Disusun Oleh :
KELAS A2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2024
BAB I
KAJIAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan suatu kelainan histologis
yang ditandai dengan proliferasi jaringan abnormal dari otot polos dan sel epitel
pada jaringan prostat atau di dalam zona transisi prostatika. BPH adalah
penyakit kedua yang paling banyak ditemukan di klinik urologi di Indonesia,
terdapat 9,2 juta kasus BPH yang sebagian besar didominasi oleh pria berusia
di atas 60 tahun. Prevalensi BPH terus meningkat dan dilaporkan bahwa sekitar
70% pria berusia 61-70 tahun dan 90% dari mereka yang berusia 81-90 tahun
memiliki BPH patologis. Pada BPH, proliferasi sel prostat menyebabkan
peningkatan ukuran prostat, obstruksi uretra, dan gejala saluran kemih bagian
bawah dengan manifestasi klinis dan gejala saluran kemih bagian bawah
(LUTS) berupa frekuensi, urgensi, nokturia, intermiten, penurunan aliran, dan
keraguan mengurangi kualitas hidup pasien.
Hiperplasia prostat jinak (BPH) mengacu pada pertumbuhan prostat yang
tidak ganas yang sangat umum terjadi pada pria lanjut usia. Meskipun di
permukaan pernyataan ini tampak lugas dan sederhana, terdapat masalah
definisi yang cukup besar terkait dengan kondisi ini yang kemudian
menyebabkan masalah dengan definisi epidemiologi, perhitungan tingkat
kejadian dan prevalensi, dan pada akhirnya, kesulitan dalam memformalkan
algoritma terapeutik.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pertumbuhan nodul
fibroadenomatosa kompleks pada prostat. Prostat yang membesar meluas ke
atas hingga kandung kemih dan menutupi aliran lubang uretra, sehingga
menghalangi aliran urin yang mengakibatkan terjadinya pelebaran ureter
(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap sehingga menyebabkan
penurunan fungsi saluran (Amedea & Lagitan , 2019).
BPH atau Beningn Prostatic Hyperplasia adalah suatu kondisi adanya
roliferasi jaringan abnormal pada kelenjar prostat membesar secara tidak ganas
yang sering dijumpai pada pria seiring bertambahnya usia, kelenjar prostat
2
cenderung membesar dan dapat menyebabkan penyempitan uretra sehingga
dapat mengakibatkan berbagai masalah buang air kecil.
1.2 Etiologi
Etiologi BPH sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun banyak
faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/ pertumbuhan kelenjar prostat.
BPH tumbuh pada pria yang berusia tua dan memiliki testis yang masih
menghasilkan testosteron. Beberapa hipotesis menyebutkan timbulnya
hiperplasia prostat karena adanya ketidak seimbangan antara estrogen-
testosteron, interaksi antara sel stroma dan epitel prostat dan berkurangnya
kematian sel (apoptosis).
Ada juga faktor-faktor yang diperkirakan meningkatkan risiko terjadinya
BPH, antara lain:
a. Faktor Usia
Prevalensi BPH meningkat dengan bertambahnya usia. Data dari
Krimpen and Baltimore Longitudinal Study of Aging menunjukkan
volume prostat meningkat seiring bertambahnya usia dimana tingkat
pertumbuhan prostat sebesar 2-2,5% per tahun pada pria yang lebih tua.
b. Faktor Genetik
Sebuah penelitian analisis kasus-kontrol yang dilakukan pada laki-
laki yang berusia kurang dari 64 tahun yang menjalani operasi untuk
BPH, didapatkan hasil bahwa 50% dari laki-laki yang berusia <60 tahun
yang menjalani operasi BPH mewarisi penyakit ini.
c. Faktor Obesitas
Berdasarkan The Baltimore Longitudial Study of Aging
peningkatan indeks massa tubuh (IMT) berhubungan dengan
peningkatan 0,41 ml volume prostat dan memiliki peningkatan risiko
pembesaran prostat 3,5 kali lipat dibandingkan dengan non-obesitas.
d. Faktor Diabetes
Penelitian studi cross-sectional dari Swedia bahwa dokter yang
mendiagnosis diabetes secara signifikan terkait dengan peningkatan
ukuran prostat yang konsisten dengan BPH. Para peneliti ini mengamati
bahwa pasien dengan LUTS mendapati pria dengan diabetes memiliki
3
kelenjar prostat yang lebih besar daripada pria non-diabetes.
Berdasarkan The Baltimore Longitudial Study of Aging pria dengan
peningkatan glukosa puasa 3 kali lipat lebih mungkin mengalami BPH
dibandingkan dengan pria dengan glukosa normal. Peningkatan insulin
serum dan peningkatan glukosa darah plasma puasa telah dikaitkan
dengan peningkatan ukuran prostat dan risiko pembesaran prostat.
e. Faktor Aktivitas Fisik
Peningkatan aktivitas fisik telah dikaitkan dengan penurunan risiko
BPH dalam beberapa penelitian besar menunjukkan bahwa olahraga
merupakan faktor pendukung. Penelitian yang dilakukan Lacey di Cina
(studi kasus-kontrol) peningkatan aktivitas pekerjaan seperti
pengeluaran energi dikaitkan dengan penurunan risiko BPH.
f. Faktor Diet
Ada beberapa penelitian mengatakan bahwa makronutrien dan
mikronutrien dapat mempengaruhi risiko BPH dan LUTS. Penelitian
analyses of a single study population di Italia (study kasus-kontrol)
bahwa roti, telur unggas dan pati dapat meningkatkan risiko terjadinya
BPH sedangkan kacang hijau, kacang-kacangan, buah dan sayuran
dapat menurunkan risiko terjadinya BPH.
g. Faktor Inflamasi
Peradangan berperan dalam perkembangan BPH yang dibuktikan
dengan hubungan antara BPH dan peradangan dari histologis pada
spesimen yang diperoleh oleh biopsi prostat yang menunjukkan sitokin
inflamasi pada jaringan BPH. Penyebab yang mendasari peradangan
prostat masih belum jelas meskipun ada beberapa hipotesis mengatakan
kerusakan jaringan karena adanya infeksi, respon autoimun. Infeksi
seperti gonorrhea, chlamydia dan trichomonosis.
h. Kebiasaan Merokok
Rokok mengandung nikotin. Nikotin adalah zat atau bahan senyawa
pirolidone yang terdapat dalam nikotiana tabacum atau sintesisnya yang
bersifat adiktif yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin dan
konitin (produk pemecah nikotin) pada rokok mengakibatkan aktifitas
4
enzim perusak androgen sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron. Kebiasaan merokok ≥ 12 batang/hari mempunyai risiko 10
kali untuk menderita benign prostatic hyperplasia.
i. Kebiasaan Minum Alkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin
B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting kelenjar
prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan
organ yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di
dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosterone
menjadi dehidrotestosteron.
1.3 Patofisiologi
Terdapat 2 macam komponen yang menyebabkan obstruksi saluran kemih
akibat BPH yaitu komponen statis dan komponen dinamis. Komponen statis
berupa pembesaran kelenjar prostat akibat pertumbuhan sel stroma dan sel
epitel prostat. Komponen dinamis berupa peningkatan tonus otot polos prostat
(Firmanja, 2018). Ukuran prostat yang semakin besar menyebabkan lumen
uretra prostatika menyempit hingga menghambat aliran urin. Keadaan ini
menyebabkan penumpukkan urin pada kandung kemih (retensi urin). Kandung
kemih yang semakin terisi penuh oleh urin mengakibatkan tekanan intravesikal
menjadi tinggi. Kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat dari biasanya
untuk mengosongkan urin. Kontraksi kuat yang terus menerus tersebut
menyebakan perubahan anatomi kandung kemih berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya sekula, dan divertikel kandung kemih sehingga
muncul sebagai gejala pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary
tract symptom (LUTS). Tekanan intravesikal yang tinggi naik hingga ke kedua
muara ureter kemudian menimbulkan refluks urin dari kandung kemih ke ureter
atau disebut refluks vesika ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus menerus
dapat mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal (Soebandi &
umbas , p. 2021)
Kandung kemih pada akhirnya akan bertambah lemah dan tidak mampu lagi
berkontraksi sehingga urin tidak dapat dikeluarkan secara sempurna.
Pengeluaran urin yang tidak sempurna akan menimbulkan peningkatan residu
5
urin dan retensi urin (Atmaksuma, 2014). Peningkatan tonus otot polos prostat
terjadi karena perbandingan komponen antara sel stroma terhadap sel epitel
meningkat menjadi 4:1 (Purnomo, 2016). Patofisiologi BPH dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
Pathtway
6
1.5 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
A. Farmakologis
Terapi medikamentosa atau farmakologis digunakan pada pasien
BPH yang memiliki gejala mengganggu atau skor IPSS > 7. Algoritma
pemilihan tipe obat menurut gejala yang ditemukan dapat dilihat pada bagan
berikut. Adapun beberapa golongan obat menurut (Rusliyawati, Maludi, &
Wanoto, 2021) yang kerap digunakan sebagai terapi medikamentosa BPH
meliputi:
1) α1-blocker
Obat golongan α1-blocker bekerja dengan cara menghambat
kontraksi lapisan otot polos dinding prostat. Beberapa obat meliputi
terazosin, doksazosin, alfuzosin, dan tamsulosin yang diminum sekali
sehari dengan dosis yang perlu dititrasi.
2) Penghambat 5α-reduktase
Ada dua jenis obat golongan penghambat 5α- reduktase, yaitu
finasteride dan dutasteride. Keduanya baru akan menghasilkan efek
setelah lewat 6 bulan. Indikasi penggunaan dutasteride adalah jika
volume prostat > 30 cc, sementara indikasi finasteride bila dengan dosis
0,5 mg, sementara finasteride dengan dosis lebih tinggi yaitu 5 mg.
Penggunaannya sangat direkomendasikan oleh AUA dan IAUI untuk
kasus BPH yang lebih berat, meski tidak didukung oleh literatur
selengkap α1-blocker.
3) Antagonis reseptor muskarinik
Cara kerja obat-obatan antagonis reseptor muskarinik adalah dengan
meng inhibisi stimulasi reseptor muskarinik. Hal ini menyebabkan
berkurangnya kontraksi jaringan otot polos pada vesica urinaria.
4) Penghambat fosfodiesterase-5
Penghambat fosfodiesterase-5, atau penghambat PDE-5, merupakan
golongan obat dengan kemampuan meningkatkan konsentrasi dan
aktivitas cyclic guanosine monophosphate (cGMP) intraselular. Meski
tersedia dalam bentuk sildenafil, vardenafil, dan tadalafil, IAUI hanya
7
merekomendasikan penggunaan tadalafil. Dosis yang
direkomendasikan oleh IAUI adalah tadalafil 5 mg perhari.
5) Terapi kombinasi
Kombinasi α1-blocker dan penghambat 5α-reduktase dapat
menghasilkan efek sinergis yang mampu mengkombinasikan
keuntungan dari kedua golongan obat tersebut. Kombinasi α1-blocker
dan antagonis reseptor muskarinik dapat melakukan inhibisi reseptor
jaringan otot polos saluran perkemihan bagian bawah dalam jumlah
yang lebih besar dari monoterapi salah satu penyusunnya.
6) Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan herbal
tertentu yang dipercaya memiliki khasiat terapetik. Beberapa
fitofarmaka yang kerap digunakan dalam tatalaksana BPH meliputi
Pygeum africanum, Hypoxis rooperi, Serenoa repens, dan lain-lain.
B. Pembedahan
Pembedahan merupakan suatu tindakan tatalaksana BPH yang bersifat
invasif. Oleh sebab itu, indikasi yang jelas perlu ditemukan sebelum seorang
klinisi memutuskan untuk melakukan pembedahan. Indikasi-indikasi
tersebut, meliputi retensi urin akut, infeksi saluran kemih berulang,
hematuria makroskopik, sistolitiasis, penurunan fungsi ginjal, gagal
berkemih setelah melepaskan kateter, perubahan patologis pada vesica
urinaria, keluhan telah memberat, tidak adanya perbaikan setelah terapi
konservatif dan medikamentosa, serta pasien menolak terapi selain bedah.
Adapun berikut merupakan beberapa pilihan terapi pembedahan yang dapat
dilakukan.
1) Transurethral Resection of the Prostate (TURP)
TURP merupakan suatu pembedahan invasif minimal yang kerap
digunakan pada pasien BPH dengan volume prostat 30-80 cc. Meski
demikian, TURP dapat digunakan pada kondisi prostat apapun
tergantung pada pengalaman dan ketersediaan peralatan seorang ahli
bedah urologi. Pada umumnya, TURP memiliki efektivitas dalam
8
perbaikan gejala BPH yang mencapai 90% sehingga metode ini
merupakan salah satu baku emas tatalaksana invasif BPH
2) Laser Prostatektomi
Laser prostatektomi merupakan penembakan sinar berenergi untuk
menghancurkan jaringan hiperplastik prostat. Jenis-jenis laser yang
kerap digunakan meliputi laser Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG,
Green Light Laser, Thulium:YAG, dan Diode. Penggunaan laser dalam
tatalaksana invasif direkomendasikan bila pasien sedang dalam terapi
antikoagulan yang tidak dapat dihentikan karena resiko mengidap
emboli yang tinggi. Pada prosedur ini, prostat akan mengalami
koagulasi ketika temperatur telah mencapai 600C hingga 650C. Pada
temperatur 1000C, prostat akan mengalami vaporisasi dan ukurannya
mengecil.
3) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Termoterapi merupakan tindakan memanaskan jaringan prostat
menggunakan transurethral microwave, transurethral needle ablation,
atau high intensity focused ultrasound hingga suhu 450C untuk
menimbulkan nekrosis dan koagulasi jaringan tersebut. Dampak dari
termoterapi adalah penggunaan kateter yang berkepanjangan meski
tanpa perlu melakukan perawatan inap di rumah sakit. Dari ketiga
metode pemberian panas, metode transurethral needle ablation memiliki
angka rekurensi BPH terendah dengan kisaran 20-50% pada 20 bulan
pertama pasca tindakan.
4) Kateterisasi
Kateterisasi merupakan tindakan pemasangan kateter dengan tujuan
memudahkan rilis urin. Kateterisasi kerap digunakan untuk menangani
retensi urin kronik pada pasien yang tidak dapat menerima operasi.
Kateterisasi dapat bersifat intermiten, atau clean intermittent
catheterization (CIC), maupun menetap. CIC biasanya dikerjakan
sebelum pemasangan kateter menetap dan dilakukan dalam lingkungan
steril secara periodik. Bila kateterisasi ingin dihentikan, perlu dilakukan
9
evaluasi selama 3-7 hari bersamaan dengan pemberian obat- obatan α1-
blocker (Sutanto , 2021).
10
5) Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai ukuran,
bentuk dan adanya karsinoma serta karakter jaringan prostat. Pemeriksaan
radiologi yang digunakan adalah USG (Ultrasonografi) abdomen, TRUS
(Transrectal Ultrasonographyi), CT (Computed Tomografi) dan MRI
(Magnetic Resonance Imaging). Untuk mengetahui adanya batu saluran
kemih dan massa tumor dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG pada
ginjal dan kandung kemih. Apabila setelah pemeriksaan tersebut ditemukan
adanya ketidaknormalan biasanya memerlukan pemeriksaan lanjut dengan
menggunakan pemeriksaan CT-Scan.
Mindmap
11
No. Judul Penulis Perlakuan Kontrol Sampel Metode Hasil
Yang diukur Temuan
1 Fokus Blader Purhadi dan Penelitian ini Tidak ada 1 pasien Penelitian ini Mengetahui Hasil pengkajian
Dina Nofiana kelompok
Training Untuk menggunakan dengan Post menggunakan efektivitas pada pasien
kontrol
Menurunkan metode studi kasus Operasi metode bladder training inkontinensia urin
Inkontinensia yang dilakukan Benigna deskriptif pada pasien post fungsional post
Urine Pada Pasien mulai tanggal 15 Prostate kualitatif oprasi yang oprasi yaitu tidak
Post Operasi september 2022 Hyperplasia. berbentuk diharapkan dapat bisa kencing
Benigna Prostate hingga 18 review studi meningkatkan secara normal
Hyperlapsia september 2022. kasus dengan tonus otot masih dibantu
(BPH) Di Ruang Penelitian ini tujuan kandung kemih selang, tidak
Lavender Di berfokus pada mengeskploras sebelum dapat merasakan
RSUD DR. Raden penglaan asuhan i suatu masalah dilakukan ingin
Soedjati keperawatan pada asuhan pelepasan kateter BAK,Disuria, dan
Seoemodiardjo pasien post operasi keperawatan urine. nyeri. Setelah
Purwodadi. di RSUD dr. R. pada pasien dilakukan
Sedjati post operasi Tindakan
Soemodiardjo Benigna keperawatan pada
Purwodadi. Asuhan Tn.R
12
keperawatan Prostate fungsionalteratasi
diberikan mulai Hyperplasia. pada hari ke 7
dari pengkajian post operasi. Hal
pada pasien secara ini dibuktikan
keseluruhan. dengan pasein
Dilanjutkan yang sudah
denngan penentuan mampu mencapai
diagnosis waktu toilet, urin
keperawatan yang keluar dengan
muncul. Pasien lancar, tidak
yang masih terdapat sisa
terpasang kateter pengeluaran urin,
urine diklem dan berwarna
dengan penjepit jernih dengan bau
selama 2-3 jam. yang khas.
