SPONDILITIS TUBERCULOSIS
Disusun Oleh :
NIM : 202014062
B. TUJUAN
Tujuan penyusunan laporan pendahuluan Spondilitis TB ini adalah untuk
mengetahui tinjauan teori dan konsep dasar keperawatan tentang Spondilitis TB.
C. MANFAAT
Adapun manfaat dari laporan pendahuluan Spondilitis TB ini antara lain:
1. Mengetahui definisi Spondilitis TB
2. Mengetahui etiologi, klasifikasi dan manifestasi klinis dari Spondilitis TB
3. Mengetahui patofisiologi Spondilitis TB
4. Mengetahui komplikasi akibat Spondilitis TB
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang, tatalaksana medis dan asuhan
keperawatan dari Spondilitis TB.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. MASALAH
Spondilitis TB
B. DEFINISI
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal yang
bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik
yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra sehingga dapat
menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia (Tandiyo, 2017).
Spondilitis tuberkulosa (TB) infeksi granulomatosis yang di sebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa pada tulang vertebra.
C. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).
Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium
tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga
bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium
africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle
baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada
penderita HIV).
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi spondilitis TB telah dilakukan beberapa pihak dengan tujuan
untuk menentukan deskripsi keparahan penyakit, prognosis dan tatalaksana.
1. Klasifikasi Pott’s paraplegia disusun untuk mempermudah komunikasi antar
klinisi dan mempermudah deskripsi keparahan gejala klinis pasien spondilitis
TB:
2. Klasifikasi klinikoradiologis untuk memperkirakan durasi perjalan penyakit
berdasarkan temuan klinis dan temuan radiologis pasien
E. PATOFISIOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di
luar tulang belakang.
Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat
tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner
dan genitourinarius. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang
belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa
penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari
vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi
ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior,
melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah
ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus
intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang
dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke
vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.
Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang
baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular
sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus
intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi
tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi
paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan
kolapsnya corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi
diskus, sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai
darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang
menyebabkan tulang menjadi nekrosis.
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul
pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat
terjadi karena kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena
perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan dari tulang
(seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous arachnoiditis).
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia
yang dikenal dengan namaPott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara
akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan
peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang
dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien
berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi
berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.
F. PATHWAYS
Invasi hematogen ke korpus dekat diskus invertebra daerah servikal
Gangguan Citra
Tubuh
Kerusakan dan penjalaran ke vertebra yang berdekatan
Kurang
Kompresi diskus dan Spasme Otot Pembentukan abses Pengetahuan
kompresi radiks saraf di faringeal
sisinya
kekakuan leher
Nyeri tenggorokan
Tindakan dekompresi dan dan gangguan
stabilisasi Nyeri menelan
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai
mikrobakterium
b. Uji mantoux positif
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelPemeriksaan
Radiologis
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
b. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada di korpus tersebut
c. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan
sumsum tulang
d. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari
lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
a. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan
osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s paraplegia.
Pada stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia disebabkan oleh
tekanan ekstradural pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada
medula spinalis dan jika Pott’s paraplegia muncul pada stadium lanjut spondilitis
TB maka itu disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau
perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses
paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema
tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abcess.
K. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:
1. Terapi konservatif
a. Immobilisasi dengan tirah baring atau body cast
1) Tirah baring (bed rest)
Istirahat ditempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu sehingga dicapai
keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis, dan
laboratorium.Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat
ditempat tidur selama 3-6 minggu
2) Gips badan (body cast)
Istirahat dapat digunakan dengan memakai gips untuk melindungi
tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang
akut atau fase aktif
3) Thoraco Lumbal Sacrum Orthosist (TLSO)
Merupakan alat bantu ortopedi yang berupa korset yang diindikasikan
untuk cedera atau kelainan tulang belakang atau punggung. Fungsi
TLSO ini sangat efektif digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada
punggung.
2. Fisioterapi Range of Motion
Latihan ROM pada anggota gerak dilakukan untuk mencegah kontraktur dan
atrofi otot. Latihan ROM yang optimal dapat menurunkan atrofi otot,
perbaikan sirkulasi perifer dan mencegah kontraktur pada ekstremitas bawah
yang mengalaimi kelemahan. Dengan demikian apabila masalah peradangan
akibat spondylitis punggung teratasi, pasien tidak mengalami atrofi otot dan
kontraktur pada ekstremitas bawah.Sehingga pasien dapat menurunkan resiko
decubitus, konstipasi dan gangguan miksi.
3. Pengobatan Antituberkulosa.
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT
terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA
positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namum
dalam jangka waktu yang lebih lama. Obat-obat anti tuberkulosa yang
utama meliputi Isoniazid (INH), Rifampisin (RMP), Pirazinamid (PZA),
Streptomisin (SM), Etambutol (EMB).
4. Terapi Pembedahan Laminektomi
Laminektomi dan fusi spinal adalah pembedahan kolumna vertebral
paling umum dilakukan pada orang dewasa. Ini dilakukan untuk dekompresi
medula spinalis atau saraf perifer, perbaikan vertebra tak stabil, dan anomali
vaskular spinal.
Laminektomi meliputi pengangkatan fragmen-fragmen diskus
intervertebralis terherniasi melalui insisi yang dibuat di atas vertebra yang
sakit. Untuk mencegah adesi, potongan kecil dari jaringan lemak subkutan
ditempatkan di atas dura mater yang dieksisi.
Pada fusi spinal, fragmen-fragmen tulang diambil dari krista iliaka pasien
yang digunakan untuk penanaman vertebra bersama-sama untuk
menghilangkan ketidakstabilan vertebra.
Pelaksanaan terapi bedah dilakukan bersama dengan pemberian
kemoterapi OAT. Pemberian kemoterapi tambahan 10 hari sebelum operasi
telah direkomendasikan. Area nekrotik dengan perkijuan yang mengandung
tulang mati dan jaringan granulasi dievakuasi yang kemudian rongga yang
ditinggalkannya diisi oleh autogenous bone graft dari tulang iga. Pendekatan
langsung secara radikal ini mendorong penyembuhan yang cepat dan
tercapainya stabilisasi dini tulang belakang dengan memfungsikan vertebra
yang terkena. Fusi spinal posterior dilakukan hanya bila terdapat destruksi
dua atau lebih vertebra, adanya instabilitas karena destruksi elemen posterior
atau konsolidasi tulang terlambat, serta tidak dapat dilakukan pendekatan dari
anterior.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama: keluhan utama pada klien spondilitis TB adalah
adanya nyeri punggung bagian bawah.
3) Riwayat Penyakit Sekarang: awal gejala dapat dijumpai nyeri redikuler
yang mengelilingi dada dan perut, nyeri dirasakan meningkat pada
malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang.
4) Riwayat Penyakit Dahulu: Spondilitis tuberkolosa biasanya terjadi pada
klien dengan penyakit tuberkolosis pada masa lalu.
5) Riwayat Penyakit Keluarga: Penyebab spondilitis TB salah satunya
adalah kontak dengan penderita penyakit TB atau lingkungan keluarga
ada yang menderika penyakit tersebut.
6) Riwayat Psikososial: Pasien merasa cemas, kurang pengetahuan
mengenai penyakit TB, pengobatan dan perawatannya sehingga
membuat emosinya tidak stabil.
b. Pemeriksaan Fisik
Review of System
1) B1 (Breathing): Kaji pernafasan klien: otot bantu nafas, pernafasan
cuping hidung, RR. Pada pasien dengan spondylitis TB biasanya
terdapat Suara nafas tambahan ronki akibat peningkatan produksi.
2) B2 (Blood): Kaji perubahan denyut nadi serta tekanan darah pasien.
3) B3 (Brain): Nyeri yang bervariasi, misal nyeri ringan sampai nyeri berat
(dihubungkan dengan proses penyakit).
4) B4 (Bladder): Pada spondilitis TB daerah torakal dan servikal, tidak ada
kelainan pada system ini.Pada spondilitis tuberkulosa daerah lumbal,
sering didapatkan keluhan inkontinensia urine, ketidak mampuan
mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi urine.
5) B5 (Bowel): Klien spondilitis TB sering ditemukan penurunan nafsu
makan dan gangguan menelan karena adanya stimulus nyeri menelan
dari abses faring sehingga pemenuhan nutrisi menjadi berkurang
6) B6 (Bone)
a) Look: Kurvatura tulang belakang mengalami deformitas, terlihat
abses pada paravertebral, abdominal, inguinal.
b) Feel: Akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa
sedikit hangat (disebut cold abcess, berbeda dengan abses piogenik
yang terasa panas). Sensasi ini dapat dipalpasi didaerah lipat paha,
fosa iliaka, retrofiring, atau di sisi leher (dibelakang otot
sternokleidomastoideus), bergantung dari level lesi. Dapat juga
teraba didaerah disekitar dinding dada
c) Move: Kelemahan anggota gerak (paraplegia) dan gangguan tulang
belakang.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kompresi saraf
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan nutrisi tidak adekuat akibat nyeri tenggorokan dan gangguan menelan
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan integritas struktur
tulang
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan respon psikologis
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Harsono. 2016. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi edisi
11.Yogyakarta: Gajah Mada University
Hidalgo A. Pott disease (tuberculous spondylitis). Diakses dari
http:// www.emedicine.com/med/topic1902.html. Diakses tanggal 5 Mei
2021
I Gede Epi Paramarta dkk. 2008. Spondilitis Tuberkulosis. Sari Pediatri, Vol.10,
No. 3, Oktober 2018 diakses dari http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-
6.pdf pada 5 Mei 2021.
Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mutaqqin, Arif. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
LAPORAN KASUS
Disusun Oleh
NIM : 202014062
Bicara: Spontan jelas Sesak: Tidak ada sesak Nadi: Teraba Respon: Alert (pasien Hipotermia: Tidak ada
sadar penuh, awas, hipotermia
Batuk: Tidak ada batuk Cuping Hidung: Tidak ada nafas Irama: Reguler responsif, orientasi waktu,
cuping hidung tempat, dan orang adalah Deformitas: Terdapat
Obstruksi: Tidak ada obstruksi jalan Denyut: Kuat deformitas di bagian
nafas Pursed Lip: Tidak ada nafas baik)
Akral: Hangat punggung pasca operasi
pursed lip Kesadaran: Compos
Suara Nafas: Vesikuler Hematoma: Tidak ada
Pola Nafas: Teratur Warna kulit: Normal Mentis
Artifisial Airway: Tidak ada artifisial hematoma
airway Irama: Cepat Edema: Tidak ada edema Pupil: Isokor
Penetrasi: Tidak ada
Reflek Cahaya: + │+ penetrasi
Retraksi dada: Tidak ada retraksi CRT: < 3 dtk
dada GCS: E4 V5 M6 Laserasi: Terdapat luka
Sianosis: Tidak ada sianosis post operasi laminektomi
Bunyi Nafas tambahan: Tidak dengan panjang balutan 10
ada bunyi nafas tambahan cm di bagian punggung
Suhu : 36,3 oC
RR : 24 x/m HR : 84 x/m
TD : 141/94 mmHg
Dx: - Dx: - Dx: - Dx: - Dx: Nyeri akut
berhubungan dengan agen
cidera fisik (prosedur
operasi laminektomi)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi Tidak terdapat hasil EKG Hemoglobin: 11,0 gr/dL (normal: Tidak terdapat hasil MRI Tidak terdapat hasil USG -
menunjukkan hasil: 11,5-15,0 gr/dL)
Spondilitis TB T3 & T4 Hematokrit: 33% (normal: 37-
47%)
TERAPI
TTD PERAWAT
Ika Setyasari
4. ANALISA DATA
DO:
DO:
1 2
1 2
Keterangan:
1: Kekuatan otot dapat dipalpasi
tanpa gerakan persendian
2: Tidak mampu melawan gaya
gravitasi (pasif)
f. Punggung tampak balutan luka
post operasi laminektomi
sepanjang ±10 cm & terpasang
drainage 100 cc
1 3 Mei Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan a. Kaji keadaan umum pasien dan skala nyeri
2021 berhubungan keperawatan selama 2x24 b. Berikan pasien posisi yang nyaman
dengan agen jam, diharapkan masalah nyeri c. Edukasi pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam ketika nyerinya
11.30 cidera fisik akut dapat teratasi dengan muncul kembali
WIB (prosedur kriteria hasil: d. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik untuk meredakan nyeri (fentanyl
operasi 30 mcg/kgBB/jam, PCT 1 gram/8 jam pukul 17.00 dan 01.00, Ketorolac 1 amp/8
laminektomi) a. Skala nyeri dapat berkurang jam pukul 17.00 dan 01.00, antibiotik Cefazoline 1 gram/8 jam 17.00 dan 01.00)
menjadi 4
b. Pasien dapat mengontrol
nyeri
c. Pasien dapat merasa lebih
nyaman dan nyerinya
berkurang
2 3 Mei Resiko defisit Setelah dilakukan asuhan a. Kaji kondisi mual dan muntah pasien
2021 volume cairan keperawatan selama 2x24 b. Berikan air minum jika mual muntahnya sudah berkurang untuk mencegah dehidrasi
berhubungan jam, diharapkan masalah c. Edukasi pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam ketika nyeri di bagian
11.45 dengan resiko defisit volume cairan perutnya muncul kembali
WIB peristaltik usus dapat teratasi dengan kriteria d. Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan IV & obat anti emetik (Ondansentron 1
abnormal pasca hasil: amp/8 jam pukul 12.00) dan Mecobalamin 500 mcg/12 jam pukul 17.00
operasi
laminektomi a. Pasien tidak merasakan
mual dan muntah
b. Bising usus normal (5-
15x/menit)
3 3 Mei Hambatan Setelah dilakukan asuhan a. Kaji kekuatan otot dan ektremitas pasien
2021 mobilitas fisik keperawatan selama 2x24 b. Berikan pasien posisi yang nyaman dan istirahat yang cukup
berhubungan jam, diharapkan masalah c. Bantu ADL pasien jika diperlukan
12.15 dengan hambatan mobilitas fisik dapat d. Edukasi pasien untuk latihan rentang gerak secara bertahap
WIB penurunan teratasi dengan kriteria hasil:
kekuatan otot a. Pasien mampu melakukan
pasca operasi aktivitas mandiri sesuai
laminektomi kemampuan
b. Pasien mampu memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri
sesuai kemampuan
7. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
NO TGL/JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI RESPON TTD
1 3 Mei 2021 I a. Mengkaji keadaan umum pasien dan skala S:
11.10 nyeri Pasien mengatakan nyeri di punggung setelah operasi setengah jam
yang lalu, skala nyeri 6, nyeri yang dirasakan adalah nyeri tajam
seperti terbakar dan dirasakan terus menerus.
O:
a. Ekspresi wajah pasien nampak merintih menahan nyeri
b. Terdapat luka post operasi laminektomi dengan panjang balutan
10 cm di bagian punggung
1 2
1 2
Keterangan:
1: Kekuatan otot dapat dipalpasi tanpa gerakan persendian
2: Tidak mampu melawan gaya gravitasi (pasif)
c. Punggung tampak balutan luka post operasi laminektomi
sepanjang ±10 cm & terpasang drainage 100 cc
3 3
Keterangan:
3: Hanya mampu melawan gaya gravitasi
A:
Masalah nyeri akut teratasi
P:
Hentikan intervensi. Rencana tindak lanjut: lanjutkan manajemen nyeri dan perawatan luka post operasi di
bangsal perawatan
P:
Hentikan intervensi. Rencana tindak lanjut: lanjutkan monitoring balance cairan di bangsal perawatan
3 Selasa, 4 Hambatan S:
Mei 2021 mobilitas fisik Pasien mengatakan sudah dapat menggerakkan kaki dan tangannya sedikit demi sedikit
berhubungan
10.10 dengan O:
penurunan Pasien terlihat mulai dapat menggerakkan kaki dan tangannya. Kekuatan otot ekstremitas:
kekuatan otot 3 3
pasca operasi
laminektomi 3 3
Keterangan:
3: Hanya mampu melawan gaya gravitasi
A:
Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi
P:
Hentikan intervensi. Rencana tindak lanjut: lanjutkan latihan ROM aktif di bangsal perawatan