”H” DENGAN
POST OPERASI BENINGNA PROSTAT HIPERPLASIA
DI RUANG AHMAD DAHLAN RSU PKU MUHAMMADIYAH SRAGEN
Disusun Oleh:
WINARNI, S.Kep
NIM: 02202208073
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine
dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer, 2009). Benign Prostat Hyperplasia adalah pembesaran
kelenjar dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin
berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlepis kapsula dengan berat
kira-kira 20 gram, berada di sekeliling uretra dan di bawah leher kandung kemih pada pria
(Suharyanto & Madjid, 2013). Benign Prostat Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan
diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum
diderita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun (Prabowo & Pranata, 2014)
B. Penyebab dan faktor predisposisi
Etiologi BPH sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang diduga
berperan dalam proliferasi/ pertumbuhan kelenjar prostat. BPH tumbuh pada pria yang berusia tua dan
memiliki testis yang masih menghasilkan testosteron. Beberapa hipotesis menyebutkan timbulnya
hiperplasia prostat karena adanya ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron, interaksi antara sel
stroma dan epitel prostat dan berkurangnya kematian sel (apoptosis). Testosteron diproduksi oleh sel
leydig di testis dan diubah oleh enzim 5α-reductase menjadi dihidrotestosteron (DHT) meransang
proliferasi sel epitel dan stroma prostat. Kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya
pada prostat normal, hanya saja pada BPH aktivitas enzim 5α-reductase lebih banyak pada BPH yang
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi. Faktor Usia Prevalensi BPH meningkat dengan bertambahnya usia. Beberapa studi observasi
dari Eropa, Amerika Serikat dan Asia telah menunjukkan usia yang lebih tua menjadi faktor risiko
timbulnya BPH dan perkembangan klinis. Data dari Krimpen and Baltimore Longitudinal Study of
Aging menunjukkan volume prostat meningkat seiring bertambahnya usia dimana tingkat pertumbuhan
prostat sebesar 2-2,5% per tahun pada pria yang lebih tua.
a. Faktor Genetik
Sebuah penelitian analisis kasus-kontrol yang dilakukan pada laki-laki yang berusia
kurang dari 64 tahun yang menjalani operasi untuk BPH, didapatkan hasil bahwa 50%
dari laki-laki yang berusia <60 tahun yang menjalani operasi BPH mewarisi penyakit
ini.
b. Faktor Obesitas
Berdasarkan The Baltimore Longitudial Study of Aging peningkatan indeks massa tubuh
(IMT) berhubungan dengan peningkatan 0,41 ml volume prostat dan memiliki
peningkatan risiko pembesaran prostat 3,5 kali lipat dibandingkan dengan non-obesitas.
c. Faktor Diabetes
Penelitian studi cross-sectional dari Swedia bahwa dokter yang mendiagnosis diabetes
secara signifikan terkait dengan peningkatan ukuran prostat yang konsisten dengan
BPH. Para peneliti ini mengamati bahwa pasien dengan LUTS mendapati pria dengan
diabetes memiliki kelenjar prostat yang lebih besar daripada pria non-diabetes.
BerdasarkanThe Baltimore Longitudial Study of Aging pria dengan peningkatan glukosa
puasa 3 kali lipat lebih mungkin mengalami BPH dibandingkan dengan pria dengan
glukosa normal. Peningkatan insulin serum dan peningkatan glukosa darah plasma
puasa telah dikaitkan denganpeningkatan ukuran prostat dan risiko pembesaran prostat.
d. Faktor Aktivitas Fisik
Peningkatan aktivitas fisik telah dikaitkan dengan penurunan risiko BPH dalam
beberapa penelitian besar menunjukkan bahwa olahraga merupakan faktor pendukung.
Dalam Physicians Health Study, latihan dikaitkan dengan penurunan risiko BPH.