Kemudian Keberhasilan ini
diberikan minum juga didorong
200 cc hingga 4 oleh kepatuhan
siklus sebelum pasien dalam
kateter dilepas. Hal melakukan
ini bertujuan untuk bladder training
13
menkaji rasa ingin dan surasi yang
BAK pasien pasca sesuai dengan
oprasi. prosedur
2 Bladder Training Joni Siswanto, Pada kelompok Kelompok Responden Penelitian ini Mengetahui Skor kejadian
Aseterrilia kontrol menggunakan
dan kejadian intervensi, atau sampel pengaruh bladder inkontinensia urin
Nurhayati yang desain quasi
Inkontinensia Pratiwi, responden diberikan dipilih eksperimental training serta pada kelompok
Sudiarto, Ajeng dengan dua kelompok
Urin pada Post diberikan minum dengan menentukan kontrol lebih
Titah latihan yang terdiri
Operasi BPH Normawati 200 ml dan berkemih teknik dari kelompok kategori tinggi daripada
(2021) tiga jam intervensi dan
selanjutnya consecutive responden setelah kelompok
sebelum kontrol.
dilakukan latihan kateter sampling dan perlakuan intervensi dengan
dilepas.
merasakan sensasi diperoleh tindakan terhadap selisih rata-ata
berkemih dengan sebanyak 30 kejadian skor 8,57. Hasil
selang kateter orang dengan inkontinensia urin uji non
diklem selama dua kriteria pada pasien pasca parametrik kedua
atau tiga jam inklusi operasi BPH kelompok
sampai dengan pasien post diperoleh hasil
pasien berespon operasi BPH nilai p=0,001
merasakan sensasi dan telah (p<0,05) yang
ingin berkemih atau selesai membuktikan
BAK. Intervensi dilakukan bahwa
tersebut dilakukan irigasi di implementasi
14
setiap hari yaitu RSUD dr. bladder training
pada sore hari Loekmono berpengaruh
selama kateter Hadi Kudus, signifikan
terpasang. serta kriteria terhadap
Sedangkan pada eksklusi perbaikan kondisi
kelompok kontrol, adalah pasien berupa penurunan
pasien latihan post operasi skor gejala
berkemih tiga jam BPH dengan inkontinensia urin
sebelum kateter komplikasi pada pasien post
dilepas. pendarahan operasi BPH.
Pengukuran hasil atau penyakit
untuk mengetahui penyulit.
derajat
inkontinensia urin
dilakukan
menggunakan
instrumen
kuesioner RUIS
(Revised Urinary
Incontinence Scale)
yang terdiri dari
15
lima penilaian
dengan skor
terendah 0 dan
tertinggi ialah 16.
3 The Effects of Funda Pada kelompok Kelompok Jumlah Riset ini Mengetahui Riset ini
Büyükyilmaz kontrol efektivitas membuktikan
Bladder Training eksperimen sampel menggunakan
PhD. BSN., yang bladder training bahwa adanya
on Bladder Associate (pelatihan kandung berjumlah terdiri dari quasi- pada pasien BPH efektifitas bladder
Professor et al. 22 orang. setelah reseksi training sebelum
Functions After kemih), kateter urin 50 pasien experimental
(2019). transurethral melepas kateter
Transurethral pasien dijepit pada laki-laki: 28 selama 5 bulan prostat. urin guna
mencapai fungsi
Resection of interval 4 jam dan orang (bulan Maret
kandung kemih
Prostate. kemudian dibiarkan kelompok hingga yang normal pada
periode pasca
terbuka selama 5 eksperimen, Agustus 2018)
operasi.
menit pada hari dan 22 orang di klinik Kelompok
intervensi yang
kedua pasca operasi dengan Urologi sebuah
menerima
oleh perawat dan kelompok universitas pelatihan kandung
kemih memiliki
akan dibuka ketika kontrol. rumah sakit di
skor lebih rendah
mereka melaporkan Istanbul, pada frekuensi
harian berkemih,
rasa urgensi Turki.
dan nokturia
sebelum dibanding
kelompok kontrol.
menyelesaikan
Selain itu, rata-
rata volume
16
interval 4 jam, berkemih lebih
tinggi/lama pada
perlakuan prosedur
kelompok
penjepitan diulang intervensi
daripada
selama periode 24
kelompok kontrol.
jam sampai hari Oleh karena itu,
dapat disimpulkan
ketiga operasi.
bahwa kelompok
Sedangkan, pada intervensi lebih
efektif
kelompok kontrol,
dibandingkan
kateter urin yang kelompok kontrol.
masih terpasang
dilepaskan kembali
sesuai dengan
prosedur praktik
klinis pada hari
ketiga pasca
operasi.
4 Effect of Asavari J, Perlakuan pada Kelompok Jumlah Penelitian ini Hasil yang diukur Hasil penelitian
Gaikwad, Suraj kontrol,
structured bladder kelompok sampel merupakan dalam penelitian menunjukkan
B. Kanase yang
training in urinary (2020) intervensi terdiri disebut sebanyak 28 penelitian ini meliputi bahwa tingkat
sebagai
incontinence. dari program pasien cedera eksperimental tingkat keparahan keparahan
Kelompok
A,
17
pelatihan kandung menerima tulang dengan jumlah inkontinensia inkontinensia urin
terapi
kemih terstruktur belakang 28 pasien urin, perubahan lebih tinggi pada
konvensio
yang meliputi nal, yang cedera tulang dalam Kuesioner wanita, meskipun
sementara
latihan otot dasar mengalami belakang yang Kesehatan Raja jumlah laki-laki
kelompok
panggul (PFM), intervensi, inkontinens mengalami sebelum dan lebih banyak
yang
pelatihan perilaku, in urin inkontinensia sesudah pelatihan, dalam penelitian.
disebut
stimulasi listrik sebagai yang dipilih serta perubahan Kelompok B,
Kelompok
permukaan, latihan dengan alokasi dalam tes pad yang menjalani
B,
pernafasan, latihan menerima acak dari sebelum dan program pelatihan
program
relaksasi, dan Krishna sesudah pelatihan. kandung kemih
pelatihan
latihan kekuatan kandung Institute of terstruktur,
kemih
untuk perut, Medical menunjukkan
terstruktur
punggung, dan bersama Sciences, perbaikan yang
dengan
paha. Karad dalam lebih signifikan
terapi
konvensio penelitian ini. daripada
nal.
Kelompok A. Tes
pad juga
menunjukkan
peningkatan yang
signifikan setelah
pelatihan.
18
Penelitian ini
penting untuk
memahami
pengaruh program
pelatihan kandung
kemih terstruktur
terhadap
inkontinensia urin
pada pasien
dengan cedera
tulang belakang.
Metode
pengobatan yang
digunakan
meliputi terapi
konvensional dan
pelatihan kandung
kemih terstruktur.
5 Pengaruh Latihan Satryo Prayoga, Perlakuan terhadap Tanpa Responden Metode Penelitian Intervensi latihan
Nunu Harison, pasien pasca Kelompok penelitian yang tersebut kandung kemih
Kandung Kemih yang dipilh
Hetty Pusfita Kontrol digunakan pada pasien pasca
Terhadap operasi BPH yang pada pasien mengukur
(2022) dalam operasi BPH di
19
Kemampuan mengalami pasca operasi penelitian ini kemampuan RS Rafflesia Kota
Kontrol Eliminasi kesulitan dalam BPH adalah desain mengontrol Bengkulu
pra- menghasilkan
Urin Pada Pasien mengontrol menggunaka eksperimental eliminasi urin peningkatan
BPH Pasca eliminasi urin yaitu n desain one- dengan desain pada pasien pasca kemampuan
Operasi RS pelatihan kandung group pre- one-group pre- operasi BPH kontrol eliminasi
test and post- urin yang
Rafflesia Kota kemih yang test dan post- sebelum dan
test, yang signifikan. Rata-
Bengkulu. bertujuan untuk test, yang melibatkan sesudah pelatihan rata kemampuan
membantu melibatkan satu kelompok kandung kemih. mengontrol
subjek eliminasi urin
mengontrol jadwal satu Pengukurannya
penelitian meningkat dari
buang air kecil dan kelompok tanpa ada dilakukan dalam 575 ml/24 jam
mengurangi subjek kelompok ml/24 jam, sebelum latihan
frekuensi buang air penelitian kontrol. Desain dengan rata-rata kandung kemih
ini menjadi 1.250
kecil. Latihan ini tanpa memungkinka kemampuan ml/24 jam setelah
meliputi latihan kelompok n dilakukannya mengontrol latihan kandung
untuk kontrol. pemeriksaan eliminasi urin kemih. Studi
sebab akibat tersebut juga
memperpanjang Populasi sebelum latihan
dengan menemukan
interval normal penelitian melibatkan kandung kemih bahwa pelatihan
buang air kecil terdiri dari satu kelompok adalah 575 ml/24 kandung kemih
subjek berdampak positif
dengan seluruh jam dan
penelitian dalam
menggunakan pasien BPH meningkat mengurangi
teknik distraksi yang dirawat menjadi 1.250 inkontinensia urin
pada pasien pasca
20
atau relaksasi, di RS ml/24 jam setelah operasi BPH.
sehingga Rafflesia latihan kandung Hasil analisis T-
Test menunjukkan
menghasilkan Kota kemih adanya
penurunan Bengkulu peningkatan
frekuensi buang air pada tahun kemampuan
kontrol eliminasi
kecil sebanyak 6-7 2021, dengan
urin yang
kali per hari atau jumlah signifikan setelah
setiap 3-4 jam. sampel latihan kandung
kemih, dengan
Selain itu, pasien sebanyak 10
selisih rata-rata
juga dapat responden 675 ml/24 jam.
diberikan terapi Nilai p-value yang
NaCl 0,9% untuk diperoleh sebesar
0,000
melancarkan menunjukkan
saluran kemih bila adanya pengaruh
ada sumbatan yang signifikan
dari Bladder
Training terhadap
kemampuan
kontrol eliminasi
urin pada pasien
pasca operasi
BPH di RS
Rafflesia Kota
Bengkulu.
21
Temuan ini
menunjukkan
bahwa intervensi
pelatihan kandung
kemih telah secara
efektif
meningkatkan
kemampuan untuk
mengontrol
eliminasi urin
pada pasien pasca
operasi BPH,
yang
menyebabkan
peningkatan yang
signifikan dalam
rata-rata kontrol
eliminasi urin.
Nacl 0,9% untuk
melancarkan
saluran kemih bila
ada sumbatan.
Berdasarkan hasil
konfirmasi dari
bidang
pendarahan RS
Rafflesia Kota
Bengkulu , sampai
22
saat ini belum
menerapkan dan
blum membuat
SOP ( Standar
Operasional
Prosedur ) tentang
latihan kandung
kemih ini..
BAB II
STUDI LITERATURE
23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Tn. B, seorang pria berusia 70 tahun, warga Pontianak, Kalimantan
Barat, dan seorang pengusaha, datang ke klinik dengan keluhan utama buang
air kecil (BAK) yang tersendat-sendat. Riwayat penyakitnya mencerminkan
keluhan ini telah berlangsung selama setahun, semakin parah dalam enam
bulan terakhir, dengan kesulitan BAK disertai dengan nyeri dan sering
terbangun di malam hari untuk BAK (nokturia). Pasien pernah mengalami
infeksi saluran kemih (ISK) 2 tahun yang lalu. . Pasien mengungkapkan bahwa
selama beberapa tahun terakhir, ia mengalami tekanan pekerjaan yang tinggi
sebagai seorang pengusaha. Kendati telah mencoba menjaga keseimbangan
hidup, namun stres dan kelelahan menjadi bagian dari rutinitasnya.
Pasien juga mengakui bahwa selama beberapa tahun terakhir, pola
makan dan gaya hidupnya kurang teratur. Konsumsi makanan tinggi lemak
dan rendah serat, bersama dengan kurangnya aktivitas fisik, menjadi bagian
dari kebiasaannya sehari-hari.
Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien berada dalam kondisi
compos mentis dengan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 90 kali/menit, suhu
37,5°C, dan pernapasan 24 kali/menit. Pada pemeriksaan abdomen, teraba
massa pada prostat, sementara pemeriksaan genitalia tidak menunjukkan
kelainan.
Pemeriksaan penunjang melibatkan urinalisis yang menunjukkan hasil
normal, ultrasonografi abdomen yang mengkonfirmasi pembesaran prostat
sebesar 80 gram, uroflowmetri menunjukkan kapasitas kandung kemih
sebesar 250 ml, dan laju aliran urin sebesar 2 ml/detik. Tes prostat spesifik
antigen (PSA) menunjukkan hasil sebesar 6 ng/ml.
Berdasarkan data tersebut, diagnosis medis yang ditegakkan adalah
benign prostatic hyperplasia (BPH), retensi urin, dan infeksi saluran kemih.
Pasien saat ini memerlukan perhatian medis lebih lanjut untuk penanganan
dan manajemen kondisinya.
24
3.2 Pengkajian
A. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn. B
Jenis kelamin : Laki-laki
No.RM :-
Usia : 70 Tahun
Tgl.MRS : 30/01/2024
Tgl.Pengkajian : 30/01/2024
Alamat/ telp. : Pontianak
Status Pernikahan : Menikah
Agama :-
Suku :-
Pendidikan terakhir :Sarjana
Pekerjaan : Pengusaha
Lama Bekerja : 9 tahun
Sumber Informasi : Pasien
Kontak Keluarga Dekat :08994109xxx
B. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Saat Pengkajian : kesulitan BAK disertai dengan nyeri
25
3. Riwayat Penyakit Dahulu (Penyakit yang pernah dialami)
Pasien pernah mengalami infeksi saluran kemih (ISK) 2 tahun yang
lalu. Pasien juga mengakui memiliki riwayat pekerjaan sebelumnya
sebagai seorang pengusaha.
1 Makan/Minum 0 0
2 Mandi 0 0
3 Berpakaian/berdandan 0 0
4 Toileting 0 0
5 Berpindah 0 0
6 Berjalan 0 0
7 Naik tangga 0 0
Keterangan:
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain
4 = tidak mampu
Alat bantu:
26
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
NO SMRS MRS
Teratur Teratur
7 Fluktuasi BB 6 bln
terakhir
3. Pola Eliminasi
NO SMRS MRS
27
Upaya mengatasi - -
Upaya mengatasi - -
2 Tidur malam Jam 21.00 s/d 05.00 Jam 22.00 s/d 05.00
Mengalami gangguan tidur Mengalami gangguan tidur
karena sering terbangun dimalam karena sering terbangun
hari. dimalam hari.
3 Kebiasaan Ada -
sebelum
Ket : nonton televisi
tidur
4 Kesulitan Ada Ada
tidur
28
5. Pola Kebersihan Diri
NO SMRS MRS
Sabun : ya Sabun: ya
2 Handuk Ya Ya
Pribadi Pribadi
Shampoo : ya Shampoo : ya
29
c. Masalah peran/ hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS :
kurang dukungan dari keluarga besar
d. Upaya untuk mengatasi : tidak ada
8. Pola Komunikasi
a. Bahasa utama : Indonesia
b. Bicara : Normal
c. Afek : -
d. Tempat tinggal : Bersama orang lain, yaitu keluarga
e. Penghasilan: keluarga
( ) <Rp.500.000
( ) Rp. 1 juta – 1,5 juta
9. Pola Seksualitas
a. Masalah hubungan seksual selama sakit : ada
b. Upaya mengatasi : tidak ada
10. Pola Nilai dan Kepercayaan
a. Apakah Tuhan, agama penting untuk anda : Ya ket : Rajin beribadah
b. Kegiatan agama yang dilakukan selama di RS : Berdoa
11. Pengkajian Sistem
a. ROS
1. Keadaan Umum : Pasien terlihat cemas
2. Kesadaran :
✔ Compos mentis
Somnolen
Stupor
Semi koma
Koma
30
3. GCS : 455
4. Tanda-Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 140/90
mmHg
b. Nadi : 90 x/menit
c. Suhu : 37,5 celcius
d. Pernafasan : 24x/menit
Masalah keperawatan: Hipertensi, takipneu
b. Sistem Pernapasan
1. Keluhan:
Sesak
✔Tidak Sesak
2. Bentuk dada
✔Simetris
Asimetris
Barrel Chest
Funnel Chest
Pigeons Chest
3. Sekresi batuk
a. Batuk
Ya ✔Tidak
b. Sputum
Ya ✔Tidak
c. Warna ...........................
d. Nyeri waktu bernafas
Ya ✔Tidak
4. Pola nafas
a. Frekuensi nafas 16 x / menit
b. Masalah Pola Nafas : tidak ada
Reguler
Cheyne Stokes
Kussmaul
Irreguler
Hyperventilasi
Apnea
31
Biot
Hypoventilasi
Lain-lain : ….
5. Bunyi nafas
1. Normal
✔Vesikuler
2. Abnormal
Stridor Lokasi......................
Wheezing Lokasi......................
Rales Lokasi......................
Ronchi Lokasi......................
Krepitasi Lokasi......................
❖ ICS
❖ Supra Klavikula
❖ Suprasternal
✔ Tidak
Lain-lain ..................
Tracheostomi
Masker
Respirator
32
c. Sistem Kardiovaskuler
1. Riwayat Nyeri dada :
✔ Tidak Ada
Ada
a. Lokasi:
……………………….............................................................
b. Sifat:
.................................................................................................
c. Kronologis:
................................................................................................
d. Keadaan pada saat serangan:
……………………………....................................................
e. Faktor-faktor yang memperberat dan memperingan serangan:
...................................................................................................
2. Suara Jantung:
✔ S1 S2 tunggal
.........................................................................................................
3. Irama Jantung:
✔ Reguler CRT < 3 detik
Ireguler CRT > 3 detik
d. Sistem Persarafan
1. Tingkat kesadaran:
Apatis Sopor
Somnolen Koma
2. GCS
Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Total GCS Nilai : 15
Refleks fisiologis:
✔ Bisep ✔ Trisep
✔ Achilles ✔ Patella
33
3. Reflek patologis dan rangsal meningeal : tidak ada
Kaku kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Babinski
4. Kejang :
Ada ✔ Tidak
5. Mata/ Penglihatan :
a. Bentuk
✔ Normal
Enoftalmus
Eksoptalmus
Lain-lain
b. Pupil
✔ Isokor
Unisokor
Miosis
Midriasis
Diameter kanan : 3 mm Diameter kiri : 3 mm
c. Reflek Cahaya
✔ Kanan
✔ Kiri
d. Gangguan Penglihatan
Ya ✔ Tidak
6. Kekuatan otot (Skala Lovett 0-5) : 4
7. Hidung/Penciuman
e. Sistem Perkemihan
a. Masalah kandung kemih
34
Normal Menetes ✔ Incontinensia
g. Sistem Pencernaan
1. Mulut & tenggorokan
1. Bibir
✔ Normal Asimetris Ada celah
2. Mulut/ Selaput Lendir Mulut
✔ Merah Stomatitis Lembab
3. Lidah Hiperemik
Kotor ✔ Lain- lain : bersih
4. Kebersihan rongga mulut
✔ Gigi bersih Caries Berbau Tidak Berbau Gigi
Kotor
5. Tenggorokan
Sakit menelan/nyeri tekan
35
11. Mual Ya ✔ Tidak
12. Muntah Ya ✔ Tidak
13. Terpasang colostomy
Ya
✔ Tidak
14. Lain-lain : -
2. Peristaltik usus 20x/menit
BAB 1 x / hari
Karakteristik feses:
✔ Tidak ada masalah
Konstipasi
Faces berdarah
Incontinensia
Fases berlendir
Wasir
3. Pola makan: frekuensi 5x/hr Jumlah:1.2050 kalori/hr
Jenis: Nasi, sayur & lauk pauk
2. Turgor kulit
36
Normal
✔ Menurun
3. Tulang belakang : normal
Lordosis
Skolosis
Kiposis
Lain-lain, sebutkan
4. Oedema : Ya
Lokasi : Kelenjar prostat
5. Luka : Tidak ada
Ukuran Luka: -
Jenis Luka: -
6. Lain-lain : tidak ada
h. Sistem Endokrin
1. Pembesaran kelenjar tyroid Ya ✔ Tidak
2. Pembesaran kelenjar getah bening Ya ✔ Tidak
3. Hiperglikemia Ya ✔ Tidak
4. Hipoglikemia Ya ✔ Tidak
5. Lain-lain: -
1) Pemeriksaan fisik
37
a. Inspeksi : Pasien terlihat berkeringat ketika di anamnesa
dengan jalan yang sedikit membungkuk serta wajah tampak
tegang dan sedikit pucat.
b. Palpasi : Area abdomen teraba massa tepatnya di prostat,
genetalia tidak menunjukkan kelainan dan tonus otot kaki
lemah.
c. Auskultasi : Bising usus terdengar lemah.
2) Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis : Normal
b. Ultrasonografi abdomen : Pembesaran prostat sebesar 80 gram
c. Uroflowmetri : Kapasitas kandung kemih sebesar
250 ml
d. Laju aliran urin : 2 ml/detik
e. Tes prostat spesifik antigen (PSA) : 6 ng/ml
38
3.3 Analisa Data
39
4. Data Subjektif: Ketidaktahuan akan gejala Defisit pengetahuan
dan tanda penyakit
(D.0111)
Data Objektif :
● Pasien datang
dalam kondisi Kurang terpapar informasi
kelenjar prostat
sudah
Defisit pengetahuan
membengkak
5. Data Subjektif : Pasien pasca oprasi Resiko infeksi
(D.1042)
Data Objektif :
● Suhu tubuh Adanya luka terbuka
pasien 39 c
40
rekumben (untuk wanita)
dan supine (untuk laki-
laki) Pasang sarung
tangan
● Bersihkan daerah perineal
atau preposium dengan
cairan NaCl atau aquades
Lakukan insersi kateter
urine dengan menerapkan
prinsip aseptic
● Sambungkan kateter urin
dengan urine bag
● Isi balon dengan NaCI
0,9%
sesuai anjuran pabrik
● Fiksasi selang kateter
diatas simpisis atau di
paha
● Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah
dari kandung kemih
● Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi
● Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine
● Anjurkan menarik napas
saat insersi selang kateter
41
● Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
● Monitor
efektifitas analgesic
Terapeutik
● Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respons
pasien.
● Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
3. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314)
b.d Kekhawatiran intervensi keperawatan ● Identifikasi saat tingkat
mengalami selama 1x24 jam, maka ansietas berubah (mis,
kegagalan d.d Tingkat ansietas kondisi, waktu, stresor).
tampak tegang (L.09093) menurun ● Identifikasi kemampuan
dengan kriteria hasil: mengambil keputusan.
1. Verbalisasi ● Monitor tanda-tanda
khawatir akibat ansietas (verbal dan
kondisi yang nonverbal)
dihadapi cukup
menurun.
2. Frekuensi Terapeutik
pernapasan
membaik ● Ciptakan suasana
3. Pola berkemih terapeutik untuk
membaik menumbuhkan
kepercayaan
● Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
Pahami situasi yang
membuat ansietas
● Dengarkan dengan penuh
perhatian
● Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Edukasi
● Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
42
● Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
● Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
● Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
● Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
Edukasi :
● Jelaskan penanganan
masalah kesehatan
43
● Informasikan sumber
yang tepat yang tersedia
di masyarakat
● Anjurkan menggunakan
fasilitas kesehatan
● Anjurkan mengevaluasi
tujuan secara periodik
● Ajarkan menentukan
perilaku spesifik yang
akan diubah (mis.
keinginan mengunjungi
fasilitas kesehatan)
● Ajarkan mengidentifikasi
tujuan yang akan dicapai
● Ajarkan program
kesehatan dalam
kehidupan sehari-hari
● Ajarkan pencarian dan
penggunaan sistem
fasilitas pelayanan
kesehatan
● Ajarkan cara
pemeliharaan kesehatan
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan Perawatan luka (I.14564)
berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi :
efek prosedur invasif selama 3x24 jam, maka
● Monitor karakteristik luka
(D.1042) Tingkat Infeksi
(L.14137) membaik ● Monitor tanda-tanda
dengan kriteria hasil:
infeksi
1. Kebersihan badan
meningkat Terapeutik :
2. Nafsu makan
● Lepaskan balutan dan
meningkat
3. Nyeri menurun plester secara perlahan
4. Kultur area luka
● Bersihkan dengan cairan
membaik
NaCl atau pembersih
nontoksik,
● sesuai kebutuhan
● Berikan salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika perlu
● Pasang balutan sesuai
jenis luka
44
● Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
Edukasi :
● Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
● Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
● Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
● Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
45
Nyeri akut 30/01/20 Mengkaji keluhan nyeri pasien P: Adanya infeksi
(D.0077) 24 saluran kemih
b.d Agen 16.30 Q : Perih seperti
pencedera WIB disayat benda
fisiologis tajam
d.d R : Area sekitar
mengeluh abdomen bawah
nyeri hingga uretra
S : skala 8
T : Nyeri ketika
BAK dan setelah
BAK
16.45 Pemberian analgesic Pasien tampak
WIB membaik ditandai
dengan
berkurangnya TTD
mengeluh nyeri
Ansietas 31/01/20 Melakukan identifikasi Pasien tampak
(D.0080) 24 penyebab ansietas kooperatif dalam TTD
b.d 08.00 bercerita
Kekhawatir WIB
an 13.00 Memberikan edukasi tentang Pasien terlihat
mengalami WIB penanganan ansietas tertarik dengan
kegagalan materi edukasi TTD
d.d tampak
tegang
1/02/202 Melakukan evaluasi lanjutan Tampak pasien
4 terhadap ansietas yang dialami lebih bersemangat
08.00 pasien dari hari TTD
WIB sebelumnya
46
materi denngan
baik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Amedea , R., & Lagitan , A. (2019). BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH). MedPro.
Firmanja, A. D. (2018). Pengaruh Diiabetes Millitus Tipe 2 Terhadap Fungsi Ginjal Pada
Pasien BINING PROSTATE HIPERPLASIA. Univeersitas Jember.
Gaikwad, A., & Kanase, S. (2020). Effect of Structured Bladder Training in Urinary
Incontinence. Indian Journal of Physiotherapy and Occupational Therapy.
Rusliyawati, Maludi, K., & Wanoto, A. (2021). Implementasi Metode International Prostate
Symptom Score(IPSS) untukE-ScreeningPenentuan Gejala Benign Prostate
Hyperplasia(BPH). Jurnal Sains dan Informatika.
Soebandi , T., & umbas , R. (2021). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat
Jinak (BPH) . Jakarta.
Sutanto , R. L. (2021). Hiperlapsia Prostat Jinak: Manajemen Tatalaksana dan Pencegahan.
JIMKI.
Purhadi., & Nofiana, D. (2022). Fokus Bladder Training Untuk Menurunkan Inkontinensia
Urin Pada Pasien Post Operasi Benigna Prostat Hiperlapsia (BPH) Di Ruang
Lavender Di RSUD DR. Raden Soejati Soemordati Purwodadi. Jurnal Ilmiah The
Shine, 196-198.
Siswanto, J., Pratiwi, A.N., Sudiarto., Normawati, A.J (2023). Bladder Training dan Kejadian
Inkontinensia Urin Pada Post Operasi BPH. 3(2), 102-105.
Buyukyilmas.F. et all. (2019). The effects of bladder training on bladder functions after
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 2 : Format Penilaian
50