Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III
Dosen Pembimbing : Ibu Oka Ludianita, S. Kep., Ners., M. Kes.
Kelompok 2
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan Kasus Spondilitis TB.
Makalah ini diajukan sebagai persyaratan mengikuti bimbingan pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III. Pembuatan makalah ini tidak terlepas bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-
dalamnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. H. Yitno, S.Kp., M.Pd., sebagai Ketua STIKes Hutama Abdi Husada
Tulungagung.
2. Ibu Oka Ludianita, S. Kep., Ners., M. Kes. sebagai dosen pengajar pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing tugas
kelompok dengan judul Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan Kasus
Spondilitis TB.
3. Pihak perpustakaan yang telah menyediakan buku penugasan Keperawatan Medikal
Bedah III.
4. Teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Makalah yang penulis buat ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
penulis miliki kurang. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik atau pun masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini. Besar harapan penulis, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
pada umumnya, dan kelompok pada khususnya.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis tulang dan sendi 50% merupakan spondilitis tuberkulosa. Pada negara
yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun.
Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun
perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering
terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70% spondilitis tuberkulosis
dari seluruh tuberkulosis tulang yang terbanyak di daerah Ujung Pandang. Umumnya
penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.
Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami kelemahan bahkan
kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang, dimana dampak tersebut
akan mempengaruhi aktifitas klien, baik sebagai individu maupun masyarakat.. Perawat
berperan penting dalam mengidentifikasikan masalah-masalah dan mampu mengambil
keputusan secara kritis menangani masalah tersebut serta mampu berkolaborasi dengan tim
kesehatan yang lain untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
1
7. Apa saja komplikasi spondilitis TB?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit spondilitis TB?
9. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan spondilitis TB
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
2.2. Etiologi
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal empat bentuk
spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah
ligamentum longitudinal anterior / area subkondral).Banyak ditemukan pada orang
dewasa.Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.Terbanyak
ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan
sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps
3
vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas
spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat
trauma.Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. Anterior
Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui
abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya
perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan.Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan
lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan
tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta
lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior.
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk oloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu.
Kedaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya
pada daerah sentral vertebrata.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjai destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masih, kolaps vertebra yang terbentuk masa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal.Selanjutnya dapat berebentuk sekuestrum serta
kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama
disebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus
4. Stadium gangguan neurologis
4
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.Gangguan ini ditemukan
10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa.Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi
pada daerah ini.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau
gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang masif di depan (Savant,
2007).
1. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-
anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
2. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke
garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya
radiks dorsalis di tingkat torakal.
3. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal
4. Deformitas pada punggung (gibbus)
5. Pembengkakan setempat (abses)
6. Adanya proses tbc
- Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis
tuberkulosa termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan:
- Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis
yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.
- Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai dan adanya batas defisit sensorik
setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal.
5
2.5. Patofisiologi
6
2.6. Pathway
Gangguan Citra
Kurang
Kompresi diskus dan Spasme Otot Pembentukan abses Pengetahuan
kompresi radiks saraf di faringeal
sisinya kekakuan leher
Nyeri tenggorokan
Tindakan dekompresi dan
dan gangguan
stabilisasi Nyeri
menelan
2.7. Komplikasi
1. Pott’s paraplegia
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun
sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini
membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medula spinalis dan
saraf.
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan
granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
7
2. Ruptur abses paravertebra
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberkulosis.
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas
abses yang merupakan cold absces (Lindsay, 2008).
3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa,
sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia –
prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh
jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat
diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor).MRI dan
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi
dura dan corda spinalis.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium
b. Uji mantoux positif
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelPemeriksaan Radiologis
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
b. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada di korpus tersebut
c. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum
tulang
d. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi,
skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
e. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis
tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf.
8
2.9. penatalaksanaan Medis
1. Terapi Konservatif
a. Berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian
tuberkulostatik.
b. Dengan memberikan corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak
vertebrae. Corset tadi dapat dibikin dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi
pasien dapat duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit
namun tetap di kontrol.
2. Terapi Operatif
a. Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian
korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa / kortikospongiosa.
b. Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi
untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi
posterior atau operasi radikal (Graham, 2007).
9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama :
b. Umur :
c. Agama :
d. Pekerjaan :
e. Alamat :
2. Pengkajian 11 pola gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Keadaan Sebelum sakit : pasien mengatakan bisa beraktivitas dengan baik
b. Keluhan utama : sakit pada punggung.
c. Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan sering merasa nyeri pada area
punggung dan untuk mengurangi nyeri, pasien hanya beristirahat.
d. Riwayat penyakit dahulu :pasien mengatakan pernah menderita penyakit
TBC.
e. Riwayat kesehatan keluarga : Pasien mengatakan orang tuanya meninggal
karena penyakit TBC.
2) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan
anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga
klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. Dan penumpukan secret
pada saluran pernapasan.
3) Pola eliminasi
Dimana klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bias
kekamar mandi, karna lemah dan sakit pada punggung.
4) Pola aktifitas.
10
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan
klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
5) Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Dengan penyakit yang dialami oleh klien maka pola peran akan berubah dimana
klien akan tidak mampu dalam melaksanakan perannya yang bagai mana
semestinya. Baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan kerja dan sekitarnya.
7) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk
tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
8) Pola reproduksi dan seksualitas
Dengan keadaan ini maka kebutuhan seksual klien akan terganggu.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum. Pada keadaan spondilitis tuberkulosa, klien umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran.
2. B1 (Breathing). Hasil pemeriksaan fisik sistem ini pada klien spondilitis tuberkulosa
dengan fase penurunan aktivitas yang parah adalah pada infeksi didapatkan bahwa
klien batuk, ada peningkatan sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Pada palpasi, ditemukan taktil fremitus seimbang
kanan dan kiri. Pada perkusi, ditemukan adanya resonan pada seluruh lapang paru.
Pada auskultasi, didapatkan suara napas tambahan, seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
ditemukan pada klien spondilitis tuberkulosa dengan penurunan tingkat kesadaran.
Pad klien spondilitis tuberkulosa fase awal, biasanya tidak didapatkan kelainan pada
sistem pernafasan.
3. B2 ( Blood). Pada keadaan spondilitis tuberkulosa dengan komplikasi paraplegia
yang lama diderita, biasanya akan didapatkan adanya hipotensi ortostatik (penurunan
tekanan darah sistolik ≤25mmHg dan diastolik ≤ 10mmHg ketika klien bangun dari
11
posisi berbaring ke posisi duduk) . pada klien spondilitis tuberkulosa tanpa
paraplegia, biasanya tidak didapatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler.
4. B3 (Brain). Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.
5. B4 (Bladder). Pada spondilitis tuberkulosa daerah torakal dan servikal, tidak ada
kelainan pada sistem ini. Pada spondilitis tuberkulosa daerah lumbal, sering
didapatkan keluhan inkontinensia urine, ketidakmampuan mengomunasikan
kebutuhan eliminasi urine.
6. B5 ( Bowel ). Inspeksi abdomen:bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada kejang otot abdomen akibat adanya abses pada lumbal, hepar
tidak teraba. Perkusi : suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi :
peristaltik usus normal ±20x/menit. Inguinal-genetalia-anus : tidak ada hernia, tidak
ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan BAB. Pola nutrisi dan metabolisme : pada
klien spondilitis tuberkulosa, sering ditemukan penurunan nafsu makn dan gangguan
menelan karena adsanya stimulus nyeri menelan dari abses faring sehingga
pemenuhan nutrisi berkurang.
7. B6 ( Bone )
a. Look. Kurvatura tulang belakang mengalami deformitas (kifosis) terutama pada
spondilitis tuberkulosa daerah torakal. Pada spondilitis tuberkulosa daerah
vertebra lumbalis, hampir tidak terlihat deformitas, tetapi terlihat adanya abses
pada daerah bokong dan pinggang. Pada spondilitis tuberkulosa daerah servikal,
terdapat kekakuan leher.
b. Feel. Kaji adanya nyeri tekan pad daerah spondilitis.
c. Move. Terjadi kelemahan anggota gerak (paraplegia dan gangguan pergerakan
tulang belakang
12
3.3. Intervnsi Keperawatan
Pada saat implementasi, perawat harus melaksanakan hasil dari rencana keperawatan
yang di lihat dari diagnosa keperawatan Sesuai dengan situasi/kondisi pasien. Di mana
perawat membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan
konjungtivitis antara lain :
13
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Fadhillah, Harif. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : PPNI
Fadhillah, Harif. 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : PPNI
Fadhillah, Harif. 2016. Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : PPNI
Bulechek,Gloria M.. (et al.).2008. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th edition.
Elsevier.
15