Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering
kedua di Indonesia setelah infeksi saluran kemih1 . Penduduk Indonesia yang
berusia tua jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-
kira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria
diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS) akibat BPH2 .
BPH didefinisikan sebagai proliferasi dari sel stroma pada prostat,
yang menyebabkan perbesaran pada kelenjar prostat. Insiden BPH hanya
terjadi pada lakilaki (menurut struktur anatomi), dan gejala pertama kali akan
muncul pada usia berkisar 40 tahun3 . BPH adalah suatu kondisi yang
mempunyai kaitan dengan penuaan. Meskipun BPH bukan suatu kelainan
yang mengancam jiwa, BPH merupakan manifestasi klinis dari LUTS yang
dapat mengurangi kualitas hidup penderita4 .
Pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga
kandung kemih sering berkontraksi meski belum penuh. Apabila kandung
kemih menjadi dekompensasi, akan terjadi residual urine, dan timbul rasa
tidak tuntas pada akhir berkemih. Batu saluran kemih merupakan masalah
kesehatan yang cukup besar, menempati urutan ketiga setelah Benign Prostate
Hyperplasia (BPH) dan Infeksi 2 Saluran Kemih. Insidensi batu saluran kemih
dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti konsumsi tinggi kalsium dan
oksalat, intake cairan yang kurang, infeksi saluran kemih atau oleh karena
drainase urine yang tidak adekuat seperti pada BPH6 .
Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah terbentuknya batu yang
disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang
jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut
substansi. Batu saluran kemih sudah diderita manusia sejak zaman dahulu, hal

1
ini dibuktikan dengan adanya batu saluran kemih pada mummi Mesir yang
berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi. Hippocrates yang merupakan bapak
ilmu kedokteran menulis 4 abad sebelum Masehi tentang penyakit batu ginjal
disertai abses ginjal dan penyakit Gout (Menon et al., 2002). Meskipun
penyakit batu saluran kemih ini telah lama dikenal sejak zaman Babilonia dan
pada zaman Mesir kuno, namun hingga saat ini masih banyak aspek yang
dipersoalkan karena pembahasan tentang diagnosis, etiologi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan hingga pada aspek pencegahan masih belum
tuntas (Purnomo, 2011).
Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi,
tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Kejadian BSK di Amerika Serikat
dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam
hidupnya pernah menderita penyakit ini, di Eropa Utara 3-6%, sedangkan di
Eropa bagian Selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7% dan di
Taiwan 9,8%. Pada tahun 2000, penyakit BSK merupakan penyakit peringkat
kedua di bagian urologi di seluruh rumah rumah sakit di Amerika setelah
penyakit infeksi, dengan proporsi BSK 28,74% (AUA, 2007). Sedangkan di
Indonesia BSK merupakan penyakit yang paling sering terjadi di klinik
urologi. Angka kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang
dikumpulkan dari seluruh rumah sakit di Indonesia adalah 37.636 kasus baru,
dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang
dirawat adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita
(Depkes RI, 2002). 2 Angka kekambuhan batu saluran kemih dalam satu
tahun 15-17%, 4-5 tahun 50%, 10 tahun 75% dan 95-100% dalam 20-25
tahun. Apabila penyakit ini kambuh maka dapat terjadi peningkatan mortalitas
dan peningkatan biaya pengobatan.
Manifestasi BSK dapat berbentuk rasa sakit yang ringan sampai berat
dan komplikasi seperti urosepsis dan gagal ginjal (William, 1990). Batu
saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam
system kolektivus dan dapat menyebabkan kelainan pada kolektivus ginjal

2
atau infeksi dalam sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan
nyeri karena dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan
iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema dan
pelepasan mediator sakit. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering
disertai dengan serangan kolik ulangan (Menon et al., 2002). Salah satu
komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya gangguan fungsi ginjal yang
ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah, gangguan tersebut
bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya sindroma uremia dan gagal
ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyumbang 850.000
kematian setiap tahunnya, hal ini berarti menduduki peringkat ke 12 tertinggi
angka kematian (Pahira & Razack, 2001).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep teoritis dan konsep askep Batu Saluran Kemih ?
2. Bagaimana konsep teoritis dan konsep askep Batu Saluran Kemih?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui konsep teoritis dan konsep askep batu saluran kemih dan
Benign prostate hyperplasia (BPH)
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui kejadian BPH.
b. Mengetahui kejadian batu saluran kemih.

