Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

SPONDILITIS TUBERCULOSIS

Disusun Oleh :

NAMA : IKA SETYASARI

NIM : 202014062

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala.
Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang
manusia dengan tanda-tanda khas TB “Spondylitis tuberculosa atau pott’s
disease” (Danusantoso, 2017). Pada spondylitis tuberculosa terjadi deformitas
berbentuk kifosis (bungkuk) pada tulang punggung yang merupakan tanda
bahwa penyakit TB sudah meluas ke tulang belakang (Vitriana, 2018). Sebagian
besar dari kasus TB ini 95% terjadi di negara-negara berkembang. Di antara
mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun (Amin et al, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2017, diperkirakan
masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang
meninggal akibat TB di dunia sejak tahun 2010 (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2017). Saat ini di negara maju diperkirakan setiap tahunnya
10 -20 kasus baru setiap 100.000 penduduk dengan kematian 1–5 per 100.000
penduduk sedangkan di negara berkembang angkanya masih tinggi. Di Afrika
setiap tahunnya muncul 165 penderita TB paru menular setiap 100.000
penduduk (Santoso, 2018). Indonesia menempati urutan kedua terbanyak kasus
TB di dunia setelah India (Global TB Report, 2017). Diperkirakan jumlah
penderita TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah penderita TB di dunia
dan setiap tahunnya 150 ribuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penting untuk mengetahui
penanganan masalah Spondilitis TB terutama yang berkaitan dengan kasus
gawat darurat dan kritis. Maka disusunlah laporan pendahuluan masalah
Spondilitis TB ini yang bertujuan untuk memberikan penjelasan terkait masalah
Spondilitis TB dari mulai definisi hingga masalah keperawatan yang muncul.

B. TUJUAN
Tujuan penyusunan laporan pendahuluan Spondilitis TB ini adalah untuk
mengetahui tinjauan teori dan konsep dasar keperawatan tentang Spondilitis TB.

C. MANFAAT
Adapun manfaat dari laporan pendahuluan Spondilitis TB ini antara lain:
1. Mengetahui definisi Spondilitis TB
2. Mengetahui etiologi, klasifikasi dan manifestasi klinis dari Spondilitis TB
3. Mengetahui patofisiologi Spondilitis TB
4. Mengetahui komplikasi akibat Spondilitis TB
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang, tatalaksana medis dan asuhan
keperawatan dari Spondilitis TB.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. MASALAH
Spondilitis TB
B. DEFINISI
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal yang
bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik
yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra sehingga dapat
menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia (Tandiyo, 2017).
Spondilitis tuberkulosa (TB) infeksi granulomatosis yang di sebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa pada tulang vertebra.

C. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).
Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium
tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga
bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium
africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle
baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada
penderita HIV).

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi spondilitis TB telah dilakukan beberapa pihak dengan tujuan
untuk menentukan deskripsi keparahan penyakit, prognosis dan tatalaksana.
1. Klasifikasi Pott’s paraplegia disusun untuk mempermudah komunikasi antar
klinisi dan mempermudah deskripsi keparahan gejala klinis pasien spondilitis
TB:
2. Klasifikasi klinikoradiologis untuk memperkirakan durasi perjalan penyakit
berdasarkan temuan klinis dan temuan radiologis pasien

3. Klasifikasi menurut Gulhane Askeri Tip Akademisi (GATA) baru-baru ini


telah disusun untuk menentukan terapi yang dianggap paling baik untuk
pasien yang bersangkutan
4. Klasifikasi American Spinal Injury Association (ASIA) impairment scale
untuk menilai derajat keparahan, memantau perbaikan klinis, dan
memprediksi prognosis pasien spondilitis TB dengan cedera medula
spinalis, dapat digunakan

E. PATOFISIOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di
luar tulang belakang.
Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat
tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner
dan genitourinarius. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang
belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa
penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari
vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi
ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior,
melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah
ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus
intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang
dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke
vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.
Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang
baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular
sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus
intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi
tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi
paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan
kolapsnya corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi
diskus, sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai
darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang
menyebabkan tulang menjadi nekrosis.
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul
pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat
terjadi karena kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena
perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan dari tulang
(seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous arachnoiditis).
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia
yang dikenal dengan namaPott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara
akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan
peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang
dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien
berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi
berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.