Penelitian yang dilakukan Lacey di Cina (studi kasus-kontrol) peningkatan aktivitas
pekerjaan seperti pengeluaran energi dikaitkan dengan penurunan risiko BPH.
e. Faktor Diet
Ada beberapa penelitian mengatakan bahwa makronutrien dan mikronutrien dapat
mempengaruhi risiko BPH dan LUTS. Penelitian analyses of a single study population
di Italia (study kasus-kontrol) bahwa roti, telur unggas dan pati dapat meningkatkan
risiko terjadinya BPH sedangkan kacang hijau, kacang-kacangan, buah dan sayuran
dapat menurunkan risiko terjadinya BPH.
f. Faktor Inflamasi
Peradangan berperan dalam perkembangan BPH yang dibuktikan dengan hubungan
antara BPH dan peradangan dari histologis pada spesimen yang diperoleh oleh biopsi
prostat yang menunjukkan sitokin inflamasi pada jaringan BPH. Penyebab yang
mendasari peradangan prostat masih belum jelas meskipun ada beberapa hipotesis
mengatakan kerusakan jaringan karena adanya infeksi, respon autoimun. Infeksi seperti
gonorrhea, chlamydia dan trichomonosis.
g. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok pada orang dewasa merupakan sebuah kebiasaan yang diciptakan
sendiri, sehingga mempunyai pengaruh bagi tubuh diri sendiri. Rokok mengandung
nikotin. Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pirolidone yang terdapat dalam
nikotiana tabacum atau sintesisnya yang bersifat adiktif yang dapat mengakibatkan
ketergantungan. Nikotin dan konitin (produk pemecah nikotin) pada rokok
mengakibatkan aktifitas enzim perusak androgen sehingga menyebabkan penurunan
kadar testosteron. Kebiasaan merokok ≥ 12 batang/hari mempunyai risiko 10 kali untuk
menderita benign prostatic hyperplasia.
h. Kebiasaan Minum Alkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting
untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting kelenjar prostat. Prostat menggunakan
zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu mengurangi
kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon
testosterone menjadi dehidrotestosteron.
C. Manifestasi klinik (Tanda dan Gejala)
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran
kemih. Menurut (Purnomo, 2011) tanda dan gejala dari BPH yaitu: keluhan pada saluran kemih
bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan di kandung kemih sehingga urin tidak bisa
keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus),
2) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat mendesak)
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa adanya gejala
obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis),
dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan intra
abdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan
prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual, dan
muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi
D. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen urethra prostatika dan menghambat aliran
urin yang menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urin, kandung
kemih harus berkontraksi lebih kuat untuk melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus
dapat menyebabkan perubahan pada anatomik kandung kemih berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi. Perubahan struktur pada kandung kemih menyebabkan pasien merasakan keluhan
pada lower urinary tract symptom (LUTS). Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh
bagian kandung kemih. Tekanan pada kedua muara ureter dapat menimbulkan aliran balik urin
dari kandung kemih ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung
terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan bisa sampai ke gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh BPH tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang
menyumbat urethra posterior, tetapi juga dapat disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada
stroma prostat, kapsul prostat dan otot polos pada leher kandung kemih.
E. Pathway Keperawatan
F. Penatalaksanaan
Menurut (Haryono, 2012) penatalaksanaan Benign Prostat Hyperplasia
(BPH) meliputi :
a. Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergik, misalnya: prazosin, doxazosin, dan afluzosin
2) Penghambat enzim, misalnya finasteride
3) Fitoterapi, misalnya eviprostat
b. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dankomplikasi, adapun
macam-macam tindakan bedah meliputi:
1) Prostatektomi
a) Prostatektomi suprapubis, adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen yaitu suatu insisi yang dibuat ke dalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas.
b) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
c) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding tindakan
suprapubik di mana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara
arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
2) Insisi Prostat Transurethral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 g / kurang) dan efektif
dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.
3) Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop di
mana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10- 3-F untuk pembedahan uretra
yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik
(Haryono, 2012). Transurethral Resection of the Prostate (TURP) merupakan operasi
tertutup tanpa insisi, serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan,
dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan
reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus menerus dengan cairan isotonis selama
prosedur. Setelah dilakukan reseksi,. dipasang kateter foley tiga saluran nomer 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung
kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan
darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter setelah 3-5 hari
setelah operasi dan pasien sudah berkemih dengan lancer. Penyembuhan terjadi dengan
granula dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Nuari & Widayati, 2017)
G. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Haryono, 2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus mukosa
rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli
termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood Cell) dalam
urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria (Prabowo & Pranata, 2014).
4. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data pendukung untuk
mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
5. PA (Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel jaringan akan
dilakukan pemeriksaan mikroskopis untukmengetahui apakah hanya bersifat benigna atau
maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment selanjutnya.
H. Pengkajian Fokus
Pengkajian merupakan kegiatan menganalisis informasi, yang dihasilkan dari pengkajian
skrining untuk menilai suatu keadaan normal atau abnormal, kemudian nantinya akan digunakan
sebagai pertimbangan dengan diagnosis keperawatan yang berfokus pada masalah atau resiko.
Pengkajian harus dilakukan dengan dua tahap yaitu pengumpulan data (informasi subjektif
maupun objektif) dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medis (Herdman, H. T., &
Kamitsuru, 2017). Pengkajian melibatkan beberapa langkah-langkah di antaranya yaitu pengkajian
skrining. Dalam pengkajian skrining hal yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data.
Pengumpulan data merupakan pengumpulan informasi tentang pasien yang di lakukan secara
sistemastis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu wawancara (anamnesa),
pengamatan (observasi), dan pemeriksaan fisik (pshysical assessment). Langkah selanjutnya
setelah pengumpulan data yaitu lakukan analisis data dan pengelompokan informasi.
Selain itu, terdapat 14 jenis sub kategori data yang harus dikaji yakni respirasi, sirkulasi,
nutrisi atau cairan, eliminasi, aktivitas atau latihan, neurosensori, reproduksi atau seksualitas,
nyeri atau kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan atau perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan atau pembelajaran, interaksi sosial, dan keamanan atau proyeksi (SDKI, 2017).
Dalam hal ini, masalah yang diambil termasuk ke dalam kategori psikologis dan
subkategori nyeri dan kenyamanan. Pengkajian pada masalah nyeri akut meliputi:
d. Identitas
Identitas pasien yang harus dikaji meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, nomor rekam medik, tanggal MRS, dan
diagnosis medis.
e. Keluhan utama:
Subjektif: mengeluh nyeri
Menurut (Andarmoyo, 2013) karakteristik nyeri dikaji dengan istilah PQRST sebagai berikut:
1) P (provokatif atau paliatif) merupakan data dari penyebab atau sumber nyeripertanyaan
yang ditujukan pada pasien berupa:
a) Apa yang menyebabkan gejala nyeri?
b) Apa saja yang mampu mengurangi ataupun memperberat nyeri?
c) Apa yang anda lakukan ketika nyeri pertama kali dirasakan?
2) Q (kualitas atau kuantitas) merupakan data yang menyebutkan seperti apa
nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang ditujukan kepada pasien dapat berupa:
a) Dari segi kualitas, bagaimana gejala nyeri yang dirasakan?
b) Dari segi kuantitas, sejauh mana nyeri yang dirasakan pasien sekarang dengan nyeri yang
dirasakan sebelumnya. Apakah nyeri hingga mengganggu aktifitas?
3) R (regional atau area yang terpapar nyeri atau radiasi) merupakan data mengenai di mana
lokasi nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang ditujukan pada pasien dapat berupa:
a) Di mana gejala nyeri terasa?
b) Apakah nyeri dirasakan menyebar atau merambat?
4) S (skala) merupakan data mengenai seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan
yang ditujukan pada pasien dapat berupa: seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien jika diberi
rentang angka 1-10?
5) T (timing atau waktu) merupakan data mengenai kapan nyeri dirasakan, pertanyaan yang
ditujukan kepada pasien dapat berupa:
a) Kapan gejala nyeri mulai dirasakan?
b) Seberapa sering nyeri terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap?
c) Berapa lama nyeri berlangsung?
d) Apakah terjadi kekambuhan atau nyeri secara bertahap?
f. Data riwayat penyakit sekarang: pasien BPH pasca operasi TURP diawaliagen pencedera
fisik (prosedur operasi).
g. Data riwayat penyakit keluarga: riwayat keluarga dihubungkan denganadanya penyakit
keturunan yang di derita.
h. Data riwayat psikososial : Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan
lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa
sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana pasienmenggunakan koping
mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang kemungkinan muncul dalam pasien post operasi BPH antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pendera fisik (prosedur operasi)
2. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan trauma /perdarahan
3. Resiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
4. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
J. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan
atau tindakan mandiri yaitu yang harus dilakukan oleh perawat dan tindakan kolaboratif yaitu yang
dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien mencapai hasil
yang diharapkan (Mayasari, 2012). Intervensi menurut SIKI (2016) diantaranya sebagai berikut :
Diagnosa Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi
(D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (1.08238)
Nyeri akut Setelah dilakukan Intervensi 1. Identifikasi lokasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x 24 jam ,karakteristik,durasi,
agen pencedera fisik ,maka Nyeri akut menurun frekuensi,kualitas nyeri
(prosedur operasi) dengan kriteria hasil : 2. Observasi tanda-tanda vital
1. Keluhan nyeri menurun (5) klien
2. Meringis menurun (5) 3. Berikan Teknik non
3. Sikap protektif menurun (5) farmakologis untuk
4. Pola nafas membaik (5) mengurangi rasa nyeri,misal
5. Tekanan darah membaik (5) terapi music
6. Pola tidur membaik (5) 4. Pertahankan lingkungan
yang tenang dan suasana
yang nyaman
5. Ajarkan teknik relaksasi
dengan menarik nafas dalam
saat nyeri timbul
6. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
(D.0036) Keseimbangan cairan Pemantauan Cairan (1.03121)
Resiko (L.03020) 1. Monitor frekuensi
ketidakseimbangan Setelah dilakukan Intervensi kekuatan nadi
cairan dibuktikan keperawatan selama 1x 24 jam 2. Monitor frekuensi nafas
dengan ,maka keseimbangan cairan 3. Monitor tekanan darah
trauma/perdarahan meningkat dengan kriteria hasil : 4. Dokumentasikan hasil
1. Haluaran urin meningkat (5) pemantauan
2. Tekanan darah membaik (5)
3.Turgor kulit membaik (5)
4.Denyut nadi membaik (5)
I. PENGKAJIAN
Data Demografi Pasien
Nama : Tn.”S”
T.T.L : 31 Desember 1953
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : S1
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
TB/BB : 160/50
Alamat /No.Tlp : Karang manis, Bentak,Sidoharjo,Sragen
Orang Terdekat yang : Tn.”R”
Dihubungi
Hubungan : Anak
Alamat : Karang Manis,Bentak,Sidoharjo, Sragen
No. Telp :
Masuk Panti :-
Riwayat Keluarga
Pasangan ( Hidup)
Status Pernikahan : Nikah
Umur : 68 tahun
Pekerjaan : IRT
Pasangan (meninggal)
Tahun meninggal :
Penyebab Kematian :
Anak Anak :
Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan Saat ini : Pensiunan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketergantunag lansia dalam terhadap orang
lain dalam memenuhi kebutuhan ADL nya.
Prosedur pemeriksaan : lingkari skor yang sesuai dengan kondisi pasien, lalu jumlahkan total
skor.
Skor 20 = lansia mandiri, 12 – 19 = ketergantungan ringan, 9 – 11 = ketergantungan sedang, 5 –
8 = ketergantungan berat, 0 -4 = ketergantungan total.
Pengkajian Aspek Kognitif dan Fungsi Mental Mini Mental State Exam (MMSE)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui aspek kognitif dan status mental lansia.
Prosedur pemeriksaan : tuliskan kemampuan menjawab lansia pada kotak skor yang tersedia.
Masing masing pertanyaan memiliki skor maksimal dan tuliskan skor kemampuan lansia
menjawab dan jumlahkah total akhir skorr .
Total skor 24 – 30 = kognitif normal, 17 – 23 = gangguan kognitif ringan, 0 – 16 = gangguan
kognitif berat.
Total Skore 29
3 Saya sangat sedih /tidak bahagia dimana saya tak dapat menghadapinya.
2 Saya galau / sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya.
1 Saya merasa sedih atau galau.
0 Saya tidak merasa sedih.
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik.
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang kedepan.
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan.
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan.
C. Rasa Kegagalan
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai sebagai orang tua.(suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat hanya kegagalan.
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya.
0 Saya tidak merasa gagal.
D. Ketidak Puasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya.
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun.
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan.
0 Saya tidak merasa tidak puas.
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah sangat buruk atau tak berharga.
2 Saya merasa sangat bersalah.
1 Saya merasa buruk / tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik.
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah.
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri.
2 Saya muak dengan diri saya sendiri.
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri.
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri.
G. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan.
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri.
1 Saya merasa lebih baik mati.
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri sendiri.
H. Menarik Diri dari Sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak perduli pada
mereka semuanya.
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai sedikit
perasaan pada mereka.
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya.
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan
Netrofil 84.9 % 50 – 70
Limfosit 9,5 % 25 – 40
GDS 183
PH 9,0 -
Glukosa Negatif -
Uribilin Negatif -
Bilirubin Negatif -
Lekosit Negatif
Nitrit Negatif
Sel Epitel-Silinder -
Netrofil 84.9 % 50 – 70
Limfosit 9,5 % 25 – 40
No Diagnosa
Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
5 April 2023
/09.00 WIB S: Pasien mengatakan air
Memberikan injeksi kalnex 250 pipis masih semburat merah Win
S:-
O : Pasien tampak beristirahat
dengan nyaman
6 April 2023 Mengontrol lingkungan dari TD :130/70 mmHg
/17.00 WIB (Score 5) Win
kebisingan pengunjung
Nadi 80 x/mnt
Mengobservasi tanda –tanda vital
Skala nyeri 3 (Score 5)
Wajah rileks (Score 5)
A : Masalah teratasi
P: Perahankan intervensi
6 April 2023 Resiko perdarahan Memonitor tanda dan gejala S: Pasien mengatakan air Win
/09.00 WIB dibuktikan dengan perdarahan pipis bening,jernih
tindakan pembedahan Memberikan injeksi kalnex 250 O : Selang pipis terlihat warna
jernih
mg TD :150/70 mmHg
Nadi 80 x/mnt
Hasil HMT :37,3
A : Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
6 April 2023 Resiko infeksi Memonitor tanda –tanda infeksi S : Pasien mengatakan bersedia Win
/09.00 WIB dibuktikan dengan Menganjurkan klien untuk untuk makan tinggi protein
efek prosedur mengkonsumsi makanan tinggi O : Pasien tampak mengerti
invasive protein dan intake cairan yang TD :140/70 mmHg
adekuat Nadi 80 x/mnt
Menganjurkan klien untuk menjaga Hasil AL tgl 6 april 9900 (5)
kebersihan, meminimalkan infeksi Suhu 36 ◦C
nasokomial dengan menjaga Skala nyeri 4 (5)
kebersihan lingkungan A: Masalah teratasi
Memberikan injeksi Ceftriaxon 1gr P : Pertahankan Intervensi