3
BAB II

PEMBAHASAN

3. Konsep Teoritis Dan Askep BPH


A. Konsep penyakit
1. Definisi
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperflasia kelenjar atau hyperplasia vibromuskular namun orang
sering menyebutnya dengan hipertropi prostat. Namun secara histologi
yang dominan adalah hyperplasia.
BPH adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra dan menyebabkan
gejala urtikaria.
Hipertropi prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH)
merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh
meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar peri uretra dari kelenjar
prostat).
Hyperplasia prostat benign adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun menyebabkan
berbagai derajat obstruksi uretra dan pembatasan aliran urinarius).
2. Etiologi
Secara pasti penyebab prostat hiplasia belum diketahui. Tetapi ada
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostate erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestoteron ( DHT) dan proses
menjadi tua (aging). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hyperplasia prostate adalah :
a. Teori DHT
Pembesaran prostat diaktifkan oleh testosteron dan DHT.
Testosteron dikonversi menjadi dihydrotestosteron oleh enzim 5-2lpha
reduktase yang dihasilkan oleh prostat. DHT jauh lebih aktif

4
dibandingkan dengan testosteron dalam menstimulus pertumbuhan
proliperasi prostat.
b. Faktor usia
Peningkatan usia akan membuat ketidakseimbangan rasio
antara estrogen dan testosteron. Dengan meningkatnya kadar estrogen
diduga berkaitan dengan terjadinya hiperplasia stroma, sehingga
timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogen lah yang berperan untuk
perkembangan stroma.
c. Faktor growth
Cuncha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan
pertumbuhan sel epitel prostate secara tidak langsung dikontrol oleh
sel-sel stroma melalui suatu mediator ( growth faktor) tertentu. Setelah
sei-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan atuokrim,
serta mempengaruhi sel-set Epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliperasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
d. Meningkatnya masa hidup sel-sel prostate
Program kematian sel (apoptosisi) pada sel prostate adalah
mekanisme fisiotogik . Untuk mempertahankan homeostasis kelenjar
prostate. Pada apoptosisi terjadi kondensasi dan fragmentasi sal yang
selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada
jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel
dengan, kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostate pada
prostate dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostate baru dengan
yang mati dengan keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel
secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan, masa prostate.

5
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-fator
yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan
menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi
peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostate. Estrogen diduga
mampu memperpanjang usia sel-sel prostate, sedangkan faktor
pertumbuhan TGF6 berperan dalam proses apoptosis.
3. Patofisiologi
Menurut syamsul Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah
Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya
adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau
mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang
menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya
dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang
membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan
untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor
berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung
kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi
dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid (lemah),
berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi
urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidrnneprosis. Retensi
progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat.
Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter.
Menurut Mansjoer Arif, (2003) pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap
awal terjadi pembesar prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat
detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam

6
mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai
(trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa
vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk
tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar
disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang
apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga
terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas.
4. WOC

7
5. Manifestasi klinis
a. P LUTS (lower Urinary tract symptom)
Pembesaran prostate menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomi buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentunnya selula, selula
difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh
pasies sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinay tract symptom. Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi
kompensasi otot buli-buli yang mengeluarkan urine, Pada suatu saat,
otot buli-buli mengalami kepayahan sehingga jatuh kedalam fase
dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk urine akut.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna
Hipertrofi:
1) Retensi urin
2) Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
3) Miksi yang tidak puas
4) Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
5) Pada malam hari miksi harus mengejan
6) Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
7) Massa pada abdomen bagian bawah Hematuria
8) Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urine)
9) Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
10) Kolik renal
11) Berat badan turun
12) Anemia kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama
sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan

8
kateter, Karena urine sebelum terisi dalam kandung kemih, maka
mudah sekali terjadi cystitis dan selaput yang merusak ginjal.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang
sudah diberi pelicin kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok
dubur dinilai:
1) Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR)
2) Mencari kemungkinan adanya masa didalam lumen rectun
3) Menilai keadaan prostate.
b. Laboratorium
1) Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria.
2) Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
c. Pengukuran derajat berat obstruksi
1) Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan
(normal) sisa kosong dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100
cc
2) Pancaran urine (urobploumetri)
Syarat : jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal
rata-rata 10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/ detik.
d. pemeriksaan lain
1) BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder
USG dengan Transuretral ultrascncgrafi prostat (TRUS P) untuk
menen ukan menonjol k » Tans-abdominal
2) USG dengan transurethral ultra sonografi prostat (TRUS T) untuk
menentukan volume prostat
3) Trans abdominal USG: untuk mendeteksi bagian prostat yang
menonjol ke buli-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan
derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.

9
4) Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dididing
bladder.
7. Penatalaksanaan
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan,
nasehat yang diberikan, yaitu mengurangi minum setelah makan
malam untuk mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol supaya tidak selalu sering miksi. Setiap
3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur.
b. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi Medikamentosa adalah berusaha untuk :
1) Mengurangi retensio otot polos prostate sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi infravesica dengan obat-obatan
penghambat adrenalgik alfa.
2) Mengurangi volume prostate sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormon testosterone atau dihidrotestosteron
(DHT) melalui penghambat 5 a redukstase.
a) Penghambat enzim
Obat yang dipakai adalah Finasteride dengan dosis 1x5
mg/hari, obat golongan Ini dapat menghambat pembentukan
dehate sehingga prostate dapat membesar akan mengecil.
Tetapi obat ini bekerja lebih lambat dari pada golongan Bloker
dan manfaatnya hanya jelas pada prostate yang sangat besar.
Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido,
Ginekomastio, dan dapat menurunkan nilai PSA.
b) Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia yaitu
Eviprostat. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian
selama 1-2 bulan.

10
c) Terapi Bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi
tergantung beratnya gejala dan komplikasi, indikasi untuk
terapi bedah yaitu retensio urine berulang. hematuria, tanda
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, ada
batu saluran kemih. Karena pembedahan tidak mengobati
penyebab BPH, maka biasanya penyakit Ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.
B. Konsep Askep
1. Pengkajian lengkap
a. Data Biografi metiputi :
1) Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau
bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, catatan kedatangan.
2) Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan sumber informasi,
beserta nomor telepon.
b. Riwayat kesehatan atau perawatan
Meliputi :
1) Keluhanhan utama / alasan masuk rumah sakit. Biasanya klien
mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga mengeluh sering BAK
berulang-ulang (anyang-anyangan), terbangun untuk miksi pada
malam hari, perasan ingin miksi yang sangat mendesak, kalau mau
miksi harus menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-
putus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Pasien mengeluh sakit pada saat miks dan harus menuggu
lama, dan harus mengedan.
b) Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
c) Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

11
d) Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang.
e) Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam
hari.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah
pasien pernah dirawat di rumah sakit setelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang menderita
penyakit yang sama dengan penyakit pasien sekarang
c. Pola fungsi kesehatan
: Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan
metabolisme pada eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola tstirahat
dan tidur, pola koknitif dan persepsi.
d. Pemeriksaan fisik
Di dalam buku Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan menyatakan pemeriksaan TTV dilakukan terutama pada
klien praoperatif. Nadi dapat meningkat pada kedaan kesakitan, pada
retensi urme akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urine, serta
urosepsis sampai syok septik.
Pada pemeriksaan pengaruh penyempitan lumen uretra
memberikan manifestasi pada tanda - tanda obstruksi dan iritasi
saluran kemuh. Tanda obstruksi yang didapatkan, meliputi hesistensi,
pancaran miksi melemah, intermitensi, dan menetes setelah miksi.
Sementara itu tanda iritasi, meliputi adanya peningkatan frekuensi,
urgensi, nokturia, dan disuria.
Penis dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan
stenosis meatus, struktur uretra, batu uretra, karsinoma, maupun
fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menetukan adanya epididimitis.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual
untuk mengetahui adanya hidronefrosis dan plynefrosis. Pada daerah

12
supra-simpisis, keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi teraba
adanya ballotement dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi
dilakukan untuk mengetahui adanya tidaknya residual urine.
Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk
menentukan konsistensi sistem persarafan unit vesiko ureter dan
besarnya prostat.
1) TTV
a) Tekanan darah : meningkat
b) Nadi : meningkat
c) Pernafasan : meningkat
d) Suhu : meningkat
2) Pemeriksaan secara sistemik
a) Sistem perkemihan
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang
sering kali dialami oleh pasien dengan preoperasi. perlu dikaji
keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran urin
berkurang. pengosongan kandung kemih inkomplit frekuensi
berkemih, nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada
postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta
prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase
kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan
mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah
terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada
bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan
bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada
kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal
tersebut terjadi karcna protrusi prostat ke dalam rektum,
sedangkan pada postopcrasi BPH. karena perubahan pola
makan dan makanan.

13
1. Adanya massa padat di bawah abdomen bawah (desistensi
kandung kemih)
2. Adanya nyeri tekan pada kandung kemih
3. Adanya kemungkinan ditemukan hernia ingualis :
hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal
yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi
tahanan)
4. Adanya nyeri pada prostat
5. Nyeri pada suprapubis, panggul, dan punggung
6. Adanya nyeri seperti tertusuk,nyeru tajam (prostatitis akut)
b) Sistem pencernaan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan
yaitu karena efek penekanan/nyeri pada abomen (pada
preoperasi), maupun efek dari anastesi pada postoperasi BPH,
sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan
berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan
dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
c) Sistem kardiovaskuler
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan
sirkulasi, pada kasus preoperasi dapat dijumpai adanya
peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi yang disebabkan
oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah,
peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH
yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
d) Sistem reproduksi
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi
terkadang mengalami masalah tentang efek kondisiterapi pada
kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama
hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi,
dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat

14
e) Sistem neurologi
Adanya kelumpuhan atau paralisis karen post operasi
disebakan karena anastesinya.
f) Sistem integumen
1. Turgor kulit jelek
2. Mukosa bibir kering
3. Membran mukosa pucat
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d distensi kandung kemih
b. Retensi urine b.d dekopensasi otot destrosor
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


KRITERIA HASIL (SIKI)
(SLKI)
Nyeri akut Setelah dikakukan SIKI: manajemen nyeri
b.d distensi intervensi Observasi
kandung keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
kemih diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
hilang atau berkurang frekuensi, kualitas, intesitas
1. Melaporkan nyeri
nyeri hilang 2. Identifikasi skala nyeri
2. Skala nyeri Terapeutik
ringan (0-3), 1. Kontrol lingkungan yang
sedang (4-7), memperberat rasa nyeri
berat (8-10) (mis. Sushu ruangan,
3. Pasien dapat pencahayaan, kebisingan)
rileks 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pasien tidak Edukasi
meringis 1. Jelaskan penyebab, periode,

15
5. TTV dalam dan pemicu nyeri
batas normal 2. Jelaskan strategi pereda
TD:120/80- nyeri
130/90 mmHg Kolaborasi
N: 80-100 1. Kolaborasi
x/mnt pemberian analgetik
R: 16-24 x/mnt
S: 36,5-37,5oC
6. Klien dapat
mendemonstra
sikan nafas
dalam

Retensi Setelah dikakukan SIKI: Katerisasi Urine


Urine b.d intervensi 1. Periksa kondisi pasie
peningkata keperawatan selama (kesadaran, TTV, daerah
n tekanan 3x24 jam maka perineal, distensi kandung
uretra SLKI: kemih, ikontinensia urine,
1. Desekan reflek berkemih)
berkemih 2. Siapkan peralatan, bahan-
menurun (5) bahan dan ruangan
2. Distensi 3. Siapkan pasien posisi
kandung supinasi
kemih 4. Memasang kateter urine
menurun (5) beserta bag urine
3. Urine menetes 5. Jelaskan tujuan dan
atau dribbling prosedur pemasangan
menurun (5) kateter urine
4. Nokturia 6. Anjurkan tariknafas saat
menurun (5) insersi selang kateter

16
5. Mengompol
menurun (5)

2. Konsep Teoritis dan Askep Batu Kandung Kemih

17
A. Konsep Teori
1. Definisi
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal,
ureter, atau kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium,
oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium. (Brunner &
Suddath,2002). Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu
di dalam saluran kemih. (Luckman dan Sorensen). Dari dua definisi
tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa batu saluran kemih adalah
adanya batu di dalam saluran perkemihan yang meliputi ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra.
2. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum
diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu
pada saluran kemih yaitu:
a. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan
ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi
bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan
mengubah pH urine menjadi alkali.
b. Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah
pembentukan batu saluran kemih.
c. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih
tinggi daripada daerah lain. Daerah seperti di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

d. Air minum

18
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan
mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang
minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat
e. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
f. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak
mengeluarkan keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya
kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran
kemih
g. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka
morbiditas batu saluran kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian
yang kurang makan putih telur lebih sering menderita batu saluran
kemih ( buli-buli dan Urethra ).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.
a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal
serta ureter proksimal
1) Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan
disuria, dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa
batu menyebabkan sedikit gejala, namun secara perlahan merusak
unit fungsional (nefron) ginjal.
2) Nyeri hebat dan ketidaknyamanan
b. Batu di ginjal
1) Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral
2) Hematuri

19
3) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita nyeri kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada
pria mendekati testis
4) Mual dan muntah
5) Diare
c. Batu di ureter
1) Nyeri menyebar kepaha dan genitalia
2) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar
3) Hematuri akibat abrasi batu
4) Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1
cm
d. Batu di kandung kemih
1) Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuri
2) Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan
terjadi retensi urin
4. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal
dengan urolithiasis belum diketahui secara pasti. Namun demikian ada
beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara lain: peningkatan
konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang serta
peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau
statis urin menjadikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat dan faktor
lain yang mendukung terjadinya batu meliputi: pH urin yang berubah
menjadi asam, jumlah casiran urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH
urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan cyscine
dapat mengendap dalam urin yang alkalin, sedangkan batu oxalat tidak
dipengaruhi oleh pH urin.

20
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan gerakan kalsium
menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan
menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak
adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan
pengendapan ini makin kompleks sehingga terjadi batu. Batu yang
terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi. Ada batu yang kecil,
ada yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan
menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak
darah dalam urin, sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan
obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat
dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akan menimbulkan terjadinya
hidronefrosis karena dilatasi ginjal. Kerusakan pada srtuktur ginjal
yang lama akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada organ
dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak
mampu melakukan fungsinya secara normal, yang mengakibatkan
terjadinya penyakit gagal ginjal kronik yang dapat menyebabkan
kematian.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa
warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum
menunjukan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium
oksalat), pH asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium
fosfat), urine 24 jam : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat,
atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK,
BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap
Hb, Ht, abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.

