Anda di halaman 1dari 23

1

LAPORAN PENDAHULUAN SPONDILITIS TB

A. Tinjauan Teoritis
1. Definisi
Spondilitis Tuberculosa yaitu infeksi kronis yang berupa infeksi
granulomatosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa
yang menyerang vertebra. Spondylitis TB disebut juga Penyakit Pott bila
disertai paraplegi atau deficit neurologis. Spondylitis ini pasling sering
ditemukan pada vertebra T8 sampi L3 dan paling jarang pada C2.
Spondylitis Tb biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang
mengenai arkus vertebra (Bruner & Suddarth, 2015).

2. Anatomi fisiologi
Kolumna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar
mobile melengkung yang kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thorak,
anggota gerak atas, membagi berat badan ke anggota gerak bawah dan
melindungi medula spinalis (Gibson, 2015 )
Kolumna vertebra terdiri dari beberapa tulang vertabra yang di
hubungkan oleh diskus Intervertebra dan beberapa ligamen. Masing -
masing vertabra di bentuk oleh tulang Spongiosa yang diisi oleh sumsum
merah dan ditutupi oleh selaput tipis tulang kompakta. Kolumna vertebra
terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :
a. 7 ruas tulang cervikal

b. 12 ruas tulang thorakal

c. 5 ruas tulang lumbal

d. 5 ruas tulang sakral (sacrum)

e. 5 ruas tulang ekor (coccygis)

Vertebra dan persendiannya.


Vertebra memiliki perbedaan yang khas yang memperlihatkan seperti :

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
2

Korpus yaitu lempeng tulang yang tebal, dengan permukaan yang agak
melengkung diatas dan bawah .
Arkus vertebra terdiri dari :
1. Pedikulus di sebelah depan : Tulang berbentuk batang memanjang
kebelakang dari korpus, dengan takik pada perbatasan vertebra
membentuk foramen intervertebralis.
2. Lamina di sebelah belakang : lempeng tulang datar memanjang ke
belakang dan ke samping bergabung satu sama lain pada sisi yang
berbeda.
Foramen vertebra : Suatu lubang besar dibatasi oleh korpus pada
bagian depan, pedikulus di samping dan di belakang. Foremen
Transversarium : lubang disamping , diantara dua batasan vertebra , di
dalamnya terdapat saraf spinal yang bersesuaian. Processus articularis
posterior dan inferior ; berarti kulasi dengan processus yang serupa pada
vertebra diatas dan dibawah. Processus tranversus : memproyeksikan
batang tulang secara tranversal. Spina : Suatu processus yang mengarah
ke belakang dan ke bawah. Diskus intervertebra adalah diskus yang
melekatkan kepermukaan korpus dari dua takik vertebra : Diskus tersebut
terbentuk dari anulus fibrosus,jaringan fibrokartilago yang berbentuk
cincin pada bagian luar, dan nukreus pulposus, substansi semi-cair yang
mengandung beberapa sarat dan terbungkus di dalam anulus fibrosus.
Ligamentum.
Beberapa ligamentum yang menghubungkan vertebra :
a) Dari Ligamentum longitudinalis anterior melebar ke bawah pada bagian
depan korpus vertebra
b) Ligamentum longitudinalis posterior melebar ke bawah pada bagian
belakang dari korpus vertebra ( yaitu didalam kanalis vertebra ).
c) Ligamen pendek menghubungkan processus tranversus dan spinalis dan
mengelilingi persendian processus artikuler.
Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher:

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
3

Vertebra cervucalis bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis,


dan processus tranversus yang di tandai dengan jelas karena
mempunyai foramen ( didalamnya terdapat arteri vertebralis ) dan
berakhir dalam dua tuberkolosis.
Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung :
Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan
disebelah bawah menjadi lebih besar.
Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut :
a. Badannya berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset
atau lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga,
lengkungnya agak kecil, prosesus panjang dan mengarah kebawah,
sedangkan prosesus tranversus , yang membantu faset persendian
untuk iga.
b. Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang :
c. Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya
sangat besar dibandingkan dengan badab vertebra yang lainnya dan
berbentuk seperti ginjal, prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk
seperti kapak kecil, prosesus tranversusnya panjang dan langsing,
ruas kelima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo
sakral.
Sakrum atau tulang kelangkang.
Tulang sakram berbentuk segitiga dan terletak padambagian bawah
kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau
tulang koxa) dan membentuk bagian belakabg rongga pelvis (panggul).
Dasar dari sakrum terletak diatas dan bersendi dengan vertebra
lumbalis kelima dan membentuk sendi intervetebra yang khas,tepi
anterior dari basis saklrum ,membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang
belakang) dan lanjuan dari padanya. Dinding kanalis sakralis
berlubang - lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang
indemeter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sakrum.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
4

Permukaan anterior sakrum adalah lekung dan memperlihatkan empat


gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima
vertebra sakralis pada ujung gili-gili ini disetiap sisi terdapat lubang -
lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang - lubang ini di
sebut foramina. Apex dari sakrum bersendi,dengan tulang koksigius.
Disisinya, sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi
sakroiliaka kanan dan kiri. Koksigeus atau tulang ekor. Koksigeus
terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimater yang bergabung
menjadi satu, di atasnya ia bersendi dengan sakrum (Evelyn, 2015)
3. Etiologi
Spondilitis tuberculosis atau tuberculosis tulang belakang merupakan
infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain, 90 – 95% disebabkan
2 1
oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( dari tipe human dan dari tipe
3 3
bovin) dan 5 – 10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman
mycobacterium tuberkulosa bersifat tahan asam, dan cepat mati apabila
terkena matahari langsung.
4. Patofisiologi
Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra. Kemudian,
terjadi hiperemia dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
pelunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis,
diskus internertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudain eksudat menyebar
ke depan, di bawah longitudinal anterior. Eksudap ini dapat menembus
ligamen dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang
lemah. Pada daerah vertebra servikalis, eksudat terkumpul di belakang
paravertebral dan menyebar ke lateral di belakang muskulus
sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protusi ke depan dan ke
dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal.
Perubahan struktur vertebra servikalis menyebabkan spasme otot dan
kekakuan leher yang merupakan stimulus keluhan nyeri pada leher.
Pembentukan abses faringeal menyebabkan nyeri tenggorokan dan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
5

gangguan menelan sehingga terjadi penurunan asupan nutrisi dan masalah


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kekakuan leher
menyebabkan keluhan mobilitas leher dan risiko tinggi trauma sekunder
akibat tidak optimalnya cara mobilisasi. Tindakan dekompresi dan
stabilisasi servikal pada pasca bedah menimbulkan port de entree luka
pasca bedah risiko tinggi infeksi (Brannon et al, 2013).
5. Pathway Keperawatan

Invasi hematogen ke korpus dekat diskus invertebra daerah servikal

Kerusakan dan penjalaran ke vertebra yang berdekatan

Perubahan struktur vertebra servikalis

Kurang
Kompresi diskus dan kompresi Spasme Otot Pembentukan abses Pengetahuan
radiks saraf di sisinya faringeal

kekakuan leher
Nyeri tenggorokan Hipertermi
Tindakan dekompresi dan dan gangguan
stabilisasi Nyeri akut menelan

Port de entree Ketidak seimbangan


nurisi: Kurang dari
Gangguan kebutuhan
Resiko Infeksi Mobilitas Fisik

6. Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan penyakit TB
yang lain, yaitu badan lemah dan lesu, nafsu makan dan berat badan yang
menurun, suhu tubuh meningkat terutama kekakuan leher
pada malam hari, dan sakit pada

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
6

daerah punggung. Pada anak kecil biasanya diikuti dengan sering


menangis dan rewel.
Pada awal gejala dapat dijumpai adanya nyeri radikuler di sekitar
dada atau perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun
kian memberat. Kemudian muncul adanya spastisitas, klonus, hiper-
refleksia dan refleks babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum
ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri
ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,
terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda
terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada
sekitar 50% kasus, termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda
yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus),
bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis
seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono, 2015)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai
mikrobakterium
2) Uji mantoux positif
3) Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikrobakterium
4) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
5) Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelPemeriksaan
Radiologis
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
2) Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan
diskus intervertebralis yang berada di korpus tersebut
3) Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala
penekanan sumsum tulang

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
7

4) Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail


dari lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi
tulang
5) Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan
osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan
saraf (Tucker dkk, 2015)
8. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta
mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott adalah:
a. Pemberian obat antituberkulosis
b. Dekompresi medulla spinalis
c. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
d. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:
a. Terapi konservatif berupa:
1) Tirah baring (bed rest)
2) Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak
vertebra
3) Memperbaiki keadaan umum penderita
4) Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah:
a. Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+),
diberikan dalam 2 tahap:
1) Tahap 1:
Rifampisin 450 mg + Etambutol 750 mg + INH 300 mg +
Pirazinamid 1500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2
bulan pertama (60 kali).
2) Tahap 2:
Rifampisin 450 mg + INH 600 mg

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
8

Diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54


kali).
b. Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal
yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
1) Tahap I
Streptomisin 750 mg + INH 300 mg + Rifampisin 450 mg +
Pirazinamid 1500mg + Etambutol 750 mg Obat ini diberikan
setiap hari. Untuk Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60
kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
2) Tahap 2
INH 600 mg + Rifampisin 450 mg + Etambutol 1250 mg. Obat ini
diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum
penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap,
gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran
radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
b. Terapi operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
1) Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat
tuberkulostatik.
2) Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara
terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
3) Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi
ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan
langsung pada medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama
bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
9

masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat
cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
a. Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh
karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian
tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.
Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
1) Debrideman fokal
2) Kosto-transveresektomi
3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian
depan.
Paraplegia
b. Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
1) Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
2) Laminektomi
3) Kosto-transveresektomi
4) Operasi radikal
5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
c. Kifosis
Operasi pada pasien kifosis dilakukan dengan 2 cara:
1) Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,.
Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama
pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior
atau melalui operasi radikal.
2) Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan
pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total treatment.
Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah
dan bukan hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
10

semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang


dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa
deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya fungsi
tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam masyarakat,
kembali pada pekerjaan dan keluarganya.
9. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s
paraplegia. Pada stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia
disebabkan oleh tekanan ekstradural pus maupun sequester atau invasi
jaringan granulasi pada medula spinalis dan jika Pott’s paraplegia muncul
pada stadium lanjut spondilitis TB maka itu disebabkan oleh terbentuknya
fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing ) di atas
kanalis spinalis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses
paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema
tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke
otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abcess.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
11

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku bangsa, Pendidikan terakhir, alamat, tanggal pengkajian,
tanggal MRS, diagnosa medis
b. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama pasien dengan spondilitis TB yaitu nyeri punggung
bagian bawah sehingga mendorong pasien berobat ke rumah sakit. Pada
awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut.
Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat
terutama saat pergerakan pada tulang belakang. Selain keluhan utama
tersebut klien juga bis amengeluh nafsu makan menurun, badan terasa
lemah, suhu tubuh sedikit panas, keringat dingin, dan terjadi penurunan
BB.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Terajadinya spondylitis TB biasanya didahului dengan adanya riwayat
pernah menderita penyakit Tb paru.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klein dengan spondylitis TB penyebab timbulnya yaitu klien
pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit
TB pada keluarga maupun disekitarnya.
e. Riwayat psikososial
Klien akan cemas terhadap penyakit yang diderita sehingga klien akan
sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya, pengobatan
dan perawatan terhadapnya maka pendertia akan merasa takut dan
bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan
mempengaruhi sosialisasi penderita dengan linkungannya.

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
12

f. Pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanay tindakan medis dan perawatan di RS mempengaruhi
persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri, yang dikarenakan
tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga
menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan
juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan,
gizi dan tingkat ekonomi klien akan mempengaruhi kesehatan klien
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat dari proses penyakit klien merasakan tubuhnya menjasi
lemah. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
3) Pola eliminasi
Kelien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang
semula bisa ke kamar mandi, karena lemah, nyeri punggung dan
karena ada penatalaksanaan perawatan imobilisasi, sehingga jika
klien ingin BAB atau BAK harus diatas tempat tidur dengan alat
dan bantuan keluarga atau tenaga kesehatan. Dengan perubahan
tersbut klien tidak terbiasa dan akan terjadi gangguan eliminasi.
4) Pola aktifitas
Karena adanya kelemahan fisik , nyeri punggung dan karena ada
penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien
membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada punggung, dan perubahan lingkuangan atau
dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan
kebutuahn tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
13

Sejak sakit dan masuk RS klien mengalami perubahan peran atau


tidak mampu menjalankan perannya sebagaimana msetinya, baik
dalam keluarga maupun masyarakat. Hal tersebut berdampak
terganggunya hubungan interpersonal.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan spondylitis TB seringkali emrasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan terkadang sampai mengisolasi dirinya
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi indra klien tidak mengalamii ganguuan kecuali bila terjadi
komplikasi paraplegi.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan klien dalam hal melakukan hubungan seksual akan
terganggu bila klien dirawat di RS, namun dalam hal curahan kasih
saying dan perhatian dari pasangan hidupnya dalam hal merawat
sehari – hari tidak akan terganggu.
10) Pola penanggulangan stress
Klien yang kurang memahami kondisinya kan mengalami stress.
Dan klien akan lebih bnayak bertanya tentang penyakitnya untuk
mengurangi stressnya.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Klien yang sebelum sakit rajin melakukan ibadah, maka saat sakit di
ajuga akan giat beribadah sesuai dengan kemampuannya. Karena
dengan beribadah mereka akan merasa lebih tenang dan juga dapat
mengurangi stress yang dialaminya.
g. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Terkadang didapatkan adanya bakteri tuberculosa pada paru-paru
2) B2 (Blood)
Terkadang didapatkan adanya bakteri tuberculosa pada aliran
darah
3) B3 (Brain)

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
14

Pasien tmapak lemah, terjadi peningkatan suhu tubuh (sub febris)


4) B4 (Bowel)
Terdapat penurunana nafsu makan sampai penurunan BB
5) B5 (Bladder)
Biasanya terjadi gangguan eliminasi karena klien harus bedrest
6) B6 (Bone)
Nyeri pada tulang belakang, deformitas tulang belakang dan
tampak kifosi, terdapat spasme otot paravertebralis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis .
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh
karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi, aturan tindakan, dan
pencegahan
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kopresi diskus, kelainan
tulang belakang
f. Risiko infeksi dengan faktor risiko Pertahan primer tidak adekuat (, trauma
jaringan)

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
15

3. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC NIC Label: Pain
dengan: 1. Pain Level, Label : Pain Management Management
Agen injuri (biologi, kimia, 2. Pain control, 1. Kaji secara komprehensip 1. Untuk mengetahui
fisik, psikologis), kerusakan 3. Comfort level terhadap nyeri termasuk lokasi, tingkat nyeri pasien
jaringan Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Untuk mengetahui
DS: keperawatan selama …. Pasien kualitas, intensitas nyeri dan tingkat
Laporan secara verbal tidak mengalami nyeri, dengan faktor presipitasi ketidaknyamanan
DO: kriteria hasil: 2. Observasi reaksi dirasakan oleh pasien
1. Posisi untuk menahan 1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyaman secara 3. Untuk mengalihkan
nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu nonverbal perhatian pasien dari
2. Tingkah laku berhati-hati menggunakan tehnik 3. Gunakan strategi komunikasi rasa nyeri
3. Gangguan tidur (mata nonfarmakologi untuk terapeutik untuk 4. Untuk mengetahui
sayu, tampak capek, sulit mengurangi nyeri, mencari mengungkapkan pengalaman apakah nyeri yang
atau gerakan kacau, bantuan) nyeri dan penerimaan klien dirasakan klien
menyeringai) terhadap respon nyeri berpengaruh terhadap
2. Melaporkan bahwa nyeri
4. Terfokus pada diri sendiri 4. Tentukan pengaruh yang lainnya
berkurang dengan
pengalaman nyeri terhadap 5. Untuk mengurangi
5. Fokus menyempit menggunakan manajemen
kualitas hidup( napsu makan, factor yang dapat
(penurunan persepsi nyeri
tidur, aktivitas,mood, hubungan memperburuk nyeri
waktu, kerusakan proses 3. Mampu mengenali nyeri sosial) yang dirasakan klien
berpikir, penurunan (skala, intensitas, frekuensi
5. Tentukan faktor yang dapat 6. untuk mengetahui
interaksi dengan orang dan tanda nyeri)
memperburuk nyeriLakukan apakah terjadi
dan lingkungan) 4. Menyatakan rasa nyaman evaluasi dengan klien dan tim pengurangan rasa nyeri
6. Tingkah laku distraksi, setelah nyeri berkurang kesehatan lain tentang ukuran atau nyeri yang
contoh : jalan-jalan, 5. Tanda vital dalam rentang pengontrolan nyeri yang telah dirasakan klien
menemui orang lain normal dilakukan bertambah.
dan/atau aktivitas, 6. Tidak mengalami gangguan 6. Berikan informasi tentang nyeri 7. Pemberian “health
aktivitas berulang-ulang) tidur termasuk penyebab nyeri, education” dapat

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
16

7. Respon autonom (seperti berapa lama nyeri akan hilang, mengurangi tingkat
diaphoresis, perubahan antisipasi terhadap kecemasan dan
tekanan darah, perubahan ketidaknyamanan dari prosedur membantu klien dalam
nafas, nadi dan dilatasi 7. Control lingkungan yang dapat membentuk mekanisme
pupil) mempengaruhi respon koping terhadap rasa
8. Perubahan autonomic ketidaknyamanan klien (suhu nyer
dalam tonus otot ruangan, cahaya dan suara) 8. Untuk mengurangi
(mungkin dalam rentang 8. Hilangkan faktor presipitasi tingkat
dari lemah ke kaku) yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan yang
9. Tingkah laku ekspresif pengalaman nyeri klien dirasakan klien.
(contoh : gelisah, (ketakutan, kurang 9. Agar nyeri yang
merintih, menangis, pengetahuan) dirasakan klien tidak
waspada, iritabel, nafas 9. Ajarkan cara penggunaan terapi bertambah.
panjang/berkeluh kesah) non farmakologi (distraksi, 10. Agar klien mampu
10. Perubahan dalam nafsu guide imagery,relaksasi) menggunakan teknik
makan dan minum 10.Kolaborasi pemberian nonfarmakologi dalam
analgesic memanagement nyeri
yang dirasakan.
11. Pemberian analgetik
dapat mengurangi rasa
nyeri pasien
2. Ketidakseimbangan nutrisi NOC: 1. Timbang BB pasien pada 1. Untuk memantau
kurang dari kebutuhan a. Nutritional status: Adequacy interval yang tepat perubahan atau
tubuh of nutrient 2. Identifikasi faktor pencetus penurunan BB
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food and mual dan muntah 2. Untuk memberikan
Ketidakmampuan untuk Fluid Intake 3. Berikan antiemetik dan atau tindakan keperawatan
memasukkan atau mencerna c. Weight Control analgesik sebelum makan atau mengatasi mual muntah
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan tindakan sesuai program 3. Mengatasi atau
biologis, psikologis atau keperawatan selama….nutrisi 4. Tanyakan makanan kesukaan menghilangkan rasa
ekonomi. kurang teratasi dengan pasien dan sajikan dalam mual muntah
DS: indikator:

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
17

1. Nyeri abdomen 1. Albumin serum keadaan hangat 4. Makanan kesukaan yang


2. Muntah 2. Pre albumin serum 5. Ciptakan lingkungan yang tersaji dalam keadaan
3. Kejang perut 3. Hematokrit menyenangkan untuk makan hangat akan
4. Rasa penuh tiba-tiba 4. Hemoglobin (misalnya pindahkan barang- meningkatkan keinginan
setelah makan 5. Total iron binding capacity barang dan cairan yang tidak untuk makan
DO: enak dipandang) 5. Tempat yang bersih
6. Jumlah limfosit
1. Diare akan mendukung pasien
2. Rontok rambut yang untuk peningkatan nafsu
berlebih makan
3. Kurang nafsu makan
4. Bising usus berlebih
5. Konjungtiva pucat
6. Denyut nadi lemah

3 Hipertermia NOC: NIC : 1. Memantau


Berhubungan dengan : Thermoregulasi perkembangan status
1. Monitor suhu sesering mungkin hipertermi pasien
a. penyakit/ trauma
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor warna dan suhu kulit
b. peningkatan metabolisme
keperawatan 3. Monitor tekanan darah, nadi 2. Warna dan suhu kulit
c. aktivitas yang berlebih dapat digunakan sebagai
selama………..pasien dan RR
d. dehidrasi indikator status
menunjukkan : 4. Monitor penurunan tingkat
kesadaran hipertermi pasien
DO/DS: Suhu tubuh dalam batas normal
1. Kenaikan suhu tubuh diatas dengan kreiteria hasil: 5. Monitor intake dan output 3. Memantau
rentang normal 6. Berikan anti piretik perkembangan dan
1. Suhu 36 – 37C
2. Serangan atau konvulsi 7. Berikan cairan intravena keadaan umum pasien
2. Nadi dan RR dalam rentang
(kejang) normal 8. Kompres pasien pada lipat paha 4. Penurunan tingkat
3. Kulit kemerahan 3. Tidak ada perubahan warna dan aksila kesadaran merupakan
4. Pertambahan RR kulit dan tidak ada pusing, sebagai idikator ketidak
5. Takikardi merasa nyaman mampuan tubuh dalam

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
18

6. Kulit teraba panas/ hangat merespon panas


5. Menilai status hedrasi
pasien
6. Antipiretik dapat
menurunkan panas
7. Pemberian terapi
intravena membantu
memenuhi intake pasien
8. Kompres pada lipatan
membantu mempercepat
proses evaporasi kerena
banyaknya pembuluh
darah periver
4 Kurang Pengetahuan NOC: NIC 1. Mempermudah dalam
Berhubungan dengan :  Kowlwdge : disease process 1. Kaji pengetahuan klien tentang memberikan penjelasan
keterbatasan kognitif,  Kowledge : health Behavior penyakitnya pada klien
interpretasi terhadap Setelah dilakukan tindakan 2. Jelaskan tentang proses 2. Meningkatan
informasi yang salah, keperawatan selama …. pasien penyakit (tanda dan gejala), pengetahuan dan
kurangnya keinginan untuk menunjukkan pengetahuan identifikasi kemungkinan mengurangi cemas
mencari informasi, tidak tentang proses penyakit dengan penyebab. Jelaskan kondisi 3. Mempermudah
mengetahui sumber-sumber kriteria hasil: tentangklien intervensi
informasi. 1. Pasien dan keluarga 3. Jelaskan tentang program 4. Mencegah keparahan
DS: Menyatakan secara menyatakan pemahaman pengobatan dan alternatif penyakit
verbal adanya masalah tentang penyakit, kondisi, pengobantan 5. Memberi gambaran
DO: ketidakakuratan prognosis dan program 4. Diskusikan perubahan gaya tentang pilihan terapi
mengikuti instruksi, pengobatan hidup yang mungkin digunakan yang bisa digunakan
perilaku tidak sesuai 2. Pasien dan keluarga mampu untuk  mencegah komplikasi 6. Kemampuan yang
melaksanakan prosedur yang 5. Diskusikan tentang terapi dan dimiliki menjadi

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
19

dijelaskan secara benar pilihannya motivasi dalam proses


3. Pasien dan keluarga mampu 6. Eksplorasi kemungkinan kemampuan psikologis
menjelaskan kembali apa sumber yang bisa digunakan/ 7. Kunjungan yang teratur
yang dijelaskan perawat/tim mendukung dapat membantu
kesehatan lainnya 7. instruksikan kapan harus ke pemahaman klien dalam
pelayanan proses terapi
8. Tanyakan kembali 8. Mereviw kemampuan
pengetahuan klien tentang pasien/keluarga
penyakit, prosedur perawatan
dan pengobatan
5 Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC Label Exercise Therapy:
Berhubungan dengan : 1. Joint Movement : Active Joint Mobility
1. Gangguan metabolisme 2. Mobility Level 1. Kaji keterbatasan gerak sendi
sel 3. Self care : ADLs 2. Kaji motivasi klien untuk 1. Menentukan batas
2. Keterlembatan 4. Transfer performance mempertahankan pergerakan gerakan yang akan
perkembangan Setelah dilakukan tindakan sendi dilakukan
3. Pengobatan keperawatan 3. Jelaskan alasan/rasional 2. Motivasi yang tinggi
4. Kurang support selama….gangguan mobilitas pemberian latihan kepada dari pasien dpt
lingkungan fisik teratasi dengan kriteria pasien/ keluarga melancarkan latihan
5. Keterbatasan ketahan hasil: 4. Monitor lokasi 3. Agar pasien beserta
kardiovaskuler 1. Klien meningkat dalam ketidaknyamanan atau nyeri keluarga dapat
6. Kehilangan integritas aktivitas fisik selama aktivitas memahami dan
struktur tulang 2. Mengerti tujuan dari 5. Lindungi pasien dari cedera mengetahui
7. Terapi pembatasan gerak peningkatan mobilitas selama latihan alasanpemberian latihan
8. Kurang pengetahuan 3. Memverbalisasikan perasaan 6. Bantu klien ke posisi yang 4. Agar dapat memberikan
tentang kegunaan dalam meningkatkan optimal untuk latihan rentang intervensi secara tepat
pergerakan fisik kekuatan dan kemampuan gerak 5. Cedera yg timbul dapat
9. Indeks massa tubuh berpindah 7. Anjurkan klien untuk memperburuk kondisi
diatas 75 tahun percentil 4. Memperagakan penggunaan melakukan latihan range of klien
sesuai dengan usia alat Bantu untuk mobilisasi motion secara aktif jika 6. Memaksimalkan latihan
10. Kerusakan persepsi (walker) memungkinkan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
20

sensori 8. Anjurkan untuk melakukan 7. ROM dapat


11. Tidak nyaman, nyeri range of motion pasif jika mempertahankan
12. Kerusakan diindikasikan pergerakan sendi
muskuloskeletal dan 9. Beri reinforcement positif
neuromuskuler setiap kemajuan 8. ROM pasif dilakukan
13. Intoleransi jika klien tidak dapat
aktivitas/penurunan melakukan secara
kekuatan dan stamina mandiri
14. Depresi mood atau cemas
15. Kerusakan kognitif 9. Meningkatkan harga
16. Penurunan kekuatan otot, diri klien
kontrol dan atau masa
17. Keengganan untuk
memulai gerak
18. Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
19. Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
1. Penurunan waktu reaksi
2. Kesulitan merubah posisi
3. Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
4. Keterbatasan motorik
kasar dan halus
5. Keterbatasan ROM

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
21

6. Gerakan disertai nafas


pendek atau tremor
7. Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
8. Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi

6 Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan etelah diberikan asuhan  Wound Care
Faktor-faktor risiko : keperawatan selama 1 x 24 jam keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Monitor karakteristik,
1. Prosedur Infasif diharapkan pasien dapat diharapkan pasien dapat terhindar warna, ukuran, cairan
2. Kerusakan jaringan dan terhindar dari risiko infeksi, dari risiko infeksi, dengan criteria dan bau luka
peningkatan paparan dengan criteria hasil : hasil : 2. Bersihkan luka dengan
lingkungan Tissue Integrity : Skin and Tissue Integrity : Skin and normal salin
3. Malnutrisi Mucous membranes Mucous membranes 3. Rawat luka dengan
4. Peningkatan paparan 1.      Integritas kulit klien normal 1.      Integritas kulit klien normal konsep steril
lingkungan patogen 1. Temperatur kulit klien normal 1. Temperatur kulit klien normal 4. Ajarkan klien dan
5. Imonusupresi 2. Tidak adanya lesi pada kulit 2. Tidak adanya lesi pada kulit keluarga untuk
6. Tidak adekuat pertahanan  Wound healing: primary and melakukan perawatan
 Wound healing: primary and
sekunder (penurunan Hb, secondary jaringan: luka
secondary jaringan:
Leukopenia, penekanan 5. Berikan penjelasan
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi 1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
respon inflamasi) 2. menunjukkan pemahaman kepada klien dan
7. Penyakit kronik 2. menunjukkan pemahaman keluarga mengenai tanda
dalam proses perbaikan kulit
8. Imunosupresi dalam proses perbaikan kulit dan gejala dari infeksi
dan mencegah terjadinya cidera
9. Malnutrisi dan mencegah terjadinya 6. Kolaborasi pemberian
berulang
10. Pertahan primer tidak cidera berulang antibiotic
3. menunjukkan terjadinya proses
adekuat (kerusakan kulit, 3. menunjukkan terjadinya penyembuhan luka
trauma jaringan, proses penyembuhan luka Infection Control
gangguan peristaltik) 1. Bersihkan lingkungan
setelah dipakai klien lain
2. Instruksikan pengunjung
untuk mencuci tangan

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
22

saat berkunjung dan


setelah berkunjung
3. Gunakan sabun anti
mikroba untuk cuci
tangan
4. Cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
5. Gunakan universal
precaution dan gunakan
sarung tangan selma
kontak dengan kulit yang
tidak utuh
6. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
7. Observasi dan laporkan
tanda dan gejal infeksi
seperti kemerahan,
panas, nyeri, tumor
8. Kaji temperatur tiap 4
jam
9. Catat dan laporkan hasil
laboratorium, WBC
10.Ajarkan keluarga
bagaimana mencegah
infeksi

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep
23

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marilynn E , 2015. Rencana Asuhan Keperawatan , EGC, Jakarta.

Lynda Juall Carpenito, 2014. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,


edisi 2, EGC, Jakarta

Mansjoer dkk, 2015. Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3, FK UI, Jakarta

Price, Sylvia Anderson, 2015. Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses


Penyakit, Jakarta , EGC.

Tucker dkk, 2015. Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta

STIKes Widya Nusantara Palu Profesi Ners 2019


Maya Dwi Santi, S.Kep

Anda mungkin juga menyukai