Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) memperkirakan
bahwa jumlah kasus TB baru terbesar terdapat di Asia Tenggara (34 persen
insiden TB secara global) termasuk indonesia. Jumlah penderita diperkirakan
akan terus menerus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) oleh inveksi virus HIV. Satu
hingga lima persen penderita TB osteoartikular adalah penderita spondilitis
TB (depkes 2013)
Tuberkulosa (TB) adalah suatu penyakit menular yang dapat berakibat
fatal dan dapat mengenai hamper semua bagian tubuh. Biasanya dan lebih
banyak mengenai paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium
tuberculosa. Menurut WHO Indonesia adalah Negara yang menduduki
peringkat ketiga dalam jumlah penderita TB setiap tahun atau setiap 4 menit
ada satu penderita yang meninggal dinegara-negara tersebut, dan setiap 2 detik
terjadi penularan (Moesbar,2006).
Spondilitis tuberkulosa dapat terjadi dilevel manapun dari tulang belakang.
Lokalisasi yang paling sering terjadi yaitu pada daerah vertebra torakal bawah
dan daerah lumbal (T8 – L3), kemudian daerah torakal atas, servikal dan
daerah sacral. Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari TB
ditempat lain dari tubuh. (Moesbar, 2006).
Tuberkulosa tulang punggung sering ditemukan didaerah endemic terutam
dinegara berkembang, Percival pott pada tahun 1779 pertama kali
menguraikan infeksi tuberkulosa tulang punggung sehingga disebut pott’s
disease penyebabnya adalah infeksi mikrobakterium tuberkulosa. Patofisiologi
penyakit penting untuk dipahami agar penanganan dapat dilakukan dengan
baik. Diagnosis dibuat melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan radiologic konvensional. Pada keadaan tertentu
diperlukan pemeriksaan tambahan, untuk membuat diagnose yang akurat,

1
perencanaan, perencanaan tindakan operatif dan menilai kemajuan pengobatan
(moesbar, 2006).
Laporan dari WHO tahun 2007 menyatakan Indonesia memiliki sekitar
530.000 penderita TB. Sekitar 106.000 (20%) diantaranya merupakan kasus
TB diluar paru, dan dari angka tersebut sekitar 5.800 merupakan penderita TB
tulang belakang (PPTI, 2012)
Pencatatan dan pelaporan yang diperoleh berdasarkan registrasi di ruang
perawatan paru lantai III RSPAD Gatot Soebroto selama enam bulan terakhir
sejak November 2007 – Januari 2008 diperoleh data dari 332 orang yang
dirawat terdapat 20 orang pasien yang dirawat dengan kasus TB Paru atau
sebesar 16%. Jumlah penderita TB tulang dari tahun ketahun terus meningkat,
kenyataan menangani TB Paru begitu mengkhawatirkan sehingga kita harus
waspada sejak dini agar tidak terjadi komplikasi – komplikasi yang dapat
timbul akibat TB tulang. Sasaran strategi nasional pengendalian TB hingga
2014 mengacu pada rencana strategis kementrian kesehatan 2009-2014 yaitu
menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per
100.000 penduduk. (dunia keperawatan,2016).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami TB
Tulang?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa
mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien TB Tulang.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa Dapat Memahami Definisi Penyakit TB Tulang.
b. Mahasiswa Dapat Memahami Etiologi Penyakit TB Tulang.
c. Mahasiswa Dapat Memahami Manifestasi Klinis Penyakit TB Tulang.
d. Mahasiswa Dapat Memahami Klasifikasi Penyakit TB Tulang.
e. Mahasiswa Dapat Memahami Patofisiologi Penyakit TB Tulang

2
f. Mahasiswa Dapat Memahami Komplikasi Penyakit TB Tulang.
g. Mahasiswa Dapat Memahami Dan Menerapkan Asuhan Keperawatan
Penyakit TB Tulang.

D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan dalam makalah ini penulisan menggunakan
metode.
1. Perpustakaan : buku anatomi fisiologi sistem musculoskeletal, Tb tulang.
2. Internet : pengambilan sumber sumber seperti dari infodatin depkes, jurnal
spondilitis TB, dan dunia keperawatan TB Tulang,

E. Sistematika Penulisan
Berdasarkan dari hasil penyusunan makalah ini, disini kelompok membuat
sistematika penulisan yang dimulai dari:
BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Metode penulisan dan
Sistematika Penulisan .
BAB II: TINJAUAN TEORITIS
Yang terdiri dari Konsep Dasar Medis, yaitu Definisi,
Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Pathway, Manifestasi
Klinis, Komplikasi, Penatalaksanaan medic, Pemeriksaan
Penunjang dan Asuhan Keperawatan Penyakit Hipertensi.
BAB III: TINJAUAN KASUS
Yang terdiri dari pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.
BAB IV: PENUTUP
Yang meliputi Kesimpulan Dan Saran.

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
Spondilitis tuberkulosa (TB Tulang) adalah infeksi mycobacterium
tuberculosis pada tulang belakang. Penyakit ini umumnya menginfeksi tulang
belakang pada area toraks (dada belakang) bagian bawah dan vertebra
lumbalis (pinggang belakang) atas. Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal
juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa
yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis
tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain
dalam tubuh ( Zuwanda, 2013)
Laporan dari WHO tahun 2007 menyatakan Indonesia memiliki sekitar
530.000 penderita TBC. Sekitar 106.000 (20 persen) di antaranya merupakan
kasus TB di luar paru. Dan dari angka tersebut, sekitar 5.800 merupakan
penderita TBC tulang belakang.

B. Anatomi Fisiologi
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung
pada manusia, 5 di antaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4
tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24
tulang yang dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks
atau dada) dan, 5 tulang lumbal.
1. Tulang punggung Cervikal
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau
procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang
pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek.
Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari cervical),
namun  beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau

4
aksis. Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung leher, seberapapun
panjang lehernya.
2. Tulang punggung thorax
Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk.
Beberapa gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai
'tulang punggung dorsal' dalam konteks manusia. Bagian ini diberi nomor
T1 hingga T12.
3. Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan
menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan
gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan  beberapa gerakan rotasi dengan
derajat yang kecil.
4. Tulang punggung sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan
tidak memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
5. Tulang punggung coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan
tanpa celah. Beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor
yang banyak, maka dari itu disebut tulang punggung kaudal (kaudal berarti
ekor.

Ligamen dan otot


Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam
menyangga berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan
ligament, antara lain : Ligament: 1. Ligament Intersegmental
(menghubungkan seluruh panjang tulang belakang dari ujung ke ujung): a.
Ligament Longitudinalis Anterior  b. Ligament Longitudinalis Posterior c.
Ligament praspinosum 2. Ligament Intrasegmental (Menghubungkan satu
ruas tulang belakang ke ruas yang  berdekatan) a. Ligamentum
Intertransversum  b. Ligamentum flavum c. Ligamentum Interspinosum 3.
Ligamentum-ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang

5
occipitalis dengan vertebra CI dengan C2, dan ligamentum sacroilliaca di
antara tulang sacrum dengan tulang pinggul.

C. Klasifikasi
Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:
1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya
tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasimembentuk
koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya
terjadi pada daerah paradiskus danpada anak-anak pada daerah sentral
vertebra.
2. Stadium destruksi awalSelanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra
dan penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini
berlangsungselama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjutPada stadium ini terjadi destruksi yang massif,
kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yangberbentuk
cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya dapat terbentuksekuestrum dan kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan

6
(wedginganterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologisGangguan neurologis tidak berkaitan
dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan
abses kekanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis
yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudahterjadi di daerah
ini
5. Stadium deformitas residua, Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun
setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen
karenakerusakan vertebra yang massif di depan (Hidalgo, 2005)

1. Klasifikasi Pott’s paraplegia

N STADIUM GAMBARAN KLINIS


O
I Tidak terdeteksi Pasien tidak sadar akan gangguan neurologis,
klinis menemukan adanya klonus pada
ekstensor plantaris dan pergelangan kaki.
II Ringan Pasien menyadari adanya gangguan
neurologis, tetapi masih mampu berjalan
dengan bantuan.
III Moderat Tidak dapat berpindah tempat karena
kelumpuhan (dalam posisi ekstensi) dan
deficit sensori dibawah 50 persen.
IV Berat Stadium III + kelumpuhan dalam posisi fleksi,
deficit sensorik diatas 50 persen, dan
gangguan sfingter.

7
2. Klasifikasi klinikoradiologis

N STADIUM GAMBARAN KLINIKORADIOLOGIS DURASI


O PERJALAN
AN
PENYAKIT
I Pre Kurvatura lurus, spasme otot perivertebral, < 3 bulan
destruktif hyperemia tampak pada skintigrafi, MRI
menunjukkan edema sumum tulang.
II Destruktif Penyempitan ruang diskus, erosi paradiskal, 2-4 bulan
awal MRI memperlihatkan edema dan kerusakan
korteks vertebra, CT Scan menunjukkan
erosi marginal dan kavitasi.
III Kifosis 2-3 vertebra terkena (angulasi 100 – 300) 3-9 bulan
ringan
IV Kifosis >3 vertebra terkena (angulasi 300 – 600) 6-24 bulan
moderat
V Kifosis >3 vertebra (angulasi >600) >2 tahun
berat

3. Klasifikasi Gulhane Askeri Tip Akademisi (GATA) untuk spondilitis TB

TIPE LESI PENATALAKSANAAN


IA Lesi vertebrata dan degenerasi diskus 1 Biopsy perkutan dan
segmen, tanpa kolaps, abses, ataupun kemotherapi
deficit neurologis.
IB Adanya cold abscess, degenerasi diskus Drainase abses dan
1 atau lebih, tanpa kolaps ataupun debridement
deficit neurologis. anterior/posterior
II Kolaps vertebrata, cold abscess, kifosis, 1. Debridement dan fusi
deformits stabil, dengan/tanpa deficit anterior
neurologis, anguasi sagital < 200 2. Dekompresi jika
terdapat deficit
neurologis
3. Tandur strut kortikal
untuk fusi

8
III Kolaps vertebra berat, Cold abscess, Penatalaksanaan no 2 +
kifosis berat, deformitas tidak stabil, instrumentasi
dengan/tanpa deficit neurologis, anguasi anterior/posterior
sagital kurang lebih 200

D. Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90 – 95 % disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin ) dan 5 – 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi
spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan
lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa
traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena
paravertebralis.

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dipunggung jika bergerak
2. Kenaikan suhu dan berkeringat dimalah hari
3. Menggigil
4. Malaise
5. Berkurangnya berat badan
6. Disfagis, stridor
7. Suara serak
8. Pada spondilitis servikal terjadi seperti kaku leher atau nyeri leher.

F. Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di
duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari
infeksi traktus urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai
dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan
(anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan
akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos

9
squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan
terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis
oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan
terjadi penyempitan oleh karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan
progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis.

G. Pathway
Kuman Mycobacterium
tuberculosis menyebar
secara hematogen

Nodus limfatikus
aorta

Pada anak- Dewasa terjadi


anak terjadi focus
Infeksi, infeksi focus ekstrapulmonar
Terjadi infeksi
hyperemia, dan primer diparu ( usus, ginjal,
eksudat spinal
edema tulang tonsil)
menyebar ke
belakang erta
jar.ikat
osteoporosis
Mencari
tekanan
terendah &
menyebar
Anterior lebih Iskemi Lisis jaringan Tulang menjadi
diligamentum
pipih dari sekunder tulang lunak dan
inguinal
posterior akibat gepeng
tromboemboli

MK: sss Menembus


Deformitas kronik gibbus MK: Perubahan
Gangguan ligamentum
(penonjolan bagian konsep diri dan
rasa nyaman
belakang posterior t. body image
nyeri
belkang kearah dorsal
Abses lumbal

Mk: Gangguan
mobilitas fisik
H. Komplikasi
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah

10
1. Pott’s paraplegia muncul pada stadium awal disebabkan tekanan
ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi
pada medula spinalis. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan
ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan dan bila muncul
pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis
spinalis.
2. Ruptur dari abses paravertebra
 Pada vertebrata torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura
sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis,
 sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold
abscess.

I. Penatalaksanaan medic
Sekarang penatalaksaan untuk TB tulang ada dua yaitu: Medikamentosa
dan non medikamentosa
Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:
a) Terapi konservatifa.
1) Tirah baring (bed rest).
2) Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.
3) Memperbaiki keadaan umum penderita.
4) Pengobatan antituberkulosa.Standar pengobatan berdasarkan
program P2TB paru yaitu:
 Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).
 Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg,
INH 300 mg, dan Pirazinamid 1.500 mgsetiap hari selama 2
bulan pertama (60 kali).
 Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3
kali seminggu selama 4 bulan (54 kali).
 Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum
obat selama sebulan, termasuk penderitayang kambuh.

11
 Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg,
Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol
750 mg setiap hari. Streptomisin injeksi hanya 2 bulan
pertama (60 kali) dan obat lainnyaselama 3 bulan (90 kali).
 Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan
Etambutol 1250 mg 3 kali seminggu selama 5bulan (66
kali).Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila
keadaan umum penderita bertambah baik, LED menurun
danmenetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang, serta gambaran radiologis ditemukanadanya
union pada vertebra.
b) Terapi operatif
1) Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan
paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya 3minggu sebelum
operasi, penderita diberikan obat tuberkulostatik.
2) Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses
secara terbuka, debrideman, dan bone graft.
3) Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau
MRI ditemukan adanya penekanan padamedula spinalis. Walaupun
pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi
penderita spondilitis tuberkulosa tetapioperasi masih memegang
peranan penting dalam beberapa hal seperti apabila terdapat cold
absces (abses dingin),lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.

 Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis
mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.
Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi
radikal.

 Operasi PSSW

12
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan
tbc tulang belakang yang disebut total treatment Metode ini mengobati
tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai
infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya,
penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang
stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan
dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke
dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.

J. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar-X
Sinar-X merupakan pemeriksaan radiologis awal yang paling sering
dilakukan dan berguna untuk penapisan awal. Pada fase awal, akan tampak
lesi osteolitik pada bagian anterior badan vertebrata dan osteoporosis
regional. Penyempitan ruang diskus intervertebralis menandakan
terjadinya kerusakan diskus. Pembengkakan jaringan lunak sekitarnya
memberikan gambaran fusiformis. Pada fase lanjut, kerusakan bagian
anterior semakin memberat dan membentuk angulasi kifotik. Bayangan
opak yang memanjang paravertebral dapat terlihat yang merupakan cold
abscess, namun sayangnya sinar-x tidak dapat mencitrakan cold abscess
dengan baik.
2. CT Scan
CT Scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi
badan vertebrata, abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan
kanalis spinalis. CT Scan dapat juga berguna untuk memandu tindakan
biopsy perkutan dan menentukan luas kerusakan jaringan tulang.
Penggunaan CT Scan sebaiknya diikuti dengan pencitraan MRI untuk
visualisasi jaringan lunak.
3. MRI
MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak.
Kondisi badan vertebra, diskus invertebralis, perubahan sumsum tulang,
termasuk abses paraspinaldapat dinilai dengan baik dengan pemeriksaan

13
ini. MRI juga digunakan untuk mengevaluasi perbaikan jaringan.
Peningkatan sinyal T1 pada sumsum tulang mengindikasikan pergantian
jaringan radang granulomatosa oleh jaringan lemak dan perubahan MRI
ini berkorelasi dengan gejala klinis
4. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat digunakan untuk mencari massa pada daerah
lumbal. Dengan pemeriksaan ini dapat dievaluasi letak dan volume abses
yang mencurigakan suatu lesi TB. Bone scan pada awalnya sering
digunakan, namun pemeriksaan ini hanya bernilai positif pada awal
perjalanan penyakit. Selain itu, bone scan sangat tidak spesifik dan
beresolusi rendah. Berbagai jenis penyakit seperti degenerasi, infeksi,
keganasan dan trauma, dapat memberikan hasil positif yang sama seperti
dapa TB tulang.
5. Biopsy
Biopsi tulang dapat dilakukan secara perkutan dan dipandu dengan CT
scan atau fluoroskopi. Studi histologi jaringan penting untuk memastikan
diagnosis jika kultur negatif, pewarnaan BTA negatif, sekaligus
menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Temuan histologi pada infeksi
TB jaringan adalah akumulasi sel epiteloid (granuloma epiteloid), sel datia
langhans dan nekrosis kaseosa. Sel epiteloid adalah sel mononuklear yang
mem-fagositosis basil tuberkulosis dengan sisa-sisa lemak kuman pada
sitoplasmanya. Granuloma epiteloid dapat ditemukan pada 89 persen
spesimen yang merupakan gambaran khas histologi infeksi TB.
Superinfeksi kuman piogenik telah dilaporkan pada beberapa kasus. Jika
biopsi jarum tidak dapat memastikan diagnosis, biopsi bedah yang diikuti
dengan kultur dapat dipertimbangkan. Biopsy bedah umumnya dilakukan
pada keadaan dimana biopsi jarum sangat berbahaya dan tidak
menghasilkan spesimen (dry tap).

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

14
A. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi :
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis
a) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri
pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat
kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang
mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam
hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh,
nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) ,
keringat dingin dan penurunan berat badan.
b) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasanya pada
klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit
tuberkulosis paru
c) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu
penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan
penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada
lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
d) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita,
sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan
merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak
stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.

2. Pola - pola fungsi kesehatan.

15
a) Pola persepsi
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang
dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan
penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam
pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat
tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang
mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi
lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
c) Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang
semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung
serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga
kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat.
Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan
mengganggu proses aliminasi.
d) Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada
punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan
menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya
kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e) Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau
dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan tidur dan istirahat.

f) Pola hubungan dan peran.

16
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan
peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik
itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak
terganggunya hubungan interpersonal.
g) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu
terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h) Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali
bila terjadi komplikasi paraplegi.
i) Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan
akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi
dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya
melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat
dilaksanakan.
j) Pola stress dan koping.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti
penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang
menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang
penyakitnya untuk mengurangi stres.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat
menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan
ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi
mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya
pada tuhannya.

17
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan
pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
b. Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.
e. Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
1) Radiologi
 Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat
jarang menyerang area posterior.
 Terdapat penyempitan diskus.
 Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
2) Laboratorium
 Laju endap darah meningkat
3) Tes tuberkulin.
 Reaksi tuberkulin biasanya positif.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sendi dan otot.


2. Gangguan mobilitas fisik.
3. Perubahan konsep diri b/d Body image.

18

Anda mungkin juga menyukai