21
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
(PTH. Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan
sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rntgen
Menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
e. IVP
Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab
nyeri, abdominal atau panggul. Menunjukan abnormalitas pada
struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureterokopi
Visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu
atau efek obstruksi.
g. USG ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu
6. Therapy dan Penatalaksanaan medik
a. Operasi dilakukan jika:
1. Sudah terjadi stasis/bendungan
2. Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan
bendungan positif harus dilakukan operasi
b. Therapi
1. Analgesik untuk mengatasi nyeri
2. Allopurinol untuk batu asam urat
3. Antibiotik untuk mengatasi infeksi
c. Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan:
1) Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang
mengandung kalsium oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang-
kacangngan, kopi, coklat; sedangkan untuk kalsium fosfat

22
mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium seperti
ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah.
2) Batu struvite
Makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan daging.
3) Batu cystin
Makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu, kentang
4) Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah
raga secara teratur.
5) Penatalaksanaan Medis
d. Pembedahan
1) Bedah laparoskopi  pembedahan ini dilakukan untuk mengambil
batu saluran kemih. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu
ureter.
2) Bedah terbuka  bedah terbuka meliputi beberapa klarifikasi,
antara lain:
- Pielolitotomi atau nefrolitotomi: mengambil batu berukuran
besar (batu staghorn)
- Ureterolitotomi: mengambil batu di ureter
- Vesikolitotomi: mengambil batu di vesika urinaria
e. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Tindakan memecah batu yang ditembakkan dari luar tubuh
dengan menggunakan gelombang kejut yang dapat memecahkan batu
menjadi pecahan yang halus, sehingga pecahan tersebut dapat keluar
bersama dengan air seni. Keutungan dari tindakan ESWL ini yaitu
tindakan ini dilakukan tanpa membuat luka, tanpa pembiusan dan
dapat tanpa rawat inap.
f. URS (Ureterorenoscopy)
Prosedur tindakan pemeriksaan saluran kandung kemih yang
menggunakan suatu alat yang dimasukkan melalui saluran kemih

23
kedalam ureter kemudian batu dipecahkan dengan gelombang
pneumatik. Pecahan batu akan keluar bersama air seni.
g. PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy)
Tindakan menghancurkan batu ginjal dengan memasukkan alat
endoskopi yang dimasukkan kedalam ginjal sehingga batu dapat
dihancurkan dengan alat tersebut.  Tindakan ini memerlukan
pembiusan dan rawat inap.
h. Lithocklast
Lithoclast dilakukan untuk memecah batu di ureter (saluran
kencing) sampai pelvis ginjal.
i. Litotripsi
Prosedur yang dilakukan untuk menghancurkan batu di saluran
kemih dengan menggunakan gelombang kejut ultrasonik, sehingga
pecahannya dapat dengan mudah lolos dari tubuh.
B. Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Data Biografi metiputi :
1) Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau
bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, catatan kedatangan.
2) Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan sumber informasi,
beserta nomor telepon.
b. Riwayat kesehatan atau perawatan
Meliputi :
1) Keluhanhan utama / alasan masuk rumah sakit. Biasanya klien
mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga mengeluh sering BAK
berulang-ulang (anyang-anyangan), terbangun untuk miksi pada
malam hari, perasan ingin miksi yang sangat mendesak, kalau mau

24
miksi harus menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-
putus.
c. Riwayat kesehatan sekarang
1) Pasien mengeluh sakit pada saat miks dan harus menuggu lama,
dan harus mengedan.
2) Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
3) Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
4) Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang.
5) Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam hari.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah pasien
pernah dirawat di rumah sakit setelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang menderita
penyakit yang sama dengan penyakit pasien sekarang
f. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik
2) Riwayat infeksi saluran kemih
3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia
4) Keturunan
5) Alkoholik, merokok
6) Untuk pasien wanita : jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps,
penggunaan kontrasepsi)
g. Pola nutrisi metabolik
1) Mual, muntah
2) Demam
3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat
4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum
5) Distensi abdominal, penurunan bising usus
6) Alkoholik

25
h. Pola eliminasi
1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output
2) Hematuri
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih
4) Riwayat obstruksi
5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih
i. Pola aktivitas dan latihan
1) Pekerjaan (banyak duduk)
2) Keterbatasan aktivitas
3) Gaya hidup (olah raga)
j. Pola tidur dan istirahat
1) Demam, menggigil
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri
k. Pola persepsi kognitif
1) Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan
posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi
2) Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu
3) Penanganan tanda dan gejala yang muncul
l. Pola reproduksi dan seksual
Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya nyeri
pada saluran kemih
m. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perubahan gaya hidup karena penyakit
2) Cemas terhadap penyakit yang diderita
3) Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stres
4) Adakah pasien tampak cemas
5) Bagaimana mengatasi masalah yang timbul
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen proses penyakit
b. Nausea b.d gangguan biokimiawi

26
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa TUJUAN DAN INTERVENSI


KRITERIA HASIL KEPERAWATAN (SIKI)
(SLKI)
Nyeri akut b.d Setelah dikakukan SIKI: manajemen nyeri
agen proses intervensi keperawatan Observasi
penyakit diharapkan nyeri hilang 1. Identifikasi lokasi,
atau berkurang karakteristik, durasi,
1. Melaporkan nyeri frekuensi, kualitas,
hilang intesitas nyeri
2. Skala nyeri ringan 2. Identifikasi skala nyeri
(0-3), sedang (4-7), Terapeutik
berat (8-10) 1. Kontrol lingkungan
3. Pasien dapat rileks yang memperberat rasa
4. Pasien tidak nyeri (mis. Sushu
meringis ruangan, pencahayaan,
5. TTV dalam batas kebisingan)
normal 2. Fasilitasi istirahat dan
TD:120/80- 130/90 tidur
mmHg Edukasi
N: 80-100 x/mnt 1. Jelaskan penyebab,
R: 16-24 x/mnt periode, dan pemicu
S: 36,5-37,5oC nyeri
6. Klien dapat 2. Jelaskan strategi pereda
mendemonstrasika nyeri
n nafas dalam Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik
Nausea b.d Tujuan : setelah SIKI: manajemen mual

27
gangguan dilakukan Observasi
biokimiawi Intervensi keperawatan 1. Identifikasi
dalam waktu 4x24 jam pengalaman mual
maka Tingkat Nausea 2. Identifikasi Nampak
Menurun, dengan mual terhadap
kriteria hasil: kualitas hidup (mis.
- Nafsu makan Nafsu makan,
meningkat (5) aktivitas, kinerja,
- Keluhan mual tanggung jawab
menurun (5) peran, dan tidur)
- Perasaan ingin 3. Monitor mual (mis.
muntah menurun Frekuensi, durasi,
(5) dan tingkat
- Pucat membaik kelaparan)
(5) 4. Monitor asupan
- Takikardia nutrisi dan kalori
membaik (5) Terapeutik
Dilatasi pupil membaik 1. Kendalikan faktor
(5) lingkungan penyebab
mual (mis. Bau tak
sedap, suara, dan
rangsangan visual
tidak menyenangkan)
2. Berikan makanan
dalam jumlah kecil
dan menarik
Edukasi
1. Anjurkan istirahat
dan tidur yang cukup
2. Anjurkan sering

28
membersihkan
mulut, kecuali jika
merangsang mual
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian anti
emetik jika perlu

BAB III

29
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah
kondisi ketika kelenjar prostat membesar. Akibatnya, aliran urine menjadi tidak
lancar dan buang air kecil terasa tidak tuntas.
Batu kandung kemih atau bladder calculi adalah batu yang terbentuk
dari endapan mineral di dalam kandung  kemih. Saat batu kandung  kemih 
menyumbat saluran kemih, akan timbul keluhan berupa sulit dan nyeri saat
buang air kecil, bahkan kencing berdarah (hematuria).
Untuk konsep asuhan keperawatan keduanya ditentukan atau
disesuaikan dengan keadaan pasien dan intervesi disesuaikan dengan masalah
keperawatan yang ditegakkan setelah pengkajian yang dilakukan

B. Saran
Untuk menegakkan diagnosa keperawatan hendaknya lebih
menganalisa dengan teliti sesuai dengan keadaan pasien agar tidak salah
melakukan intervensi dan implementasi.

30

Anda mungkin juga menyukai