Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP MEDIS

a) Defenisi

Tuberklosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycrobakterium Tuberkulosis, suatu basil aerobic tahan asam, yang ditularkan

melaluhi udara (airborne). Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkolosis didapat

melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil ( sekitar 1-5 µm). droplet

dikeluarkan selama batuk, tertawa, atau bersin. Nucleus yang terinfeksi kemudian

terhirup oleh individu yang rentang ( hospes ). Sebelum infeksi pulmonary dapat

terjadi, organism yang terhirup terlebih dahulu harus melawan mekanisme

pertahanan paru dan masuk jaringan paru.

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut

biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam

paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain

melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernafasan atau

penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).

Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya

termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer 2001).


b. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. . Kuman

Mycobacterium Tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang aerobik tahan

asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar

ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah

yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering

maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).

Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.Dari sifat dormant

ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi

(Bahar, 1999: 715).

Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini menunjukkan bahwa

kuman lebih menyenani jaringan yang lebih tinggi kandungan

oksigennya.Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih

tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal inimerupakan tempat

prediksi penyakit tuberculosis.

Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk,tertawa dan bersin) dan

melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan

tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam suhu kamar (Dep Kes RI 2002).
c. Patofisiologi

Salah satu tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran

pernafasan. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara,

yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel

yang berasal dari orang yang terinfeksi. Penularan bakteri lewat udara disebut

dengan istilah air-borne infection. bakteri yang terisap akan melawati

pertahanan mukoselier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada

titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan

diri(multiplying), bakteri tuberklosis dan focus ini disebut focus primer atau

lesi primer(focus Ghon).

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar keseluruh

tubuh melalui berbagai jalan, yaitu :

1. Percabangan bronkus

Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapat mengenai

area paru atau melalui sputum yang menyebar

kelaring(menyebabkan ulserasi laring), maupun kesaluran

pencernaan.

2. Sistem saluran limfe

Penyebaran melalui saluran limfe menyebabkan adanya regional

limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan


penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan

menimbulkan tuberklosis milier.

3. Aliran darah

Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa

atau mengangkut material yang mengandung bakteri TB dan

bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah

yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.

4. Reaktivitas infeksi primer (infeksi pasca-primer)

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak

berkembang lebih jauh dan bakteri tuberklosis tak dapat

berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur.

Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras,

maka bakteri tuberklosis yang dorman dapat aktif kembali. Infeksi

ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi.

Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri

tuberklosis yang baru masuk kedalam tubuh.

d. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah batuk

yang tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan ada

dahak. Selain tanda-tanda tersebut diatas, penyakit TBC biasanya tidak

tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul

adalah :
a. Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.

b. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini

membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering

sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).

c. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai

setengah paru.

d. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit

kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.

e. Klasifikasi

1. Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk

menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan

dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

Klasifikasi penyakit

1.1. Tuberculosis Paru

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam

Tuberkulosis Paru BTA (+)

• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

(+).

• 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada

menunjukan gambaran tuberculosis aktif.


b. Tuberkulosis Paru BTA (-) Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS

hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran

tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi

berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat

dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada

memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas

1.2. Tuberculosis Ekstra Paru

TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu :

a) TBC ekstra-paru ringan

Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

kelenjar adrenal.

b) TBC ekstra-paru berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC

usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

 Tipe penderita

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,ada beberapa

tipe penderita yaitu :


a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan

(30 dosis harian).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan

sembuh, kemudian kembali lagi berobat denga hasil

pemeriksaan dahak BTA (+).

c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di

suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke

kabupaten ini. Penderita pindahhhan tersebut harus membawa

surat rujukan/pindah (Form TB.09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1

bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian dating

kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

f. Penatalaksanaan

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberklosis paru menjadi tiga bagian

yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita (active case finding).


1) Pencegahan tuberklosis paru

- Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang

bergaul erat dengan penderita tuberklosis paru BTA positif.

Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes

tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang

pada 6 dan12 bulan mendatang. Bila positif, berarti terjadi konversil

hasil tes tuberkulin dan berikan kemoprofilaksis

- Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal pada populasi-populasi

tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, penghuni rumah tahanan,

siswa-siswi pesantren

- Vaksinasi BCG

- Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5mg/kgBB selama 6-12

bulandengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri

yang masih sedikit

- Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit

tuberklosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat

rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas PPTI

(Perkumpualan Pemberantasan Tuberklosis Paru Indonesia)

2) Pengobatan

Menurut Dep.Kes (2003) pengobatan tuberkulosis Paru adalah untuk

menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan

menurunkan tingkat penularan. Dalam rangka menunjang keberhasilan


pelaksanaan program tahun 1995, WHO melengkapi strategi DOTS dalam

pengobatan tuberkulosis paru. DOTS adalah nama untuk strategi yang

komprehensif yang digunakan oleh pelayanan kesehatan primer di dunia

untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien tuberkulosis paru. Elemen

strategi DOTS (WHO, 1997) meliputi hal-hal berikut:

 Directly

Dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop untuk menentukan adanya

kuman tuberkulosis. Penderita dengan BTA (+) langsung diobati

sampai sembuh.

 Observed

Mengamati pasien yaitu saat minum obat dan dosis obat.

 Treatment

Pasien tuberkulosis disediakan pengobatan lengkap serta dimonitor.

Pasien diyakinkan bahwa akan sembuh setelah pengobatan selesai.

 Shortcours

Pengobatan tuberkulosis dengan kombinasi dan dosis yang benar.

Obat anti tuberkulosis dikenal dengan shortcourse chemotheraphy.

Pengobatan harus dalam jangka waktu yang benar.

Disamping itu perluh pemahaman tentang strategi penanggulangan TB

yang dikenal sebagai DOTS yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri

dari 5 komponen yaitu:


a) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambilan keputusan

dalam penanggulangan TB.

b) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik

langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan

radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang

memiliki sarana tersebut.

c) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)

khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat

setiap hari.

d) Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang

cukup.

e) Pencatatan dan pelaporan yang baku.

3) Maka pengobatan TB dilakukan melalui dua fase, yaitu :

1. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnakan

populasi kuman yang membela dengan cepat.

2. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan

jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan

konvensional.

OAT yang biasa digunakan antara lain isonniazid (INH), rifampisin

(R), pirazinamid (Z), dan streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan

Etambutol (E) yang bersifat bakteriostatik. (Mansjoer, 1999).


g. Tes Diagnostik

1. Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan

radiologi standar. Jenis pemeriksaan radiologi lain hanya atas indikasi

Top foto, oblik, tomogram dan lain – lain.

Karakteristik radiologi yang menunjang diognostik antara lain :

a. Bayangan lesi radiologi yang terletak di lapangan atas paru.

b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler).

c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas

paru.

d. Bayang yang menetap atau relative menetap setelah beberapa

minggu.

e. Bayangan bilier

2. Pemeriksaan bakteriologik (sputum), di temukannya kuman

micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis TB paru.

Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sedian apus (mikroskopis).

Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil

yang sebaik – baiknya. Pada pemeriksaan pertama sebaiknya 3 kali

pemeriksaaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan

resistensi terhadap pengobatan. Pemeriksaan sputum Adalah diagnostic

yang terpenting dalam program pemberantasan TBC paru di Indonesia.


3. Uji kulit positif untuk TB memperlihatkan imunitas seluler dan hanya

membuktiakn bahwa saluran nafas bawah yang bersangkutan pernah

terpajan ke basil tetapi tidak mengalami infeksi aktif.

4. Pemeriksaan sinar X akan memperlihatkan pembentukan tuberkel lama

atau baru.

B. KONSEP KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Anamnesis

- Keluhan utama (Keluhan respiratoris & keluhan sistemis)

- Riwayat penyakit saat ini

- Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat penyakit keluarga

2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual.

3. Pemeriksaan fisik ( keadaan umum dan TTV, inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi )

Penyimpangan KDM

Invasi bakteri tuberculosis via inhalasi

Penyebaran bakteri secara bronkogen, Sembuh


limfogen, dan hematogen

Infeksi Primer
Sembuh dengan focus Ghon

Infeksi pasca-primer (reaktivitas) Bakteri dorma

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi / inflamasi, membentuk kavitas dan merusak parenkim paru.

Peningkatan produksi kerusakan membran Intake nutrisi tidak


sekret alveolar-kapiler merusak adekuat
pleura, dan perubahan
Penurunan kemampuan cairan intra pleura Perubahan pemenuhan
batuk efektif nutrisi kurang dari
Komplikasi TB paru
kebutuhan
- Efusi pleura
Ketidakefektifan - Pneumotoraks
bersihan jalan napas Kurangnya informasi
Penurunan ekspansi paru
terhadap penumpukan
cairan dalam rongga Kurang pengetahuan
pleura mengenai kondisi

Kurangnya infomasi
Ketidakefektifan pola
pernafasan

Kurang pengetahuan
Sesak napas, penggunaan
otot bantu napas mengenai kondisi

Kerusakan
Reaksi pertukan
sistemis :
gas
anoreksia, mual,demam,
penurunan BB, dan
Penurunan jaringan kelemahan
efektifparu, atelektasis,
b. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan nafas b.d sekresi mukus yang kental, hemoptisis,

dan kelemahan.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan b.d menurunnya ekspansi paru terhadap

penumpukan cairan dalam rongga pleura.

3. Kerusakan pertukaran gas yang b.d kerusakan membrane alveolar-kapiler.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d keletihan,

anoreksia, dispnea, peningkatan metabolisme tubuh.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur b.d batuk, sesak nafas,

dan nyeri dada.

c. Intervensi.

Dx 1 ketidakefektifan jalan nafas b.d sekresi mukus yang kental, hemoptisis,

dan kelemahan.

Tujuan : kebersihan jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

1. Klien mampu melakukan batuk efektif.

2. Pernafasan klien kembali normal (16 – 20 kali/menit) tanpa ada

penggunaan otot bantu pernafasan. Bunyi nafas normal dan pergerakan

pernafasan normal.

Intervensi :

1. Kaji fungsi pernafasan ( bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan

penggunaan otot bantu nafas )

Rasional : penurunan bunyi nafas menunjukkan atelektasis, ronkhi

menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakefektifan

pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan


penggunaan otot bantu pernafasan dan peningkatan kerja

pernafasan.

2. Kaji kemampuan mengeluarkan sekret, catat karakter, volume sputum, dan

adanya hemoptisis.

Rasional : pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi

dan hidrasi yang tidak adekuat ). Sputum berdarah bila ada

kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkhial dan memerlukan

intervensi lebih lanjut.

3. Berikan posisi semi fowler tinggi dan bantu klien berlatih nafas dalam dan

batuk efektif.

Rasional : posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan

menurunkan upaya nafas. Ventilasi maksimal membuka area

atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas

besar untuk dikeluarkan.

4. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml / hari kecuali tidak

diindikasikan.

Rasional : hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan

mengefektifkan pembersuhan jalan nafas.

5. Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea, bila perlu lakukan pengisapan

(suction).

Rasional : mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan diperlukan bila

klien tidak mampu mengeluarkan sekret.


6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi OAT.

Rasional : pengobatan Tb terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2 – 3

bulan) dan fase lanjutan (4 – 7 bulan). Paduan obat yang

digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis

obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO

Adalah Rifampisin, INH, Pirazinamid, Streptomosin, dan

Etambutol.

Dx 2: ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan

menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan

dalam rongga pleura.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola nafas

kembali efektif.

Kriteria hasil :

1. Klien mampu melakukan batuk efektif.

2. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada pada batas normal,

pada pemeriksaan Rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi

cairan, dan bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi :

1. Identifikasi faktor penyebab

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan

jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.


2. Kaji fungsi pernafasan, catat kecepatan pernafasan, dispnea, sianosis, dan

perubahan tanda vital.

Rasional : Distres pernafasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai

akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya

syok akibat hipoksia.

3. Berikan posisi fowler/ semi fowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit,

bantu klien latihan nafas dalam dan batuk efektif.

Rasional : Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan

upaya bernafas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan

meningkatkan gerakan secret ke jalan nafas besar untuk

dikeluarkan.

4. Auskultasi bunyi nafas.

Rasional : Bunyi nafas dapat menurun/tak ada pada area kolaps yang meliputi

satu lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral).

5. Kaji pengembangan dada dan posisi trakhea

Rasional : Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea kearah sisi

yang sehat pada tension pneumothorak.

6. Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau kalau perlu WSD

Rasional : Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau udara dan memudahkan

ekspansi paru secara maksimal.


DX. 3 : Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubunngan dengan

penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane

alveolar-kapiler, dan edema bronchial.

Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan, gangguan pertukaran gas

tidak terjadi.

Kriteria hasil :

1. Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea

2. Klien menunjukkan tidak ada gejala distres pernafasan.

3. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat

dengan gas darah arteri dalam rentanng normal.

Intervensi :

1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan,

ekspansi thoraks, dan kelemahan.

Rasional : TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil

bronchopneumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis,

efusi pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernafasan

bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, sampai distres

pernafasan.

2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan

warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.

Rasional : akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat

mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.


3. Tunjukkan dan dukung pernafasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk

klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.

Rasional : membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah

kolaps/penyempitan jalan nafas sehingga membantu

menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi nafas pendek.

4. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebuthan perawatan

diri sehari – hari sesuai keadaan klien.

Rasional : menurunkan konsumsi oksigen selam periode penurunan

pernafasan dan dapat menurunkan beratnya gejala.

DX 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan keletihan, anoreksia atau dispnea, dan peningkatan

metabolisme tubuh.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakann keperawatan,

intake nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil :

1. Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang

menjadi adekuat.

2. Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat

badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/

muntah, dan diare.

Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan

pilihan intervensi yang tepat.

2. Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai

indikasi).

Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake

gizi.

3. Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodik (sekali

seminggu).

Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan intake gizi dan dukungan

cairan.

4. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta

sebelum dan sesudah intervensi/peroral.

Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan, sisa sputum,

atau obat pada pengobatan sistem pernafasan yang dapat

merangsang pusat muntah

5. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering

Rasional : Memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar

serta menurunkan iritasi saluran cerna.


6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet

yang tepat.

Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup untuk

memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan

dengan status hipermetabolik klien..

DX.5: Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,

kurangnya informasi.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam klien mampu melaksanakan apa yang telah

diinformasikan.

Kriteria hasil : klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan

penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.

Intervensi :

1. Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat

kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, dan

suasana yang tepat).

Rasional : Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh fisik,

emosional, dan lingkungan yang kondusif.

2. Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian kerja yang diharapkan,

dan alasan mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama.

Rasional : Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobatan dan

mencegah putus obat karna membaiknya kondisi fisik klien

sebelum jadwal terapi selesai.


3. Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala\tanda

reaktifasi penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas,

kehilangan pendengaran, dan vertigo )

Rasional : Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek

obat yang memerlukan evaluasi lanjut.

4. Tekankan pentingnya mempertahan intake yang mengandung protein dan

kalori yang tinggi serta intake cairan yang cukup setiap hari.

Rasional : Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan

kebutuhan metabolik tubuh.

d. Implementasi

- Implementasi mengacuh pada rencana keperawatan yang telah dibuat

- Implementasi dilakukan dengan tetap memperhatikan prioritas

masalah

- Implementasi dapat dilakukan oleh klien (anggota keluarga), perawat,

anggota tim perawat, atau anggota keluarga lainnya

e. Evaluasi

Setelah diberikan tindakan pada pasien, pasien dapat mempertahankan

bersihan jalan nafas yang efektif, pola pernafasan yang efektif, menunjukkan

perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam

rentang normal, bebas dari gejala distres pernafasan, melakukan

perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan


berat badan yang tepat, melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk

memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang TB

paru.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobakterium Tuberkulosis. Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman

yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tabal 0,3-0.6 /mm.

Gambaran klinik dari TBC meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada,
demam, muntah darah, epistaksis. Oleh karena itu penyakit TBC dapat ditangani

dengan cara pencegahan dan pengobatan secara teratur.

B. Saran

1. Orang – orang yang menderita penyakit TBC disarankan untuk melakukan

pemeriksaan dan pengobatan secara tepat dan teratur.

2. Orang – orang yang sementara mengkonsumsi obat TBC, harus menkonsumsi

obat sesuai yang di anjurkan oleh dokter.

3. Sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat dalam pemberian Asuhan

Keperawatan kepada klien dengan penyakit TBC harus memperhatikan

secara tepat kondisi klien.

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes,Marilynn,E,dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan


Ed.3.Jakarta:EGC

Mansjoer, Arif, dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran.ED.3 jilid 1.Jakarta :


Media Aesculapius.

Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika

Price,Sylvia A,dkk.2005.Patofisiologi:konsep klinis proses – proses penyakit


Ed.6.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai