Anda di halaman 1dari 15

LAPOAN PENDAHULAN

SPONDILITIS TB

A. DEFINISI
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa

infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium

tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 2015; 144 )

B. ETIOLOGI
Spondilitis tuberculosis atau tuberculosis tulang belakang merupakan

infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain, 90 – 95% disebabkan

2 1
oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( dari tipe human dan dari tipe
3 3

bovin) dan 5 – 10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman

mycobacterium tuberkulosa bersifat tahan asam, dan cepat mati apabila

terkena matahari langsung.

C. ANATOMI FISIOLOGI/ GAMBAR

Tulang punggung atau columna vertebralis adalah tulang tak beraturan

yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang

punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung membentuk bagian

sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx).

Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah

tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal,

torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi

tulang sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang

yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupkan


penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum

membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan

mobilitas vertebrae.

Struktur Umum sebuah tulang punggung(vertebrae) terdiri atas dua bagian

yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae

yang berfungsi untuk menyangga berat badan, dan bagian posterior yang

terdiri dari arcus vertebrae yang berfungsi untuk meindungi medula spinalis.

Arcus vertebrae dibentuk oleh pediculus dan dua lamina, serta didukung

oleh( penonjolan ) procesus yakni procesus articularis, procesus transversus,

dan procesus spinosus yang merupakan tempat perlekatan otot dan

membantu pergerakan vertera. Procesus tersebut membentuk lubang yang

disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini

akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau

medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah yang

disebut foramen intervertebrale.

1. Tulang punggung cervical


Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus

spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali

tulang ke-2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai

dengan urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki

sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis.

1. Tulang punggung thorax

Procesus spinosus akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa

gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai ‘tulang

punggung dorsal’ . Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.

2. Tulang punggung lumbal

Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan

menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan

gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan

derajat yang kecil.

3. Tulang punggung sacral

Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak

memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.

4. Tulang punggung coccygeal

Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa

celah. Beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang

banyak, maka dari itu disebut tulang pungLigamen dan otot


Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga

berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament, antara

lain :

1. Ligament:

Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga

berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament, antara

lain :

a. Ligament Intersegmental (menghubungkan seluruh panjang tulang

belakang dari ujung ke ujung):

 Ligament Longitudinalis Anteriol

 Ligament Longitudinalis Posterior

 Ligament praspinosum

b. Ligament Intrasegmental (Menghubungkan satu ruas tulang belakang ke

ruas yang berdekatan)

 Ligamentum Intertransversum

 Ligamentum flavum

 Ligamentum Interspinosum

c. Ligamentum-ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang

occipitalis dengan vertebra CI dengan C2, dan ligamentum sacroilliaca di

antara tulang sacrum dengan tulang pinggul

2. Otot-otot:

a. Otot-otot dinding perut

b. Otot-otot extensor tulang punggung


c. Otot gluteus maximus

d. Otot Flexor paha ( illopsoas )

e. Otot hamstrings

Otot punggung bawah dikelompokkan sesuai dengan fungsi gerakannya.

Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara

aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : M. quadraus lumborum,

M. sacrospinalis, M. intertransversarii dan M. interspinalis.

Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M.

obliqus eksternus abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis

abdominis dan M. rectus abdominis, M. psoas mayor dan M. psoas minor.

Otot latero fleksi lumbalis adalah M. quadratus lumborum, M. psoas

mayor dan minor, kelompok M. abdominis dan M. Intertransversarii

D. PATOFISIOLOGI

Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra. Kemudian, terjadi

hiperemia dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan pelunakan

korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus

internertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudain eksudat menyebar ke depan,

di bawah longitudinal anterior. Eksudap ini dapat menembus ligamen dan

berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada

daerah vertebra servikalis, eksudat terkumpul di belakang paravertebral dan

menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat

dapat mengalami protusi ke depan dan ke dalam faring yang dikenal sebagai

abses faringeal.
Perubahan struktur vertebra servikalis menyebabkan spasme otot dan

kekakuan leher yang merupakan stimulus keluhan nyeri pada leher.

Pembentukan abses faringeal menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan

menelan sehingga terjadi penurunan asupan nutrisi dan masalah

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kekakuan leher

menyebabkan keluhan mobilitas leher dan risiko tinggi trauma sekunder

akibat tidak optimalnya cara mobilisasi. Tindakan dekompresi dan stabilisasi

servikal pada pasca bedah menimbulkan port de entree luka pasca bedah

risiko tinggi infeksi.

E. MANIFESTASI KLINIS

Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan penyakit TB

yang lain, yaitu badan lemah dan lesu, nafsu makan dan berat badan yang

menurun, suhu tubuh meningkat terutama pada malam hari, dan sakit pada

daerah punggung. Pada anak kecil biasanya diikuti dengan sering menangis

dan rewel.

Pada awal gejala dapat dijumpai adanya nyeri radikuler di sekitar dada

atau perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun kian

memberat. Kemudian muncul adanya spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan

refleks babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas

tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang

bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan

komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih

lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk akibat
penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis,

ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah

adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda

defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s

paraplegia. Pada stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia

disebabkan oleh tekanan ekstradural pus maupun sequester atau invasi

jaringan granulasi pada medula spinalis dan jika Pott’s paraplegia muncul

pada stadium lanjut spondilitis TB maka itu disebabkan oleh terbentuknya

fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang ( ankilosing ) di atas

kanalis spinalis.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses

paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema

tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot

iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abcess.

G. PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya pngobatan tuberkulosis tulang blakang harus dilakukan

sesegera munkin untuk mengentikan progresivitas penyakit serta mencegah

paraplegia.

Prinsip pengobatan paraplegia Pott adalah:

1. Pemberian obat antituberkulosis

2. Dekompresi medulla spinalis


3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:

1. Terapi konservatif berupa:

 Tirah baring (bed rest)

 Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi

gerak vertebra

 Memperbaiki keadaan umum penderita

 Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :

a. Kategori 1

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+),

diberikan dalam 2 tahap:

 Tahap 1:

Rifampisin 450 mg + Etambutol 750 mg + INH 300 mg +

Pirazinamid 1500 mg

Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).

 Tahap 2:

Rifampisin 450 mg + INH 600 mg

Diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54

kali).

b. Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat

selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang

kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :

 Tahap I

Streptomisin 750 mg + INH 300 mg + Rifampisin 450 mg +

Pirazinamid 1500mg + Etambutol 750 mg

Obat ini diberikan setiap hari. Untuk Streptomisin injeksi hanya

2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90

kali).

 Tahap 2

INH 600 mg + Rifampisin 450 mg + Etambutol 1250 mg

Obat ini diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan

(66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita

bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis

berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan

adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif

Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:

 Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia

atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan


operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat

tuberkulostatik.

 Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.

 Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi

ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan

langsung pada medulla spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi

penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih

memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold

abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

a. Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh

karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian

tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.

Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian

depan.

Paraplegia

b. Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:


a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

c. Kifosis

Operasi pada pasien kifosis dilakukan dengan 2 cara:

1. Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang

hebat,. Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat

terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal.

2. Operasi PSSW

Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan

pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total treatment

. Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan

bukan hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter.

Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang

stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan dengan

kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam

masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.


H. PEMERIKSAAN DIASNOSTIK

b. Pemeriksaan Laboratorium

1. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai

mikrobakterium

2. Uji mantoux positif

3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan

mikrobakterium

4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional

5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

c. Pemeriksaan Radiologis

1. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru

2. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan

diskus intervertebralis yang berada di korpus tersebut

3. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala

penekanan sumsum tulang

4. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail

dari lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi

tulang

5. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan

osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan

saraf.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubngan dengankat agen pencidera

fisik(mis.abses,amputasi,terbakar,terpotong,mengangkat

berat,prosedur oprasi,trama,latihan fisik berlebih itandai dengan

tanda mayor dan minor

2. Risiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidak mampuan mencerna

makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutriens, factor psikologis

( keengganan untuk makan)

3. Resiko infeksi ditandai dengan peningkatan paparan organisme


patogen lingkungan, ketidakkatan pertahanan tubuh seknder ( supresi
respon inplamasi)
KONEP
ASUHAN KEPERAWATAN

1. ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa pada spondilitis tuberkulosi meliputi:
a. Anamnese
Anamnese dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari
pasien, meliputi keluhan utaman, kluhan sistem badan, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,riwayat penyakit
keluarga dan lingkungan.
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Pada klien dngan spondilitis tuberkulosis terlihat lemah,
pucat,dan pada tulang terlihat bentuk kiposis
2. Palpasi
Sesuai yang telihat pada inspeksi,keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibbus pada ara tulang yang mengalami
infeksi
3. Perkusi
Pada tulang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok,
4. Askultasi
Pada pemeriksaan auskltasi, keadaan paru tidak di tmkan
klainan
DAFTAR PUSTAKA

Betz and Sowden, 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 5. Jakarta:
EGC

Ngastiyah, 2014. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedikteran EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia, Edisi 1. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Edisi 1. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SiKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Edisi 1. Jakarta: PPNI

Bohndorf K., Imhof H. Bone and Soft Tissue Inflammation. In :


Musculoskeletal Imaging : A Concise Multimodality Approach. New
York Thieme, 2001 : 150, 334-3

Martini F.H., Welch K. The Lymphatic System and Immunity. In :


Fundamentals of Anantomy and Physiology. 5th ed. New Jersey : Upper
Saddle River, 2001: 132,151

Anda mungkin juga menyukai