HYPERTROPI
Definisi
Benign prostatic hyperplasia (BPH) juga sering disebut pembesaran kelenjar prostat adalah
kondisi yang umum terjadi seiring bertambahnya usia pria.
Beberapa definisi ada dalam literatur ketika menggambarkan BPH, antara lain obstruksi
saluran keluar kandung kemih atau Baldder Outlet Obstruction (BOO), gejala saluran kemih
bagian bawah (LUTS), dan pembesaran prostat jinak atau benign prostatic enlargement
(BPE).
Perkembangan hiperplasia prostat jinak ditandai dengan proliferasi sel stroma dan epitel di
zona transisi prostat di sekitar uretra. Hal ini menyebabkan kompresi uretra dan
pengembangan obstruksi aliran keluar kandung kemih yang dapat mengakibatkan
manifestasi klinis saluran kemih bagian bawah.
Epidemiologi
Usia merupakan prediktor yang signifikan dari perkembangan BPH dan LUTS
berikutnya, dengan 50% pria di atas usia 50 tahun terbukti memiliki BPH dan hubungan
dengan perkembangan LUTS terbukti meningkat seiring bertambahnya usia secara linier.
Hal ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan peningkatan volume prostat seiring
bertambahnya usia, dimana terjadi peningkatan ukuran 2% hingga 2,5% per tahun.
Di amerika serikat, penelitian menunjukkan prevalensi BPH setinggi 70% pada pria
yang berusia antara 60-69 tahun dan lebih dari 80% pada pria yang berusia di atas 70
tahun. Prevalensi LUTS menunjukkan peningkatan yang signifikan sesuia peningkatan
dengan usia dari 8% pada usia 30-39 tahun menjadi 35% pada usia 60-69 tahun. Dalam
survei kesehatan komunitas wilayah Boston berbasis populasi AS lainnya menunjukkan
56% pria berusia antara 50-79 tahun melaporkan gejala LUTS.
Image by Akcmdu9 on wikimedia.org
Etiologi
Etiologi BPH dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko selain efek hormonal
langsung testosteron pada jaringan prostat.
Meskipun mereka tidak menyebabkan BPH secara langsung, androgen testis diperlukan
dalam perkembangan BPH dengan dihidrotestosteron (DHT) berinteraksi langsung dengan
epitel prostat dan stroma.
BPH muncul sebagai akibat dari hilangnya homeostasis antara proliferasi sel dan kematian
sel, menghasilkan ketidakseimbangan yang mendukung proliferasi sel. Hal ini
mengakibatkan peningkatan jumlah sel epitel dan sel stroma di daerah periuretra prostat
dan dapat dilihat secara histopatologis.
Faktor risiko
Faktor resiko ini antara lain sindrom metabolik, obesitas, hipertensi, dan faktor genetik.
Penelitian lebih lanjut melihat pria dengan peningkatan kadar hemoglobin glikosilasi
(Hba1c) telah menunjukkan peningkatan risiko LUTS. Obesitas telah terbukti berhubungan
dengan peningkatan risiko BPH dalam studi observasional. Penyebab pastinya tidak jelas
tetapi kemungkinan bersifat multifaktorial karena obesitas merupakan salah satu aspek dari
sindrom metabolik.
Predisposisi genetik untuk BPH telah ditunjukkan dalam studi kohort, kerabat tingkat
pertama dalam satu studi menunjukkan peningkatan empat kali lipat risiko BPH
dibandingkan dengan kontrol.
Sering buang air kecil atau perasaan mendesak untuk buang air kecil
Ukuran pembesaran prostat tidak selalu menentukan tingkat keparahan gejala. Beberapa
pria dengan sedikit pembesaran prostat dapat memiliki gejala yang signifikan, namun pada
pria lain dengan prostat yang lebih parah dapat memiliki gejala kencing yang minimal.
Beberapa penyakit lain juga memiliki gejala yang relatif mirip dengan BPH seperti Infeksi
saluran kemih, prostatitis, striktur uretra, Jaringan parut di leher kandung kemih akibat
operasi sebelumnya, Batu ginjal atau saluran kemih lainnya, Masalah dengan saraf yang
mengontrol kandung kemih, serta kanker prostat atau kanker kandung kemih.
Patofisiologi
Perkembangan gejala saluran kemih bagian bawah dan obstruksi saluran keluar kandung
kemih pada pria dengan BPH dapat disebabkan oleh komponen statis dan dinamis.
Obstruksi statis merupakan akibat langsung dari pembesaran prostat yang mengakibatkan
kompresi periuretra dan obstruksi saluran yang keluar dari kandung kemih.
Komponen dinamis antara lain ketegangan otot polos prostat, oleh sebab itu digunakan
inhibitor 5-alpha reductase untuk mengurangi volume prostat dan alpha-blocker untuk
mengendurkan otot polos.
Hal ini dijelaskan oleh penurunan elastisitas dan kolagen di uretra prostat pada pria dengan
BPH, yang selanjutnya dapat memperburuk obstruksi uretra karena peningkatan resistensi
aliran dan dapat menjelaskan mengapa ukuran prostat saja tidak selalu merupakan
prediktor penyakit.
Penelitian histologis telah menunjukkan proliferasi kelenjar dan stroma. Secara khusus,
zona periuretra menunjukkan nodul stroma, sedangkan proliferasi nodular kelenjar terlihat
dalam zona transisi.
Pemeriksaan
1. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit harus terfokus mencakup semua aspek simtomatologi, dan ini
termasuk faktor onset, waktu, eksaserbasi, dan faktor yang meringankan.
Gejala saluran kemih bagian bawah seperti frekuensi, nokturia, urgensi, mengejan, dan
berkemih berkepanjangan dapat membantu menentukan penyebab lain dari gejala
saluran kemih seperti infeksi saluran kemih atau iritasi pada kandung kemih. Pria
dengan BPH cenderung melaporkan gejala yang dominan adalah nokturia, aliran yang
buruk, perasaan tidak tuntas, atau berkemih berkepanjangan.
Riwayat pengobatan lengkap harus dikaji, termasuk obat apa pun yang telah mereka
coba dan penggunaan antikoagulan atau antiplatelet, yang dapat meningkatkan risiko
perdarahan intraoperatif harus ditanyakan sebelum dilakukan tindakan operasi.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk pasien BPH dapat diindikasikan tergantung
pada kondisi pasien, riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik yang dilakukan
sebelumnya.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan pada pasien BPH antara lain:
Pemeriksaan Darah
Kadarnya dapat meningkat pada berbagai kondisi seperti prostat besar, infeksi,
kateterisasi, kanker prostat dan dapat menyebabkan kecemasan yang tidak
semestinya atau pemeriksaan lebih lanjut yang tidak perlu bagi pasien.
USG
Penilaian Aliran
Penilaian aliran urin digunakan untuk menentukan volume urin yang dikeluarkan
dari waktu ke waktu. Hal ini dapat membantu menentukan apakah ada bukti
objektif untuk obstruksi aliran. Pemeriksaan urodinamik digunakan untuk melihat
bagaimana pengosongan dan pengisian kandung kemih.
Sistoskopi
1. Retensi urin
Jika jenis kateter ini tidak bisa juga, sistoskopi fleksibel atau penyisipan filiform dengan
pemandu dan dilator yang secara progresif membuka saluran kemih mungkin
diperlukan, prosedur ini biasanya harus dilakukan oleh ahli urologi. Dekompresi kandung
kemih perkutan suprapubik dapat digunakan jika pendekatan transuretra tidak berhasil.
2. Terapi Farmakologis
Untuk obstruksi parsial dengan gejala yang mengganggu, semua antikolinergik dan
simpatomimetik yang banyak tersedia dalam preparat bebas harus dihentikan, dan
setiap infeksi harus diobati dengan antibiotik.
Untuk pasien dengan gejala obstruktif ringan hingga sedang, penghambat alfa-
adrenergik misalnya terazosin, doxazosin, tamsulosin, alfuzosin dapat mengurangi
masalah berkemih. 5 alfa-reduktase inhibitor dapat mengurangi ukuran prostat dan
mengurangi masalah berkemih, terutama pada pasien dengan kelenjar yang lebih besar
(> 30 mL).
Banyak agen komplementer dan alternatif dipromosikan untuk pengobatan BPH, tetapi
tidak satu pun, yang dipelajari secara menyeluruh, yang terbukti lebih manjur daripada
plasebo.
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan ketika pasien tidak merespon terapi obat atau mengalami
komplikasi seperti infeksi saluran kemih berulang, batu saluran kemih, disfungsi
kandung kemih yang parah, atau pelebaran saluran bagian atas.
Reseksi prostat transurethral (TURP) adalah prosedur standar yang bisa dilakukan.
Pada prosedur ini fungsi ereksi dan kontinensia biasanya tidak terdampak, meskipun
sekitar 5 sampai 10% pasien mengalami beberapa masalah pascaoperasi.
Insiden disfungsi ereksi setelah TURP adalah antara 1-35%, dan insiden inkontinensia
sekitar 1-3%. Namun, kemajuan teknis seperti penggunaan resectoscope bipolar, yang
memungkinkan penggunaan irigasi salin, telah sangat meningkatkan keamanan TURP
dengan mencegah hemolisis dan hiponatremia.
Sekitar 10% pria yang menjalani TURP membutuhkan prosedur yang diulang dalam 10
tahun karena prostat terus tumbuh. Berbagai teknik ablasi laser digunakan sebagai
alternatif untuk TURP.
Prostat yang lebih besar dengan ukuran > 75 gram secara tradisional memerlukan
pembedahan terbuka melalui pendekatan suprapubik atau retropubik, meskipun
beberapa teknik yang lebih baru seperti enukleasi laser holmium pada prostat (HoLEP)
dapat dilakukan secara transuretral.
Semua metode bedah memerlukan drainase kateter pasca operasi selama 1 sampai 7
hari.
Diagnosa, Luaran dan Intervensi Keperawatan pada Askep BPH Pre Operasi
Nokturia menurun
Mengompol menurun
Enuresis menurun
Disuria menurun
Periksa kondisi pasien (mis, kesadarn, tanda tanda vital, daerah perineal,
distensi kandung kemih, inkontenesua urine, reflex berkemih)
Bersihkan daerah perineal atau proposium dengan cairan NaCl atau aquadest
Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis
urin , BUN)
Merigis menurun
Intervensi Keperawatan:
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Orientasi membaik
Intervensi: Reduksi ansietas (I.09314)
Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan stressor.
Diagnosa, Luaran dan Intervensi Keperawatan pada Askep BPH Post Operasi
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
Intervensi Keperawatan:
Monitor status hidrasi seperti frekwensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah.
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Seperi Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis
urin , BUN.
1. Edukasi Pasien
Ajarkan pasien untuk memantau haluaran urin selama 4 sampai 6 minggu setelah operasi
untuk memastikan kecukupan volume eliminasi dikombinasikan dengan penurunan volume
retensi.
2. Obat Obatan
Berikan instruksi tentang semua obat yang digunakan untuk mengendurkan otot polos
kandung kemih atau untuk mengecilkan kelenjar prostat. Berikan instruksi tentang dosis,
rute, tindakan, efek samping, dan potensi interaksi obat yang benar dan kapan harus
memberitahukannya kepada dokter.
3. Pencegahan
Anjurkan pasien untuk segera melaporkan kesulitan berkemih kepada dokter. Jelaskan
bahwa BPH dapat kambuh dan dia harus memberi tahu dokter jika gejala urgensi,
frekuensi, kesulitan memulai aliran, retensi, nokturia, atau distensi kandung kemih
berulang.
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah seksual yang mungkin dialaminya atau
pasangannya setelah operasi dengan konselor yang sesuai. Yakinkan pasien bahwa sesi
dapat diatur oleh perawat atau dokter setiap kali ada indikasi. Biasanya, dokter
menganjurkan agar pasien tidak melakukan hubungan seksual atau masturbasi selama
beberapa minggu setelah prosedur invasif.
Referensi: