Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PELATIHAN PERAWATANASTESI DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA KLIEN


DENGANDIAGNOSA MEDIS SPONDYLITIS TB WITH PARAVERTEBRAL
ABCESS DI L3-L4DENGAN ANASTESI INTUBASI ENDOTRACHEAL
TUBEPOSISI PRONE
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG PROVINSI JATIM

OLEH :

RAHMAWATI NINGSIH, S.Kep


KLINIK UTAMA SUKMA WIJAYA SAMPANG

INSTALASI ANESTESI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG PROVINSI JATIM
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI


PADA Ny. U DENGAN DIAGNOSA MEDIS SPONDYLITIS TB WITH PARAVERTEBRAL
ABCESS DI L3-L4 DENGAN ANASTESI INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE POSISI
PRONE
RSUD Dr SAIFUL PROVINSI JATIM

Telah Disetujui pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 15 Juni 2023

Tempat : RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Malang, 15-06-2023
Peserta Pelatihan

(Rahmawati Ningsih, S.Kep)


BAB I

KONSEP DASAR SPONDYLITIS TB

1.1 Pengertian
Spondilitis Tuberculosa yaitu infeksi kronis yang berupa infeksi granulomatosis yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosa yang menyerang vertebra.Spondylitis TB
disebut juga penyakit pott bila disertai paraplegi atau deficit neurologis.Spondylitis ini paling
sering ditemukan pada vertebra T8 sampi L3 dan paling jarang pada C2.Spondylitis TB
biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang mengenai arkus vertebra.
1.2 Etiologi
Spondilitis TB merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis ditempat lain ditubuh.
Penyebabnya yaitu bakteri berbentuk batang atau basil yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan.Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam
(BTA).Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempatyang gelap dan lembab.Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorma
atau tertidur lama selama beberapa tahun.
1.3 Anatomi Vertebra
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang yaitu 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5
buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap
dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu
membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus. Kolumna vertebralis mempunyai lima
fungsi utamayaitu
1) Menyangga berat kepala dan dan batang tubuh
2) Melindungi medula spinalis
3) Memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis
4) Tempat untuk perlekatan otot-otot
5) Memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh
Vertebra lumbalis terletak diregio punggung bawah antara regio torakal dan sakrum.
Vertebra pada regio ini ditandai dengan korpus vertebra yang berukuran besar, kuat dan
tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang mempunyai
pergerakan terbesar dan menanggung beban tubuh bagian atas. Ligamen-ligamen yang
memperkuat persendian di kolumna vertebralis regio lumbal adalah
1) Ligamen flavum
Ligamen flavum merupakan ligamen yang menghubungkan lamina dari dua arkus
vertebra yang berdekatan. Ligamen ini panjang, tipis dan lebar diregio servikal, lebih
tebal di regio torakal dan paling tebal di regio lumbal.
2) Ligamen interspinosus
Ligamen interspinosus merupakan ligamen yang menghubungkan prossesus spinosus
mulai dari basis hingga apex, merupakan ligamen yang lemah hampir menyerupai
membrane.
3) Ligamen intertranversus
Ligamen intertranversus adalah ligamen yang menghubungkan prossesus tranversus
yang berdekatan. Ligamen ini di daerah lumbal tipis dan bersifat membranosa
4) Ligamen supraspinosus
Ligamen supraspinosus menghubungkan prosesus spinosus di daerah apex vertebra
servikal ke 7 (VC7) sampai dengan sakrum. Ligamen ini dibagian kranial bergabung
dengan ligamen nuchae. Ligamen supraspinosus ini kuat, menyerupai tali
Diskus intervertebralis relatif resisten terhadap kegagalan menghadapi beban
kompresi.Vertebral end plate biasanya yang terlebih dahulu kalah baik pada diskus normal
maupun yang telah mengalami degenerasi terutama oleh beban torsional. Beban pada vertebra
terbukti sangat bervariasi, tergantung postur dan beban eksternal. Pada L3-L4 seseorang yang
sedang duduk, tekanan intradiskalnya lebih tinggi dibanding waktu berdiri, tetapi tekanan
paling rendah sewaktu seseorang berbaring terlentang.

1.4 Patofisiologi
Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra.Kemudian, terjadi hiperemia dan
eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan pelunakan korpus.Selanjutnya terjadi kerusakan
pada korteks epifisis, diskus intervertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudain eksudat menyebar
ke depan, di bawah longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamen dan berekspansi
ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah vertebra servikalis,
eksudat terkumpul di belakang paravertebral dan menyebar ke lateral di belakang muskulus
sternokleidomastoideus.
Abses pada vertebra torakalis akan tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati
daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol fusiform.Abses pada serah ini dapat
menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat
menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul dibawah ligamentum inguinal pada
bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar kedaerah krista iliaka dan mungkin dapat
mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea. Eksudat dapat
mengalami protusi ke depan dan ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal.
Perubahan struktur vertebra servikalis menyebabkan spasme otot dan kekakuan leher yang
merupakan stimulus keluhan nyeri pada leher.Pembentukan abses faringeal menyebabkan nyeri
tenggorokan dan gangguan menelan sehingga terjadi penurunan asupan nutrisi dan masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kekakuan leher menyebabkan keluhan
mobilitas leher dan risiko tinggi trauma sekunder akibat tidak optimalnya cara mobilisasi.
Tindakan dekompresi dan stabilisasi servikal pada pasca bedah menimbulkan port de entree
luka pasca bedah risiko tinggi infeksi.
1.5 Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan penyakit TB yang lain, yaitu
a. Badan lemah / lesu
b. Nafsu makan menurun
c. BB menurun
d. Suhu tubuh sedikit meningkat (sub febris) terutama pada malam hari
e. Nyeri punggung
f. Nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut
g. Deformitas tulang belakang
h. Adanya spasme otot paravertebralis
i. Bengkak pada daerah paravertebra
j. Gangguan motoric
k. Adanya gibus/kifosis
1.6 Stadium Penyakit
1) Stadium implantasi
Setelah bakteri berada pada tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita turun maka
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak -anak umumya
pada daerah sentral vertebra.
2) Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi kopus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3) Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif. Kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuenstrum serta
kerusakan diskus invertebralis. Pada saat ini trebentuk tulang baji terutama disebelah
depan akibat kerusakan korpus vertebra yang menyebabkan terjadinya kifosis atau
gibbus.
4) Stadium gangguan neurologis
Ganggaun neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, terutama
ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.Gangguan ini ditemukan 10% dari
seluruh komplikasi spondylitis TB.Vertebra torakalis mempunyai mampunyai kanalis
spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah
ini. Bila terjadi gangguan neorologis maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia,
yaitu :
a) Derajat 1
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas atauu
setelah berjalan jauh.Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
b) Derajat 2
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
c) Derajat 3
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membetasi gerak / aktifitas
penderita.
d) Derajat 4
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris serta gangguan defekasi dan miksi.
5) Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurnag lebih 3-5 tahun setelah timbulnnya stadium miplantasi.
Kifosis atau gibbus akan bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yag massif
disebelah depan.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
 Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis
 Uji Mantoux : hasil positif TB
 Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan Mycobacterium
 Biopsy jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
 Pemeriksaan hispatologi ditemukan tuberkel. Pemeriksaan foto toraks untuk
melihat adanya tuberkulosis paru
 Pungsi lumbal akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah
2) Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitil, dan destruksi korpus
vertebra disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus
tersebutdan mungkin dapat ditemukan adanya abses paravertebral.
 Pemeriksan mielografi dilakukan bila terdapat tanda-tanda penekanan pada
sumsum tulang
 CT Scan, dapat memberikan gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irregular, sclerosis, kolaps diskus.
1.8 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan
paraplegia Pott adalah:
1) Pemberian obat antituberkulosis
2) Dekompresi medulla spinalis
3) Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4) Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:
1) Terapi konservatif berupa:
 Tirah baring (bed rest)
 Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
 Memperbaiki keadaan umum penderita
 Pengobatan antituberkulosa
2) Terapi operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
a) Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap
spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b) Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
c) Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun
pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla
spinalis.
1.9 Komplikasi
1) Pott’s Paraplegia, dimana ekstremitas bawah mengalami kelumpuhan karena tekanan
ekstradural oleh pus maupun sequeter, atau invasi jaringan granulasi pada medula
spinalis bila pada stadium awal. Dan pada stadium lanjut terjadi karena terbentuknya
fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang diatas kanalis spinalis.
2) Empisema tuberkulosis, yang disebabkan oleh rupturnya abses paravertebra torakal ke
dalam pleura
3) Cold abses, yang disebabkan oleh pus pada vertebra lumbal yang turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses
WOC (SPONDYLITIS TB)
Udara tercemar bakteri mycobacterium tuberculosa

Penyebaran basil melalui arteri intercostal

Menyebar ke korpus vertebra diskus intervertebralis

Perusakan tulang dan penyebaran infeksi keruang doskus vertebra yang berdekatan

Spondylitis tuberculosis

Eksudasi

Osteoporosis dan perlunakan

Perubahan pada Perubahan pada Menyebar dibawah Perubahan pada


vertebra torakal vertebra lumbalis ligamentum longitudinal vertebra servikal
anterior

Ligament tertembus Eksudat menumpuk


Kerusakan pada Kompresi saraf dibelakang fasia
korteks epifisis
paravertebralis
dan discuss Menyebar keligament yang
MK : Nyeri akut
vertebra sekitar lemah
Menyebar kelateral
dibelakang muskulus
Abces vertebra Kifosis Abces vertebra lumbal
sternoidedomastoideus
torakal
Gibbus Abces mengikuti
Faring menonjol
musculus psoas
Paraplegi MK : Ganggua
citra tubuh Muncul dibawah Abces faringeal
Perubahan respon ligament inguinal
psikologi MK : Gangguan Esophagus
mobilitas fisik Menyebar tersumbat eksudat
MK : Ansietas kepembuluh darah
femorais Gangguan menelan

MK : Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
BAB II
KONSEP DASAR ANESTESI

2.1 Pengertian Anestesi


Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek. Anestesi
merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
2.2 Macam-Macam Anestesi
a. Anestesi Umum
Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh.Pembedahan
yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan
manipulasi jaringan yang luas.
b. Anestesi Regional
Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh
tertentu.Anestesi regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal
anestesi.Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi.Ahli
anestesi memberi regional secara infiltrasi dan lokal.Pada bedah mayor, seperti
perbaikan hernia, histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi
regional atau spinal anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi.Blok anestesi
pada saraf vasomotorik simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan
vasodilatasi yang luas sehingga klien dapat mengalami penurunan tekanan darah yang
tiba – tiba.
c. Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan.Obat
anestesi menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi.Anestesi
lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.
2.3 Konsep General Anestesi
A. Pengertian
Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi
terhadap semua sensasi akibat induksi obat.Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri,
kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang
heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama
dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara
intravena.
B. Tujuan
1) Menginduksi hilangnya kesadaran dengan menggunakan obat hipnotik yang
dapat diberikan secara intravena (misalnya: propofol) atau inhalasi (misalnya:
sevofluran).
2) Menyediakan kondisi operasi yang cukup untuk lamanya prosedur pembedahan
dengan menggunakan anestesi seimbang, yaitu kombinasi obat hipnotik untuk
mempertahankan anestesi (misalnya: propofol, sevofluran), analgesik untuk
nyeri, dan bila diindikasikan relaksan otot, atau anestesi regional.
3) Mempertahankan fungsi fisiologis yang penting dengan cara berikut:
a) Menyediakan jalan napas yang bersih (masker laring atau selang trakea
kurang lebih ventilasi tekanan positif intermitten).
b) Mempertahankan akses vaskular yang baik.
c) Pemantauan fungsi tanda tanda vital (oksimetri nadi, kapnografi, tekanan
darah arteri, suhu, EKG, keluaran urin setiap jam).
d) Membangunkan pasien dengan aman saat akhir prosedur pembedahan.
C. Indikasi
Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan bedah yang lebih panjang,
misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi
tulang dan lain-lain. Selain itu, anestesi umum biasanya dilakukan pada pembedahan
yang luas
D. Kontra Indikasi
1) Jantung : hindarkan pemakaian obat-obat yang mendespresi miokard atau
menurunkan aliran darah coroner
2) Hepar : hindarkan obat hepatotoksik, obat yang toksis terhadap hepar atau dosis
obat diturunkan
3) Ginjal : hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat yang diekskresi
melalui ginjal
4) Paru : hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru
5) Endokrin : hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis
pada diabetes penyakit basedow, karena bisa menyebabkan peninggian gula
darah.
2.4 Persiapan Anestesi
1. Kunjungan pra anestesi
Persiapan anestesi dapat dilakukan dengan adanya kunjungan pra anestesi, dimana hal
tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
a) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal
b) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obatan anestesi dengan kondisi pasien
c) Menentukan status fisik pasien menurut ASA (American Society of
Anesthesiologist ) yaitu
 ASA 1 : pasien tanpa disertai penyakit sistemik
 ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang tanpa
pembatasan aktifitas
 ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat yang tidak mengancam jiwa
 ASA 4 : pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung bisa
mengancam jiwa sewaktu-waktu
 ASA 5 : pasien dengan tidak ada harapan, dengan atau tanpa pembedahan
diperkirakan meninggal dalam 24 jam
2. Persiapan alat (STATICS)
Adapun hal yang harus diperhatikan selain kesiapan pasien adalah kesiapan alat meliputi
 S : Scope (laringoskop, stetoskop)
 T : Tube (ETT dengan berbagai ukuran)
 A : Airway (LMA, BMV, guedel, oronasal airway)
 T : Tape (plester)
 I : Introducer (magil, mandrain, bougie)
 C : Connector (end to end, corrugate, breathing circuit)
 S : Suction (alat dan selang suction)
3. Persiapan obat anestesi dan emergency
A. Obat anestesi
1. Golongan sedasi
a. Midazolam
Tujuan memberikan rasa nyaman dan tenang, mengurangi kecemasan,
amnesia retrograde.Gologan obat benzodiazepine misalnya midazolam. Efek
induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intravena bila sebelumnya
diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi
narkotika sebelumnya.
Dosis premedikasi sebelum operasi :
 Pemberian intramuskular ataupun intravena pada penderita yang
mengalami nyeri sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau
kombinasi dengan antikolinergik atau analgesic
 Dosis : 0,07-0,1 mg/kgBB, onset 30 detik-1 menit, durasi 15-80 menit
 Dosis anak-anak : 0,05 mg/kbBB
b. Pethidin
Merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.
Keuntungannya untuk memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat
anestesi, menghasilkan anestesi pre dan pasca bedah.
Dosis pemberian :
 0,5-2 mg/kgBB onset kerja 1 menit durasi 2-4 jam
2. Analgesia
a. Fentanyl
Fentanyl adalah golongan obat opioid kuat yang digunakan sebagai
analgesic dan obat bius jika diberikan bersamaan dengan obat lain. Obat
ini bekerja pada SSP. Efek samping dari fentanyl adalah mual dan
mengantuk.
Dosis pemberian :
 1-2 mcg/kgBB onset kerja 30 detik durasi 30-60 menit
b. Sufentanyl
Merupakan obat anestesi primer yang digunakan sebagai agen induksi dan
pemeliharaan anestesi.
Dosis pemebrian :
 Efek analgesik 1-2 mcg/kgBB dengan durasi 1-2 jam
 Dosis pemeliharaan tidak boleh melebihi 1 mcg/kg/jam
c. Morphin
Morphin digunakan untuk meredakan dan menghilangkan nyeri hebat
yang tidak dapat diobati dengan analgesic non-opiod.
Dosis pemberian :
 0,1-0,2 mg/kgBB onset kerja <1 menit durasi 2-7 jam
3. Induksi
a) Propofol
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi
efek ini disebebkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah
jantung.
Efek samping propofol pada system pernapasan adanya depresi nafas,
apnea, bronkospasme dan laringospasme.Pada kardiovaskuler hipotensi,
aritmia.Pada SSP adanya sakit kepala, pusing, kebingungan, mual dan
muntah.Dosis pemberian secara intravena : 2-2,5 mg/kgBB, onset kerja 40
detik dengan durasi 5-10 menit
b) Tiopenthal
Suplementasi dari anestesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari tekanan
intracranial, proteksi cerebral. Efek samping depresi sirkulasi, aritmia, depresi
pernapasan, apnea, laringospasme
Dosis pemberian :
 Dewasa : induksi IV 3-5 mg/kgBB
 Anak : induksi IV 5-6 mg/kgBB
 Bayi : induksi IV 7-8 mg/kgBB
 Infuse 0,05-0,35 mg/kgBB/menit
Onset 20-30 detik dengan durasi 5-15 menit
c) Ketamin
Anestetik disosiatif, induksi dan pemeliharaan anestesi khususnya pada
pasien hipovolemi atau beresiko tinggi, satu-satunya anestetik untuk prosedur
bedah singkat. Efek samping hipertensi, takikardi, depresi nafas, apnea dan
delirium
Dosis pemberian :
 Sedasi atau analgesia : 0,5-1 mg/kgBB
 Induksi : 1-2,5 mg/kgBB, onset 30 detik, durasi 5-15 menit
4. Obat muscle relaxan
Adalah obat pelumpuh otot yang bekerja pada otot bergaris/otot lurik. Pelumpuh
otot dibagi menjadi 2 yaitu depolarisasi dan non depolarisasi :
a. Pelumpuh otot depolarisasi : termasuk golongan obat ini adalah
suksinilkolin dan dekametonium
b. Pelumpuh otot non depolarisasi
 Atracurium
Keunggulannya adalah metabolisme terjadi didalam darah, tidak
bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek
akumulasi pada pemberian berulang. Efek samping dan pertimbangan
klinis histamine release pada dosis duatas 0,5 mg/kgBB
Dosis pemberian :
 0,3-0,5 mg/kgBB onset kerja 1-3 menit durasi 20-30 menit
 0,1 mg/kgBB setiap 10-20 menit
 Infuse 5-10 mcg/kg/menit
 Rokuronium
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal sedangkan
kerugiannya adalah terjadi gangguan hati dan efek kerja yang lebih
lama
Dosis pemberian :
 0,6-1,2 mg/kg/BB 0nset 45-90 detik durasi 15-150 menit
5. Maintenance obat inhalasi
a. Isoflurane
Anestesi inhalasi berbentuk cairan yang tidak berwarna, berbau tajam,
tidak mudah terbakar. Efek dari isoflurane yaitu
 Efek bronchodilator tapi tidak kuat
 Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien merasa tidak nyaman
 Menimbulkan depresi ringan pada jantung
 Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium
pembedahan anestesi
 1 MAC = 1,15%
b. Sevoflurane
Anestesi inhalasi berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau enak, tidak
iritatif, tidak mudah terbakar. Efek dari sevoflurane yaitu
 Menimbulkan relaksasi pada anak
 Pada system kardiovaskuler sedikit menimbulkan depresi kontraksi
jantung
 Memicu bronchospasme
 1 MAC = 2%
B. Obat emergency
1. Adrenalin
Indikasi : asistole, PEA, VF/VT pulsesis, hipotensi, bradikardi
Dosis :1 mg tiap 3-5 menit IV
2. Sulfas Atropin
Indikasi : bradikardi (denyut nadi <60x/menit)
Dosis : 0,5-1 mg
3. Lidocain
Indikasi : VF dan VT bila tidak ada amiodaron, PVC
Dosis : 3 mg/kgBB tiap 3-5 menit, maksimal 3 mg/kgBB
4. Efedrin
Indikasi : hipotensi systole <90 mmHg
Dosis : IV 5-10 mg
2.5 Tahap-Tahap General Anestesi
a) Stadium I (tahap analgesia) yaitu dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya
kesadaran
b) Stadium II (tahap eksitasi) yaitu dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi
teratur misalnya terdapat batuk, kegelisan, muntah dan perubahan tekanan darah serta
takikardi
c) Stadium III (pembedahan) yaitu dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi,
dibagi menjadi 4 plane yaitu :
 Plane I yaitu dari timbulnya pernapasan teratur hingga berhentinya pergerakan bola
mata
 Plane II yaitu dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya paralisis
intercostals
 Plane III yaitu dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis intercostals
 Plane IV yaitu dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma
d) Stadium IV (depresi medulla oblongata) yaitu overdosis dari timbulnya paralisis
diafragma hingga cardiac arrest
Dalam memberikan obat-obatan pada pasien yang akan menjalani operasi maka perlu
diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance dan lain-lain.
2.6 Efek General Anestesi
1) Pernapasan
Pasien dengan keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan pernapasan dan peredaran
darah.Obat anestesi inhalasi menekan fungsi mukosilia saluran pernapasan menyebabkan
hipersekresi ludah dan lendir sehingga terjadi penimbunan mukus di jalan napas.
2) Kardiovaskuler
Keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara tiba-tiba.Jantung dapat berhenti
disebabkan oleh karena pemberian obat yang berlebihan, mekanisme reflek nervus yang
terganggu, perubahan keseimbangan elektrolit dalam darah, hipoksia dan anoksia,
katekolamin darah berlebihan, keracunan obat, emboli udara dan penyakit jantung.
3) Gastrointestinal
Regurgitasi yaitu suatu keadaan keluarnya isi lambung menuju faring tanpa adanya tanda-
tanda. Salah satunya dapat disebabkan karena adanya cairan atau makanan dalam lambung,
tingginya tekanan darah ke lambung dan letak lambung yang lebih tinggi dari letak faring.
General anestesi juga menyebabkan gerakan peristaltik usus akan menghilang.
4) Ginjal
Anestesi menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat menurunkan filtrasi
glomerulus sehingga dieresis juga menurun.
5) Perdarahan
Selama pembedahan pasien dapat mengalami perdarahan, perdarahan dapat menyebabkan
menurunnya tekanan darah, meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernapasan,
denyut nadi melemah, kulit dingin, lembab, pucat serta gelisah.
2.7 Konsep General Anestesi Intubasi Endotracheal
A. Pengertian
Intubasi endotracheal adalah tindakan memasukan pipa endotrakhea ke dalam trakhea

sehingga jalan nafas bebas hambatan dan pertukaran gas adekuat .Intubasi endotrakea
dapat dilakukan melalui beberapa lintasan antara lain melalui hidung (nasotrakeal),
mulut (orotrakeal) dan melalui tindakan trakeostomi
B. Tujuan
1) Pembebasan jalan nafas
2) Pemberian nafas buatan dengan bag and mask
3) Pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator)
4) Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat
5) Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang dikembangkan)
6) Mencegah distensi lambung
7) Pemberian oksigen dosis tinggi
C. Indikasi
1. Ada obstruksi jalan nafas bagian atas
2. Pasien yang memerlukan bantuan nafas dengan respirator
3. Pemberian anestesi
4. Terdapat banyak sputum (pasien tidak dapat mengeluarkan sendiri)
D. Kontra Indikasi
1) Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan
untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah
cricothyroidectomy pada beberapa kasus
2) Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
E. Persiapan Intubasi
1. Cuci tangan
2. Posisi pasien terlentang
3. Kepala diganjal bantal kecil setinggi 10 cm
4. Tinggikan bed pasien sampai umbilikus perawat
5. Pilih ukuran ETT
a) Laki-laki : no 7-8
b) Wanita : no 6,5-7,5
c) Anak-anak : usia (th)+4
4
6. Periksa balon pipa/cuff ETT dengan spuit 20 cc
7. Pasang blade yang sesuai
8. Minta pasien nafas dalam 3x atau oksigenasi dengan bag and mask atau ambu
bag dengan O2 100% 5 menit agar pasien tidak hipoksia
9. Masukkan obat-obat sedasi dan muscle relaxan (fentanyl, midazolam, propofol)
10. Bagging dulu, masukkan relaxan
11. Ventilasi dulu 2-3 menit
12. Buka mulut dengan laringoskop sampai terlihat epiglotis
13. Dorong blade sampai pangkal epiglotis, masukkan ETT sesuai ukuran
14. Cek apakah ETT benar masuk, isi cuff lalu fiksasi
F. Kriteria Ekstubasi
1. Hipoksia
2. Hipercarbi
3. Volum tidal tercapai
4. Pernafasan reguler
5. Ada pernafasan torakal
6. Ada pergerakan tangan
7. Pasien sadar
BAB III

KONSEP ANESTESI DENGAN POSISI PRONE

3.1 Pengertian
Tindakan anestesi dengan posisi telungkup sering diperlukan guna memfasilitasi akses
operasi pada berbagai tindakan bedah termasuk bedah saraf, antara lain pada tindakan
pembedahan tulang belakang. Selain perubahan fisiologis, dapat juga terjadi beberapa
komplikasi pada posisi telungkup yang harus mendapat perhatian khusus, sehingga diperlukan
pemahaman yang baik akan masalah ini.
Tindakan anestesi dengan posisi prone atau telungkup telah sejak lama dilaksanakan dan
dikembangkan guna memudahkan akses bedah. Namun, pelopor bedah tulang belakang pada
era tahun 1930 dan 1940 mengalami kendala, karena tidak ada upaya untuk menghindari
kompresi pada perut saat pasien berada dalam posisi telungkup.
Sebenarnya pada saat itu sifat valveless sistem vena telah dipahami dengan baik, yaitu
bahwa peningkatan tekanan intra-abdomen akan mendorong darah dari vena cava inferior
(IVC) masuk kedalam pleksus vena ekstradural yang akan mengakibatkan pendarahan sehingga
mengganggu lapang pandang bedah
Tindakan anestesi dengan posisi telungkup yang dilakukan pada berbagai prosedur bedah,
harus dilaksanakan secara aman yang didasarkan pada pemahaman yang mendalam atas
perubahan fisiologis dan resiko yang dapat terjadi. Sejumlah prosedur bedah yang memerlukan
posisi telungkup antara lain adalah pembedahan bagian belakang, pembedahan sinus pilonoidal
dan beberapa pembedahan di pergelangan kaki seperti repair tendoachilles.
3.2 Masalah yang Harus Diperhatikan
1) Cedera neurologis : plexus brachialis, N. Ulnaris, N. Femoralis, N.Cutaneus
2) Cedera pada mata
3) Telinga : penekanan pada telinga
4) Penekanan pada mammae dan genetalia pria
3.3 Persiapan Sebelum Perubahan Posisi
1) Induksi di branchart
2) Kurangi kedalaman anestesi sebelum merubah posisi pasien untuk mengurangi adanya
hipotensi
3) Perhatikan IV line dan alat monitor
4) Ahli anestesi melihat posisi kepala dan leher
5) Gunakan bantal untuk menyangga mammae, pelvis dan tulang yang menonjol
3.4 Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
1) Lindungi punggung pasien ketika memposisikan pasien
2) Posisikan tangan pasien disamping atau diatas kepala pasien
3) Hindari penekanan pada mata dan telinga
4) Hindari tekanan pada perut dan vena vertebralis
5) Lindungi ETT dan gunakan obat untuk mengurangi hipersaliva
6) Hindari flexi dan extensi yang berlebihan dari vertebra cervikalis
7) Lindungi mammae dengan bantal
8) Letakkan perlengkapan monitor sebelum pasien diposisikan
3.5 Prosedur Anestesi
1) Pasien masuk kekamar operasi lalu dipasang monitor standar yaitu tekanan darah non-
invasif kontinyu, saturasi oksigen, EKG, induksi dilakukan di branchart
2) Pasien diposisikan terlentang lalu dilakukan oksigenasi 7L/menit melalui sungkup muka
selama 3-5 menit
3) Kemudiandiinduksidenganmemberikan midazolam 2 mg, fentanyl 100mcg secara
perlahan propofol 80 mg jika pasien mulai apnea segera lakukan ventilasi dilanjutkan
pemberian relaxanatracurium25 mg
4) Tunggu sampai onset obat relaxan tercapai sekitar 1-3 menit kemudian lakukan intubasi
dengan memasukkan pipa endotrakheal non kingking nomor 7 sampai pada batas yang
sesuai, cuff diisi dan sambungkan dengan breathing circuit.
5) Cek apakah ETT benar masuk pada paru dengan mendengarkan pada 5 area lapang
paru, dimulai dari dada kanan dan dada kiri apakah terdengar sama sampai pada
epigastrum.
6) Jika sudah tepat pasang plester, setting mesin ventilator sesuai kebutuhan pasien
7) Pasang peak dan anti galau, tambahkan mount chateter pada ETT plester setiap
sambungan agar tidak terlepas, mata ditutup dengan tegaderm.
8) Kemudian persiapan pasien untuk diposisikan prone (telungkup) secara bertahap dari
branchart ke bed operasi perhatikan IV line dan alat monitor
9) Ahli anestesi melihat posisi kepala dan leher
10) Pasien dimiringkan secara perlahan dan bersamaan dari atas sampai bawah sesuai
intruksi ahli anestesi yang ada dibagian atas pasien (kepala dan leher)
11) Selanjutnya pasien diposisikan telungkup dan atur semua bagian-bagian pada tubuh
pasien untuk menghindari adanya penekanan. Kepala pasien harus dipastikan posisinya
pada bantal kepala yang sudah disiapkan terutama pada area ETT pasien.
12) Jika semua dipastikan benar cek kembali hemodinamik pasien dan pasien siap untuk
dilakukan pembedahan.
3.6 Pembahasan
Anestesi dengan posisi telungkup pada beberapa prosedur tindakan pembedahan harus
dilakukan dengan aman, didasarkan pada pemahaman yang utuh atas resiko yang dapat terjadi.
Sejumlah prosedur yang memerlukan posisi telungkup antara lain adalah pembedahan bagian
belakang, pembedahan sinus pilonoidal dan beberapa pembedahan di pergelangan kaki seperti
repair tendo Achilles. Sangat penting untuk memahani perubahan fisiologis dan tentunya resiko
yang terjadi sehubungan dengan posisi telungkup ini. Perubahan fisiologis pada posisi
telungkup dapat mempengaruhi system kardiovaskular dan sistem respirasi. Pada sistem
kardiovaskuler terjadi penurunan curah jantung. Pada suatu penelitian terjadi penurunan
Cardiac Index (CI) rata-rata 24%, hal ini terutama disebabkan karena menurunnya stroke
volume dengan sedikit perubahan pada laju jantung. Pada sebagian besar pasien, tekanan arteri
rata-rata dipertahankan dengan meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan resistensi
vascular pulmonal. Ada tiga faktor yang mempengaruhi curah jantung, yaitu preload, after load
dan kontraktilitas. Pada posisi telungkup terjadi kompresi vena kava inferior yang
menyebabkan penurunan aliran balik vena kejantung yang selanjutnya akan mengurangi
preload. Oleh sebab itu, penurunan preload merupakan faktor yang paling berperan. Posisi
telungkup sering digunakan pada operasi spinal, hal ini menyebabkan terjadinya perdarahan
pada lapangan operasi, oleh karena itu, menurunkan tekanan langsung pada abdomen
merupakan faktor penting. Keadaan ini dapat dicapai dengan merancang meja operasi khusus
atau meletakan bantalan dibawah dada dan dibawah pelvis. Peletakan bantal ini harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai bagian belakang terlalu tegang.

Posisi telungkup klasik.


a) Meja yang rata dengan tangan pasien diatas kepala: Perhatikan diatas dada depan
tepat dibawah klavikula diberi bantal, lengan atas didukung ventra dengan posisi
sumbu melintang dari dada. Siku dan lutut diberi penahan/bantalan, kaki difleksikan
dipaha.
b) Lengan dirapatkan sejajar dengan badan. Kepala ditahan dengan bantalan berbentuk
bagian muka.
c) Kemudian terakhir, meja atas di fleksikan untuk meminimalkan lordosis pada lumbal.
Pemasangan straps pada gluteus harus agak keatas untuk menahan berat ekstremitas
bawah diatas meja yang diposisikan miring.
Penurunan cardiac index dapat disebabkan peningkatan tekanan intratorakal yang
menyebabkan penurunan pengisian atrium, memicu peningkatan aktifitas simpatik melalui
reflex baroreseptor. Sesuai dengan teori ini, pada pasien dengan posisi telungkup, penurunan
stroke volume disertai dengan peningkatan aktifitas simpatik (peningkatan laju jantung,
resistensi vaskuler perifer dan kadar noradrenalin plasma). Perubahan sistem respirasi pada
posisi telungkup mempunyai efek yang positif, dengan syarat bahwa tekanan pada
abdominal dihindari. Pada posisi telungkup terjadi peningkatan Functional Residual
Capatity (FRC) dan tekanan oksigen di arteri (PaO 2), hal ini menjadi alasan mengapa posisi
telungkup sering digunakan diruang intensif pada pasien dengan penurunan fungsi paru,
akibat Acute Lung Injury. Walaupun mekanis memperbaiki fungsi ini masih belum jelas,
namun terjadi perubahan yang baik pada ventilasi dan perfusi (V/Q Math) dan juga terjadi
perbaikan tekanan oksigen arteri (PaO2). Daerah yang beresiko terjadi cedera tergantung
pada tepatnya teknik posisi telungkup yang sedang digunakan. Pertama, posisi telungkup
yang sederhana menggunakan kasur Montreal (meja operasi standar yang lembut dengan
lubang untuk menghindari tekanan pada perut) dan posisi 'tuck', yaitu pinggul dan lutut
dilipat untuk memungkinkan akses yang baik pada bedah daerah vertebra servikal atau
toraks.
Tekanan langsung yang dapat menimbulkan kerusakan pada musculoskeletal seperti pada
dahi, hidung, dada, lengan, payudara dan alat kelamin, panggul (spina iliaka superior), lutut
dan kaki perlu dilakukan pencatatan dan dilindungi. Kerusakan pada mata dapat disebabkan
oleh dua mekanisme. Pertama karena tekanan langsung pada mata, dimana posisi yang tidak
benar menyebabkan berat kepala akan ditopang oleh bola mata, dan akan mengakibatkan
kerusakan sekunder sampai iskemia. Pendapat kedua menyatakan, sebagai akibat dari
perfusi yang buruk. Sama halnya dengan bahwa tekanan perfusi serebral ditentukan oleh
tekanan arteri rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, maka tekanan perfusi bola mata dapat
juga didefinisikan sebagai tekanan arteri rata-rata dikurangi Tekanan Intra Okuler (TIO).
Oklusi pada drainase vena, atau kenaikan umum dalam tekanan vena akan meningkatkan
TIO.
Demikian pula apabila posisi kepala di bawah atau lebih rendah. Tekanan arteri rata-rata
dapat diturunkan karena hipotensi yang disengaja atau kompresi perut. Jika tekanan perfusi
bola mata terlalu rendah, maka dapat menyebabkan iskemik dan menimbulkan kerusakan
mata. Cedera tekanan langsung dapat terjadi pada kepaladan leher, dada, perut dan
pembuluh darah yang memasok aliran darah ke ekstermitas bawah dan atas. Pernah
dilaporkan pembengkakan pada lidah dan mulut yang dapat berpotensi menyebabkan
obstruksi jalan napas dan ekstubasi menjadi tertunda. Mekanisme ini dianggap karena
adanya obstruksi pada drainase vena di kepala dan leher akibat fleksi berlebihan pada leher
yang selanjutnya terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang juga menyebabkan edema.
BAB IV
PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANESTESI
PADA FASE PERIANESTESI

Nama Pasien : Ny. U No.Register :11568xxx


Umur : 37 tahun Dokter Operator : dr.Tri
Ruang Rawat : Dahlia Asisten Operasi :-
Diagnosa Medis : Spondylitis TB with Perawat Instrumen : Agung
Paravertebral Abcess Perawat Sirkuler : Eka
di L3-L4 Dokter Anestesi : dr.Aswoco Andyk SpAn
Tindakan : Debridement + Abcess Perawat Anestesi : Wenny
Evacuation
Tgl. Pengkajian : 15-05-2023 Tanggal Operasi : 15-05-2023
Jam Mulai OP. : 11.30 WIB Jam Selesai OP. : 14.30 WIB

PENGKAJIAN PRE ANESTESI


DATA SUBYEKTIF
 Keluhan Utama : nyeri
 Riwayat penyakit saat ini: pasien mengatakan ada luka didaerah punggung dan terasa nyeri
sudah 1 bulan yang lalu semakin terasa berat sejak 1 minggu sebelum MRS disertai badan panas
dan terasa lemah, nyeri seperti tertusuk-tusuk. Pasien sempat dibawa ke puskesmas dan di rujuk
ke RSUD DR. Saiful Anwar untuk pemeriksaan yang lebih jelas, dan disarankan untuk
dilakukan operasi
 Riwayat penyakit yang lalu: pasien tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
 Riwayat anestesi/ operasi terdahulu : pasien tidak pernah ada riwayat operasi sebelumnya
 Riwayat kebiasaan pasien (Perokok, alcohol, obat obatan) :-

DATA OBYEKTIF
a. Sistem Pernafasan (B1)
Jalan Nafas : Paten / Obstruksi
Sesak nafas : Ya/ Tidak terpasang O2 nasal : -lpm
Artificial airway : Oro/Nasofaringeal tube/ ETT / Tracheocanule
RR : 18x/menit
SpO2 : 98%
Gigi : Palsu ( - ) Cakil ( - ) Tongos ( - ) Ompong ( - )
Buka Mulut : 3 jari
MALAMPATTI : 1 / 2 / 3 / 4
Jarak Mentothyroid : 6 cm
Gerak leher : Flexy / Ekstensi
Suara nafas : Vesikuler / Bronkovesikuler

Ronchi : - - Whezing : - -
- - - -
Riwayat Asthma : Ya / Tidak
Lain lain : -
a. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Tensi : 140/86 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,5’C
CRT : <2’ , >2’
Sirkulasi : S1 S2 Tunggal ( reguler / irreguler) / extra systole / Gallop
Lain2 :
Konjungtiva : Anemis / Pink pale
Sianosis : Ya / Tidak
Perfusi : AHKM
b. Sistem Persyarafan (B3)
Keadaan Umum : cukup
GCS :E4V5M6
Skala nyeri :6
Reflek pupil : Isokor / Anisokor / Miosis / Pint point / Midriasis
Reflek cahaya : +/+
Motorik : 5 5
5 5
Plegi : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Parese : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Lain lain :-
c. Sistem Perkemihan (B4)
Produksi urine : 100 cc
Keluhan : Kencing menetes ( - ), Inkontinensia ( - ), Retensi Urine ( - )
Oliguri ( - ),Anuria ( - ), Hematuri ( -),
Disuria ( - ), Poliuria ( - ), tidak ada keluhan ( √ )
Warna urine : kuning jernih
Kandung Kemih : Membesar / Tidak
Kateter : Terpasang / Tidak
Blass punctie : Terpasang / Tidak
d. Sistem Pencernaan (B5)
Mukosa bibir : Lembab / Kering
Abdomen : Supel / Distended / Nyeri tekan
Bising Usus : 16 x/menit
Terpasang NGT : Tidak /Ya
Terpasang Drain : Tidak /Ya
Diare : Tidak / Ya Frekuensi : -
Lain-lain :-
e. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Pergerakan sendi : Bebas / terbatas
Fraktur : Tidak / Ya lokasi : -
Kompartemen Syndrom : Tidak / Ya lokasi :
Turgor : Baik / Kurang / Jelek
Hiperpigmentasi : Tidak / Ya
Dekubitus : Tidak / Ya
Ikterik : Tidak / Ya
Lain -lain :-
Keadaan Umum : lemah
Tanda Vital : Tensi : 140/86 mmHg Nadi : 100x/menit Suhu : 36,5’C
RR : 18x/menit SpO2 : 98%
TB / BB : 158 cm / 50 kg
Surat Persetujuan Operasi : Tidak ada / Ada
Protese dan Gigi Palsu : Tidak ada / Ada
Cat kuku dan Lensa Kontak : Tidak ada / Ada
Perhiasan : Tidak pakai / Pakai
Folley Catheter : Tidak ada / Ada produksi : 100 cc ( Ditampung / Dibuang )
NGT : Tidak ada /Ada
Persiapan Skiren / Cukur : Tidak / Ya
Huknah / Gliserin : Tidak / Ya Jam :
Persiapan darah : Tidak ada / Ada, Berapa kantong : 2 (PRC)
Contoh darah : Tidak ada / Ada
IV line : Tidak ada / Ada (TaKa / TaKi)
Lokasi : Vena perifer / Central / Lain-lain ...............
Jenis Cairan : Kristaloid / Koloid / Darah Tetesan : 20 tpm
Terakhir makan & minum : Makan : 02.00 WIB Minum : 02.00 WIB
Obat yang telah dikonsumsi : Tidak ada / Ada Jenis : -
Alergi obat : Tidak ada / Ada Jenis : -
Obat Premedikasi : Tidak ada / Ada Jenis : -
Jam : -
Status ASA : 1 2 3 4 5
Jenis Operasi : Emergency/ Elektif

Pemeriksaan Penunjang
Data Penunjang Laboratorium
Darah lengkap 14/05/2023
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 14,10 g/dL 10,85 – 14,90
Eritrosit (RBC) 4,90 Juta 4,11 – 5,55
Leukosit (WBC) 8,30 10³/mm³ 4,79 – 11,34
Hematokrit 43,50 % 34,00 – 45,10
Trombosit (PLT) 448,00 10³/mm³ 216,0 – 451,0
MCV 88,80 µm³ 71,80 – 92,00
MCH 28,80 Pg 22,60 – 31,01
MCHC 32,40 g/dL 30,80 – 35,20
RDW 14,80 % 11,30 – 14,60
PDW 8,0 fL 9 – 13
MPV 8,1 fL 7,2 – 11,1
P-LCR 10,5 % 15,0 – 25,0
PCT 0,36 % 0,150 – 0,400
NRBC Absolute 0,00 10³/µL
NRBC Percent 0,0 %
Hitung Jenis
Eusofil 2,70 % 0,70 – 5,40
Basofil 0,50 % 0,00 – 1,00
Neutrofil 78,60 % 42,50 – 71,00
Limfosit 12,20 % 20,40 – 44,60
Monosit 6,00 % 3,60 – 9,90
Eosinofil Absolut 0,22 10³/mm³ 0,04 – 0,43
Basofil Absolut 0,04 10³/mm³ 0,02 – 0,09
Neutrofil Absolut 6,53 10³/mm³ 2,72 – 7,53
Limfosit Absolut 1,01 10³/mm³ 1,46 – 3,73
NLR (Hematologi) 6,47
Monosit Absolut 0,50 10³/mm³ 0,33 – 0,91
Immature Granulosit (%) 0,40 %
Immature Granulosit 0,03 10³/µL
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 10,30 Detik 9,4 - 11,3
Control 11,0 Detik
INR 0,99 <1,5
APTT
Pasien 32,00 Detik 24,6 – 30,6
Kontrol 24,0 Detik
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
AST/SGOT 42 U/L 0 – 32
ALT/SGPT 37 U/L 0 – 33

Kimia klinik (14/05/2023)


JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
NORMAL
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 136 mmol/L 136 – 145
Kalium (K) 3.99 mmol/L 3,5 – 5,0
Clorida (Cl) 111 mmol/L 98 – 106

Faal ginjal (14/05/2023)


JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
NORMAL
FAAL GINJAL
Ureum 17,6 mg/dL 16,6 - 48,5
Kreatinin 0,57 mg/dL <1,2
eGFR (CKD-EPI) 118,4250 mL/menit/1.73m²
ANALISA DATA (PRE ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS :pasien mengatakan nyeri pada Spondylitis TB (D.0077)
punggung belakang, nyeri seperti Nyeri akut
Eksudat
ditusuk-tusuk dan nyeri terasa terus
Perubahan pada
menerus, skala nyeri 6
vertebra
DO :
Kerusakan pada
- Wajah tampak meringis
korteks epifisis dan
- Gelisah discuss vertebra
sekitar
- TD : 140/86 mmHg
- Nadi : 100x/menit Kompresi saraf
- RR : 18x/menit
Nyeri akut
- SpO2 : 98 %
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama :Ny. U
No RM :11568xxx
Tanggal : 15 Mei 2023

N Diagnosis Luaran Intervensi


O
1 (D.0077) Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nyeri
Nyeri akut berhubungan dengan keperawatan selama 15 menit Observasi
agen pencedera fisik (eksudat) diharapkan nyeri berkurang dengan - Identifikasi lokasi, karakteristik, dan frekuensi
yang ditandai dengan kriteria luaran nyeri
- Wajah tampak meringis - Wajah tampak tenang - Identifikasi skala nyeri
- Gelisah - Tidak gelisah - Identifikasi faktor yang memperberat dan
- TD : 140/86 mmHg - TTV normal memperingan nyeri
- Nadi : 100x/menit Skala nyeri menurun Terapeutik
- RR : 18x/menit - Berikan teknik relaksasi dan distraksi nyeri
- SpO2 : 98 % Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Ny. U
No RM : 11568xxx
OK : 606

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

15-05-2023 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, dan 15-05-2023 S : pasien mengatakan nyeri sedikit Ningsih
11.00 frekuensi nyeri 11.15 berkurang

2. Mengidentifikasi skala nyeri


O:
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan - Pasien tampak tenang
memperingan nyeri - TTV dalam batas normal
- Skala nyeri 4
4. Memberikan teknik relaksasi dan distraksi nyeri
5. Berkolaborasi pemberian analgetik jika perlu
A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan
INTRA ANESTESI
Anestesi mulai : 11.15 WIB s/d 14.35 WIB

Pembedahan mulai : 11.30 WIB s/d 14.30 WIB


Jenis pembiusan : General : a. Intubasi Endotracheal Tube
b. Laringeal Mask Airway (LMA)
c. Face Mask
d. Total Intravena Anestesi (TIVA)
Regional : a. Sub Arachnoid Block (SAB)
b. Epidural Block
c. Combined Subarachnoid-epidural (CSE)
d. Block Ganglion / saraf perifer
e. Kaudal
Lain – Lain :
Jenis Operasi : 1. Bersih 2. Bersih kontaminasi
3. Kotor 4. Kontaminasi
Golongan Operasi : 1. Khusus 2. Besar 3. Sedang 4. Kecil
Plate Diathermi : Lokasi : 1. Bokong 2. Tungkai kaki 3. Bahu
4. Tangan 5. Paha
Dipasang oleh : perawat serkuler
Pemeriksaan sebelumnya : 1.Utuh 2. Menggelembung
Pemeriksaan sesudah : 1.Utuh 2. Menggelembung
Monitor Anestesi : 1. Tidak 2. Ya 3.Standby
Mesin Anestesi : 1. Tidak 2. Ya 3.Standby
Persiapan Statics : 1.Lengkap. 2. Belum Lengkap
Anestesi Dengan : 1. Induksi : Midazolam dan Propofol
2. Analgesik : Fentanyl
3. Maintenance : Isoflurane
Relaksasi dengan : Atracurium
Ukuran ETT & kedalaman : ETT Non King no 7 kedalaman 20 cm
Mode (Presure/Volume) : Volume Control
Teknik Anestesi : General Anestesi Intubasi
Stadium Anestesi : Stadium 3 Plana 2
Lembar observasi Intra operasi
Tabel 3.3 Obat obatan

Jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/ Dosis Ja Nama Obat/dosis
m
11.15 Midazolam 2 mg 11.22 Ketorolac 30 mg
11.16 Fentanyl 100 mcg 11.23 Asam traneksamat 1 gr
11.17 Propofol 80 mg
11.19 Atracurium 25 mg
11.20 Dexametason 10 mg
11.21 Ondansentron 4 mg

11.15 12.15 13.15

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20
Keseimbangan Cairan
BALANCE CAIRAN 1 2 3 4
BB : 50 kg 1500
Kristaloid 500 700 1000
Hb : 14,1
EBV : 3.250 cc Input Koloid 0 500 800 1000
ABL (10) : 945 cc 0
Darah 0 0 0
(8) : 1.406 cc
M: 90 cc Urine 100 150 200 200
O: 150 Output Darah 50 100 150 200
  M+O 240 480 720 960
Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess
TOTAL
+10 +270 +430 +740
ANALISA DATA (INTRA ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS :- Agen farmakologis (D.0005)
DO: (obat anestesi) Pola napas tidak
- Pasien terpasang ETT Non King efektif
no 7 Kelemahan otot-otot
- Pernapasan dibantu mesin pernapasan
- Pernapasan dengan volume control
- RR : 16 Pola nafas tidak
- VT : 400 efektif
- TD : 120/64 mmHG
- Nadi : 84x/menit
- SpO2 : 99%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama :Ny. U
No RM :11568xxx
Tanggal : 15 Mei 2023

N Diagnosis Luaran Intervensi


O
1 (D.0005) Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen jalan napas
Pola napas tidak efektif berhubungan keperawatan selama 4x60 menit Observasi
dengan efek agen farmakologis (obat diharapkan pola napas membaik - Monitor TTV pasien
anestesi) yang ditandai dengan dengan kriteria luaran - Pemberian relaxan yang benar
- Pasien terpasang ETT Non King - Dispnea menurun - Pengaturan mesin anestesi yang sesuai
no 7 - Frekuensi napas membaik Terapeutik
- Pernapasan dibantu mesin - Kedalaman napas membaik - Pertahankan kepatenan jalan napas
- Pernapasan dengan volume - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
control detik
- RR : 16 - Lakukan hiperoksigenasi sebelum
- VT : 400 penghisapan endotracheal
- TD : 120/64 mmHG 2. Pemantauan respirasi
- Nadi : 84x/menit Observasi
- SpO2 : 99% - Monitor saturasi oksigen
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Tn. M
No RM : 11569xxx
OK : 504

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

15-05-2023 1. Memonitoring TTV pasien 15-05-2023 S : - Ningsih


11.15 2. Memberikan relaxan yang benar 14.35
3. Mengatur mesin anestesi yang sesuai O:
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Jalan napas paten
- Napas spontan
5. Melakukan penghisapan lendir kurang
- Tidak ada lendir/sekret
dari 15 detik - SpO2 : 99%
- Nadi : 80x/menit
6. Melakukan hiperoksigenasi sebelum
- RR : 16x/menit
penghisapan endotracheal
7. Memonitoring saturasi oksigen
Amasalah teratasi

P : intervensi dihentikan
POST ANESTESI

Data Subyektif : -
Data Obyektif
( √ ) KU Cukup TD : 130/60 mmHg ( -) Skala nyeri
( √ ) Sesak Nadi : 90x/mnt ( √ ) Menggigil
( √) Terpasang O2 NRBM 8 lpm SpO2 :98 % ( - ) Mual & Muntah
RR :18x/mnt ( √ ) Aldrete skore = 10
14.35 15.35 16.35

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20

A. Aldrete Score (dewasa)


Nilai Warna:
         Merah muda    (2)√
         Pucat               (1)
         Sianosis           (0)
Pernapasan:
         Dapat bernapas dalam dan batuk                    (2)√
         Dangkal namun pertukaran udara adekuat     (1)
         Apnea atau obstruksi                                    (0)
Sirkulasi:
         Tekanan darah menyimpang <20% dari normal         (2)√
         Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal     (1)
         Tekanan darah menyimpang >50% dari normal         (0)
Kesadaran:
         Sadar, siaga dan orientasi                               (2)√
         Bangun namun cepat kembali tertidur            (1)
         Tidak berespons                                              (0)
Aktivitas:
         Seluruh ekstremitas dapat digerakkan            (2)√
         Dua ekstremitas dapat digerakkan                  (1)
         Tidak bergerak                                                (0)
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.
ANALISA DATA (POST ANESTESI)
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS : - Spasme jalan napas (D.0001)
DO: Bersihan jalan napas
- Batuk tidak efektif tidak efektif
- Sputum berlebih
- Terdengar suara napas tambahan
(Wheezing)
- TD : 110/60 mmHg
- Nadi : 70x/menit
- Terpasang O2 NRBM 8 lpm
- SpO2 : 97%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama :Ny. U
No RM :11568xxx
Tanggal : 15 Mei 2023
N Diagnosis Luaran Intervensi
O
1 (D.0001) Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen jalan napas
Observasi
Bersihan jalan napas tidak keperawatan selama 1x60 menit
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
efektif berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas napas)
spasme jalan napas yang meningkat dengan kriteria luaran : - Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
ditandai dengan - Batuk efektif meningkat Terapeutik
- Batuk tidak efektif - Produksi sputum turun - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift
- Sputum berlebih - Frekuensi napas membaik
- Berikan oksigen
- Terdengar suara napas - Tidak terdapat bunyi napas 2. Pemantauan Respirasi
tambahan (Wheezing) tambahan Observasi
- Monitor saturasi oksigen
- TD : 110/60 mmHg Terapeutik
- Nadi : 70x/menit - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Terpasang O2 NRBM 8 - Lakukan penghisapan secret dengan suction
lpm
- SpO2 : 97%
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) :Ny. U
No RM :11568xxx
OK : 606

TGL/ TINDAKAN KEPERAWATAN TGL / EVALUASI PPA


JAM JAM
15-05-2023 1. Memonitoring pola napas (frekuensi, 15-05-2023 S : - Ningsih
14.35 kedalaman,usaha napas) 15.00
2. Memonitoring bunyi napas tambahan (mis. O:
- Pasien tenang
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) - Tidak ada suara napas tambahan
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Frekuensi napas teratur
- TD : 120/80 mmHg
dengan head-tilt dan chin-lift - Nadi : 90x/menit
4. Memberikan oksigen - SpO2 : 99%

5. Memonitoring saturasi oksigen A : masalah teratasi


6. Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien P : intervensi dihentikan

7. Melakukan penghisapan secret dengan


suction
DAFTAR PUSTAKA

Alimul,AAA.Hidayat.2006.Pengantar KDM dan Proses Keperawatan Buku 2.Jakarta : Salemba

Medika

Carpento,LJ.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.13.Jakarta: EGC

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Ed. 3. Jakarta :

Salemba Medika.

Perry & Potter. 2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Vol.2.Edisi 5.

Jakarta : EGC

Sarwadi & Erwanto. 2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta : Dunia Cerdas
.

Anda mungkin juga menyukai