Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SPONDILITIS TB

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi:
Spondilitis tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan perkotaan.
Spondilitis TB adalah infeksi tulang belakang yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis (Haryani, 2013).
TB tulang belakang atau dikenal dengan sebutan Spondilitis TB merupakan kejadian
TB ekstrapulmonal ke bagian tulang belakang tubuh (Brunner, Suddart, & Smeltzer,
2008).
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144).
Dari penjelasan diatas, Spondilitis Tuberculosa merupakan infeksi pada tulang
belakang yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosa.

2. Anatomi dan Fisiologi


Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di
antaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor
(coccyx). Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24 tulang yang dibagi menjadi 7 tulang
cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks atau dada) dan, 5 tulang lumbal.
a. Struktur umum
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang
terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari
arcus vertebrae.
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta
didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus
transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang
disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan
membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis.
Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen
intervertebrale.

b. Tulang punggung cervical


Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus
spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang
ke-2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan
urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus
seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis. Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung
leher, seberapapun panjang lehernya.

c. Tulang punggung thorax


Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa
gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung
dorsal' dalam konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
d. Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan
menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan
fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.

e. Tulang punggung sacral


Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak
memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.

f. Tulang punggung coccygeal


Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah.
Beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari
itu disebut tulang punggung kaudal (kaudal berarti ekor).

g. Ligamen dan otot


Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga
berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament, antara lain:
1) Ligament:
a) Ligament Intersegmental (menghubungkan seluruh panjang tulang belakang
dari ujung ke ujung):
(1) Ligament Longitudinalis Anterior
(2) Ligament Longitudinalis Posterior
(3) Ligament praspinosum
b) Ligament Intrasegmental (Menghubungkan satu ruas tulang belakang ke ruas
yang berdekatan)
(a) Ligamentum Intertransversum
(b) Ligamentum flavum
(c) Ligamentum Interspinosum
c) Ligamentum-ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang
occipitalis dengan vertebra CI dengan C2, dan ligamentum sacroilliaca di
antara tulang sacrum dengan tulang pinggul

2) Otot-otot:
(a) Otot-otot dinding perut
(b) Otot-otot extensor tulang punggung
(c) Otot gluteus maximus
(d) Otot Flexor paha ( illopsoas )
(e) Otot hamstrings

3. Etiologi
Spondilitis tuberculosis atau tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi
sekunder dari tuberkulosis di tempat lain, 90 – 95% disebabkan oleh mikobakterium
2 1
tuberkulosis tipik ( dari tipe human dan dari tipe bovin) dan 5 – 10% oleh
3 3

mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman mycobacterium tuberkulosa bersifat tahan


asam, dan cepat mati apabila terkena matahari langsung.

4. Patofisiologi:
Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra. Kemudian, terjadi hiperemia
dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan pelunakan korpus. Selanjutnya terjadi
kerusakan pada korteks epifisis, diskus internertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudain
eksudat menyebar ke depan, di bawah longitudinal anterior. Eksudap ini dapat
menembus ligamen dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang
lemah. Pada daerah vertebra servikalis, eksudat terkumpul di belakang paravertebral dan
menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat
mengalami protusi ke depan dan ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal.
Perubahan struktur vertebra servikalis menyebabkan spasme otot dan kekakuan leher
yang merupakan stimulus keluhan nyeri pada leher. Pembentukan abses faringeal
menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan menelan sehingga terjadi penurunan
asupan nutrisi dan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kekakuan
leher menyebabkan keluhan mobilitas leher dan risiko tinggi trauma sekunder akibat
tidak optimalnya cara mobilisasi. Tindakan dekompresi dan stabilisasi servikal pada
pasca bedah menimbulkan port de entree luka pasca bedah risiko tinggi infeksi.

5. Manifestasi klinis:
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan penyakit TB yang lain, yaitu
badan lemah dan lesu, nafsu makan dan berat badan yang menurun, suhu tubuh
meningkat terutama pada malam hari, dan sakit pada daerah punggung. Pada anak kecil
biasanya diikuti dengan sering menangis dan rewel.
Pada awal gejala dapat dijumpai adanya nyeri radikuler di sekitar dada atau perut,
kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun kian memberat. Kemudian
muncul adanya spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks babinski bilateral. Pada
stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum
terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,
terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya
destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk
akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun
nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis
(gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti
yang sudah disebutkan di atas. (Harsono, 2003)

6. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium
2) Uji mantoux positif
3) Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
5) Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelPemeriksaan Radiologis
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
2) Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada di korpus tersebut
3) Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan
sumsum tulang
4) Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi,
skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
5) Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis
tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf.

7. Penatalaksanaan:
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott adalah:
a. Pemberian obat antituberkulosis
b. Dekompresi medulla spinalis
c. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
d. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:


a. Terapi konservatif berupa:
1) Tirah baring (bed rest)
2) Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
3) Memperbaiki keadaan umum penderita
4) Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
a) Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap:
(1) Tahap 1:
Rifampisin 450 mg + Etambutol 750 mg + INH 300 mg + Pirazinamid 1500
mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
(2) Tahap 2:
Rifampisin 450 mg + INH 600 mg. Diberikan 3 kali seminggu (intermitten)
selama 4 bulan (54 kali).
b) Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk
penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu:
(1) Tahap I
Streptomisin 750 mg + INH 300 mg + Rifampisin 450 mg + Pirazinamid
1500mg + Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari. Untuk
Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3
bulan (90 kali).
(3) Tahap 2
INH 600 mg + Rifampisin 450 mg + Etambutol 1250 mg. Obat ini diberikan 3
kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita


bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis
berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya
union pada vertebra.

b. Terapi operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
a) Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap
spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b) Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
c) Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun
pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla
spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita


tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan
penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi
tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
a) Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi
resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar
dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
(1) Debrideman fokal
(2) Kosto-transveresektomi
(3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
b) Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
(1) Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
(2) Laminektomi
(3) Kosto-transveresektomi
(4) Operasi radikal
(5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
c) Kifosis
Operasi pada pasien kifosis dilakukan dengan 2 cara:
(1) Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis
mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan
operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.
(2) Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc
tulang belakang yang disebut total treatment.

Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya
sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan
TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa
deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita
dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.

8. Komplikasi:
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s paraplegia. Pada
stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia disebabkan oleh tekanan
ekstradural pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis
dan jika Pott’s paraplegia muncul pada stadium lanjut spondilitis TB maka itu
disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang
(ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal
ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra
lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang
merupakan cold abcess.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
a. Identitas klien meliputi
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung
bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat
dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan
tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu
makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan
penurunan berat badan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului
dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu
hidajat, 1997 : 20).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya
adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita
penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
menular tersebut.
e. Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan
sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan
terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga
emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
f. Pola - pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi
persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua
klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah
persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya
riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang
mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan
amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat,
sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman,
et al 1994 : 144)
3) Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke
kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya
penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK
harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien
tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
4) Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta
penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi
aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik
tersebut.
5) Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan
istirahat.
6) Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak
mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga
ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan
interpersonal.
7) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk
tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
8) Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi
komplikasi paraplegi.
9) Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu
untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih
sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari
tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
10) Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya ,
akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa
stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah,
maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan
kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai
penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.

2. Diagnosa Keperawatan.
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot berhubungan dengan adanya peradangan
sendi.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan struktur tubuh
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah.

3. Rencanaan Keperawatan.
a. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
Tujuan; Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
Kriteria hasil;
1. Klien dapat ikut serta dalam program latihan
2. Mencari bantuan sesuai kebutuhan
3. Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Rencana tindakan;
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
R/; Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
2. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
R/; Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
3. Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
a) Mattress
b) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang
tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
R/; Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata..
4. mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
a) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok )
maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan
kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
b) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.
c) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
R/; Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal
5. monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
R/; Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
6. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
R/; Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
7. Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
R/; Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
8. Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping :
bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
R/; Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat
menimbulkan efek samping.

b. Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan
sendi.
Tujuan; Rasa nyaman terpenuhi, Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil;
1. klien melaporkan penurunan nyeri
2. menunjukkan perilaku yang lebih relaks
3. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di pelajari dengan peningkatan
keberhasilan.
Rencana tindakan ;
1. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah
yang baru.
R/; Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien
sendiri.
2. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
R/; Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya
terhadap nyeri klien.
3. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
R/; Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
4. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan
rasa nyaman.
R/; Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang
sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
5. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
R/; Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri
atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

c. Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.


Tujuan; Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping
yang adaptif.
Kriteria hasil; Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan
keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
Rencana tindakan;
1. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus
mendengarkan dengan penuh perhatian.
R/; meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan
dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
2. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
R/; Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
3. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman
serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body
image.
R/; Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif
dan tidak merasa rendah diri.
d. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan; Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
Kriteria hasil;
1. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
2. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
3. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan,
dan gejala kemajuan penyakit.
Rencana tindakan ;
1. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya
2. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
3. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
4. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
5. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
WOC

Invasi hematogen ke korpus dekat diskus invertebra daerah servikal

Gangguan Citra
Tubuh
Kerusakan dan penjalaran ke vertebra yang berdekatan

Perubahan struktur vertebra servikalis

Kurang
Kompresi diskus dan Spasme Otot Pembentukan abses Pengetahuan
kompresi radiks saraf di faringeal
sisinya
kekakuan leher
Nyeri tenggorokan
Tindakan dekompresi dan dan gangguan
stabilisasi Nyeri menelan

Port de entree Ketidak seimbangan


nurisi : Kurang dari
Gangguan kebutuhan
Resiko tinggi Infeksi
Mobilitas Fisik

Anda mungkin juga menyukai