Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

“TUBERCULOSIS PARU”

SULFIANA

BT2101028

II A

CI LAHAN CI INSITITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2023
I. KONSEP MEDIK
A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi, disebabkan oleh
basilus tahan asam Mycobacterium Tuberculosis.Organisme ini melapisi
dirinya sendiri dalam selaput berlilin (spora) yang sulit dihancurkan.
(Bunker Rosdahl Caroline &T.Kowalski Mary, 2018).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkulosis yang merupakan salah
satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian basil
tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru melalui airbone infection yang
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari
ghon .(Wijaya Andra Saferi & Putri Yessie Mariza, 2019).
Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang
sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat
juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut berbentuk batang
yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat
mati jika terpapar sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin, 2019).

B. ETIOLOGI
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis.Basil
ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam Mycobacterium
Tuberculosis yaitu :
a. Basil Tipe Human bisa berada dibercak ludah (droplet) dan di
udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang rentan
terinfeksi bila menghirupnya.
b. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis
tuberkulosis usus.
Setelah organisme terinhalasi dan masuk ke dalam paru-paru,
bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal.
Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada organ
lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun.(Huda
Amin&Kusuma Hardhi, 2018).
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian,
penularan penyakit tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara
penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam
ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penyebaran penyakit
tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit
tuberculosis. Droplet yang mengandung basil tuberculosis yang
10
dihasilkan dari batuk dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1 - 2
jam tergantung ada atau tidaknya sinar matahari serta kualitas ventilasi
ruangan dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman
dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Jika droplet
terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan masuk ke system
pernapasan dan terdampar pada dinding system pernapasan. Droplet besar
akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet
kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi
lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil
tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat
pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan
memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar
melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase yaitu akan
dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, sehingga berkurang
atau tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena
fungsi dari macrofage adalah membunuh kuman atau basil apabila
prosesini berhasil dan macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh
dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya
menurun pada saat itu maka kuman tersebut akan bersarang di dalam
jaringan paru- paru dengan membentuk tuberkel (biji-biji kecil sebesar
kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan bertambah besar dan
bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul perkejuan di tempat
tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat
penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien
akan batuk darah (hemaptoe). (Djojodibroto, 2019).
D. MANIFESTASI KLINIK
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempuyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang
juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik :
1) Gejala Respiratorik, meliputi :
a) Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat
batuk dimulai dari batuk kering(non-produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang lanjut
adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah
yang pecah.
b) Batuk Darah
Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah.
c) Sesak Nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-
paru. Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan.Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
2) Gejala sistemik, meliputi :
a) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tapi
kadang-kadang panas bahkan dapat mencapai 40-
41˚C.Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh
penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering
ditemukan berupa : tidak ada nafsu makan, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, dll). (Wahid Abdul&Suprapto Imam,
2019).
E. KOMPLIKASI
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita dengan stadium lanjut :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya
6. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
(Wahid Abdul&Suprapto Imam, 2018).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah
Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan
jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan diferensiasi
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.Laju
endap darah mulai meningkat.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan.Kriteria
sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan
5000 kuman dalam 1 ml sputum.
3. Tes Tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak
(balita). Biasanya dipakai cara Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative)
intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strength)
4. Foto Thoraks
Foto thoraks dengan atau tanpa literal merupakan
pemeriksaan radiologi standar. Jenis pemeriksaan radiologi lain
hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain. (Huda
Amin&Kusuma Hardhi, 2018).
G. PENATALAKSANAAN MEDIK.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
1) Rifampisin
2) INH
3) Pirazinamid
4) Streptomisin
5) Etambutol
2. Pengobatan suportif
Pengobatan yang diberikan kepada penderita tb perlu
diperhatikan keadaan klinisnya.Bila keadaan klinis baik dan tidak ada
indikasi rawat, dapat rawat jalan.Selain OAT kadang perlu pengobatan
tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan
tubuh atau mengatasi gejala atau keluhan.
a. Penderita rawat jalan
1) Makan makanan yang bergizi bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan
untuk penderita tuberculosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
2) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas atau demam
3) Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk,
sesak nafas atau gejala lain.
b. Penderita rawat inap
1) TB paru disertai keadaan atau komplikasi sbb : batuk darah
(profus), keadaan umum buruk, pnemutoraks, empiema, efusi
pleura nasif/bilateral, sesak nafas berat (bukan karena efusi
pleura)
2) TB diluar paru yang mengancam jiwa : TB paru milier, menigitis
TB
A.Terapi pembedahan
a) Indikasi mutlak
(1)Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat
tetapi dahak tetap positif
(2)Penderita batuk darah yang pasif tidak dapat diatasi
dengan cara konservatif
(3) Penderita dengan fistula bronkopleura dan emiema
yang tidak dapat diatasi secara konsevatif
b) Indikasi relatif
(1) Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah
berulang
(2) Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan sisa
kaviti yang menetap
c) Tindakan Invasif selain pembedahan
(1) Bronkoskopi
(2) Pungsi pleura
(3) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
B.Kriteria sembuh
a) BTA mikroskopik negatif 2 kali (pada akhir fase
intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan
pengobatan yang adekuat.
b) Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap
sama/perbaikan
c) Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan
negatif (Huda Amin&Kusuma Hardhi, 2019).
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah unsur penting dalam tiap fase proses keperawatan.
Pengkajian dimulai ketika pasien pertama kali berhadapan dengan sistem
layanan kesehatan dan berlanjut selama pasien membutuhkan layanan (Wahid
Abdul & Suprapto Imam, 2018).
a. Pengkajian TB paru
1) Data Klien
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai
dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir
sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak
ditemukan pada klien yang tinggal didaerah dengan tingkat
kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam
rumah sangat minim.
2) Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
a) Demam sub febris, febris (400C-410C) hilang timbul.
b) Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang
dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent
(menghasilkan sputum).
c) Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
d) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat
malam.
f) Sianosis, sesak nafas, kolaps, merupakan gejala atelektasis.
Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan
jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi
yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol ke
atas.
g) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b) Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c) Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d) Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e) Daya tahan tubuh yang menurun.
f) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
4) Riwayat Pengobatan Sebelumnya
a) Kapan klien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan
sakitnya.
b) Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c) Berapa lama klien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
d) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
5) Riwayat Sosial Ekonomi
(a) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat kerja,
jumlah penghasilan.
(b) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat
berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada
keluarga yang kurang mampu, masalah sehubungan dengan
kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang banyak, tidak bersemangat dan putus harapan.
6) Faktor Pendukung
a) Riwayat lingkungan.
b) Pola hidup : Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola
istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
7) Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur sputum
Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit.
b) Tes Tuberkulin
Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-
72 jam).
c) Foto toraks
Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
Pada kavitas bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d) Bronchografi untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan
paru karena TB Paru.
e) Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED)
f) Spirometri
Penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
8) Pemeriksaan Fisik
a) Pada tahap dini sulit diketahui.
b) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
c) Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik.
d) Pada keadaan lanut terjadi atropi, tetraksi interkostal, dan
fibros.
e) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan
suara pekak).
9) Pola kebiasaan Sehari-hari
a) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif : Rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul.
Sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam,
menggigil, berkeringat pada malam hari.
Obyektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable,
sesak (tahap lanjut : infiltrasi radang sampai
setengah paru), demam subfebris (400C-410C)
hilang timbul.
b) Pola Nutrisi
Subyektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan
berat badan.
Obyektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan
lemak subkutan.
c) Respirasi
Subyektif : Batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit
dada.
Obyektif : Mual batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi
ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru,
takipneu, sesak nafas, pengembangan pernafasan
tidak simetris, pekusi pekak dan penurunan
fremitus, deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
d) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obyektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e) Integritas Ego
Subyektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Obyektif : Menyangkal, ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
b. Pengkajian Sistem Pernafasan (oksigenasi)
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior, klien pada
posisi duduk
b) Dada di observasi dengan membandingkan satu sisi dengan
yang lainnya
c) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah
d) Inspeksi thoraks posterior terhadap warna kulit dan
kondisinya, skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang
seperti: kiposis, lordosis dan skoliosis
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada
f) Observasi tipe pernafasan, seperti: pernafasan hidung atau
pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernafasan
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi
(I) dan fase ekspirasi (E). Ratio pada fase ini normalnya 1 :
h) 2. Fase ekspirasi yang memanjan menunjukkan adanya
obstruksi pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien
Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
i) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter
anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/transversal
(T). Ratio ini normalnya berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7,
tergantung dari cairan tubuh klien (Wahid Abdul &
Suprapto Imam, 2016)
2) Palpasi
Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada
dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit
dan mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi). Palpasi thoraks
untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji sat inspeksi seperti:
massa, lesi, bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika
klien megeluh nyeri. Vocal premitus: getaran dinding dada yang
dihasilkan ketika berbicara.
a) Leher
Trakea yang normal dalam garis lurus di antara otot
sternokleidomastoideus pada leher dan mudah digerakkan
serta dengan mudah kembali ke posisi garis tengah setelah
digeser.
b) Dada
(1) Vocal premitus adalah vibarsi yang dirasakan ketika
pasien mengatakan “77” (tujuh tujuh). Vibrasi normal
bila terasa di atas batang bronkus utama. Bila teraba di
atas perifer paru, hal ini menunjukkan konsolidasi
sekresi atau efusi pleura ringan sampai sedang
(2) Fremitus ronkhi adalah vibrasi yang teraba di atas sekresi
dan kongesti pada bronkus atau trakea
(3) Emfisema subkutan menyebabkan krepitasi diatas daerah
yang terkena. Bila di auskultasi, juga terdengar crackles.
Hal ini dapat berpindah ke daerah yang berbeda
tergantung padraks atau pneumomediastinum ke dalam
jaringan subkutan menyebabkan emfisema subkutan
3) Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi
pilmoner, organ yang ada disekitarnya dan pengembangan
(ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi:
a) Suara perkusi normal:
Resonan (Sonor): Bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada
jaringan paru normal.
Dullness: Dihasilkan di atas bagian jantung atau paru
Timphany: Musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara
b) Suara perkusi abnormal:
Hiperresonan: Bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang
abnormal berisi udara.
Flatness: Sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih
tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha,
dimana area seluruhnya berisi jaringan.
4) Auskultasi
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan suara nafas normal, suara nafas tambahan
(abnormal), dan suara.Suara nafas normal dihasilkan dari getaran
udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat
bersih. (Wahid Abdul&Suprapto Imam, 2019)
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
DS:
Klien mengatakan batuk berdahak
DO:
a.Klien batuk tidak efektif
b.Terdapat sputum/dahak berlebihan
c.Terdapat suara weezing
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan .
DS:
a.Klien mengatakan nafsu makan berkurang
b.Klien mengatakan sakit tenggorokan
DO:
a. Klien mengatakan sakit tenggorokan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai
DS:
a. Klien mengatakan lelah
Klien mengatakan lemah
DO:
a.Klien tidak mamapu beraktivitas sendiri
b. Klien Nampak lelah
4.Nyeri akut berhubungan degan agen pencedera fisiologis
Gejala dan tanda mayor
DS:
a. Mengeluh nyeri
b.
DO:
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif (mis. Wapada posisi menghindari nyeri)
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
DS:
c. (tidak tersedia)
DO:
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola napas berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berfikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis (berkeringan lebih)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama yang telah
ditentukan maka tingkat nyeri menurun.
Intervensi : menejemen nyeri
a. Identifikasi skala nyeri
b. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
c. Berikan tindakan non fermakologis (mis. Terapi musik)
d. Jelaskan strategi meredakan nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
5. Ansietas berubungan dengan penyakitnya ditandai dengan
DS:
a.Merasa bingung
b.Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
c.Sulit berkontraksi
d.Mengeluh pusing
e.Anoreksia
f.Palpitasi
g.Merasa tidak berdaya
DO:
a. Tampak tegang
b. Sulit tidur
c. Frekuensi nafas meningkat
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Tekanan darah meningkat
f. Diaphoresis
g. Tremor
h. Muka tampak pucat
i. Suara bergetar
j. Kontak mata buruk
k. Sering berkemih
l. Berorientasi pada masa lalu
6. Gangguan Pola Tiur
Definisi :
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal
Penyebab :
1. Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar, suhu
lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Restraint fisik
5. Ketiadaan teman tidur
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit tidur (tidak tersedia)
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun (tidak tersedia)
Kondisi Klinis Terkait
1. Nyeri/kolik
2. Hypertirodisme
3. Kecemasan
4. Penyakit paru obstruktif kronis
5. Kehamilan
6. Periode pasca partum
7. kondisi pasca operas

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
infeksi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah
ditentukan maka bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil :
a. Batuk efektif meningkat
b. Produksi sputum menurun
c. Mengi menurun
d. Wheezing menurun
e. Meconium menurun
f. Dyspnea menurun
g. Ortopnea menurun
h. Sulit bicara menurun
i. Sianosi menurun
j. Gelisah menurun
k. Frekuensi napas membaik
l. Pola napas membaik
MANAJEMEN JALAN NAPAS
Observasi
1) Monitor pola napas (mis. Frekuensi, kedalamam, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
ronvhi kering)
3) Monitor sputum (jumlah,warna dan aroma)
Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma servikal)
2) Posisika semi fowler atau fowler
3) Berikan minuman hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan ondotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8) Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah
ditentukan maka pola napas membaik dengan kriteria hasil :
a. Ventilasi semenit meningkat
b. Kapasitas vital meningkat
c. Diameter thoraks anterior-psterior meningkat
d. Tekanan ekspirasi meningkat
e. Tekanan inspirasi meningkat
f. Dyspnea menurun
g. Penggunanaan otot bantu menurun
h. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
i. Ortopnea menurun
j. Pernapasan pursed-lip menurun
k. Pernapasan cuping hidung menurun
l. Frekuensi napas membaik
m. Kedalaman napas membaik
n. Ekskursi dada membaik.

PEMANTAUAN RESPIRASI
Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah
ditentukan maka status nutrisi membaik dengan kriteria hasil :
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Kekuatan otot pengunyah meningkat
c. Kekuatan otot menelan meningkat
d. Serum albumin meningkat
e. Verbalisasi keinginan untuk kebutuhan nutrisi meningkat
f. Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat meningkat
g. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
h. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat
i. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat
j. Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat
k. Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan
meningkat
l. Perasaan cepat kenyang menurun
m. Nyeri abdomen menurun
n. Sariawan menurun
o. Rambut rontok mennurun
p. Diare menurun
q. Berat badan membaik
r. IMT membaik
s. Frekuensi makan membaik
t. Nafsu makan membaik
u. Bising usus membaik
v. Tebal lipatan kulit trisep membaik
w. Membrane mukosa membaik
MANAJEMEN NUTRISI
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
4. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis.
Manajemen nyeri
Observasi
 dentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Idenfitikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

5. Ansietas berhubungan dengan penyakitnya


Definisi
Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman subyektif terhadap
objek yang tidak jelas dan sfesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
Tindakan
REDUKSI ANSIETAS
Obsevasi
a. Indentifikasi saat tingkat ansietas berubah(mis.kondisi,waktu,stressor)
b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c. Monitor tanda-tanda ansietas(verbal dan nonverbal)
Terapeutik
a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
b. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,jika memungkinkan
c. Pahami situasi yang membuat ansietas
d. Dengankan dengan penuh perhatian
e. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
f. Tempatkan jalan pribadi yang memuingkinkan
g. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
h. Diskusikan perencanaan realitas tentanf peristiwa yang akan dating
Edukasi
a. Jelaskan prosedur,termaksud sensasi yang mungkin dialami
b. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,pengobatan,dan
progenisis
c. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien jika perlu
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang kompetitif,sesuai kebutuahan
e. Anjurkan mengungkapakan perasaan dan presepsi
f. Letih kegiatan pengalihan untuk mengurangi kegiatan
g. Latih menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
a. Kolaborasukan pemberian antiansietas,jika perlu
6.Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
DUKUNGAN TIDUR
Observasi
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis: kopi,
teh, alcohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum
tidur)
4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan (mis: pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan
tempat tidur)
2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis: pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur)
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau Tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
(mis: psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutuan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah,2018).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari Diagnosa keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasi. Untuk memudahkan perawat
mengevaluasi atau memantau perkembangan klien, digunakan
SOAP/SOAPIER.Penggunaan tersebut tergantung dari kebijakan
setempat.Pengertian SOAPIER sebagai berikut (Setiadi, 2018).
1. Evaluasi Formatif
S : Data Subjektif Adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada
apa yang didasarkan, dikeluhkan, dikemukakan klien.
O : Data Objektif Perkembangan yang bisa diamati yang dilakukan oleh
perawat atau tim kesehatan lainnya.
A : Analisis Penelitian dari dua jenis data (baik subjektif maupun objektif)
apakah perkembangan kearah perbaikan atau kemunduran.
P : Planning Rencana penanganan klien yang didasarkan oleh hasil analisis
diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila
keadaan atau masalah belum teratasi.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara
tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya,
mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali,
agar di dapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.
S : Data Subjektif Adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada
apa yang didasarkan, dikeluhkan, dikemukakan klien.
O : Data Objektif Perkembangan yang bisa diamati yang dilakukan oleh
perawat atau tim kesehatan lainnya.
A : Analisis Penelitian dari dua jenis data (baik subjektif maupun
objektif) apakah perkembangan kearah perbaikan atau
kemunduran.
P : Planning Rencana penanganan klien yang didasarkan oleh hasil
analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya
apabila keadaan atau masalah belum teratasi.
I : Implementasi Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana
E : Evaluasi Yaitu penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dari
evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh masalah klien teratasi.
R : Reassessment Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum
teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subjektif dan proses analisanya.
DAFTAR PUSTAKA

Abd, Wahid & Iman Suprapto.(2019). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan


Keperawatan Pada Ganggguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans
Media

Amin Huda & Kusuma Hardhi.(2018). Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Andra Saferi Wijaya & Yesssie Mariza Putri.(2019). KMB 2 Keperawatan


Medikal Bedah Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika

Caroline Bunker Rosdahl & Mary T. Kowalski. (2018). Buku Ajar Keperawatan
Dasar Edisi 10 : Jakarta: EGC

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, (2018). Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

Rohmah & Walid. (2018). Proses Keperawatan: Teori Dan Aplikasi.Yogyakarta :


Ar-Ruzz

Setiadi. 2019. Konsep&Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan


Praktik.Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai