Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORI SPONDILITIS TB

A. pengertian

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang


sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan
oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra.

B. Etiologi
Spondilitis tuberculosis atau tuberculosis tulang
belakang merupakan infeksi skunder dari tuberculosis di
tempat lain, 90 - 95% disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosa tipik. (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin) dan 5 - 100% oleh mikobakterium tuberkulosa
atipik. Kuman mycobacterium tuberculosa bersifat tahan
asam, dan cepat mati apabila terkena matahari langsung.
C. Patofisiologi
Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus
vertebra. Kemudian terjadi hioeremia dan eksudasi yang
menyebabkan osteoporosis dan pelunakan korpus.
Selanjutnya terjadi perlunakan pada korteks epifisis,
diskus intervertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudian
eksudat menyebar kedepan, dibawa longitudinal anterior.
Eksudat ini dapat menembus ligament dan berekspansi ke
berbagaia arah disepanjang garis ligament yang lemah.
Pada daerah vertebra servikalis, eksudat terkumpul
dibelakang paravertebral dan menyebar ke lateral
dibelakang muskulus stemokleidomastoideus. Eksudat dapat
mengalami protusi ke depan dan kedalam faring yang
dikenal sebagai abses faringeal.
Perubahan struksur vertebra servikalis menyebabkan
spasme otot dan kekakuan leher yang menyebabkan stimulus
keluhan nyeri pada leher. Pembentukan abses faringeal

6
menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan menelan,
terjadi penurunan asupan nutrisi dan masalah ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kekakuan leher
menyebabkan keluah moblitas leher dan resiko tinggi
trauma skunder akibat tidak optimalnya cara mobilisasi
servikal pada pasca bedah menimbulkann port the entrée
luka pasca bedah resiko tinggi infeksi.

Invasi hematogen ke
korpus dekat diskus
invertebra darah servikal

Kerusakan dan penjalaran


ke vertebra yang Gangguan citra
berdekatan tubuh

Perubahan struktur
Kurang
vertebra servikalis pengetahuan

Kompresi diskus dan Spasme otot Pembentukana


kompresi radiks saraf abses faringeal
di sisinya
Kekakuan leher
Nyeri tenggorokan
Tindakan
dan gangguan
dekompresi dan Nyeri
menelan
stbilisasi

Port the entree Gangguan Ketidakseimban


mobilita gan nutrisi
sfisik kurang dari
kebutuhan
Resiko tinggi
infeksi

7
D. Manifestasi klinis
Secara klinis gejala spondilitis TB hamper sama
dengan penyakit TB yang lain, yaitu badan lemah dan lesu,
nafsu makan dan berat badan yang menurun, suhu tubuh
meningkat terutama pada malam hari, dan sakit pada daerah
punggung. Pada anak kecil biasanya diikuti dengan sering
menangis dan rewel.
Pada awal gejala dapat dijumpai adanya nyeri
radikuler disekitar dada atau perut. Kemudian diikuti
dengan paraparesis yang lambat laun akan memberat.
Kemudian muncul adanya spastisitas, klonus, hiper-
refleksia dan reflex babinnski bilateral. Pada stadium
awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra.
Demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra
yang bersangkutan. Nyeri spinal menetap, terbatasnya
pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan
terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan
neurologis terjadi sekitar 50% kausus. Termasuk akibat
penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia,
paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa
ditemukan biasanya adalah kifosis (gibbus), bengkak pada
daerah vertebra, dan tanda-tanda devisit neurologis
seperti yang sudah disebutkan diatas.
E. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB
adalah Pott’s paraplegia. Pada stadium awal spondilitis
TB, muncul pott’s paraplegia disebabkan oleh tekanan
ekstradural pus maupun sequester atau invasi jaringan
granulasi pada medulla spinalis dan jika pott’s
paraplegia muncul pada stadium lanjut spondilitis TB maka
itu disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan
granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) diatas
kanalis spinalis.

8
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah rupture
dari abses vertebra torakal ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberculosis, sedangkan pada vertebra
lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk
psoas abses yang merupakan cold abcess.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin
disertai mikrobakterium
b. Uji mantoux positif
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikrobakterium
d. Biopsy jaringan granulasi atau kelenjar limpe
regional
2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
b. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai
penyempitan diskus invertebralis yang berda
dikorpus tersebut
c. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat
gejala-gejala peneanan sum-sum tulang
d. Foto CT scan dapat memberikan gambaran tulang
secara lebi detail dari lesi, skelerosis, kolap
diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
e. Pemeriksaan MRI mengevaluasi inveksi diskus
intervertebra dan osteomielitis tulang belakang dan
adanya menunjukkan penekanan saraf
G. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulsis tulang belakang
harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan
progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip
pengobatan paraplegia pott’s adalah:
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis

9
3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:

1. Terapi konservatif berupa


a. tirah baring (bed rest)
b. memberikan korset yang mencegah gerakan vertebra /
membatasi gerak vertebra
c. memperbaiki keadaan umum penderita
d. pengobatan antituberkulosa
2. terapi operatif
indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
a. bila dengan terapi konservatif tidak terjadi
perbaikan paraplegia atau malah semakin berat.
Biasanya 3 minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan. Setiap spondilitis tuberkulosa diberikan
obat tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan
drainase abses secara terbuka dan sekalibug
debridement serta bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos,
mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan
adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

Walaupun pengobatan kemterapi merupakan pengobatan


utama bagi penderita tuberculosis tulang beakang,
namun tindakan operatif masih memegang peranan penting
dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses
(abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan
kiposis.

1. Abeses dingin (Cold Abses)


Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan
operatif oleh Karen dapat terjadi resorbsi spontan

10
dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang
besar dilakukan drainase bedah.
2. Paraplegia
Penaanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia
yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semat-mata
b. Laminektomi
c. Kosto transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari
belakang.
3. Kifosis
Operasi pada apsien kifosis dilakukan dengan 2 cara
yaitu:
a. Operasi kifosis, dilakukan bila terjadi
deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi
untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.
Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior
atau melalui operasi radikal.
b. Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang
belakang dan pengobatan TBC tulang belakang yang
disebut total treanment.

11
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien spondilitis TB terdapat
nyeri punggung bagian bawah.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pada awal dapat dijumpai nyeri redikuler yang
mengelilingi dada dan perut, nyeri dirasakan meningkat
pada malam hari dan bertambah berat pada saat
pergerakan tulang belakang.
Data subjektif yang mungkin adalah: badan tersa lemah
dan lesu, nafsu makan berkurang serta sakit pada
punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan
menangis pada malam hari, berat badan menurun, nyeri
spinal yang menetap, nyeri radikuler yang mengelilingi
dada atau perut.
Data objektif yang mungkin adalah: suhu sedikit
meningkat (subfebril) terutama pada malam hari,
paraplegia, kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Spondilitis tuberkulosa biasanya pada klien didahului
dengan adanya riwayat pernah menderita tuberculosis
paru.
4. Riwayat penyakit keluarga
Salah satau penyebab timbulnya penyakit spondilitis
tuberkulosa adalah klien pernah atau masih kontak
dengan penderita lain yang menderita penyakit TB atau
lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
tersebut.
5. Psikososial
Klien akan merasa cemas, sehingga terlihat sedih
dengan kurang pengetahuan tentang penyakit TB,

12
pengobatan dan perawatannya sehingga membuat emosinya
tidak stabil dan mempengaruhi sosialsasi penderita.
6. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi: terlihat lemah, pucat dan pada tulang
belakang terlihat bentuk kifosis
b. Palpasi: sesuai yang terlihat pada inspeksi kedaan
tulang belakang terdapat adanya gibus pada area
tulang yang mengalami infeksi
c. Peruse: pada tulang belakang yang mengalami infeksi
terdapat nyeri ketok
d. Auskultasi: pada pemeriksaan auskultasi pemerikaan
paru tidak ditemukan kelainan
e. Review of system (ROS)
 B1 (Breating)
 B2 (Blood)
 B3 (Brain)
 B4 (Bladder)
 B5 (Bowel)
 B6 (Bone)
B. Pengkajian diagnostic
1. Laboratorium
Laju endapan darah meningkat
2. Pemeriksaan diagnostic lain
a. Radiologi: terlihat gambaran distruksi vertebra
terutama bagian anterior, sangat jelas menyerang
area posterior: terdapat penyempitan diskus:
gambaran abses para vertebral.
b. Tes tuberculin: reaksi tuberkkulin biasanya positif
C. Diagnose keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi radiks saraf
servika, spasme otot servikal
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal dan nyeri

13
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan
struktur tubuhketidakseimbangan nutrisi: nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubunga dengan asupan nutrisi
tidak adekuat skunder akibat nyeri tenggorokan dan
gangguan menelan.
D. Intervensi
1. Diagnose I
Tujuan: rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berurang 3 x
24 jam
Criteria hasil:
a. Klien melaporkan penurunan nyeri
b. Skala nyeri 0-1
c. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan
atau menurunkan nyeri
d. Klien menunjukkan prilaku yang lebih rilaks

Intervensi:

a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri sebagai


observasi penyebaran nyeri.
R/ nyeri merupakan pengalaman subjek yang hanya
dapat digambarkan oleh klien sendiri.
b. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda
nyeri non farmakologis dan non invasive.
R/ pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan non
farmakologis lainnya telah menunjukkan keefektifan
dalam mengurangi nyeri
c. Istirahatkan leher atau posisi fisiologis dan pasan
ban leher.
R/ posisi fisiologis akan mengurangi kompresi saraf
leher.
d. Lakukan masase pada otot leher
R/ masase ringan dapat meningkatkan aliran darah
dan membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri
leher.

14
e. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam ketika
nyeri muncul
R/ maningkatkan asupan oksigen sehingga mengurangi
nyeri skunder akibat iskemia.
f. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
R/ distraksi dapat menurunkan stimulus nyeri
g. Berikan analgesic sesuai terapi dokter dan kaji
kefektifannya
R/ analgesic mampu mengurangi rasa nyeri; bagaimana
reaksi terhadap nyeri yang diderita klien.
2. Diagnose II
Tujuan: klien bisa melakukan mobilisasi secar optimal
dan mampu beradaptasi dalam waktu 7 x 24 jam.
Criteria hasil:
a. Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b. Klien terlihat mampu melakukan mbilisasi secara
bertahap
c. Mempertahankan koordinas dan mobilitas sesuai
tingkat optimal

Intervensi:

a. Kaji kemampuan moblitas dan observasi terhadap


peningkatan kerusakan.
R/ mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas.
b. Bantu klien melakukan ROM, dan perawatan diri
sesuai toleransi
R/ latihan ROM yang optimal mampu menurunkan atrofi
otot, memperbaiki sirkulasi perifer dan mencegah
kontraktur.
c. Pantau keluhan nyeri dan adanya tanda0tanda devisit
neurologis

15
R/ peran perawat dalam memantau dapat mencegah
teradinya hal yang lebih parah seperti henti
jantung-paru akibat kompresi batang otak dan korda.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian OAT
R/ OAT akan mengobati penyebab dasar spodilitis TB
3. Diagnose III
Tujuan: klien dapat mengekspresikan perasaannyadan
dapat menggunakan koping adaptif
Criteria hasil: klien dapat mengungkapkan perasaannya
dan dapat menggunakan keterampilan koping yang positif
dalam mengatasi perubahan citra.
Intervensi:
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaan.
R/ meningkatkan harga diri klien dan membina
hubungan saling percaya, dengan mengungkapkan
perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b. Bersama-sama klien mencari alternative koping yang
positif.
R/ dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan
rasa percaya diri klien.
c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antra klien
keluarga, dan teman serta berikan aktivitas
rekreasi dan permainan guna mngatasi perubahan body
image.
R/ memberikan semangat bagi klien agar dapat
memandang dirinya secara positif dan tidak merasa
rendah diri.

16
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A (2008). Buku Saku Gangguan Musculoskeletal.


Aplikas Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC

http://qittun.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-
dengan-spondilitis.html

http://childfever.blogspot.com/2009/03/askep-
muskuloskelatal.html

17

Anda mungkin juga menyukai