Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

“LUKA BAKAR”

DI RSUD ARGAMAKMUR TAHUN 2022

Nama: Eli Irna Erviana

NIM : P05120220056

Pembimbing Pendidikan

(Widia Lestari.,S.Kep.,M.Sc)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIPLOMA III

TAHUN AKADEMIK 2022


A. Konsep Dasar Teori

1. Definisi

Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia,


terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 0C atau lebih
selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan
mengecualikan 24 jam pertama (Vivian, 2011).
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan Infeksi postpartum adalah
semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke
dalam alat-alat genetika pada waktu persalinan dan nifas, ditandai dengan
kenaikan suhu hingga 380C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.

2. Etiologi
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh
pada saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban
pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi
jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya
adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril
digunakan pada saat proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan
didalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen patogen
dari luar vagina (eksogenus) (Bobak, 2011).
Penyebab infeksi antara lain adalah :
1. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi
ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang
tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan
sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan
orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya
menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi
sebab infeksi umum.
3. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan
infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman
ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat
berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis
dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.(Khaidir
M, 2009).

Infeksi pada post partum dapat terjadi sebagai berikut :


1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada
dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa
sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir
tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi
bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau
petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut
petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan
masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang
memasuki kamar bersalin.
3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal
dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-
kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk
kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk
merawat ibu dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi
penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
(Khaidir M, 2009).
3. Klasifikasi
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan
endometrium.
a. Vulvitis
Merupakan infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca
persalinan terjadi dibekas sayatan episiotomi atau luka
perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan
sudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mengeluarkan nanah.
b. Vaginitis
Merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu
pasca persalinan terjadi secara langsung pada luka vagina
ataupun luka perineum. Permukaan mukosa bengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah
yang keluar dari daerah ulkus.
c. Servisitis
Merupakan infeksi yang sering terjadi pada daerah serviks,
tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang
dalam dan meluas, dan langsung ke dasar ligamentum
latum dan dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke
parametrium.
d. Endometritis
Merupakan infeksi yang biasanya demam dimulai dalam 48
jam post partum dan bersifat naik turun. Kuman-kuman
memasuki endometrium (biasanya pada insersio plasenta)
dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh
endometrium.
2. Mastitis
Infeksi pada payudara. infeksi terjadi karena adanya luka pada
puting susu dan bendungan ASI

3. Infeksi yang penyebarannya melalui pembuluh darah


a. Septikemia
Kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke
peredaran darah dan menyebabkan infeksi. Adanya septikemia
dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari
darah.
b. Piemia
Infeksi dan abses pada organ-organ yang diserang yang
didahului oleh terjadinya tromboflebitis. Dari tempat-tempat
trombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman
dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke peredaran
darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat
lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan
sebagainya mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat-
tempat tersebut.
c. Tromboflebitis
Perluasan invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti
aliran darah vena disepanjang vena dan cabang-cabangnya.
(MA Themone, 2014).
4. Infeksi yang penyebarannya melalui pembuluh limfe
a. Parametritis
Parametritis atau sellulitis pelvika adalah radang yang terjadi
pada parametrium yang disebabkan oleh invasi kuman.
Penjalaran kuman sampai ke parametrium terjadi pada infeksi
yang lebih berat. Infeksi menyebar ke parametrium lewat
pembuluh limfe atau melalui jaringan di antara kedua lembar
ligamentum latum. Parametrium dapat juga terjadi melalui
salfingo-ooforitis.
b. Peritonitis
Inflamasi pada peritoneum yang merupakan lapisan membran
serosa rongga abdomen (MA Themone, 2014).
5. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium
a. Salpingitis : reaksi inflamasi dan infeksi pada saluran tuba.
b. Ooforitis : infeksi pada ovarium (MA Themone, 2014).

4. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah
luka dengan diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-
benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area
yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang
patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada
persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat
masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka
tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi
reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf
dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh
tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B).
Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus
berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma.
Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan
yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel
fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul
dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh
yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat)
5. Manifestasi klinis
1. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola
yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir
ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut.
2. Kalor
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak
daripada ke daerah normal.
3. Dolor
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-
ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang.
4. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
5. Functio laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002).
Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum
diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.

6. Kompikasi
1. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut).
2. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko
terjadinya emboli pulmoner.
3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam
darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan
kematian (MA Themone, 2014).

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Jumlah sel darah putih (SDP): normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke
kiri.
2. Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah (SDM) sangat meningkat
dengan adanya infeksi.
3. Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.
4. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase
luka atau pewarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
5. Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
6. Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan
melokalisasi abses perineum.
7. Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan trombosis.
(Mitayani, 2013).

8. Penatalaksaan
1. Suhu diukur sedikitnya empat kali sehari.
2. Berikan terapi antibiotik prokain penisilin 1,2-2,4 juta unit 1 M penisilin G 500.000
satuan setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam 1 M ditambah dengan ampisilin
kapsul 4x250 mg per oral.
3. Perhatikan diet ibu; diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).
4. Lakukan transfusi darah bila perlu.
5. Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga
peritoneum.
(Mitayani, 2013).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Ana Ratnawati (2017:203) menjelaskan kemungkinan data yang
dihasilkan saat pengkajian:
1. Data demografi/ identitas klien
Data diri klien meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
2. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan
menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi. Pengeluaran darah dari jalan lahir
yang tetap berwarna merah dalam beberapa hari post partum atau lebih dari 2 minggu
post partum, leukorea dan lochea berbau menyengat.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, mioma
uteri, riwayat preeklamsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh
darah, tempat implantasi plasenta retensi sisa plasenta.
2) Riwayat penyakit keluarga, riwayat keluarga yang pernah/sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, preeklamsia, penyakit keturunan, hemofilia, dan
penyakit menular.
c. Riwayat obstetrik
1) Riwayat menstruasi meliputi menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya, dan
keluhan saat haid.
2) Riwayat perkawinan meliputi usia perkawinan, kawin yang keberapa, dan usia
hamil.
d. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1) Riwayat hamil meliputi waktu hamil muda, hamil tua, dan pernah adanya abortus.
2) Riwayat persalinan meliputi tuanya kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat
bersalin, kesulitan saat bersalin, anak lahir hidup atau tidak, dan panjang anak saat
lahir.
3) Riwayat nifas meliputi keadaan lochea, perdarahan, ASI cukup atau tidak,
kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri, dan kontraksi.
e. Riwayat kehamilan sekarang
1) Hamil muda : keluhan selama hamil muda.
2) Hamil tua : keluhan selama hamil, peningkatan berat badan, suhu, nadi,
pernapasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, dan keluhan
lain.
3) Riwayat ANC (AnteNatal Care) meliputi : tempat pelayanan, jumlah kunjungan,
perawatan serta pengobatan yang didapat.
f. Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tempat pelayanan, jumlah kunjungan, perawatan serta pengobatan yang di
dapat.
g. Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada
saat ini, frekuensi aktifitas seksual secara umum.
h. Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat
intravena, merokok, alkohol, gizi buruk, tingkat stres yang tinggi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum/penampilan umum meliputi tingkat energi, ekspresi wajah, tingkat
kesadaran, dan keadaan emosi klien.
b. Tanda – tanda vital : nadi lebih dari 100 kali per menit, suhu 38˚C atau lebih.
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem persyarafan
Kaji adanya sakit kepala.
a. Sistem pernapasan
Respirasi cepat/dangkal (berat/proses sistemik).
b. Sistem pencernaan
Observasi terhadap nafsu makan, anoreksia, mual/muntah, konstipasi/obstipasi,
diare, haus dan membran mukosa kering. Menghitung bising usus empat kuadran
(bising usus mungkin tidak ada bila terjadi paralisis usus).
c. Sistem kardiovaskuler
Conjunctiva anemis, takikardi.
d. Sistem integumen
Kaji tekstur kulit, edema, nyeri bila dipalpasi, varises.
e. Sistem muskuloskeletal
Kaji kekuatan otot, reflek patella , nyeri tekan dan panas pada betis (jika ada maka
menandakan tanda homan positif).
f. Sistem Reproduksi
a) Breast (payudara)
Bentuk payudara, pembesaran, kesimetrisan, pigmentasi, warna, keadaan
areola dan bentuk puting susu, stimulation nipple erexi, pembengkakan,
benjolan atau massa di payudara, nyeri tekan, produksi laktasi/kolostrum dan
perabaan pembesaran kelenjar getah bening di axila.
b) Uterus
Abdomen meliputi : teraba lembut, tekstur kenyal, musculus rectus abdominis
utuh atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus uterus, konsistensi
(keras, lunak, kenyal), lokasi, kontraksi uterus, nyeri, perabaan distensi blas.
c) Vulva
Lihat struktur, regangan, edema vagina, keadaan lubang vagina (licin,lemah),
adanya hematom, nyeri, dan tegang.
d) Perineum
Keadaan luka pada area perineum dan tanda infeksi. Pada luka episiotomy,kaji
tanda REEDA, echimosis, edema, kemerahan, eritema, dan drainage.
e) Lochea
Warna, jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi (1-3 hari rubra, 4-10hari
serosa, >10 hari alba).
f) Anus
Hemoroid dan trombosis pada anus.
g. Sistem genitourinaria
Meliputi miksi lancar/tidak, spontan/tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan penyakit (infeksi).
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, infeksi, adanya edema dan
nyeri, terpasangnya infus, efek anestesi

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

Setelah dilakukan Perawatan Inkontinensia


1.
intervensi keperawatan Urine:
selama ...x... jam Tindakan:
diharapkan pasien
Observasi
mampu menunjukkan
1. Identifikasi penyebab
SLKI: Kontinensia Urine
inkontinensia urine (mis.
- dipertahankan pada... disfungsi neurologis,
- ditingkatkan pada... gangguan medula spinalis,
gangguang refleks
1. Meningkat
destrusor, obat-obatan, usia,
2. Cukup Meningkat
riwayat operasi, gangguan
3. Sedang fungsi kognitif)

4. Cukup Menurun 2. Identifikasi perasaan dan

5. Menurun persepsi pasien terhadap


inkontinensia urine yang
Dengan kriteria hasil:
dialaminya
1. Nokturia
3. Monitor keefektifan obat,
2. Residu volume urine pembedahan dan terapi
setelah berkemih modalitas berkemih
3. Distensi kandung
kemih 4. Monior kebiasaan BAK
Terapeutik
4. Dribbling
Terapeutik
5. Hesitancy
1. Bersihkan genital dan
kulit secara rutin

2. Beri pujian atas


keberhasilan mencegah
inkontinensia

3. Buat jadwal konsumsi


obat-obat diuretik

4. Ambil sampel urine untuk


pemeriksaan urine lengkap
atau kultur

Edukasi

1. Jelaskan definisi, jenis


inkontinensia, penyebab
inkontinensia urine

2. Jelaskan program
penanganan inkontinensia
urine

3. Anjurkan membatasi
komsumsi cairan 2-3 jam
menjelang tidur

4. Jelaskan jenis pakaian


dan lingkungan yang
mendukung proses
berkemih

5. Ajarkan memantau cairan


keluar dan masuk serta pola
eliminasi urine

6. Anjurkan minum minimal


1500 cc/hari, jika tidak
kontraindikasi

7. Anjurkan menghindari
kopi, minuman bersoda, teh
dan cokelat

8. Anjurkan konsumsi buah


dan sayur untuk
menghindari konstipasi

Kolaborasi

1. Rujuk ke ahli
inkontinensia, jika perlu

Setelah dilakukan SIKI: Manajemen Jalan


2. Pola Nafas Tidak Efektif
intervensi keperawatan Nafas
b.d Hambatan upaya
selama ...x... jam
nafas Tindakan:
diharapkan pasien
Observasi
mampu menunjukkan
1. Monitor pola napas
SLKI: Pola Napas
(frekuensi, kedalaman,
- dipertahankan pada... usaha napas)
- ditingkatkan pada... 2. Monitor bunyi napas
1. Meningkat tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronchi
2. Cukup Meningkat
kering)
3. Sedang
3. Monitor sputum (jumlah,
4. Cukup Menurun
warna, aroma)
5. Menurun Terapeutik

Dengan kriteria hasil: 1. Pertahankan kepatenan


jalan napas dengan headtilt
1. Dispnea
dan chin-lift (jawthrust jika
2. Penggunaan otot bantu
curiga trauma servical)
napas
2. Posisikan semi-fowler
3. Pemanjangan fase
atau fowler
ekspirasi
3. Berikan minum hangat
4. Frekuensi napas
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu

5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik

6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal

7. Keluarkan sumbatan
benda pada dengan forsep
McGill

8. Berikan oksigen, jika


perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan


2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

2. Ajarkan tehnik batuk


efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Setelah dilakukan SIKI: Edukasi Diet


3. Resiko Difsungsi
intervensi keperawatan
Motilitas Tindakan:
selama ...x... jam
Gastrointestinasl Observasi
diharapkan pasien
mampu menunjukkan 1. Identifikasi kemampuan
keluarga dan pasien
SLKI: Motilitas
menerima informasi
Gastrointestinal
2. Identifikasi tingkat
- dipertahankan pada... pengetahuan saat ini
- ditingkatkan pada... 3. Identifikasi kebiasaan
pola makan saat ini dan
1. Menurun
masa lalu
2. Cukup Menurun
4. Identifikasi persepsi
3. Sedang pasien dan keluarga tentang

4. Cukup Meningkat diet yang diprogramkan


5. Identifikasi keterbatasan
5. Meningkat
finansial untuk
Dengan kriteria hasil: menyediakan makanan
1. Nyeri Terapiutik
2. Kram abdomen 1. Persiapkan materi, media,
dan alat peraga
3. Mual
2. Jadwalkan waktu yang
4. Muntah
tepat untuk memberikan
pendidikan kesehatan
3. Berikan kesempatan
pasien dan keluarga
bertanya
4. Sediakan rencana makan
tertulis, jika perlu

Edukasi
1. Jelaskan tujuan kepatuhan
diet terhadap kesehatan
2. Informasikan makanan
yang diperbolehkan dan
dilarang
3. Informasikan
kemungkinan interaksi
obat dan makanan, jika
perlu
4. Anjurkan
mempertahankan posisi
semi fowler 20-30 menit
setelah makan
5. Anjurkan mengganti
bahan makanan sesuai
dengan diet yang
diprogramkan
6. Anjurkan melakukan
olahraga sesuai toleransi
7. Anjurkan membaca label
dan memilih makanan yang
sesuai
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli gizi dan
sertakan keluarga, jika
perlu

Setelah dilakukan SIKI: Manajemen Cairan


4. Resiko
intervensi keperawatan Tindakan:
Ketidakseimbangan
selama ...x... jam
Cairan Observasi
diharapkan pasien
1. Monitor status hidrasi
mampu menunjukkan
(mis. frekuensi nadi,
SLKI: Keseimbangan kekuatan nadi, akral,
Cairan pengisian kapiler,
- dipertahankan pada... kelembapan mukosa, turgor
kulit, tekanan darah)
- ditingkatkan pada...
2. Monitor berat badan
1. Menurun
harian
2. Cukup Menurun
3. Monitor berat badan
3. Sedang
sebelum dan sesudah
4. Cukup Meningkat dialisis

5. Meningkat 4. Monitor hasil

Dengan kriteria hasil: pemeriksaan laboratorium


(mis. hematokrit, Na, K, Cl,
1. Asupan Cairan
berat jenis urine, BUN)
2. Haluaran Urin
5. Monitor status
3. Kelembaban Membran hemodinamik (mis. MAP,
Mukosa CVP, PAP, PCWP jika
4. Turgor Kulit tersedia)

Terapeutik

1. Catat intake-output dan


hitung balans cairan 24 jam

2. Berikan cairan intravena,


jika perlu

3. Berikan asupan cairan,


sesuai kebutuhan
Kolaborasi

1. Pemberian diuretik, jika


perfu

Daftar Pustaka
Sukarmi Icemi K. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Yogyakarta:
September (2013).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai