Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFENISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
(Moenajat,2001).Kerusakan/kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Prognosis penderita diramalkan
jelek bila luas luka bakar + umur penderita > 80 (dr.med Puruhito).
Luka bakar adalah keadaan sakit yang dapat membawa penderitaan pada
morbiditas yang sangat kompleks dan merupakan trauma yang paling berpotensi
menyebabakan gangguan berat integritas penampakan dan psikologis apabila
berpotensi menyebabkan gangguan berat integritas(Teddy O.H SMF Bedah plastik).
Tindakan pertama yang dilakukan pada penderita :
 Menyelamatkan penderita dengan mengatasi syok dan rasa nyeri
 Usaha menyembuhkan/menghindarkan hilangnya fungsi dari organ yang terbakar.

B. ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor penyebab yaitu :
o Kulit terpajan suhu tinggi
o Listrik
o Bahan kimia
o Air panas

C. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan Penyebab
 Luka bakar karena api
 Luka bakar karena air panas
 Luka bakar karena bahan kimia
 Luka bakar karena listrik
 Luka bakar karena radiasi
 Luka bakar karena petir.

2. Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar


a.Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, merah berupa eritema
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

b.Luka bakar derajat II


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
a) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c.Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae.
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya
lebih rendah dibanding kulit sekitar.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan
dari dasar luka.

3. Berdasarkan Tingkat Keseriusan Luka


American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
a.Luka bakar mayor
Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari
20%pada anak-anak.
Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b.Luka bakar moderat
Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada
anak-anak.
Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
c.Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak
(1992)adalah :
Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang
dari 10 % pada anak-anak.
Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
Luka tidak sirkumfer.
Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
Ukuran luas luka bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode
yaitu :
1.Rule of nine
Kepala dan leher : 9%
Dada depan dan belakang : 18%
Abdomen depan dan belakang : 18%
Tangan kanan dan kiri : 18%
Paha kanan dan kiri : 18%
Kaki kanan dan kiri : 18%
Genital : 1%
Total : 100%
2. Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan
Browder sebagai berikut:

Usia (TAHUN)
Lokasi
0-1 1-4 5-9 10-15 Dewasa
Kepala 19 17 23 20 7
Leher 2 2 2 2 2
Dada & perut 13 13 13 13 13
Punggung 13 13 13 13 13
Pantat kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Pantat kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Kelamin 1 1 1 1 1
Lengan atas kanan 4 4 4 4 4
Lengan atas kiri 4 4 4 4 4
Lengan bawah
3 3 3 3 3
kanan
Lengan bawah kiri 3 3 3 3 3
Tangan kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Tangan kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Paha kanan 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5
Paha kiri 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5
Tungkai bawah 5 5 5,5 6 7
kiri
Tungkai bawah 5 5 5,5 6 7
kanan
Kaki kanan 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Kaki kiri 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
D. MANIFESTASI KLINIS

1. Luka bakar derajat I ditandai dengan :


1) Kemerahan
2) Nyeri
3) Timbul lepuh setelah 24 jam.
2. Luka bakar derajat II ditandai dengan :
1) Nyeri
2) Lepuh
3. Luka bakar derajat III ditandai dengan :
1) Kulit tampak tipis, kering, dan datar
2) Kulit tampak putih dan hitam.

E. PATOFISIOLOGI

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah


sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan
edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn
shock (shock Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi
sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :
1. Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler
mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang
diikuti dengan penurunan curah jantung hemokonsentrasi sel darah merah,
penurunan perfusi pada organ mayor edema menyeluruh.
2. Respon Renalis
Dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun
mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
3. Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal.
Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta
respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pemasangan NGT mencegah
terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
4. Respon Imonologi
Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari organisme yang
masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme
masuk kedalam luka.

Berat ringannya luka bakar tergantung pada faktor, agent, lamanya terpapar,
area yang terkena, kedalamannya, bersamaan dengan trauma, usia dan kondisi
penyakit sebelumnya.
Derajat luka bakar terbagi menjadi tiga bagian; derajat satu (superficial) yaitu
hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih
utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24
jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari. Derajat dua (partial) adalah
mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula
dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa
infeksi 7-21 hari. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan
epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi
kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan
putih, mengenai jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi
kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena
hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang
dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit
tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit.
Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan
cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan
respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat
terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk
menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap
injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal,
dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan
oliguri.
Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan
menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.
Kerusakan pada sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang
kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada
saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel
dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium
keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam
intravaskuler.

Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada
anak/orang dewasa dan perpindahan cairan setelah injury thermal.

Dalam 24 jam pertama

Luka Bakar

Meningkatnya permeabilitas kapiler

Hilangnya plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi

ke dalam rongga interstisial :

hypoproteinemia, hyponatremia, hyperkalemia

Hipovolemi

Syok

Mobilisasi kembali cairan setelah 24 jam

Edema jaringan yang terkena luka bakar

Compartement intravaskular

Hypervolemia, hypokalemia, hypernatremia


Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)

Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

MK:
Biologis LUKA BAKAR Psikologis
 Gangguan
Konsep diri
 Kurang
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit pengetahuan
 Anxietas

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO Penguapan meningkat Masalah Keperawatan:

Oedema laring COmengikat Hb Peningkatan pembuluh  Resiko tinggi terhadap


darah kapiler infeksi
 Gangguan rasa nyaman
 Ganguan aktivitas
Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu  Kerusakan integritas kulit
mengikat O2 Ektravasasi cairan (H2O,
Elektrolit, protein)
Gagal nafas
Hipoxia otak
MK: Jalan nafas Tekanan onkotik
tidak efektif
menurun. Tekanan
hidrostatik
meningkat
Cairan intravaskuler
menurun

Hipovolemia dan Masalah Keperawatan:


hemokonsentrasi
 Kekurangan volume cairan
 Gangguan perfusi jaringan
Gangguan sirkulasi
makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan


sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


Traktus perfusi

Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Gangguan Daya


kapiler sel ginjal katekolamin Dilatasi Neurologi tahan Laju
lambung tubuh metabolisme
Sel otak menurun meningkat
mati Penurunan Fungsi Hipoxia Hambahan
curah jantung ginjal hepatik pertumbuhan
menurun Glukoneogenesis
Gagal glukogenolisis
fungsi Gagal jantung Gagal Gagal hepar
sentral ginjal
MK: Perubahan
nutrisi

MULTI SISTEM ORGAN FAILURE


F. PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
Udara panas  mukosa rusak  oedem  obstruksi.
Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin  iritasi 
Bronkhokontriksi  obstruksi  gagal nafas.
2) Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler  hipovolemi relatif  syok  ATN  gagal ginjal.
2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
3. Resusitasi cairan  Baxter.
Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:

< 1 tahun : BB x 100 cc

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½  diberikan 8 jam pertama

½  diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

Dewasa: Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

100
(Albumin 25% = gram x 4 cc)  1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

4. Monitor urine dan CVP.


5. Topikal dan tutup luka
Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
Tulle.
Silver sulfa diazin tebal.
Tutup kassa tebal.
Evaluasi 5-7 hari, kecuali balutan kotor.
6. Obat-obatan
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
Analgetik : kuat (morfin, petidine)
Antasida : kalau perlu

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diagnosa medis
2. Pemeriksaan dignostik
 Laboratorium : Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah, Elektrolit, Ureum,
Kreatinin, Protein, Albumin, Hapusan luka, Urine lengkap, Analisa gas darah
(bila diperlukan).
 Rontgen : Foto Thorax
 EKG
 CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar
lebih dari 30 % dewasa dan lebih dari 20 % pada anak.
H. KOMLPIKASI
 Dehidrasi
 Cacat
 Kontaktor
 Emboli paru
 Gagal ginjal
 Infark myocardium.
I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Aktivitas/Istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, tahanan
Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
Gangguan massa otot, perubahan tonus.
2) Sirkulasi
 Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) : hipotensi (syok)
 Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokonstriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik).
 Takikardia (syok/ansietas/nyeri)
 Distrimia (syok listrik)
 Pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).
3) Integritas Ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah
4) Eliminasi
Tanda : haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat. Warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam
Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi)
Penurunan bising usus/tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih
besar dari 20% sebagai stress penurunan motilitas/peristaltik gastric.
5) Makanan/Cairan
Tanda : edema jaringan umum
Anoreksia, mual/muntah
6) Neurosensori
Gejala : area kebas, kesemutan
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku
Penurunan reflex tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas
Aktivitas kejang (syok listrik).
Laserasi corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok
listrik)
Ruptur membran timpanik (syok listrik)
Paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara ekstrem
sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, dan perubahan suhu; luka
bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri, sementara respons pada
luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan unjung saraf;
luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8) Pernapasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi)
Tanda : serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum , ketidakmampuan
sekresi oral, dan sianosis, indikasi cedera inhalasi.
9) Keamanan
Tanda : Kulit: Umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama
3-5 hari sehubungan dengan proses tombus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Tidak efektif bersihkan jalan nafas dan gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan edema paru, injury pulmonal sekunder dari smoke Inhalation, karbon
monoksida atau hipoksia
2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan luka bakar
3) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari
intravaskular ke dalam rongga interstisial dan hilangnya cairan secara
evaporasi
4) Nyeri berhubungan dengan rusaknya ujung-ujung syaraf, trauma dan edema
karena injury luka bakar, dan prosedur
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar, injury thermal
6) Risiko infeksi berhubungan dengan hilangnya lapisan pelindung kulit
sekunder dari luka bakar, atau luka yang terkontaminasi.
7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hipermetabolisme dan peningkatan kebutuhan kalori dan protein.
8) Risiko gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka bakar, nyeri,
gangguan pergerakan sendi, dan adanya pembentukan skar.
9) Risiko tidak efektif termuregulator berhubungan dengan hilangnya panas dan
perubahan mekanisme kulit untuk mempertahankan suhu tubuh.
10) Gangguan citra tubuh, perubahan proses keluarga, tidak efektif coping
keluarga, dan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan luka bakar.

3. Perencanaan
1) Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan yang ditandai dengan saturasi
oksigen dalam batas normal, jalan nafas dan bunyi nafas bersih.
2) Anak akan menunjukkan pengeluaran urine lebih kurang atau sama dengan 1
ml/kg berat badan/jam untuk 24 jam pertama setelah injury dan tetap
terpantau.
3) Anak akan memperlihatkan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4) Anak merasakan nyeri berkungan yang ditandai dengan anak dapat beristirahat
dan beraktivitas sesuai kebutuhan.
5) Luka bakar akan sembuh tanpa infeksi.
6) Luka bakar akan mengalami penyembuhan tanpa infeksi, tidak ada sepsis, dan
tidak ada infeksi pulmonal.
7) Status metabolisme seimbang yang ditandai dengan berat badan stabil, serum
elektrolit normal, penyembuhan luka yang cepat, intake makanan dapat
dipertahankan 90% sesuai kebutuhan.
8) Anak akan mencapai fungsi aktivitas yang optimum.
9) Fungsi termuregulator dapat dipertahankan yang ditandai dengan suhu tubuh
dalam batas normal.
10) Klien dan keluarganya mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak,
pengobatan, prosedur dan partisipasi dalam perawatan anak.
4. Implementasi
1) Mempertahankan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas;
 Kaji status pernafasan setiap jam untuk 72 jam pertama.
 Monitor analisa gas darah.
 Monitor pulse oximetry
 Pemberian oksigen sesuai program
 Latihan nafas dalam dan batuk efektif setiap 1-2 jam sekali bila tidak
tidur.
 Tinggikan posisi kepala 15-30 derajat.
 Pengisapan (suction) lendir bila perlu.
2) Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat;
Berikan cairan intravena dan oral sesuai dengan kebutuhan dan pantau
secara ketat.
Monitor urine output (pengeluaran urine) dan catat bila kurang dari 1
ml/kg berat badan jam dan lapor ke penanggung jawab.
Kaji tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit; hypokalemia dan
hyperkalemia, hyponatremia dan hypernatremia, hypochloremia,
hypercalcemia dan hypocalcemia.
Monitor status neurology
Monitor nadi perifer dan nadi bagian distal serta catat adanya perubahan
dan lakukan kolaborasi.
3) Mempertahankan volume cairan dalam batas normal
Monitor tanda-tanda vital sampai stabil
Monitor pemasukan dan pengeluaran.
Timbang berat badan setiap hari.
Monitor elektrolit, Hgb dan Hct.
Pemberian terapi intravena dan oral.
Pemberian kalium bila kalium rendah.
4) Mengurangi rasa nyeri;
Kaji tingkat nyeri dengan skala 1-10
Catat HR, tekanan darah dan pernafasan
Pemberian obat nyeri 20-30 menit sebelum prosedur perawatan luka
Hati-hati dalam perawatan kulit.
Gunakan kontak taktil
Gunakan terapi distraksi
Kurangi hal-hal yang dapat menimbulkan nyeri.
Lakukan pergerakan aktif dan pasif
Pengaturan posisi yang tepat.
5) Meningkatkan penyembuhan luka dan integritas kulit;
Kaji luka pada fase akut: perubahan warna, kulit, membran mukosa dan
kuku.
Rubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan klien terutama bagian
tulang-tulang yang resiko menimbulkan decubitus.
Cegah adanya gesekan pada kulit.
Support dengan bantal pada bagian tertentu yang dibutuhkan.
Lakukan perawatan luka dengan steril; menggunakan sarung tangan, baju
khusus, gunakan larutan normal saline yang steril untuk membersihkan
luka.
Jaga agar kulit tetap kering.
6) Mencegah infeksi
Kaji luka selama mengganti balutan.
Gunakan teknis steril saat melakukan perawatan luka.
Kaji adanya sepsis; perubahan status neurology, hypothermia, demam
oliguria.
Angkat eschar secara hati-hati.
Mencuci tangan dengan teknik aseptic setiap akan menyentuh
Bersihkan luka dengan larutan steril (normal saline)
Gunakan standar pencegahan universal; baju khusus, mencuci tangan,
menggunakan masker (semua personel yang mendekati anak).
Pantau tanda-tanda vital; suhu, nadi.
Observasi luka; purulent dan drainage.
Pemberian antibiotik sesuai program.
7) Meningkatkan status nutrisi yang optimum
Jelaskan pentingnya latihan dan lakukan latihan pergerakan aktif dan pasif.
Observasi kontriksi eschar khususnya persendian; kontraktor.
Ajarkan cara meningkatkan penggunaan fungsi pergerakan.
Pemberian analgetik sebelum melakukan aktivitas, bila perlu.
Tingkatkan aktivitas diri
Libatkan keluarga untuk melakukan pergerakan persendian, fleksi,
ekstensi, rotasi, abduksi-abduksi.
8) Meningkatkan fungsi aktivitas
Jelaskan pentingnya latihan dan lakukan latihan pergerakan aktif dan pasif.
Observasi kontriksi eschar khususnya persendian; kontraktor.
Ajarkan cara meningkatkan penggunaan fungsi pergerakan.
Pemberian analgetik sebelum melakukan aktivitas, bila perlu.
Tingkatkan aktivitas diri
Libatkan keluarga untuk melakukan pergerakan persendian, fleksi,
ekstensi, rotasi, abduksi-abduksi
9) Meningkatkan fungsi termuregulator
Monitor tanda vital seperti suhu
Kaji kulit, dingin, perubahan warna dan pengisian kembali kapiler
(capillary refill).
Observasi demam dan menggigil.
Hindari stress yang dingin
10) Meningkatkan konsep diri, koping yang positif dan pemahaman kondisi dan
pengobatan
Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
Jelaskan tentang kondisi luka bakar, perawatan dan pengobatannya dan
jelaskan apa yang dapat dilakukan oleh keluarga.
Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan termasuk alasannya.
Kaji support sistem keluarga.
Demonstrasikan cara merawat luka dengan teknik aseptik.
5. Perencanaan Pulang
Nasehat pada saat pulang ke rumah:
 Jelaskan resiko terjadinya luka bakar, dan pencegahannya.
 Instruksikan untuk meningkatkan status nutrisi dengan mengkonsumsi
makanan tinggi protein dan kalori, pemberian mineral dan vitamin.
 Informasikan gejala-gejala komplikasi.
 Tekankan pentingnya terapi fisik dan latihan yang teratur.
 Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan.
 Jelaskan hal penting dengan terjadinya perubahan kondisi; komplikasi dan
segera lapor ke dokter atau perawat.
 Jelaskan mungkin perlu dilakukan bedah plastik dan konsul ke ahli bedah
plastik.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilyn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. 1996. Perawatan Medikal Bedah Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany.
Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing
Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis.
Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit
Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan PasienEdisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep KlinisProses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar KeperawatanMedikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai