi.
2.1.3 Etiologi
Lebih dari 95% kasus tidak memiliki penyebab primer dan disebut sebagai
terjadi akibat adanya kelainan pada renal atau adrenal. Pada essential hypertension
2
atau primary hypertension, hipertensi terjadi akibat interaksi dari beberapa faktor
lingkungan seperti diet, aktivitas fisik yang kurang, stress dan alcohol. Dan hal
2.1.4 Patofisiologi
seperti adanya sistemik dan local renin angiotensin (RAAS), Sistem nervus
simpatik, resistensi insulin, obesitas, kekakuan dari dingin arteri, bahan bahan
vasoaktif seperti nitrit oksida dan endotelin, lalu gangguan fungsi endothelial,
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
cenderung mencetus keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
3
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung
Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-
kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak
mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah
ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan
tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa
2.1.6 Diagnosis
1. Anamnesis
rasa seperti berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang
4
2. Pemeriksaan Fisik
Nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali pengukuran pada setiap
tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi
manset yang tepat (setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada hiper atau hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH, FT4,
5
urin ditemukan alkalosis metabolik. Pada feokromositoma, dilakukan
2.1.7 Tatalaksana
antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan
gaya hidup. 2 sistem mayor yang menjadi target terapi obat adalah Simpatetik nervous
sistem dan Renin angiotensin aldoseteron system yang pada akhirnya menargetkan RAAS
kondisi penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus
6
menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko penyakit
penyerta lainnya.
Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target indeks massa
tubuh dalam batas normal untuk Asia-Pasifik yaitu 18,5-22,9 kg/m2), kontrol diet
produk susu rendah lemak jenuh/lemak total, penurunan asupan garam dimana
konsumsi NaCl yang disarankan adalah < 6 g/hari. Beberapa hal lain yang
ada atau tidaknya usia, ras, serta ada atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila
terapi antihipertensi sudah dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat
pengaturan dosis setiap bulan hingga target tekanan darah tercapai. Perlu
dilakukan pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit. Jenis obat antihipertensi
adalah,
1. Diuretik
daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek pada turunnya
2. ACE-Inhibitor
7
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat
timbul adalah batuk kering, pusing sakit kepala dan lemas. Contoh obat
nitrendipine.
dan losartan.
5. Beta blocker
jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
metoprolol.
8
2.1.8 Komplikasi
1. Jantung
2. Ginjal
menimbulkan nokturia.
3. Otak
apabila terdapat penebalan pada arteri yang memperdarahi otak, hal ini
9
2.1.9 Prognosis
biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi
terjadi.
2.2.1 Definisi
2.2.2 Epidemiologi
di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Berdasar data IDF 2014, saat ini diperkiraan 9,1
juta orang penduduk didiagnosis sebagai penyandang DM. Dengan angka tersebut
dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
10
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious
octet) berikut :
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
2. Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
11
liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja
3. Otot
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini
4. Sel lemak
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin
12
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja
setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel ini berfungsi dalam
7. Ginjal
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran
SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada
13
penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan
dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang
juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis,
2.2.4 Diagnosis
14
dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
keluhan seperti:
2. Pemeriksaan penunjang
Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa
darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel-6 di bawah ini.
15
2.2.5 Penatalaksanaan
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti
hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada
stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan
sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM. Prinsip pengaturan makan pada
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
16
masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan
tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Latihan jasmani merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati.
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur
sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Terapi
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
17
2.2.6 Komplikasi
Penyulit dari diabetes mellitus sendiri dibagi menjadi akut dan kronik,
1. Akut
a. Hipoglikemi
c. Asidosis laktat
2. Kronik
a. Mikroangiopati
i. Retinopati
18
ii. Neuropati
iii. Nephropati
b. Makroangiopati
i. CAD
ii. PVD
iii. Stroke
2.2.7 Prognosis
pasien, kontrol gula darah yang baik, dan follow up secara teratur. Komplikasi
19
BAB III
KESIMPULAN
DM sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat
dikendalikan dengan baik, dengan cara : diet, olahraga dan dengan menggunakan
ditetapkan target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini
regimen terapi sesuai kebutuhan serta menghindari hasil pengobatan yang tidak
pasien. Modifikasi gaya hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk
mengontrol kadar glukosa darah namun bila diterapkan secara umum, diharapkan
20
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta. 2011.
21