Anda di halaman 1dari 20

Makalah benigna prostat hiperplasia

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
       Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakansebagai
pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini di lihat dari
frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secara umum dan di Indonesia secara
khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30 juta, bilangan
ini hanya pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai kalenjar prostat, maka oleh sebab
itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria (emedicine,2009).
       Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut usia, maka dapat
di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu menderita penyakit
ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga
70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk
mendapatkannya bisa sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di lihat secara
histologi penyakit BPH, secara umum membabitkan 20% pria pada usia 40-an,
dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia,
penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih,
dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia
di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita
penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke
dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebihbilangan
rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yangberusia 60 tahun dan
ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka dapat secaraumumnya dinyatakan bahwa kira-
kira 2.5 juta pria Indonesia menderita penyakitBPH atau PPJ ini. Indonesia kini semakin hari
semakin maju dan dengan berkembangnya sesebuah negara, maka usia harapan hidup pasti
bertambah dengan sarana yang makin maju dan selesa, maka kadar penderita BPH secara
pastinya turut meningkat. (Furqan, 2003) Secara pasti, bilangan penderita pembesaran prostat
jinak belum di dapat, tetapi secara prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di
Palembang, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang
dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam
periode yang sama (Ponco Birowo, 2002). Ini dapat menunjukkan bahawa kasus BPH adalah
antara kasus yang paling mudah dan banyak ditemukan. Kanker prostat, juga merupakan
salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku dan lebih ganas berbanding BPH yang hanya
melibatkan pembesaran jinak daripada prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan bilangan
dan presentase terjadinya kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia secara
khususnya.
       Secara umumnya, jika diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih kurang 220,900
kasus baru ditemukan, dimana, daripada jumlah ini, 29,000 daripadanya berada di tahap
membunuh (A.K. Abbas, 2005) . Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang pria
berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukan merupakan suatu yang abnormal.
Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005, insidensi terjadinya
kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang, yakni yang keempat setelah
kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati . Setelah secara umum melihat dan
mengetahui akan epidemiologi dari kedua penyakit, yakni BPH dan kanker prostat, penulis
tertarik untuk mengetahui dengan lebih dalam lagi mengenai gambaran penyakit ini terutama
berdasarkan gambaran secara histopalogi memandangkan tiada penelitian khusus yang
setakat diketahui oleh penulis mengenainya dijalankan di Medan.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari BPH ?
2.      Apa etiologi dari BPH ?
3.      Apa Klasifikasi dari BPH ?
4.      Apa Manifestasi klinis dar BPH ?
5.      Bagaiman Patifisiologi dari BPH ?
6.      Apa Pemeriksaan penunjang dari BPH ?
7.      Apa Penatalaksanaan medis dari BPH ?
8.      Apa saja Komplikasi dari BPH ?
9.      Bagaimana WOC pada BPH ?
10.  Bagaimana Konsep keperawatan pada BPH ?

C.  TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian dari BPH ?
2.      Untuk mengetahui etiologi dari BPH ?
3.      Untuk mengetahui klasifikasi dari BPH ?
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis dar BPH ?
5.      Untuk mengetahui bagaiman patifisiologi dari BPH ?
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari BPH ?
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari BPH ?
8.      Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari BPH ?
9.      Untuk mengetahui bagaimana WOC pada BPH ?
10.  Untuk mengetahui bagaimana Konsep keperawatan pada BPH ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.  KONSEP TEORI
1.    DEFENISI
a.       Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia
kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi
prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994)
b.      BPH adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar prostat, lebih dari setengahnya dan orang
yang usianya diatas 50 tahun dan 75 % pria yang usianya 70 tahun menderita pembesaran
prostat (C. Long, 1996 :331).
c.       Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005)

d.      Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria
> 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran
urinarius. (Doenges, 1999)
e.       BPH adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke
atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium uretra
(Brunner and Suddart, 2001)
f.       BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
(Smeltzer dan Bare, 2002)

                        Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang


disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

2.    ETIOLOGI
      Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH,
namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada
prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bilaperubahan mikroskopik ini berkembang,
akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90
tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)
      Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesis yang diduga menjadi
penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011) meliputi :
1.      Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan
sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya penetrasi
DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada
berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim5alfa –reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2.      Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)  
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron sedangkan kadar estrogen
relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone
relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranandalam terjadinya
poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya
sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada
mempunyai umur yang lebih panjangsehingga masa prostat jadi lebih besar.
3.      Faktor interaksi stroma dan epitel-epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel
stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel
epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat menstimulasi sel
stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar padapasien dengan pembesaran
prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau
infeksi.
4.      Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringannormal,
terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi
pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru
dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
5.      Teori sel stem.
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat
istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi
sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen,
sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya
poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

3.    KLASIFIKASI  
      Menurut Rumahorbo (2000), terdapat empat derajat pembesaran kelenjar prostat yaitu
sebagai berikut :
1.      Derajat Rektal
Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah rektum.
Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastis, dapat digerakan,
tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi
prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1 cm dan berat prostat diatas 35
gram.Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai
berikut :
1). Derajat O         : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm
2). Derajat I           : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm  
3). Derajat II         : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm  
4). Derajat III        : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm  
5). Derajat IV        : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm
2.      Derajat Klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai
selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari kateter disebut sisa
urine atau residual urine. Residual urine dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut :
1). Normal sisa urine adalah nol 
2). Derajat I sisa urine 0-50 ml
3). Derajat II sisa urine 50-100 ml
4). Derajat III sisa urine 100-150 ml
5). Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali. Bila kandung
kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine akan keluar secara menetes dan
periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat sisa urine
sehingga dapat terjadi infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang
terjadi hematuria.
3.      Derajat Intra Vesikal
Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau cystogram,
panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra, berarti telah sampai pada stadium
tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini adalah sisa urine sudah
mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, menggigil dan nyeri di daerah pinggang serta kemungkinan telah
terjadi pyelitis dan trabekulasi bertambah.
4.      Derajat Intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat sampai
seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium ini telah terjadi
retensio urine total.

4.    MANIFESTASI KLINIS
      Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar
saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada
saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran
kemih.
1.      Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
                  a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung             kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi),                    pancaran, miksi
lemah. Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi              tidak puas (menetes setelah
miksi)
                  b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin                     miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2.      Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa adanya gejala
obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis),
atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3.      Gejala diluar saluran kemih
                  Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis
atau                    hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan
pada                    saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intra abdominal.
Adapun                        gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada
pemeriksaan                      prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri
tekan,                            keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman
pada                               epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis
dan                            volume residual yang besar.

Tahapan Perkembangan Penyakit BPH


Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005) secara
klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1.      Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
                        ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan
                        sisa urin kurang dari 50 ml
2.      Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur
                        dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-
                        100 ml.
3.      Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas
                        prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari
                        100ml.
4.      Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

5.    PATOFISIOLOGI
      Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas
dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama
terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda.
Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.
      Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan
daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut,
maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang
statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk
2007).
      Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin
tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus
(intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai
berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya
mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa
vesika urinarianya tidak menjadi kosongsetelah berkemih yang mengakibatkan interval
disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi
pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
      Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagalginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada
waktumiksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkanhernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapatmenyebabkan terbentuknya batu endapan
didalam kandung kemih. Batuini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batutersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk
akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

6.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
       Pemeriksaan Penunjang Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007)
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1.      Laboratorium
a.    Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat adanya sel
leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui kuman
penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.
b.    Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang menegenai
saluran kemih bagian atas. Elektrolit kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c.    Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya
biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu
dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate specific antigen
density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat,
demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.

2.      Radiologis/pencitraan
a.    Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin
sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
b.    Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan
pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan
besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan
buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail
(hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c.    Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa masa
ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin
dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada
dalam buli-buli.
.
7.    PENATALAKSANAAN MEDIS 
1.    Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada
stadium-stadium dari gambaran klinis
a.    Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan
konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor
alfa sepertialfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat. Sedikitpun kekurangannya
adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b.    Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan
reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
c.    Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah
cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik
dan perineal.

d.   Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total
dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan
terbuka.

                  Pada penderita yang keadaan umumnya tidak


memungkinkan         dilakukan        pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan          memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan
konservatif           adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
2.    Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH
adalah :
a.       Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk mengurangi
tekanan pada uretra
b.      Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker (penghambat
alfa adrenergenik)
c.       Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
            Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo
(2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase,
fitofarmaka

1.      Penghambat adrenergenik alfa


Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih
selektif alfa (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4
mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi
obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-
reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan
kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada
uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya
pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai
obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada
obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti
antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada
otot kandung kemih dan sfingter uretra.
2.      Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini
dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas
pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru
menunjukkan perbaikan sedikit 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila
dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek
samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3.      Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus. Efeknya diharapkan terjadi
setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.

8.    KOMPLIKASI
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1.      Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2.      Infeksi saluran kemih
3.      Involusi kontraksi kandung kemih
4.      Refluk kandung kemih.
5.      Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada
suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan
intravesika meningkat.
6.      Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7.      Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan
dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan
sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8.      Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien
harus mengedan.

9.    WOC

B.  KONSEP KEPERAWATAN
1.    PENGKAJIAN
1.      Identitas
BPH merupakan
pembesaran    progresif   dari  kelenjar  prostat  ( secara  umum  pada pria  lebih  tua  dari  5
0  tahun  )  menyebabkan   berbagai   derajat  obstruksi  uretral  dan  pembatasan    aliran  urin
arius   ( Marilynn,  E.D,  2000 ). Hiperplasia prostat atau BPH adalah pembesaran progresif
dari kelenjar  prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau semua
komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin :
2012).
2.      Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan.
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Disuria yaitu nyeri
pada waktu kencing. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam
uretra prostatika.
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas,
lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan-
keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan.
4.      Riwayat Personal dan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit BPH atau tidak.

5.      Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:  Kapan
pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya minum obat
6.      Pemeriksaan Fisik
a.    Dilakukan  dengan  pemeriksaan  tekanan  darah,  nadi  dan  suhu.  Nadi
dapatmeningkat  pada  keadaan  kesakitan  pada  retensi  urin  akut, dehidrasi  sampai  syok  p
ada  retensi  urin  serta  urosepsis  sampai  syok.
b.   Pemeriksaan  abdomen  dilakukan  dengan  tehnik  bimanual  untuk mengetahui  adanya  hidr
onefrosis,  dan  pyelonefrosis.  Pada  daerah  supra simfiser  pada  keadaan  retensi  akan  me
nonjol.  Saat  palpasi  terasa adanya  ballotemen  dan  klien  akan  terasa  ingin  miksi.
Perkusi  dilakukan untuk  mengetahui  ada  tidaknya  residual  urin.
1)      Penis  dan  uretra  untuk  mendeteksi  kemungkinan  stenose  meatus, striktur  uretra,  batu  u
retra,  karsinoma  maupun  fimosis.
2)      Pemeriksaan  skrotum  untuk  menentukan  adanya  epididimitis.
3)      Rectal  touch /
pemeriksaan  colok  dubur  bertujuan  untuk  menentukan konsistensi  sistim  persarafan  unit  
vesiko  uretra  dan  besarnya  prostat. Dengan  rectal  toucher  dapat  diketahui  derajat  dari  
BPH,  yaitu :
Derajat  I   =  beratnya    20 gram.
Derajat  II  =  beratnya  antara  20 – 40  gram.
Derajat  III =  beratnya   40  gram.
2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang timbul adalah :
Pre Operasi :
1.      Retensi urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder dari pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
2.      Kecemasan atau ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi
prosedur bedah
Post Operasi
1.Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada post operasi.

3.    RENCANA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1.Retensi urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder dari pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
Tujuan  : Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam pola eliminasi
optimal sesuai kondisi klien
Kriteria hasil : Frekuensi miksi dalam batas 5-8x/jam, tidak teraba distensi kandung kemih.    

INTERVENSI RASIONAL
1.Dorong pasien untuk berkemih tiap1.   Meminimalkan retensi urina
2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. distensi berlebihan pada
kandung kemih.
2.Observasi aliran urin perhatian
ukuran dan kekuatan pancaran urin. 2.   Untuk mengevaluasi ibstruksi
dan pilihan intervensi.
3.Awasi dan catat waktu serta jumlah
setiap kali berkemih. 3.   Retensi urine meningkatkan
tekanan dalam  saluran
perkemihan  yang dapat
4.Berikan cairan sampai 3000 ml mempengaruhi fungsi ginjal.
sehari dalam toleransi jantung. 4.   Peningkatkan aliran cairan
meningkatkan perfusi ginjal
serta membersihkan ginjal
,kandung kemih dari
pertumbuhan bakteri.
5.Berkolaborasi dalam pemberia obat
sesuai indikasi (antispamodik) 5.   Mengurangi spasme kandung
kemih dan mempercepat
penyembuhan

2.      Kecemasan/ ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi


prosedur bedah.
Tujuan : Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien
berkurang.
Kriteria hasil
Klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi
penyebab atau faktor yang memengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah tenang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Dampingi klien dan bina hubungan 1.Menunjukkan perhatian,
saling percaya. hubungan saling percaya dapat
membantu klien kooperatif
terhadap tindakan medis.
2.Memberikan informasi tentang 2.Membantu pasien dalam
prosedur tindakan yang akan memahami tujuan dari suatu
dilakukan. tindakan.

3.Dorong pasien atau orang terdekat 3.Memberikan kesempatan pada


untuk menyatakan masalah atau pasien dan konsep solusi
perasaan. pemecahan masalah.

4.Beri lingkungan yang tenang dan 4.Mengurangi rangsangan eksternal


suasana istirahat. yang tidak perlu.

Post Operasi
1.      Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada post operasi.
Tujuan: Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang atau
hilang.
Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang, Ekspresi wajah klien tenang, TTV
dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, RR:16-24 x/mnt,N:80-100x/mnt,T:36’C)
INTERVENSI RASIONAL
1.      Kaji nyeri dengan pendekatan 1.Menjadi parameter dasar untuk
PQRST. mengetahui sejauh mana
intervensi yang diperlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan
dari intervensi manajemen nyeri
keperawatan.
2.Pendekatan dengan
2.      Jelaskan dan bantu klien dengan menggunakan relaksasi dan
tindakan pereda nyeri non nonfarmalogi lainnya telah
farmakologi dan non-infasif. menunjukkan Keefektifan
dalam mengurangi nyeri.

3.      Lakukan manajemen nyeri 3.Dengan manajemen nyeri dapat


keperawatan mengurangi nyeri.
a.       Atur posisi fisiologi a.       Posisi fisiologi akan
meningkatkan asupan O2ke
jaringan yang mengalami
iskemia.
b.      Istirahatkan klien b.      Istirahat akan menurunkan
kebutuhan  O2 jaringan perifer
dan meningkatkan suplai darah
pada jaringan yang mengalami
peradangan.
c.       Lingkungan yang nyaman akan
menurunkan stimulasi eksternal.
c.       Manajemen lingkungan : ciptakan
suasana yang nyaman. d.      Meningkatkan asupan
O2sehingga akan menurunkan
nyeri.
d.      Ajarkan tehnik relaksasi
pernapasan dalam e.       Pengetahuan yang akan
dirasakan membantu
mengurangi nyeri dan dapat
e.       Tingkatkan pengetahuan tentang mengembangkan kepatuhan
nyeri dan menghubungkan berapa klien terhadap recana terapiutik.
lama nyeri akan berlangsung.
f.       Distraksi dapat menurunkan
stimulus iinternal dengan
mekanisme peningkatan
f.       Ajarkan teknik distraksi pada saat produksi endorphin dan
nyeri. enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi
nyeri.

4.      Analgesik memblok lintasan


nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.

4.      Kolaborasi
Pemberian obat analgesic

BAB III
ANALISA KASUS
Bp. C (60 tahun) mengeluhkan susah buang air kecil sejak 7 hari yang lalu. Klien
mengatakan sakit saat akan buang air kecil. Sejak kemarin, klien benar-benar sudah tidak bisa
keluar urin. Setelah dilakukan pemeriksaan, adanya pembesaran pada prostat klien.
Ds :
1.      Bp. C (60 tahun) mengeluhkan susah buang air kecil sejak 7 hari yang lalu.
2.      Klien mengatakan sakit saat akan buang air kecil.
3.      Sejak kemarin, klien benar-benar sudah tidak bisa keluar urin.
Do :    
1.      Setelah dilakukan pemeriksaan, adanya pembesaran pada prostat klien.

            Dari data subjektif dan objektif dapat di tarik kesimpulan bahwa klien mengalami
BPH, di mana BPH itu sendiri adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara
menutupi orifisium uretra. Dan manifestasi dari BPH adalah  Keluhan pada saluran kemih
bagian bawah Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran, miksi lemah.
Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)
            Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia
inguinalis atau             hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada
saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun gejala dan tanda lain
yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan
tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik,
dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
Diagnosa Medis : BPH         

A.  PENGKAJIAN
1.    Biodata
a.    Nama                 : Tn. C
b.    Umur                 : 60 Tahun
c.    Alamat               : Jalan merdeka, no. 99 Nganjuk
d.   Jenis kelamin     : Laki-laki
e.    Pekerjaan           : Kuli bangunan
f.     Pendidikan        : SMP
g.    No. Reg             : 18. 22. 12. 98
2.    Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi
3.    Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan nyeri saat BAK dan kesulitan untuk BAK selama 7 hari.
4.    Keluhan utama
Px mengatakan susah BAK dan terasa nyeri saat berkemih
5.    Pemeriksaan Fisik
TTV: TD:150/100mmHg  N:100x/mnt RR:24x/mnt T:36°C
1.      B-1 (pernafasan)
  suara nafas vesikuler
  RR: 24x/menit
  Tidak ada pernafasan cuping hidung
  Tidak menggunakan oksigenasi
2.      B-2 (kardiovaskuler)
  CRT< 3 detik
  150/100mmHg
  Irama jantung S1 dan S2 normal
  Nyeri dada (-)
  Oedema (-)
3.      B-3 (persyarafan)
  Kesadaran: Composmetis
  GCS         : E: 4    V: 5     M: 6     total: 15
  Sklera putih
  Konjungtiva merah muda.
  Pupil isokor
  Anemia
  Ansietas
4.      B-4 (perkemihan)
  Input 1800cc/24jam
  Disuria
  Distensi kandung kemih
  Pembesaran prostat.
  Warna urine kuning tua, bau khas.
  Menggunakan Kateter
5.      B-5 (pencernaan)
  mulut kotor
  mukosa kering
  anoreksia
  mual muntah
  peristaltik 6x/menit
  BAB 1x/sehari, konsistensi lunak
6.      B-6 (tulang-otot-integumen)

   KU lemah
   Kekuatan 5           5
5          5
  Warna kulit pigmentasi
  Akral hangat
  Turgor kulit cukup
  Sakit pinggang

6.    Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: pasien mengatakan susah BPH Retensi urin
BAK. ↓
Pembesaran kelenjar
DO: prostat
 Input 1800cc/24jam ↓
 Disuria Disuria
 Distensi kandung kemih ↓
 Pembesaran prostat. Retensi urin
 Warna urine kuning tua, bau
khas.
DS: pasien mengatakan nyeri Hormon androgen Nyeri
saat BAK. ↓
BPH
DO: ↓
 Ekspresi wajah px nampak Peningkatan tonus dan
menyeringai. otot polos prostat
 Ansietas ↓
 KU lemah Uretra menyempit
TTV: ↓
TD:150/100mmHg N:100x/mnt Merangsang pengeluaran
RR:24x/mnt histamin keratinin,
T:36°C bradikinin dan
prostaglandin

Hipotalamus

Korteks serebal

 Nyeri dipersepsikan

7.    DIAGNOSA
1.      Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot
destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
2.      Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung kemih,
infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi
uretra.

8.    INTERVENSI
1.      Retensi urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder dari pembesaran
prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi
secara adekuat.
Tujuan  : Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam pola eliminasi
optimal sesuai kondisi klien
Kriteria hasil : Frekuensi miksi dalam batas 5-8x/jam, tidak teraba distensi kandung kemih.    

INTERVENSI RASIONAL
1.Dorong pasien untuk berkemih tiap 1.Meminimalkan retensi urina
2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. distensi berlebihan pada
2.Observasi aliran urin perhatian kandung kemih.
ukuran dan kekuatan pancaran urin. 2.Untuk mengevaluasi ibstruksi
3.Awasi dan catat waktu serta jumlah dan pilihan intervensi.
setiap kali berkemih.
3.   Retensi urine meningkatkan
tekanan dalam  saluran
4.Berikan cairan sampai 3000 ml perkemihan  yang dapat
sehari dalam toleransi jantung. mempengaruhi fungsi ginjal.
4.   Peningkatkan aliran cairan
meningkatkan perfusi ginjal
serta membersihkan ginjal
,kandung kemih dari
5.Berkolaborasi dalam pemberia obat pertumbuhan bakteri.
sesuai indikasi (antispamodik)
5.   Mengurangi spasme kandung
kemih dan mempercepat
penyembuhan
2.      Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung kemih,
infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi
uretra
Tujuan: Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang atau
hilang.
Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang, Ekspresi wajah klien tenang, TTV
dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, RR:16-24 x/mnt,N:80-100x/mnt,T:36’C)
INTERVENSI RASIONAL
1.    Kaji nyeri dengan pendekatan 1.    Menjadi parameter dasar untuk
 PQRST. mengetahui sejauh mana
intervensi yang diperlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan
dari intervensi manajemen nyeri
keperawatan.
2.    Pendekatan dengan
2.    Jelaskan dan bantu klien dengan menggunakan relaksasi dan
tindakan pereda nyeri non nonfarmalogi lainnya telah
farmakologi dan non-infasif. menunjukkan Keefektifan
dalam mengurangi nyeri.

3.    Lakukan manajemen nyeri3.    Dengan manajemen nyeri dapat


keperawatan mengurangi nyeri.
a.    Atur posisi fisiologi a.    Posisi fisiologi akan
meningkatkan asupan O2ke
jaringan yang mengalami
iskemia.
b.   Istirahatkan klien b.    Istirahat akan menurunkan
kebutuhan  O2 jaringan perifer
dan meningkatkan suplai darah
pada jaringan yang mengalami
peradangan.
c.    Lingkungan yang nyaman akan
c.    Manajemen lingkungan : ciptakan menurunkan stimulasi eksternal.
suasana yang nyaman. d.   Meningkatkan asupan
O2sehingga akan menurunkan
d.   Ajarkan tehnik relaksasi pernapasan nyeri.
dalam
e.    Pengetahuan yang akan
dirasakan membantu
mengurangi nyeri dan dapat
e.    Tingkatkan pengetahuan tentang
mengembangkan kepatuhan
nyeri dan menghubungkan berapa
klien terhadap recana terapiutik.
lama nyeri akan berlangsung.
f.     Distraksi dapat menurunkan
stimulus iinternal dengan
f.       Ajarkan teknik distraksi pada saat mekanisme peningkatan
nyeri. produksi endorphin dan
enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi
nyeri.

4. Analgesik memblok lintasan


nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.

4.      Kolaborasi
Pemberian obat analgesic

Anda mungkin juga menyukai