Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
setiap tahun terdapat lebih dari 8 juta kasus baru tuberkulosa dan lebih kurang
3 juta orang meninggal akibat penyakit ini. Tuberkulosis sering dijumpai di
daerah dengan penduduk yang padat, sanitasi yang buruk dan malnutrisi.
Walaupun manifestasi tuberkulosis biasanya terbatas pada paru, penyakit ini
dapat mengenai organ apapun, seperti tulang, traktus genitourinarius dan
sistem saraf pusat.
Percival Pott pertama kali menguraikan tentang tuberkulosa pada
kolumna spinalis pada tahun 1779. Destruksi pada diskus dan korpus vertebra
yang berdekatan, kolapsnya elemen spinal dan kifosis berat dan progresif
kemudian dikenal sebagai Pott’s disease. Walaupun begitu tuberkulosa spinal
telah diidentifikasi pada mumi di Mesir sejak 3000 tahun sebelum masehi
dengan lesi skeletal tipikal dan analisis DNA. Spondilitis tuberkulosa
memiliki distribusi di seluruh dunia dengan prevalensi yang lebih besar pada
negara berkembang. Tulang belakang adalah tempat keterlibatan tulang yang
paling sering, yaitu 5-15% dari seluruh pasien dengan tuberkulosis.
Berdasarkan laporan WHO (2015) kasus baru TB di dunia lebih dari 8
juta per tahun. Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Indonesia adalah penyumbang terbesar ketiga
setelah India dan China yaitu dengan penemuan kasus baru 583.000 orang
pertahun, kasus TB menular 262.000 orang dan angka kematian 140.000
orang pertahun.1,3 Kejadian TB ekstrapulmonal sekitar 4000 kasus setiap
tahun di Amerika, tempat yang paling sering terkena adalah tulang belakang
yaitu terjadi hampir setengah dari kejadian TB ekstrapulmonal yang
mengenai tulang dan sendi. Di Indonesia prevalensi tuberkulosis mencapai
647 per 100.000 penduduk, dan sekitar 10 persennya merupakan tuberkulosis
ekstra paru. Satu hingga lima persen penderita tuberkulosis mengalami TB
osteoartikuler, dan separuhnya adalah spondilitis tuberkulosis. Di Rumah
Sakit Umum Kabupaten Tangerang pada 2019 ini di temukan kasus
spondilitis TB sekitar 15-20%.
Jika spondilitis TB sudah berkembang mengenai sistem saraf,
kemungkinan akan ada gangguan saraf yang mempengaruhi organ tubuh dan
menyebabkan kelumpuhan. Penderita spondilitis TB yang kurang
pengetahuan akan mengalami tirah baring cukup lama dan menimbulkan
masalah lain yaitu ulkus dekubitus. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia pun
akan terganggu. Manusia sebagai makhlukholistik merupakan makhlukyang
utuh atau paduan dari unsur biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Sebagai
makhlukbiologis, manusia tersusun atas sistem organ tubuh yang digunakan
untuk mempertahankan hidupnya, mulai dari lahir, tumbuh kembang, hingga
meninggal. Sebagai makhlukpsikologis, manusia mempunyai struktur
kepribadian, tingkah laku sebagai manifestasi kejiwaan, dan kemampuan
berpikir serta kecerdasan. Sebagai makhluksosial, manusia perlu hidup
bersama orang lain, saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan dan
tuntutan hidup, mudah dipengaruhi kebudayaan, serta dituntut untuk
bertingkah laku sesuai dengan harapan dan norma yang ada. Sebagai
makhlukspiritual, manusia memiliki keyakinan, pandangan hidup, dan
dorongan hidup yang sejalan dengan keyakinan yang dianutnya (Kasiati &
Rosmalawati, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Pada penderita spondilitis TB yang mengalami kelumpuhan serta tirah
baring cukup lama akan menimbulkan masalah lain yaitu ulkus dekubitus.
Sehingga pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan biopsikososio-spiritual
dengan maksimal. Oleh Sebab Itu, kami memberikan asuhan keperawatan
pada pasien spondilitis TB disertai ulkus dekubitus grade iv dengan
pemenuhan kebutuhan dasar teori Handerson.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien spondilitis TB
disertai ulkus dekubitus grade iv dengan pemenuhan kebutuhan dasar
teori Handerson di RSU Kabupaten Tangerang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Anatomi Fisiologi Tulang Belakang.
2. Mengetahui Definisi Spondilitis TB.
3. Mengetahui Etiologi Spondilitis TB.
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Spondilitis TB.
5. Mengetahui Patofisologi Spondilitis TB.
6. Mengetahui Definisi Dekubitus.
7. Mengetahui Klasifikasi Dekubitus.
8. Mengetahui Teori Handerson serta Etika Keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi


1. Tulang Belakang
Tulang Belakang secara medis dikenal sebagai columna vertebralis
(Malcolm, 2002). Rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur
yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang
belakang. Diantara setiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan
tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa
mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24
buah diantaranya adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian
hari menyatu menjadi sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah (Pearce, 2006).
Tulang vertebra merupakan struktur komplek yang secara garis besar
terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum
longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posteriortersusun
atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan
spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna
vertebrae. Bagian posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan
dengan sendi apofisial (faset). Stabilitas vertebra tergantung pada
integritas korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis
jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif) (Pearce,
2006). Vertebra dikelompok kan dan dinamai sesuai dengan daerah yang
ditempatinya, yaitu:
a. Vertebra Servikal
Vertebra servikal terdiri dari tujuh tulang atau ruas tulang leher,
ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Ruas tulang leher pada
umumnya mempunyai ciri badanya kecil dan persegi panjang, lebih
panjang ke samping daripada ke depan atau ke belakang. Lengkungnya
besar, prosesus spinosus atau taju duri ujungnya dua atau bivida.
Prosesus transverses atau taju sayap berlubang-lubang karena banyak
foramina untuk lewatnya arteri vertebralis (Pearce, 2006).
b. Vertebra Torakalis
Vertebra torakalis terdiri dari dua belas tulang atau nama lainnya
ruas tulang punggung lebih besar dari pada yang servikal dan disebelah
bawah menjadi lebih besar. Ciri khasnya adalah badannya berbentuk
lebar lonjong dengan faset atau lekukan kecil disetiap sisi untuk
menyambung iga, lengkungnya agak kecil, taju duri panjang dan
mengarah kebawah, sedangkan taju sayap yang membantu mendukung
iga adalah tebal dan kuat serta memuat fasetpersendian untuk iga
(Pearce, 2006).
c. Vertebra Lumbalis
Vetebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya
adalah ruas tulang pinggang, luas tulang pinggang adalah yang terbesar.
Taju durinya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Taju sayapnya
panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dan sakrum pada
sendi lumbo sacral (Pearce, 2006).
d. Vertebra Sakralis
Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya
adalah tulang kelangkang. Tulang kelangkang berbentuk segi tiga dan
terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua
tulang inominata. Dasar dari sakrum terletak di atas dan bersendi
dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral
yang khas.Tapi anterior dari basis sakrum membentuk promontorium
sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebra. Dinding
kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Taju duri
dapat dilihat pada pandangan posterior dan sakrum.
e. Vertebra Koksigeus
Vertebra Koksigeus nama lainnya adalah tulang tungging. Tulang
tungging terdiri dari empat atau limavertebra yang rudimenter yang
bergabung menjadi satu (Pearce, 2006). Fungsi dari kolumna vertebralis
atau rangkaian tulang belakang adalah bekerja sebagai pendukung
badan yang kokoh sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan
perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungannya
memberi fleksibilitas dan memungkinkan membengkok tanpa patah.
Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila
menggerakan berat seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan
demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung terhadap
goncangan. Gelang panggul adalah penghubung antara badan dan
anggota bawah. Sebagian dari kerangka axial, atau tulang sakrum dan
tulang koksigeus, yang letaknya terjepit antara dua tulang koxa, turut
membentuk tulang ini. Dua tulang koxa itu bersendi satu dengan
lainnya di tempat simfisis pubis (Pearce, 2006).

2. Artikulasio
Permukaan atas dan bawah korpus dilapisi oleh kartilago hialin dan
dipisahkan oleh discus intervertebralis dan fibroblastilaginosa. Tiap discus
memiliki anulus fibrosus di perifer dan nukleus pulposus yang lebih lunak
di tengah yang terletak lebih dekat ke bagian belakang daripada bagian
depan discus. Nukleus pulpsus kaya akanglikosaminoglikan sehingga
memiliki kandungan air yang tinggi, namun kandungan air ini berkurang
dengan bertambahnya usia. Kemudian nukleus bisa mengalami hernia
melalui anulus fibrosus, berjalan ke belakang (menekan medula spinalis)
atau ke atas (masuk ke korpus vertebralis–nodus Schmorl). Diskus
vertebra lumbalis dan servikalis paling tebal, karena ini paling banyak
bergerak (Faiz dan Moffat, 2004). Persendian pada korpus vertebra adalah
symphysis (articulationcartilaginosa sekunder) yang dirancang untuk
menahan berat tubuh dan memberikan kekuatan. Permukaan yang
berartikulasio pada vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh diskus IV
dan ligamen. Discus IV menjadi perlengketan kuat di antara korpus
vertebra, yang menyatukannya menjadi kolummna semirigid kontinudan
membentuk separuh inferoir batas anterior foramen IV. Pada agregat,
discus merupakan kekuatan (panjang) kolumna vertebralis. Selain
memungkinka gerakan di antara vertebra yang berdekatan, deformabilitas
lenturnya memungkinkan discus berperan sebagai penyerap benturan
(Moore dan Dalley, 2013).

3. Ligamentum Vertebra
Lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligamen-ligamen yang berada di
lumbal. Berikut adalah sistem ligamenyang ada pada vertebra lumbal :
a. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah ligamen
longitudinal anterior. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator pasif
pada saat gerakan ekstensi lumbal dan merupakan ligamen yang tebal
dan kuat.
b. Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamen yang berperan
sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini
mengandung serabut saraf afferent nyeri sehingga bersifat sensitif dan
banyak memiliki sirkulasi darah.
c. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin
lebih banyak daripada serabut kolagen jika dibandingkan dengan
ligamen lainnya di vertebra. Ligamen flavum memiliki fungsi dalam
mengontrol gerakan fleksi lumbal.
d. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakanligamen yang
berperan dalam gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal
merupakan ligamen yang berfungsi untuk mengontrol gerakan
lateralfleksi pada daerah lumbal kearah kontralateral (Anshar dan
Sudaryanto, 2011).

4. Otot – otot Vertebra Lumbal


a. Erector spine
Merupakan kelompok otot yang luas dan terletak dalam facia
lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista
illiaca dan procesus spinosus thoraco lumbal.
b. Abdominal
Merupakan kelompok otot ekstrinsik yang membentuk dan
memperkuat dindingabdominal. Ada 4 otot abdominalyang penting
dalam fungsi spine, yaitu M. rectus abdominis, M. obliqus external, M.
obliqusinternal dan M. transversalis abdominis (global muscle).
Kelompok otot ini merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan
berperan dalam mendatarkan kurva lumbal.Di samping itu M. obliqus
internal dan external berperan pada rotasi trunk (Ansar dan Sudaryanto,
2011).
c. Deep Lateral Muscle
Merupakan kelompok otot intrinstik pada bagian lateral lumbal
yang terdiri dari Musculus Quadratus Lumborum dan Musculus Psoas,
kelompok otot ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal
(Ansar dan Sudaryanto, 2011).

2.2 Definisi Spondilitis


Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal dengan sebutan Spondilitis TB
merupakan kejadian TB ekstrapulmonal ke bagian tulang belakang tubuh
(Brunner, Suddart, & Smeltzer, 2008). Spondilitis TB merupakan infeksi
tulang belakang yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Paramarta
et al., 2008). Tulang belakang tubuh manusia terdri dari 7 ruas cervikal, 12
ruas thorakal, 5 ruas lumbal dan 5 ruas sakrum (Bono & Garfin, 2004). Pada
masing-masing ruas tulang belakang terdiri rangkaian saraf spinal yang
mengatur sistem kerja beberapa bagian tubuh lain (Brunner, Suddart, &
Smeltzer, 2008). Lokalisasi yang paling sering terjadi yaitu pada daerah
vertebra torakal bawah dan daerah lumbal (T8-L3), kemudian daerah torakal
atas, servikal dan daerah sakrum (Garfin & Vaccaro, 1997 dalam Moesbar
2006).
Ruas tulang belakang mengatur sistem kerja pada bagian tubuh lain. Ruas
servikal mengatur kerja melebar dan mengerutkan mata dan pengeluaran air
liur serta ekstremitas (Bono & Garfin, 2004). Ruas thorakal berfungsi
mengatur mengerutkan bronkiolus, mempercepat dan melambatkan denyut
jantung dan meningkatkan sekresi asam lambung (Vaccaro & Albert, 2009).
Ruas lumbal mengatur menurunkan dan meningkatkan gerak peristaltik usus
(Bono & Garfin, 2004). lima ruas sakrum mengatur dalam pengosongan
kandung kemih (Vaccaro & Albert, 2009).

2.3 Etiologi Spondilitis


Pada individu sehat respons imun selular sudah mengandung basil ini
tapi tidak melakukan eradikasi (Williams, 2012). Penyebaran infeksi
tuberkulosis akan menyebabkan inflamasi pada paradiskus, terjadi hyperemia,
edema sumsum tulang belakang dan osteoporosis. Destruksi tulang terjadi
progresif, akibat lisis jaringan tulang di bagian anterior, serta adanya iskemi
sekunder, periartritis dan endarteritis, akan menyebabkan kolapsnya bagian
tersebut. Hal ini akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk
menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan
sendi intervertebral dengan lengkung saraf posterior yang tetap intak, jadi
akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresivitasnya (angulasi
posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra
yang terlibat yang sering disebut sebagai gibbus.

2.4 Manifestasi Klinis Spondilitis


Bila sudah timbul deformitas, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa
penyakit ini sudah meluas. Di regio torakal kifosis tampak nyata karena
adanya kurvatura dorsal yang normal; di area lumbar hanya tampak sedikit
karena adanya normal lumbar lordosis di mana sebagian besar dari berat
badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi parsial kolaps;
sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun
tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan
melalui prosesus artikular. Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio
torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas
rongga dada berupa barrel chest. Abses dingin (cold abscess) dibentuk dari
koleksi produk pencairan dan eksudatif reaktif. Abses dingin sebagian besar
berisi serum, lekosit, material kaseosa, debris tulang dan basil tuberkel. Cold
abscess terbentuk jika infeksi telah menyebar ke otot psoas atau jaringan ikat
sekitarnya. Pembentukan abses paravertebral terjadi pada hampir setiap
kasus. Dengan kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi
tuberkulosa, bahan perkejuan dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan
menonjol keluar melalui korteks dan berakumulasi di bawah ligamentum
longitudinal anterior. Cold abscesss ini kemudian berjalan sesuai dengan
pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan tampak secara
eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya (Sato, 2012).

2.5 Patofisiologi Spondilitis


Respons awal berkembangnya bakteri adalah di jaringan
retikuloendotelial dari jaringan skeletal, dengan ditandai adanya akumulasi
dari sel-sel polimorfonuklear yang segera digantikan oleh sel mononuklear
(makrofag dan monosit), yang merupakan sel fagositik kuat dari sistem
retikuloendotelial. M. tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernapasan dan saluran cerna dengan perjalanan infeksi berlangsung
dalam 4 fase:
1) Fase primer, Basil masuk melalui saluran pernapasan sampai ke alveoli. Di
dalam jaringan paru timbul reaksi radang yang melibatkan sistem imun
tubuh dan membentuk afek primer. Bila basil terbawa ke kelanjar limfe
dihilus akan timbul limfadenitis primer, suatu granuloma sel epiteloid dan
nekrosis perkejuan. Afek primer dan limfadenitis ini disebut kompleks
primer.
2) Fase Miliar, Kompleks primer mengalami penyebaran miliar, yaitu sebuah
penyebaran hematogen yang menimbulkan infeksi di seluruh paru dan
organ lain. Fase ini dapat berlangsung terus sampai menimbulkan
kematian, mungkin juga dapat sembuh sempurna atau menjadi laten atau
dorman.
3) Fase Laten, Kompleks primer ataupun reaksi radang di tempat lain dapat
mengalami resolusi dengan pembentukan jaringan parut sehingga basil
menjadi dorman. Fase ini terjadi pada semua organ selama bertahun-tahun.
Bila terjadi perubahan pertahanan tubuh maka kuman dorman dapat
mengalami reaktivasi.
4) Fase reaktivasi, Fase ini dapat terjadi di paru atau diluar paru. Reaktivasi
sarang infeksi dapat menyerang berbagai organ selain paru yaitu ginjal,
kelenjar limfe, tuba, tulang, otak, kelenjar adrenal, saluran cerna dan
kelenjar mammae.
Perjalanan infeksi pada vertebra melalui 2 jalur utama yaitu arteri
dan vena, serta jalur tambahan. Jalur utama berlangsung secara sistemik
mengalir sepanjang arteri ke perifer masuk ke dalam korpus vertebra,
berasal dari arteri segmental lumbal yang memberikan darah ke separuh
dari korpus yang berdekatan, di mana setiap korpus diberi nutrisi oleh 4
buah arteri. Di dalam korpus ini berakhir sebagai end artery sehingga
perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai di daerah paradiskus.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, yaitu sebuah anyaman vena
epidural dan peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus
Batson pada daerah perivertebral. Pleksus ini beranastomosa dengan
pleksuspleksus pada dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal dan
pelvis. Jika terjadi aliran balik akibat perubahan tekanan pada dinding
dada dan abdomen maka basil dapat ikut menyebar. Jalur ketiga adalah
penyebaran perkontinuitatum dari abses paravertebral yang telah
terbentuk, dan menyebar sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan
posterior ke korpus vertebra yang berdekatan.

2.6 Definisi Dekubitus


Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan
yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan,
pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP,
2014). Sedangkan menurut Perry et al, (2012) dekubitus adalah luka pada
kulit dan atau jaringan dibawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya
penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan
dengan gaya geser dan atau gesekan.

2.7 Klasifikasi Dekubitus


National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2014 membagi
derajat dekubitus menjadi enam dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Derajat I : Nonblanchable Erythema
Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan
tanda-tanda akan terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang
normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi
jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal atau
nyeri). Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap, sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan
kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Cara untuk
menentukan derajat I adalah dengan menekan daerah kulit yang merah
(erytema) dengan jari selama tiga detik, apabila kulitnya tetap berwarna
merah dan apabila jari diangkat juga kulitnya tetap berwarna merah.
2. Derajat II : Partial Thickness Skin Loss
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial dengan warna dasar luka
merah-pink, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
Derajat I dan II masih bersifat refersibel.
3. Derajat III : Full Thickness Skin Loss
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada
fasia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. Disebut sebagai “typical
decubitus” yang ditunjukkan dengan adanya kehilangan bagian dalam
kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon dan tulang. Slough
mungkin tampak dan mungkin meliputi undermining dan tunneling.
4. Derajat IV : Full Thickness Tissue Loss
Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang,
tendon atau otot. Slough atau jaringan mati (eschar) mungkin ditemukan
pada beberapa bagian dasar luka (wound bed) dan sering juga ada
undermining dan tunneling. Kedalaman derajat IV dekubitus bervariasi
berdasarkan lokasi anatomi, rongga hidung, telinga, oksiput dan
malleolar tidak memiliki jaringan subkutan dan lukanya dangkal. Derajat
IV dapat meluas ke dalam otot dan atau struktur yang mendukung
(misalnya pada fasia, tendon atau sendi) dan memungkinkan terjadinya
osteomyelitis. Tulang dan tendon yang terkena bisa terlihat atau teraba
langsung.
5. Unstageable : Depth Unknown
Kehilangan jaringan secara penuh dimana dasar luka (wound bed)
ditutupi oleh slough dengan warna kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan
atau jaringan mati (eschar) yang berwarna coklat atau hitam didasar luka.
slough dan atau eschar dihilangkan sampai cukup untuk melihat
(mengexpose) dasar luka, kedalaman luka yang benar, dan oleh karena itu
derajat ini tidak dapat ditentukan.
6. Suspected Deep Tissue Injury : Depth Unknown
Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena
luka secara terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh)
yang berisi darah karena kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari
tekanan dan atau adanya gaya geser. Lokasi atau tempat luka mungkin
didahului oleh jaringan yang terasa sakit, tegas, lembek, berisi cairan,
hangat atau lebih dingin dibandingkan dengan jaringan yang ada di
dekatnya. Cidera pada jaringan dalam mungkin sulit untuk di deteksi
pada individu dengan warna kulit gelap. Perkembangan dapat mencakup
blister tipis diatas dasar luka (wound bed) yang berkulit gelap. Luka
mungkin terus berkembang tertutup oleh eschar yang tipis.
2.8 Teori Keperawatan Menurut Virginia Handerson
“Tugas unik perawat adalah membantu individu baik dalam keadaan
sakit maupun sehat melalui upaya melaksanakan berbagai aktivitas guna
mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses meninggal
dengan damai, yang dilakukan secara mandiri oleh individu saat ia memiliki
kekuatan, kemampuan, kemauan, atau pengetahuan untuk itu”. Ia
mengemukakan teori tersebut dikarenakan keyakinan dan nilai yang ia
percaya yaitu manusia, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan. Selain itu ia
juga mengatakan dalam mendefinisikan tentang keperawatan harus
memikirkan keseimbangan fisiologisnya.
Handerson menguhubungkan hal-hal tersebut dengan kegiatan sehari-hari
dan ia juga memberikan gambaran tentang bagaimana tugas perawat harus
bisa mengkaji, menganalisis dan mengobservasi untuk bisa memberikan
dukungan dalam kesehatan dan proses penyembuhan atau pemulihan dengan
demikian individu tersebut mendapatkan kembali kemandirian dan kebebasan
yang merupakan tujuan mendasar dari teori tersebut. Ia juga berpendapat
dalam sudut Epistemologi karakteristik ilmu keperawatan, manusia adalah
makhluk yang unik, dan tidak ada yang memiliki kebutuhan dasar yang sama
dalam pemenuhannya memerlukan bantuan orang lain (Asmadi, 2008).
a. Manusia
Handerson melihat manusia individu yang mengalami
perkembangan rentang kehidupan yang dalam meraih kesehatan,
kebebasan, dan kematian yang damai membutuhkan orang lain. Ia melihat
bahwa pikiran dan tubuh manusia adalah satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan. Oleh sebab itu ia membagi kebutuhan dasar manusia menjadi
14 komponen penanganan perawatan, dimana kebutuhan dasar manusia itu
di klasifikasikan menjadi 14 kategori yaitu komponen kebutuhan biologis,
psikologis, sosiologis dan spiritual. Diantaranya yaitu :
a) Biologis
- Bernapas secara normal
- Makan dan minum dengan cukup
- Membuang kotoran tubuh
- Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan
- Tidur dan istirahat
- Memilih pakaian yang sesuai
- Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan
menyesuaikan pakaian dan mengubah lingkungan
- Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta melindungi
integument
- Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai
b) Psikologis
- Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi,
kebutuhan, rasa takut atau pendapat
- Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang
menuntun pada perkembangan normal dan kesehatan serta
menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia
c) Sosiologi
- Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi
- Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi
d) Spiritual
- Beribadah sesuai dengan keyakinan

2.9 Prinsip Etika Keperawatan


Etika keperawatan adalah norma-norma yang dianut perawat dalam
bertingkah laku dengan pasien, keluarga, kolega atau tenaga kesehatan
lainnya disuatu pelayanan keperawatan yang bersifat professional. Perilaku
etik akan dibentuk oleh nilai-nilai dari pasien, perawat dan interaksi sosial
dalam lingkungan (Suhaemi, 2004). Ada 8 prinsip etika keperawatan yang
wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada
individu, kelompok/keluarga dan masyarakat, diantaranya :
1. Autonomy (Autonomi)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mempu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri.
2. Beneficience (Berbuat Baik)
Prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan hal yang baik dengan
begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan.
3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat
bekerja untuk terapi yang benar sesuai hokum, standar praktik dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4. Non-Malaficience (Tidak Merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
5. Veracity (Kejujuran)
Nilai ini bukan Cuma dimilki oleh perawat namun harus dimiliki oleh
seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang
diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan
dasar membina hubungan saling percaya.
6. Fidelity (Menepati Janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan
penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen
menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Dokumentasi tentang klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan
dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan harus dihindari.
8. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda
terkecuali.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
BIODATA PASIEN
1. Nama :L
2. Umur : 25 - 02 - 1993
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. No. Register : 00236626
5. Alamat : Kp. Pangkalan Rt 004 / 001
6. Status : Istri
7. Keluarga terdekat : Suami dan Kakak
8. Diagnosa Medis : Spondilitis TB, dengan ulkus dekubitus grade IV
1. ANAMNESE
A. Keluhan Utama ( Alasan MRS ) :
Saat Masuk Rumah Sakit : Pasien datang ke Rumah sakit dengan
keluhan kedua kakinya tidak dapat digerakan dan merasa nyeri pada
bagian luka yang ada pada tubuhnya, pasien mengatakan sudah sebulan
lebih kakinya tidak dapat digerakan dan hanya dapat terbaring ditempat
tidurnya saja.
Saat Pengkajian : Dari hasil observasi di didapatkan
terdapat luka pada daerah punggung bawah, hasil luas luka ± 4-5 cm
dengan kedalaman luka 3 cm, klien tampak terbaring lemah dan lemas.
Hasil pengkajian TTV : TD : 110/80 mmHg, N : 88 x / menit, S : 36,1o C,
RR : 18 x/menit, kesadaran compos mentis.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga di bawa
ke RS secara lengkap meliputi ( PQRST ) :
Pasien datang ke Rumah sakit dengan keluhan kedua kakinya tidak dapat
digerakan dan merasa nyeri pada bagian lukanya tersebut, pasien
mengatakan sudah sebulan lebih kakinya tidak dapat digerakan dan hanya
dapat terbaring ditempat tidurnya saja. pasien telah mengalami operasi
caesarea pada kehamilan anak pertamanya, pasca satu bulan setelah
melahirkan pasien mengalami nyeri pada bagian perut nya, nyeri dirasakan
sampai pinggang belakang. Pasien sudah melakukan pemeriksaan ke
Rumah sakit yang menangani proses persalinan anak nya dahulu, setelah
berobat nyeri tersebut hilang. Pasien mengatakan tidak ada gejala apapun
yang dirasakan pada kakinya sebelumnya, ia hanya mengatakan
sebelumnya kakinya sempat merasa mati rasa selama tiga hari dan tidak
memberitahu pada keluarga. Setelah kejadian tersebut kedua kaki pasien
tidak dapat digerakan sama sekali. Sehingga pasien hanya dapat terbaring
saja di tempat tidur dan semua aktifitasnya dibantu oleh keluarganya.
a. P = Provoking atau Paliatif : Nyeri karena bekas operasi
b. Q = Quality : Seperti tersayat - sayat
c. R = Regio : Punggug atas - bawah
d. S = Severity : 5
e. T = Time : Hilang timbul
C. Riwayat Penyakit Yang Lalu :
Pasien pernah mengalami post operasi caesarea pada anak pertamanya
D. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit di keluarga

2. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi :
No Pemenuhan Di Rumah Di Rumah Sakit
Makan/Minum
1 Jumlah / Waktu Pagi : 09.00 Pagi : 08.00
Siang : 13.00 Siang : 13.00
Malam : 19.30 Malam : 19.00

2 Jenis Nasi : Putih Nasi : Putih


Lauk : Ayam, telur, Lauk : Ayam, telur,
ikan, tempe, tahu. ikan, tempe, tahu.
Sayur : Bayam, Sayur : Buncis,
kangkung bayam, sop.
Minum : Air putih Minum/ Infus : Air
putih, dan cairan infus
Ringer laktat
3 Pantangan Pasien tidak memiliki Pasien tidak memiliki
pantangan dalam makan pantangan dalam
makan
4 Kesulitan Pasien tidak memiliki Pasien tidak memiliki
Makan / Minum kesulitan dalam makan kesulitan dalam
dan minum makan dan minum
5 Usaha-usaha Pasien tidak memiliki Pasien tidak memiliki
mengatasi pantangan dan kesulitan pantangan dan
masalah dalam makan dan kesulitan dalam
minum makan dan minum

b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Di Rumah Di Rumah Sakit
Eliminasi BAB /BAK
1 Jumlah / Waktu Pagi : 06.00 Pagi : 08.00
Siang : tidak bab Siang : 16.00

Malam : 20.00 Malam : 20.00


2 Warna Kuning kecoklatan Merah kecoklatan
3 Bau Amoniak Amoniak
4 Konsistensi Lunak Lunak
5 Masalah Eliminasi Tidak ada masalah Tidak ada masalah
dalam eliminasi dalam eliminasi
6 Cara Mengatasi Tidak ada masalah Tidak ada masalah
Masalah dalam eliminasi dalam eliminasi

c. Pola istirahat tidur


No Pemenuhan Istirahat Di Rumah Di Rumah Sakit
Tidur
1 Jumlah / Waktu Pagi : tidak tidur Pagi : tidak tidur
Siang : 13.00 Siang : 14.00
Malam : 21.00 Malam : 22.00
2 Gangguan Tidur Tidak ada masalah Tidak ada masalah dalam
dalam tidur tidur
3 Upaya Mengatasi Tidak ada kesulitan Tidak ada kesulitan
Gangguan tidur untuk tidur untuk tidur
4 Hal Yang Memper- Berdo’a sebelum tidur Berdo’a sebelum tidur
mudah Tidur
5 Hal Yang Memper- Tangisan anaknya, dan lingkungan yang berisik
mudah bangun lingkungan yang berisik

d. Pola kebersihan diri / Personal Hygiene :


No Pemenuhan Personal Di Rumah Di Rumah Sakit
Hygiene
1 Frekuensi Mencuci
2x1 Belum pernah
Rambut
2 Frekuensi Mandi 2 x1 1x1
3 Frekuensi Gosok Gigi 2x1 2x1
4 Keadaan Kuku Bersih dan tidak Bersih dan tidak
panjang panjang

e. Aktivitas Lain
No Aktivitas Yang Di Rumah Di Rumah Sakit
Dilakukan
1. IRT Mengurus suami dan Berdo’a dan mengobrol
anaknya dengan keluarga

f. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


a. Latar belakang social, budaya dan spiritual klien
Kegiatan kemasyarakatan : Sebagai IRT saja
Konflik social yang dialami klien : Pasien tidak memiliki konflik
dilingkungan rumahnya
Ketaatan klien dalam menjalankan agamanya : Menjalankan sholat
5 waktu dengan tepat waktu dan berdzikir
Teman dekat yang senantiasa siap membantu : Suami dan Kakak
kandung
b. Ekonomi
Siapa yang membiayai perawatan klien selama dirawat :
Ditanggung oleh BPJS kesehatan
Apakah ada masalah keuangan dan bagaimana mengatasinya :
Pasien mengatkan tidak ada masalah yang serius dalam hal
keuangan selama perawatan di rumah sakit.

3. PEMERIKSAAN FISIK
A. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
a. Tensi : 120/80 mmHg e. BB : 54 Kg
b. Nadi : 89 x/ menit f. TB : 158 cm
c. RR : 20 x/ menit Setelah dihitung berdasarkan Borbowith

d. Suhu : 36,8oC Pasien termasuk : ( Kurus / Ideal / Gemuk )

B. KEADAAN UMUM
Klien tampak terbaring lemah dan lemas, hasil nilai GCS : Compos Mentis

C. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU


1. Integument
Inspeksi : Adakah lesi ( ++/ - ), Jaringan parut ( ++/ - )
Warna Kulit : Putih
Bila ada luka bakar lokasi : -
Palpasi : Tekstur (halus/
Halus /kasar ), Turgor / Kelenturan (( baik
Bai /
/jelek)
Struktur ( keriput /tegang ), Lemak subcutan ( tebal / tipis ),
Nyeri tekan ( ++ / - ) pada daerah : punggung atas, bawah dan di kedua
kaki
Identifikasi luka / lesi pada kulit
1. Tipe Primer
Makula ( + / -- ), Papula ( + / -- ) Nodule ( + / -- ) Vesikula ( + / -- )
2. Tipe Sekunder
Pustula ( ++/ - ), Ulkus ( ++ / - ), Crusta ( ++ / - ), Exsoriasi ( ++ / - ),
Sear ( + / -- ), Lichenifikasi ( ++/ - )
Kelainan- kelainan pada kulit :
Naevus Pigmentosus ( + / -- ), Hiperpigmentasi ( ++ / - ),
Vitiligo/Hipopigmentas (+ / - ), Tatto ( + / -- ), Haemangioma ( + / -- ),
Angioma/toh ( + / -- ), Spider Naevi ( ++ / - ), Strie ( +- / - )

2. Pemeriksaan Rambut
a. Ispeksi dan Palpasi :
Penyebaran (merata / tidak), Bau + rontok ( + / -- ), warna Hitam
Alopesia ( + / -- ), Hirsutisme ( + / -- )

3. Pemeriksaan Kuku
a. Inspeksi dan palpasi, warna merah muda, bentuk oval dan kebersihan
kuku bersih

4. Keluhan yang dirasakan oleh klien yang berhubungan dengan


Px. Kulit : Adanya ulkus dibagian punggung belakang bawah dan di
kedua kaki

D. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER


1. Pemeriksaan Kepala
a. Inspeksi : bentuk kepala (dolicephalus/lonjong,
Brakhiocephalus/bulat ), kesimetrisan ( +- / - ).Hidrochepalus(+/ - - ),
Luka ( + / -- ), darah (+ /-),
- Trepanasi (+ -/ - ).
b. Palpasi : Nyeri tekan ( + / -- ), fontanella / pada bayi (cekung /
tidak)
2. Pemeriksaan Mata
a. Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + +/ - )
Ekssoftalmus ( + / -- ), Endofthalmus ( + / -- )
b. Kelopak mata / palpebra : oedem ( + / -- ), ptosis ( + / -- ),
peradangan (+ / --) luka( + / -- ), benjolan ( + / -- )
c. Bulu mata : rontok atau tidak
d. Konjunctiva dan sclera : perubahan warna tidak ikterik
e. Warna iris coklat, reaksi pupil terhadap cahaya
(miosis / midriasis) isokor ( ++ / - )
Kornea : warna ..............
Nigtasmus ( + / -- )
Strabismus ( + / -- )

3. Pemeriksaan Telinga
a. Inspeksi dan palpasi
Amati bagian telinga luar: bentuk : simetris Ukuran : sedang Warna :
coklat, lesi ( + / -- ), nyeri tekan (+/ -), peradangan ( + / -- ),
penumpukan serumen ( + / -- ).
Uji kemampuan kepekaan telinga :
- Tes bisik : Pasien mampu mendengar dengan baik
- Dengan arloji : Pasien mampu mendengar dengan baik

4. Pemeriksaan Hidung
a. Inspeksi dan palpasi
- Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi (adakah
pembengkokan Atau tidak ) Amati meatus : perdarahan ( + / -- ),
Kotoran ( + / -- ), Pembengkakan ( + / -- ), pembesaran / polip ( + / -- )

5. Pemeriksaan Mulut dan Faring


a. Inspeksi dan Palpasi
Amati bibir : Kelainan konginetal (labioseisis, palatoseisis, atau
labiopalatoseisis ), warna bibir merah muda, lesi ( + / -- ),
Bibir pecah (+ / -- ), Amati gigi , gusi, dan lidah : Caries ( -+ / - ),
Kotoran
- (+ / ), Gigi palsu ( +- / - ), G ingivitis ( +/ - -), Warna lidah :
Merah muda Perdarahan ( + / - -) dan abses ( + / - -). Amati orofaring
atau rongga mulut : Bau mulut tidak ada, uvula (simetris / tidak),
Benda asing : ( ada / tidak )
Adakah pembesaran tonsil, T 0 / T 1 / T 2 / T 3 / T 4
Perhatikan suara klien : ( Berubah atau tidak )

6. Pemeriksaan Wajah
a. Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien : tegang / rileks,
Warna dan kondisi wajah klien : saat ditanya klien memperlihatkan
ekspresi yang sesuai,
Struktur wajah klien : Normal
Kelumpuhan otot-otot fasialis ( + / -- )

7. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
a. Bentuk leher (simetris atau asimetris), peradangan ( + /-- ),
jaringan parut ( + / -- ), perubahan warna ( + /- - ), massa ( + -/ - )
b. Kelenjar tiroid, pembesaran ( + / -- )
c. Vena jugularis, pembesaran ( + /- - )
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe ( + / -- ), kelenjar tiroid ( + / -- ),
posisi trakea (simetris/tidak simetris)
Keluhan yang dirasakan klien terkait dengan Px. Kepala, wajah, leher
Tidak ada keluhan yang terkait dengan kepala, wajah dan leher

E. PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU


a. Inspeksi
Bentuk torak (Normal chest / Pigeon chest / Funnel chest / Barrel chest),
susunan ruas tulang belakang (Kyposis / Scoliosis / Lordosis), bentuk
dada (simetris / asimetris), keadaan kulit pada bagian dada berwarna putih
Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( + / - ), - retraksi
suprasternal ( + / -- ) , Sternomastoid ( + / -- ), pernafasan cuping
hidung ( + /- - ). Pola nafas : normal Amati : cianosis ( + / - ), -batuk
(produktif / kering / darah ).
b. Perkusi
Area paru : ( sonor / Hipersonor / dullnes )
c. Auskultasi
1. Suara nafas
Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar ) , Area Bronchial : ( bersih /
halus / kasar ) Area Bronkovesikuler ( bersih / halus / kasar )
2. Suara Ucapan
Terdengar : Bronkophoni ( + / -- ), Egophoni ( + / -- ), Pectoriloqy ( +/
-- )
3. Suara tambahan
Terdengar : Rales ( + / - -), Ronchi ( + / - ),- Wheezing ( + / -- ), Pleural
fricion rub ( + / -- )
4. Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru :
Tidak ada masalah pada bagian torak dan paru

F. PEMERIKSAAN JANTUNG
a. Inspeksi
Ictus cordis ( + / -- ),
b. Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah / Kuat / Tidak teraba )
c. Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : Normal ( N = ICS II )
Batas bawah : Normal (N = ICS V)
Batas Kiri : Normal ( N = ICS V Mid Clavikula
Sinistra)
Batas Kanan : Normal ( N = ICS IV Mid Sternalis
Dextra)
d. Auskultas
BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), ( reguler / irreguler )
BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), ( reguler / irreguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / -- ), Gallop Rhythm (+ / -),-
Murmur (+ / -- )
e. Keluhan lain terkait dengan jantung
Tidak ada masalah lain yang terkait pada jantung

G. PEMERIKSAAN ABDOMEN
a. Inspeksi
Bentuk abdomen : ( cembung / cekung / datar ) Massa/Benjolan ( + / -- ),
Kesimetrisan ( + +/ - ), Bayangan pembuluh darah vena (+ /-)
-

b. Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 15 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit),
Borborygmi ( + /- -)
c. Palpasi
Palpasi Hepar :
Diskripsikan :
Nyeri tekan ( + / - -), pembesaran ( + / - ),- perabaan (keras / lunak),
permukaan (halus / berbenjol-benjol), tepi hepar (tumpul / tajam) .( N =
hepar tidak teraba). -
Palpasi Appendik :
Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney .
nyeri tekan ( + / - ),
- nyeri lepas ( + / - ),
- nyeri menjalar kontralateral ( +/ -
Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites atau tidak :

- -
Shiffing Dullnes ( + / - ) Undulasi ( + / - ) Normalnya hasil perkusi pada
abdomen adalah tympani.
Palpasi Ginjal :
Bimanual diskripsikan : nyeri tekan( + / -- ), pembesaran ( + / -- ).
(N = ginjal tidak teraba).
d. Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen :
Tidak ada masalah yang serius yang dirasakan terkait dengan abdomen

H. PEMERIKSAAN GENETALIA
1. Pada Wanita
a. Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih / kotor), lesi ( + / - ),
- eritema (+ / - -),

keputihan ( ++ / - ), peradangan ( + / - ).
- Lubang uretra : stenosis
/sumbatan ( + / -- )

I. PEMERIKSAAN ANUS
a. Inspeksi
Atresia ani ( + / - -), tumor ( + / - -), haemorroid ( + / +- ), perdarahan ( +/ - )-
Perineum : jahitan ( + / -- ), benjolan ( + / -- )

b. Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus ( + / - -)
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Anus :
Terdapat haemoroid pada bagian anus klien

J. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL ( EKSTREMITAS )


a. Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris / asimetris), deformitas (+ / -),-
fraktur (+ /-)-
Palpasi
Oedem : - -

- -
Lingkar lengan : 20 cm

4 4
Lakukan uji kekuatan otat :
0 0

K. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1 Menilai respon membuka mata : 4
2 Menilai respon Verbal : 5
3 Menilai respon motorik : 6
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos
Compos Mentis / Apatis / Somnolen / Delirium / Sporo coma / Coma)
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh ( + / -),
- nyeri kepala ( + / -),
- kaku kuduk ( + / ),-
mual –muntah (+/ / --), kejang (+ /- -) penurunan tingkat kesadaran ( +
/ -- )

c. Memeriksa nervus cranialis


Nervus I , Olfaktorius (pembau ) : Normal
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) : Normal
Nervus III, Ocumulatorius : Normal
Nervus IV, Throclearis : Normal
Nervus V, Thrigeminus : - Cabang optalmicus : Normal
- Cabang maxilaris : Normal
- Cabang Mandibularis : Normal
Nervus VI, Abdusen : Normal
Nervus VII, Facialis : Normal
Nervus VIII, Auditorius : Normal
Nervus IX, Glosopharingeal : Normal
Nervus X, Vagus : Normal
Nervus XI, Accessorius : Normal
Nervus XII, Hypoglosal : Normal
d. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris / asimetris), atropi (+ / --) gerakan-gerakan yang
tidak disadari oleh klien ( + / -)
-
e. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul : normal, benda tajam : normal
Menguji sensai panas / dingin : normal, kapas halus : normal, minyak
wangi : normal
f. Memeriksa reflek kedalaman tendon
1. Reflek fisiologis
a Reflek bisep ( ++ / -)
b Reflek trisep ( ++ / -)
c Reflek brachiradialis ( ++ / -)
d Reflek patella ( + / - )
e Reflek achiles ( +/ -/ )
2. Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
a. Reflek babinski ( + / --)
b Reflek chaddok ( + / -)-
c Reflek schaeffer ( + / -)
-

d Reflek oppenheim (+ / --)


e Reflek Gordon (+ / --)
f Reflek bing ( + /--)
g Reflek gonda ( + / --)
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Neurologis :
Terdapat kelumpuhan otot-otot pada bagian eksremitas bawah pada kaki
kiri dan kanan pada pasien
L. RIWAYAT PSIKOLOGIS
a. Status Nyeri :
1. Menurut Skala Intensitas Numerik
● ● ● ● ● ● ● ● ●

1 2 3 4 5 5 6 7 8 9
10
2. Menurut Agency for Health Care Policy and Research
No Intensitas Nyeri Diskripsi
1. □ Tidak Nyeri Pasien mengatakan tidak
merasa nyeri
2. □ Nyeri ringan Pasien mengatakan sedikit nyeri atau ringan.
Pasien nampak gelisah
3.  Nyeri sedang Pasien mengatakan nyeri masih bisa ditahan
atau sedang
Pasien nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berparsitipasi dalam
perawatan
4. □ Nyeri berat Pasien mangatakan nyeri tidak dapat ditahan
atau berat.
Pasien sangat gelisah
Fungsi mobilitas dan perilaku pasien
berubah
5. □ Nyeri sangat berat Pasien mengatan nyeri tidak tertahankan
atau sangat berat
Perubahan ADL yang mencolok
( Ketergantungan ), putus asa.

b. Status Emosi
Bagaimana ekspresi hati dan perasaan klien : Saat ditanya pasien
mudah tersenyum, ia mengungkapkan ingun cepat sembuh dan
berkumpul lagi dengan keluarganya dirumah.
Tingkah laku yang menonjol : Tidak ada
Suasana yang membahagiakan klien : Ketika keluarga berkunjung
dan panggilan melallui vidio dengan anaknya yang ada dirumah
Stressing yang membuat perasaan klien tidak nyaman :
Merasa bosan dan jenuh karna sudah terlalu lama di rumah sakit
dengan perawatan yang lama.

c. Gaya Komunikasi
Apakah klien tampak hati-hati dalam berbicara ( ya / tdk ), apakah
pola komunikasinya ( spontan / lambat ), apakah klien menolak untuk
diajak komunikasi ( ya / tdk ), Apakah komunikasi klien jelas ( ya /
tdk ), apakah klien menggunakan bahasa isyarat ya / tdk ).

d. Pola Interaksi
Kepada siapa klien berespon : Semua orang
Siapa orang yang dekat dan dipercaya klien : Suami dan kakak
kandung klien
Bagaimanakah klien dalam berinteraksi ( aktif / pasif ), Apakah tipe
kepribadian klien ( terbuka / tertutup ).
e. Pola Pertahanan
Bagaimana mekanisme kopping klien dalam mengatasi masalahnya
Berdoa’a kepada allah swt, meminta bantuan dan saran kepada
keluarga terdekat untuk mencari solusi dari masalahnya.

f. Dampak di Rawat di Rumah Sakit


Apakah ada perubahan secara fisik dan psikologis selama klien di
rawat di RS : Ada perubahan secara psikologis

N. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL DAN SPIRITUAL


1. Kondisi emosi / perasaan klien
- Apa suasana hati yang menonjol pada klien ( sedih / gembira )
- Apakah emosinya sesuai dengan ekspresi wajahnya ( ya / tdk )
2. Kebutuhan Spiritual Klien :
- Kebutuhan untuk beribadah ( terpenuhi / tidak terpenuhi )
- Masalah- masalah dalam pemenuhan kebutuhan spiritual :
 Merasa sulit dalam menjalankan pemenuhan kebutuhan terutama
menjalankan sholat lima waktu
- Upaya untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan spiritual
Lebih memperbanyak ibadah seperti membaca sholawat dan
berdzikir kepada allah.

3. Tingkat Kecemasan Klien :


No Komponen Cemas Cemas Cemas Panik
Yang dikaji Ringan Sedang Berat
1. Orintasi □ Baik  Menurun □ Salah □ Tdk
terhadap ada reaksi
Orang,
tempat,waktu

2. Lapang persepsi □ Baik  Menurun □ Menyempit □ Kacau

3. Kemampuan □ Mampu  Mampu □Tidak □Tdk


menyelesaikan dengan mampu ada
masalah bantuan tanggapan

4. Proses Berfikir □Mampu  Kurang □Tidak □Alur fikiran


berkonsen mampu mampu kacau
trasi dan mengingat mengingat
menginga dan dan
t dengan berkonsentra berkonsentr
baik si asi
5. Motivasi □ Baik  Menurun □ Kurang □ Putus asa

4. Konsep diri klien:


a) Identitas diri : Sebagai seorang istri dan ibu satu orang anak
b) Ideal diri : Menjadi istri serta ibu yang mampu
c) Gambaran diri : Bibir
d) Harga diri : Merasa tidak mampu menjadi seorang istri dan
ibu, tapi tetap berusaha menjadi yang terbaik untuk keluarga
e) Peran : Sebagai ibu rumah tangga

O. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. ANALISA GAS DARAH
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 07-10-19
- Ph : 7.496 (7.350 - 7.450)
- PCO2 : 36.40 (35.00 – 45.00 mmHg)
- PO2 : 107.3 (80.0 – 100.0 mmHg)
- HC03 : 27.7 (22.0 – 26.0 mmHg)
- TCO2 : 28.8 (23.0 – 27.0 mmol/L)
- BE (vt) : 4.4 (- 2.5 – 2.5 mmol/L)
- BE (vv) : 4.3 (- 2.5 – 2.5 mmol/L)
- SO2 : 98.3 ( 96.0 – 97.0 %)
2. Terapi yang telah diberikan :
1. Infus Ringer Laktat
Adalah salah satu cairan infus yang digunakan sebagai penambah caairan
dan elektrolit tubuh untuk mengembalikan keseimbangan nya.
Indikasi : tetani hipokalsemik, ketidakseimbangan elektrolit tubuh, diare,
luka bakar, kekurangan kalsium dan kalium, kadar natrium yang rendah,
GGA.
Kontraindikasi : alergi sodium laktat, pada bayi tidak boleh diberikan
bersamaan dengan ceftriaxone
Efek Samping : Nyeri dada, takikardia/bradikardia, hipotensi, sulit
bernapas, batuk, bersin-bersin, gatal dan muncul ruam pada kulit, sakit
kepala.
2. Ketorolac
Adalah obat untuk mengatasi nyeri sedang hingga nyeri berat untuk
sementara.
Indikasi : nyeri jangka pendek, nyeri pasca operasi
Kontraindikasi : asma, urtikaria, operasi bypass jantung, risiko perdarahan,
gangguan ginjal, hipersensitivitas terhadap aspirin atau NSAID
Efek samping : ada ruam dan gatal-gatal, demam, bengkak, perubahan
kekuatan otot, napas pendek.
3. Vitamin K
Adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi perdarahan
akibat defisiensi vitamin K.
Indikasi : Defisiensi vitamin K, perdarahan akibat obat antikoagulan
Kontraindikasi : Hipersensitivitas vitamin K dan anemia
Efek samping : berkeringat, pusing, sulit bernapas, perubahan pada indra
pengecap, dan terasa panas, merah dan kesemutan pada area wajah dan
leher.
4. Acyklovir oral
Obat yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi akibat virus
Indikasi : Varicella zooster dan herpes
Kontraindikasi : Hipersensitifitas ascyklovir
Efek samping : Diare, sakit perut, sakit kepala, demam, lelah, mengantuk
5. Mecobalamin oral
Indikasi : digunakan untuk mrngobati neuropati [erifer (sarf tepi) dengan
memperbaiki metabolisme asam nukleat dan protein didalam jaringan saraf
serta memperbaiki gangguan saraf sensoris dan motoris
Kontraindikasi : Hipersenstifitas terhadap mecobalamin
Efek samping : nafsu makan menurun, diarae, sakit kepala, ruam/gatal,
lemas dan sesak napas
6. Methylprednisolon oral
Indikasi : peradangan seperti lupus multiple sclerosis, inflamasi dan alergi,
penyakit autoimin, penyakit saluran napas atas dan kulit.
Kontraindikasi : hipersensitifitas terhadap methylprednisolon, infeksi
jamur sistemik, dan pemberian secara interaksi.
Efek samping : mual dan muntah, nafsu makan menurun, sulit tidur, sakit
maag, nyeri otot dan keringat berlebih
7. Sukralfat syrup
Indikasi : uklus gaster, ulkus duodenum dan gastritis kronik
Kontraindikasi : hipersensitifitas sukralfat, gagal ginjal kronik dan diabetes
millitus
Efek samping : konstipasi, sakot kepala, vertigo, pusing, diare, perut
kembing, mual dan muntah

3.2 Kasus
Pasien datang ke Rumah sakit dengan keluhan kedua kakinya tidak dapat
digerakan dan merasa nyeri pada bagian lukanya tersebut, pasien mengatakan
sudah sebulan lebih kakinya tidak dapat digerakan dan hanya dapat terbaring
ditempat tidurnya saja. pasien telah mengalami operasi caesarea pada
kehamilan anak pertamanya, pasca satu bulan setelah melahirkan pasien
mengalami nyeri pada bagian perut nya, nyeri dirasakan sampai pinggang
belakang. Pasien sudah melakukan pemeriksaan ke Rumah sakit yang
menangani proses persalinan anak nya dahulu, setelah berobat nyeri tersebut
hilang.
Pasien mengatakan tidak ada gejala apapun yang dirasakan pada kakinya
sebelumnya, ia hanya mengatakan sebelumnya kakinya sempat merasa mati
rasa selama tiga hari dan tidak memberitahu pada keluarga. Setelah kejadian
tersebut kedua kaki pasien tidak dapat digerakan sama sekali. Sehingga pasien
hanya dapat terbaring saja di tempat tidur dan semua aktifitasnya dibantu oleh
keluarganya. Dari hasil observasi di didapatkan terdapat luka pada daerah
punggung bawah, hasil luas luka ± 4-5 cm dengan kedalaman luka 3 cm, klien
tampak terbaring lemah dan lemas. Hasil pengkajian TTV : TD : 110/80
mmHg, N : 88 x / menit, S : 36,1 o C, RR : 18 x/menit, kesadaran compos
mentis.
Pasien datang ke ruang dahlia pada tanggal 07-10-2019, dengan diagnosa
ulkus dekubitus grade IV. Pasien sudah dilakukan tindakan pembedahan
debridement pada daerah ulkus decubitus bagian sacrum, terdapat balutan luka
pada daerah tersebut. Pasien mengatakan mengalami kesulitan dalam
menjalankan aktifitas ibadahnya terlebih dalam menjalankan sholat lima
waktu dengan kondisinya saat ini, saat dilakukan pengkajian pasien hanya
melakuan dzikir dan membaca sholawat saja untuk berdo’a kepada allah swt.
Pasien akan dilakukan tindakan operasi kembali yaitu operasi tulang
belakang (stabilisasi dekompresi) pada tanggal 16-10-19, saat dikaji ia
mengatakan merasa takut dan cemas sebelum melakukan operasi. Pasien
tampak gelisah dengan raut wajah yang cemas. Hasil pengkajian TTV : TD :
120/80 mmHg, N : 98 x / menit, S : 36,1 o C, RR : 22 x/menit. Selama di RS,
pasien mengatakan belum pernah membersihkan rambutnya sama sekali,
pasien mengeluh kulit kepalanya gatal dan lengket. Semua aktifitasnya
dibantu oleh kakak dan suaminya, hasil observasi rambut pasien beraroma
berbau, tampak kotor dan kusut.

3.3 Analisa Data

No Data Fokus Masalah


1. DS : Gangguan Mobilitas Fisik b.d
- Pasien mengatakan tidak dapat gangguan muskuloskeletal d.d
menggerakan kedua kakinya kekuatan otot menurun, gerakan
- Pasien mengatakan kakiknya sering tidak terkoordinasi, fisik lemah.
bergerak tanpa disadari
DO :
- Kekuatan otot ekskremitas bawah
nilai 0
- Pasien tampak lemah

2. DS : Defisit Perawatan Diri : Mandi b.d


- pasien mengatakan selama di RS gangguan muskuloskeletal d.d tidak
belum pernah keramas mampu mandi, berpakaian, ke toilet
- pasien mengeluh gatal dan terasa secara mandiri
lengket jika di sentuh
DO :
- rambut pasien tampak kotor dan
kusut
- rambut beraroma bau
- tampak ketombe dan kutu
3. DS : Distress Spiritual b.d penyakit
Pasien mengatakan mengalami kesulitan kronis d.d tidak mampu beribadah.
dalam menjalankan aktifitas ibadahnya
terlebih dalam menjalankan sholat lima
waktu dengan kondisinya saat ini
DO :
Saat dilakukan pengkajian pasien hanya
melakuan dzikir dan membaca sholawat
saja untuk berdo’a kepada allah swt.
4. DS : Ansietas b.d rencana operasi d.d
Pasien mengatakan akan dilakukan tampak gelisah, suara bergetar,
tindakan operasi kembali yaitu operasi frekuensi napas meningkat.
tulang belakang (stabilisasi dekompresi)
pada tanggal 16-10-19, saat dikaji ia
mengatakan merasa takut dan cemas
sebelum melakukan operasi.
DO :
- Pasien tampak gelisah dengan raut wajah
yang cemas. Hasil pengkajian TTV :
TD : 120/80 mmHg, N : 98 x / menit, S :
36,1 o C, RR : 22 x/menit.
- Berdasarkan hasil alat ukur HRS-A
didapatkan score 22 yaitu kecemasan
sedang

3.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Luaran Keperawatan Tindakan Keperawatan
.
1. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi :
Fisik keperawatan selama 30 menit Observasi
mobilitas fisik meningkat - Identifikasi toleransi
dengan kriteria hasil : fisik melakukan
- Gerakan tidak pergerakan.
terkoordinasi cukup Terapeutik
menurun - Libatkan keluarga
- Kelemahan fisik cukup untuk membantu
menurun pasien dalam
- Kekuatan otot meningkat meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan misalnya
duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi.
2. Defisit Perawatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan
Diri : Mandi keperawatan selama 30 menit Diri : Mandi
perawatan diri : mandi Observasi
meningkat dengan kriteria - Identifikasi usia dan
hasil : budaya dalam
- Mempertahankan membantu kebersihan
kebersihan diri diri.
meningkat - Identifikasi jenis
- Kemampuan mengenakan bantuan yang
pakaian meningkat dibutuhkan.
- Mempertahankan - Monitor kebersihan
kebersihan mulut tubuh ( misalnya
rambut, mulit, kulit,
kuku).
- Monitor integritas
kulit.
Terapeutik
- Sediakan peralatan
mandi.
- Sediakan lingkungan
yang aman dan
nyaman.
- Fasilitasi gosok gigi,
sesuai kebutuhan.
- Fasilitasi mandi,
sesuai kebutuhan.
Edukasi
- Jelaskan manfaat
mandi dan dampak
tidak mandi trhadap
kesehatan.
- Ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan pasien,
jika perlu.
3. Distress Spiritual Setelah dilakukan tindakan Dukungan Pelaksanaan
keperawatan selama 30 menit Ibadah
status spiritual membaik Observasi
dengan kriteria hasil : - Identifikasi
- Kemampuan beribadah pelaksanaan ibadah
membaik sesuai agama yang
dianut
Terapeutik
- Sediakan sarana yang
aman dan nyaman
untuk pelaksanaan
ibadah (perlengkapan
sholat)
- Fasilitasi penggunaan
ibadah sebagai sumber
koping
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi
keperawatan selama 30 menit Edukasi :
tingkat ansietas menurun - Jelaskan tujuan
dengan kriteria hasil : manfaat, batasan, dan
- Verbalisasi khawatir jenis relaksasi yang
akibat kondisi yang akan tersedia misal musik,
dihadapi menurun meditasi, nafas dalam,
- Perilaku gelisah menurun relaksasi otot
- Frekuensi pernapasan progresif.
membaik - Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih.
- Anjurkan ambil posisi
nyaman.
- Anjurkan rileks dan
rasakan sensasi
relaksasi.

3.5 Implementasi Keperawatan


Hari ke 1

Hari /
Dx
No Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf
Ke-
Jam
1 Selasa, - Mengidentifikasi S : pasien mengatakan
08/10/19 toleransi fisik melakukan tidak dapat menggerakan
Pukul 1 pergerakan. kedua kakinya.
15.00 - Melibatkan keluarga
WIB untuk membantu pasien O : pasien tampak lemah
dalam meningkatkan
pergerakan. A : masalah belum
- Mengajarkan mobilisasi teratasi
sederhana yang harus
dilakukan misalnya P : Lanjutkan Intervensi
duduk ditempat tidur, - Identifikasi toleransi
duduk disisi tempat fisik melakukan
tidur, pindah dari tempat pergerakan.
tidur ke kursi. - Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
misalnya duduk
ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke
kursi.
2 Selasa, - Mengidentifikasi usia S : pasien mengatakan
08/10/19 dan budaya dalam selama di RS belum
Pukul 2 membantu kebersihan pernah keramas
15.30 diri.
WIB - Mengidentifikasi jenis O : rambut pasien
bantuan yang tampak kotor dan kusut
dibutuhkan.
- Memonitor kebersihan A : masalah belum
tubuh ( misalnya teratasi
rambut, mulit, kulit,
kuku). P : Lanjutkan intervensi
- Memonitor integritas - Memonitor
kulit. kebersihan tubuh
- Menyediakan peralatan ( misalnya rambut,
mandi. mulit, kulit, kuku).
- Menyediakan - Memonitor integritas
lingkungan yang aman kulit.
dan nyaman. - Menjelaskan manfaat
- Memfasilitasi gosok mandi dan dampak
gigi, sesuai kebutuhan. tidak mandi trhadap
- Memfasilitasi mandi, kesehatan.
sesuai kebutuhan. - Mengajarkan kepada
- Menjelaskan manfaat keluarga cara
mandi dan dampak memandikan pasien,
tidak mandi trhadap jika perlu.
kesehatan.
- Mengajarkan kepada
keluarga cara
memandikan pasien,
jika perlu.
3 Selasa, - Mengidentifikasi S : Pasien mengatakan
08/10/19 3 pelaksanaan ibadah bersedia untuk tayamum
Pukul sesuai agama yang untuk menjalankan sholat
16.00 dianut 5 waktunya
WIB - Menyediakan sarana
yang aman dan O : Pasien tampak
nyaman untuk senang karna bisa
pelaksanaan ibadah menjalankan sholat 5
(perlengkapan sholat) waktu
- Memfasilitasi
penggunaan ibadah A : Masalah Teratasi
sebagai sumber koping Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi
Pelibatan Keluarga
- Jelaskan kondisi
pasien pada keluarga
- Informasikan tingkat
ketergantungan
pasien pada keluarga
- Anjurkan keluarga
terlibat dalam
perawatan

Hari ke 2

Hari /
Dx
No Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf
Ke-
Jam
1 Rabu, 1 - Mengidentifikasi S : pasien mengatakan
10/10/19 toleransi fisik masih tidak dapat
Pukul melakukan pergerakan. menggerakan kedua
11.00 - Melibatkan keluarga kakinya.
WIB untuk membantu pasien
dalam meningkatkan O : kekuatan otot pasien
pergerakan. tidak meningkat
- Mengajarkan mobilisasi
sederhana yang harus A : masalah belum
dilakukan misalnya teratasi
duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat P : Lanjutkan Intervensi
tidur, pindah dari tempat - Identifikasi toleransi
tidur ke kursi. fisik melakukan
pergerakan.
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
misalnya duduk
ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke
kursi.
2 Rabu, - Memonitor kebersihan S : pasien mengatakan
10/10/19 2 tubuh sudah terasa nyaman
Pukul ( misalnya rambut,
11.00 mulit, kulit, kuku). O : rambut pasien tampak
WIB - Memonitor integritas bersih
kulit.
- Menjelaskan manfaat A : masalah teratasi
mandi dan dampak
tidak mandi trhadap P : hentikan intervensi
kesehatan.
- Mengajarkan kepada
keluarga cara
memandikan pasien,
jika perlu.
3 Selasa, - Menjelaskan kondisi S : Pasien mengatakan
08/10/19 3 pasien pada keluarga sudah sholat dzuhur dan
Pukul - Menginformasikan tayamum dibantu
13.30 tingkat ketergantungan keluarga
WIB pasien pada keluarga
- Menganjurkan O : Pasien tampak senang
keluarga terlibat karna bisa menjalankan
dalam perawatan sholat 5 waktu
A : Masalah Teratasi
Sebagian

P : Hentikan Intervensi

Hari ke 3

No Hari / Dx Implementasi Evaluasi Paraf


Tanggal/ Ke-
Jam
1 Kamis, - Mengidentifikasi S : pasien mengatakan
11/10/19 1 toleransi fisik masih tidak dapat
Pukul melakukan pergerakan. menggerakan kedua
09.00 - Melibatkan keluarga kakinya.
WIB untuk membantu pasien
dalam meningkatkan O : kekuatan otot
pergerakan. pasien tidak meningkat
- Mengajarkan mobilisasi
sederhana yang harus A : masalah belum
dilakukan misalnya teratasi
duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat P : Lanjutkan
tidur, pindah dari tempat Intervensi dan libatkan
tidur ke kursi. keluarga.
Pelibatan Keluarga
- Jelaskan kondisi
pasien pada
keluarga
- Informasikan
tingkat
ketergantungan
pasien pada
keluarga
- Anjurkan keluarga
terlibat dalam
perawatan

Pre-Operatif Tulang Belakang

No Hari / Dx Implementasi Evaluasi Paraf


Tanggal/ Ke-
Jam
1. Kamis, - Menjelaskan tujuan S : pasien mengatakan
16/10/19 4 manfaat, batasan, dan jenis kecemasan sudah
Pukul relaksasi yang tersedia menurun
13.00 misal musik, meditasi,
WIB nafas dalam, relaksasi otot O : Berdasarkan hasil
progresif. alat ukur HRS-A
- Menjelaskan secara rinci didapatkan score 19
intervensi relaksasi yang yaitu kecemasan ringan
dipilih.
- Menganjurkan ambil posisi A : masalah teratasi
nyaman.
- Menganjurkan rileks dan P : hentikan intervensi
rasakan sensasi relaksasi.

Persiapan pulang

No Hari / Dx Implementasi Evaluasi Paraf


Tanggal/ Ke-
Jam
1 Sabtu, - Melaskan kondisi S : pasien mengatakan
19/10/19 1 pasien pada keluarga masih tidak dapat
Pukul - Menginformasikan menggerakan kedua
13.00 tingkat ketergantungan kakinya.
WIB pasien pada keluarga
- Menganjurkan O : kekuatan otot
keluarga terlibat pasien tidak meningkat
dalam perawatan
A : masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan
Intervensi dan libatkan
keluarga.
Pelibatan Keluarga
- Diskusikan cara
perawatan di
rumah
- Motivasi keluarga
mengembangkan
aspek positif
rencana perawatan
- Fasilitasi keluarga
membuat
keputusan
perawatan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Intervensi yang dilakukan pada pasien berdasarkan teori yang dikemukakan


oleh Handerson yaitu dengan 14 komponen kebutuhan dasar. Pada diagnosa
pertama dengan hambatan mobilitas fisik. Hambatan mobilitas fisik termasuk
dalam kebutuhan handerson yang ke 4 yaitu bergerak dan menjaga posisi yang
diinginkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umi F, dkk (2019). Posisi
yang dilakukan yaitu posisi miring, tujuan dilakukannya posisi miring yaitu
mempertahankan body alligment, mengurangi komplikasi akibat immobilisasi,
meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap
pada tubuh akibat posisi yang menetap sehingga menyebabkan luka (decubitus).
Tindakan yang selanjutnya adalah kami memberikan prinsip etik Non
Malaficience yaitu melakukan tindakan yang tidak menimbulkan bahaya dan
cedera fisik dan psikologi pasien, dengan cara memasang pengaman tempat tidur,
kemudian pasien ditempatkan persis ditengah tempat tidur lalu menggunakan
bantal untuk menyanggah kepala dan leher, lalu tempatkan satu bantal pada sudut
antara bokong dan matras dengan cara miringkan panggul dan bantal berikutnya
ditempatkan memanjang diantara kedua kaki.
Diagnosa kedua dengan defisit perawatan diri. Dimana suatu kondisi pada
seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau
melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri. Defisit perawatan diri
termasuk dalam kebutuhan handerson yang ke 6 yaitu memilih pakaian yang
sesuai dan kebutuhan handerson yang ke 8 yaitu menjaga tubuh dan integumen
agar tetap bersih dan terawat. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
mandi, perawatan rambut dan memilih serta mengganti pakaian yang sesuai
dengan kondisi pasien, agar pasien menjadi bersih dan nyaman. Menurut Novita,
dkk (2016). Perawatan kebersihan diri juga membantu untuk mencegah infeksi,
meningkatkan sirkulasi, mempertahankan integritas jaringan dan pasien dapat
menjadi lebih tenang dan rileks. Pada tindakan selanjutnya kami memberikan
prinsip etik Beneficience yaitu melakukan yang terbaik kepada pasien saat
dilakukannya tindakan keperawatan, baik memandikan, mengganti pakaian dan
perawatan rambut.
Diagnosa ketiga dengan Distres Spiritual. Distres Spiritual termasuk dalam
kebutuhan handerson yang ke 11 yaitu beribadah sesuai dengan keyakinan. Pada
masalah keperawatan ini pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya
karena penyakit kronis yang dialaminya. Apabila kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi dapat menyebabkan distres spiritual di dalam keluarga, dimana keluaga
akan mengalami keputusasaan, hilangnya kebebasan, dan mempertanyakan makna
dari keberadaan dirinya. Tindakan yang diakukan selanjutnya yaitu dengan
memberikan prinsip etik Autonomy yaitu hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri, dan perawat haruslah bisa mengormati dan
menghargai kemandirian tersebut. Menurut Sujana E, dkk (2017). Dimana
perawat harus mampu mendengarkan secara aktif tanpa menghakimi, buat suasana
yang tepat bagi pasien dan keluarganya untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan spiritual mereka. Kemudian, perawat ikut berdo’a bersama pasien dan
keluarga pasien serta memfasilitasi kegiatan keagamaan seperti ibadah, sholat,
menyediakan bacaan-bacaan atau referensi tentang spiritual dan mendengarkan
murrotal.
Diagnosa keempat dengan Ansietas. Ansietas termasuk dalam kebutuhan
handerson yang ke 10 yaitu mengkomunikasikan dengan orang lain dalam
mengungkapkan emosi, kebutuhan, rasa takut atau pendapat. Pada masalah
keperawatan ini pasien bebas mengutarakan perasaan takut atau cemas yang
dirasakan saat akan dilakukan tindakan medis seperti operasi. Tindakan
selanjutnya kami memberikan prinsip etik Autonomy yaitu memberikan hak
kebebasan kepada pasien untuk mengutarakan perasaan, emosi serta pendapat
yang ingin disampaikan oleh pasien. Salah satu upaya pasien dalam intervensi
keperawatan untuk mencegah ansietas yaitu dengan teknik relaksasi nafas dalam
dan terapi spiritual.
Menurut Yuniarti, dkk (2018). Terapi tersebut merupakan suatu pengobatan
alternatif dengan cara pendekatan keagamaan melalui do’a dan dzikir, bahwa
teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan ketegangan fisiologis, dan
menahan terbentuknya respon stress, terutama dalam sistem saraf dan hormone,
teknik relaksasi nafas dalam tidak saja menyebabkan efek yang menyenangkan
fisik tetapi juga menyenangkan pikiran. Sedangkan terapi dzikir untuk kesehatan
memiliki manfaat yang sangat besar, karena dzikir kepada Allah akan
menumbuhkan energi yang sangat luar biasa. Tujuannya untuk membangkitkan
rasa percaya diri dan optimism yang paling penting selain obat dan tindakan
medis dan mempermudah mengatur nafas, oksigen didalam darah meningkat dan
menimbulkan perasaan nyaman, tenang dan bahagia.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil studi kasus terdapat 4 diagnosa sesuai intervensi yang telah
diberikan kepada pasien berdasarkan teori Handerson dengan 14 komponen
kebutuhan dasar, menggunakan prinsip 3 etik sesuai dengan prinsip pasien
yaitu :
a. Diagnosa pertama yaitu hambatan mobilitas fisik kebutuhan Handerson ke
4, yaitu bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan. Kemudian
keperawatan menggunakan prinsip etik Non Malaficienci yaitu melakukan
tindakan yang tidak menimbulkan bahaya dan cidera fisik maupun
psikologis.
b. Diagnosa kedua yaitu defisit perawatan diri kebutuhan Handerson ke 6 dan
8, yaitu memilih pakaian sesuai kebutuhan dan menjaga tubuh atau badan
agar tetap bersih dan terawat. Kemudian keperawatan menggunakan
prinsip etik Beneficienci yaitu melakukan yang terbaik pada saat tindakan
memandikan, mengantikan pakaian dan perawtan rambut terhadap pasien.
c. Diagnosa ketiga yaitu Distress spiritual kebutuhan Handerson ke 11, yaitu
beribadah sesuai keyakinan. Kemudian keperawatan menggunakan prinsip
etik Autonomy yaitu hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembelaan diri.
d. Diagnosa keempat yaitu Ansietas kebutuhan Handerson ke 10, yaitu
mengkomunikasikan dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi,
kebutuhan, rasa takut atau pendapat. Kemudian keperawatan
menggunakan prinsip etik Autonomy yaitu memberikan hak kebebasan
kepada pasien.
5.2 Saran
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kebutuhan dasar pasien secara
biopsikososio-spiritual yang komprehensif seperti, memfasilitasi
kebutuhan dasar mandi, menyediakan wash glove, setiap seminggu sekali
mengadakan acara kerohanian seperti doa bersama untuk pemenuhan
spriritual

b. Perawat Ruangan
Diharapkan untuk perawat ruangan dapat memberikan perawatan diri
pasien dengan maksimal terutama pemenuhan kebutuhan dasar pasien.

c. Bagi Keluarga Pasien


Diharapkan keluarga pasien ikut serta dalam upaya perawatan diri untuk
meningkatkan kebutuhan dasar pasien secara menyeluruh agar dapat
dipahami dan diterapkan dirumah.

Anda mungkin juga menyukai