F. PATHWAYS
Invasi hematogen ke korpus dekat diskus invertebra daerah servikal

Gangguan Citra
Tubuh
Kerusakan dan penjalaran ke vertebra yang berdekatan

Perubahan struktur vertebra servikalis

Kurang
Kompresi diskus dan Spasme Otot Pembentukan abses Pengetahuan
kompresi radiks saraf di faringeal
sisinya
kekakuan leher
Nyeri tenggorokan
Tindakan dekompresi dan dan gangguan
stabilisasi Nyeri menelan

Port de entree Ketidak seimbangan


nurisi : Kurang dari
Gangguan kebutuhan
Resiko tinggi Infeksi
Mobilitas Fisik

Sumber: Smeltzer dan Bare, 2016.


G. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan penyakit TB yang
lain, yaitu badan lemah dan lesu, nafsu makan dan berat badan yang menurun,
suhu tubuh meningkat terutama pada malam hari, dan sakit pada daerah
punggung. Pada anak kecil biasanya diikuti dengan sering menangis dan rewel.
Pada awal gejala dapat dijumpai adanya nyeri radikuler di sekitar dada atau
perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun kian memberat.
Kemudian muncul adanya spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks
babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang
bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan
komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk akibat penekanan
medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix
saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus),
bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti
yang sudah disebutkan di atas (Harsono, 2016).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai
mikrobakterium
b. Uji mantoux positif
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelPemeriksaan
Radiologis
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
b. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada di korpus tersebut
c. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan
sumsum tulang
d. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari
lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
a. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan
osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s paraplegia.
Pada stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia disebabkan oleh
tekanan ekstradural pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada
medula spinalis dan jika Pott’s paraplegia muncul pada stadium lanjut spondilitis
TB maka itu disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau
perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses
paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema
tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abcess.

K. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:
1. Terapi konservatif
a. Immobilisasi dengan tirah baring atau body cast
1) Tirah baring (bed rest)
Istirahat ditempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu sehingga dicapai
keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis, dan
laboratorium.Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat
ditempat tidur selama 3-6 minggu
2) Gips badan (body cast)
Istirahat dapat digunakan dengan memakai gips untuk melindungi
tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang
akut atau fase aktif
3) Thoraco Lumbal Sacrum Orthosist (TLSO)
Merupakan alat bantu ortopedi yang berupa korset yang diindikasikan
untuk cedera atau kelainan tulang belakang atau punggung. Fungsi
TLSO ini sangat efektif digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada
punggung.
2. Fisioterapi Range of Motion
Latihan ROM pada anggota gerak dilakukan untuk mencegah kontraktur dan
atrofi otot. Latihan ROM yang optimal dapat menurunkan atrofi otot,
perbaikan sirkulasi perifer dan mencegah kontraktur pada ekstremitas bawah
yang mengalaimi kelemahan. Dengan demikian apabila masalah peradangan
akibat spondylitis punggung teratasi, pasien tidak mengalami atrofi otot dan
kontraktur pada ekstremitas bawah.Sehingga pasien dapat menurunkan resiko
decubitus, konstipasi dan gangguan miksi.
3. Pengobatan Antituberkulosa.
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT
terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA
positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namum
dalam jangka waktu yang lebih lama. Obat-obat anti tuberkulosa yang
utama meliputi Isoniazid (INH), Rifampisin (RMP), Pirazinamid (PZA),
Streptomisin (SM), Etambutol (EMB).
4. Terapi Pembedahan Laminektomi
Laminektomi dan fusi spinal adalah pembedahan kolumna vertebral
paling umum dilakukan pada orang dewasa. Ini dilakukan untuk dekompresi
medula spinalis atau saraf perifer, perbaikan vertebra tak stabil, dan anomali
vaskular spinal.
Laminektomi meliputi pengangkatan fragmen-fragmen diskus
intervertebralis terherniasi melalui insisi yang dibuat di atas vertebra yang
sakit. Untuk mencegah adesi, potongan kecil dari jaringan lemak subkutan
ditempatkan di atas dura mater yang dieksisi.
Pada fusi spinal, fragmen-fragmen tulang diambil dari krista iliaka pasien
yang digunakan untuk penanaman vertebra bersama-sama untuk
menghilangkan ketidakstabilan vertebra.
Pelaksanaan terapi bedah dilakukan bersama dengan pemberian
kemoterapi OAT. Pemberian kemoterapi tambahan 10 hari sebelum operasi
telah direkomendasikan. Area nekrotik dengan perkijuan yang mengandung
tulang mati dan jaringan granulasi dievakuasi yang kemudian rongga yang
ditinggalkannya diisi oleh autogenous bone graft dari tulang iga. Pendekatan
langsung secara radikal ini mendorong penyembuhan yang cepat dan
tercapainya stabilisasi dini tulang belakang dengan memfungsikan vertebra
yang terkena. Fusi spinal posterior dilakukan hanya bila terdapat destruksi
dua atau lebih vertebra, adanya instabilitas karena destruksi elemen posterior
atau konsolidasi tulang terlambat, serta tidak dapat dilakukan pendekatan dari
anterior.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama: keluhan utama pada klien spondilitis TB adalah
adanya nyeri punggung bagian bawah.
3) Riwayat Penyakit Sekarang: awal gejala dapat dijumpai nyeri redikuler
yang mengelilingi dada dan perut, nyeri dirasakan meningkat pada
malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang.
4) Riwayat Penyakit Dahulu: Spondilitis tuberkolosa biasanya terjadi pada
klien dengan penyakit tuberkolosis pada masa lalu.
5) Riwayat Penyakit Keluarga: Penyebab spondilitis TB salah satunya
adalah kontak dengan penderita penyakit TB atau lingkungan keluarga
ada yang menderika penyakit tersebut.
6) Riwayat Psikososial: Pasien merasa cemas, kurang pengetahuan
mengenai penyakit TB, pengobatan dan perawatannya sehingga
membuat emosinya tidak stabil.
b. Pemeriksaan Fisik
Review of System
1) B1 (Breathing): Kaji pernafasan klien: otot bantu nafas, pernafasan
cuping hidung, RR. Pada pasien dengan spondylitis TB biasanya
terdapat Suara nafas tambahan ronki akibat peningkatan produksi.
2) B2 (Blood): Kaji perubahan denyut nadi serta tekanan darah pasien.
3) B3 (Brain): Nyeri yang bervariasi, misal nyeri ringan sampai nyeri berat
(dihubungkan dengan proses penyakit).
4) B4 (Bladder): Pada spondilitis TB daerah torakal dan servikal, tidak ada
kelainan pada system ini.Pada spondilitis tuberkulosa daerah lumbal,
sering didapatkan keluhan inkontinensia urine, ketidak mampuan
mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi urine.
5) B5 (Bowel): Klien spondilitis TB sering ditemukan penurunan nafsu
makan dan gangguan menelan karena adanya stimulus nyeri menelan
dari abses faring sehingga pemenuhan nutrisi menjadi berkurang
6) B6 (Bone)
a) Look: Kurvatura tulang belakang mengalami deformitas, terlihat
abses pada paravertebral, abdominal, inguinal.
b) Feel: Akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa
sedikit hangat (disebut cold abcess, berbeda dengan abses piogenik
yang terasa panas). Sensasi ini dapat dipalpasi didaerah lipat paha,
fosa iliaka, retrofiring, atau di sisi leher (dibelakang otot
sternokleidomastoideus), bergantung dari level lesi. Dapat juga
teraba didaerah disekitar dinding dada
c) Move: Kelemahan anggota gerak (paraplegia) dan gangguan tulang
belakang.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kompresi saraf
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan nutrisi tidak adekuat akibat nyeri tenggorokan dan gangguan menelan
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan integritas struktur
tulang
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan respon psikologis

DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Harsono. 2016. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi edisi
11.Yogyakarta: Gajah Mada University
Hidalgo A. Pott disease (tuberculous spondylitis). Diakses dari
http:// www.emedicine.com/med/topic1902.html. Diakses tanggal 5 Mei
2021
I Gede Epi Paramarta dkk. 2008. Spondilitis Tuberkulosis. Sari Pediatri, Vol.10,
No. 3, Oktober 2018 diakses dari http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-
6.pdf pada 5 Mei 2021.
Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mutaqqin, Arif. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR/KRITIS (POST PSF DEBRIDEMENT


SPONDILITIS TB T3, T4) PADA PASIEN Ny.S DI
HCU RS. ORTOPEDI PROF DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

Disusun Oleh

NAMA : IKA SETYASARI

NIM : 202014062

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2021
Nama : Ny.S KELUHAN UTAMA : PAIN: Ya TRIAGE Autoanamnesa

Umur : 67 tahun Pasien mengatakan nyeri di bagian QUALITY: Tajam (seperti □


punggungnya setelah operasi terbakar)
Tgl Pengkajian : 3 Mei 2021 setengah jam yang lalu.
REGION: Punggung
Jam: 11.10 WIB
SKALA (0-10): 6
Dx Medis: Post PSF Debridement
Spondilitis TB T3, T4 TIME: Continuous

1. INNITIAL ASSESMENT (PRIMARY SURVEY)

AIRWAY BREATHING CIRCULATION DISABILITY EXPOSURE

Bicara: Spontan jelas Sesak: Tidak ada sesak Nadi: Teraba Respon: Alert (pasien Hipotermia: Tidak ada
sadar penuh, awas, hipotermia
Batuk: Tidak ada batuk Cuping Hidung: Tidak ada nafas Irama: Reguler responsif, orientasi waktu,
cuping hidung tempat, dan orang adalah Deformitas: Terdapat
Obstruksi: Tidak ada obstruksi jalan Denyut: Kuat deformitas di bagian
nafas Pursed Lip: Tidak ada nafas baik)
Akral: Hangat punggung pasca operasi
pursed lip Kesadaran: Compos
Suara Nafas: Vesikuler Hematoma: Tidak ada
Pola Nafas: Teratur Warna kulit: Normal Mentis
Artifisial Airway: Tidak ada artifisial hematoma
airway Irama: Cepat Edema: Tidak ada edema Pupil: Isokor
Penetrasi: Tidak ada
Reflek Cahaya: + │+ penetrasi
Retraksi dada: Tidak ada retraksi CRT: < 3 dtk
dada GCS: E4 V5 M6 Laserasi: Terdapat luka
Sianosis: Tidak ada sianosis post operasi laminektomi
Bunyi Nafas tambahan: Tidak dengan panjang balutan 10
ada bunyi nafas tambahan cm di bagian punggung

Penggunaan otot bantu Nafas: Contusio: Tidak terdapat


Tidak ada penggunaan otot bantu contusio
nafas
Abrasi: Tidak terdapat
abrasi

Edema: Tidak terdapat


edema

Nyeri: Terdapat nyeri di


bagian punggung

Suhu : 36,3 oC

DS: Pasien mengatakan


nyeri di punggung setelah
operasi setengah jam yang
lalu, skala nyeri 6, nyeri
yang dirasakan adalah
nyeri tajam seperti
terbakar dan dirasakan
terus menerus.

RR : 24 x/m HR : 84 x/m
TD : 141/94 mmHg
Dx: - Dx: - Dx: - Dx: - Dx: Nyeri akut
berhubungan dengan agen
cidera fisik (prosedur
operasi laminektomi)

PEMERIKSAAN SISTEM TUBUH

BRAIN BLOOD BREATH BOWEL BONE BLADDER

I: I: I: I: - Terdapat nyeri di - Pasien tampak


- Kesadaran pasien - Tampak tidak ada kondisi - Ekspansi dada Pasien tampak - Abdomen pasien tampak punggung, skala nyeri 6, terpasang kateter urin
composmentis (GCS 15) abnormal di bagian thorax (bagian simetris, tidak ada edema, tidak normal, warna kulit sawo kekuatan otot di bagian dengan volume urin 750
- Pupil pasien tampak
jantung) pasien ada bengkak, dan tidak ada laserasi matang, tidak ada edema, ekstremitas tampak lemah cc
isokor
- Tampak terdapat reaksi - Denyut apeks tampak normal di - Pasien tampak terpasang oksigen tidak ada laserasi
ICS kiri ke-5 3 lpm - Pasien tampak mual - Kekuatan otot
cahaya pada pupil mata
- Kepala pasien nampak - JVP tampak normal - Pasien tidak terpasang ventilator muntah ekstremitas:
simetris, warna rambut - Tampak tidak ada edema - Pasien tampak tidak
hitam, bergelombang, 1 2
- RR: 24x/menit terpasang NGT
tebal dan bersih P: P: Pekak A: Bising usus hiperaktif
- Ekspresi wajah pasien 1 2
- Denyut apeks teraba normal pada P: Tidak ada nyeri tekan 20x/menit
nampak merintih
menahan nyeri. ICS 5 A: Suara nafas vesikuler P: Tymphani Keterangan:
- CRT <3 detik P: Tidak ada nyeri tekan di 1: Kekuatan otot dapat
P: Tidak ada nyeri tekan, setiap kuadran abdomen dipalpasi tanpa gerakan
tidak ada edema & tidak P: Ictus cordis teraba di ICS 6 persendian
ada laserasi pada kepala 2: Tidak mampu melawan
pasien. A:
gaya gravitasi (pasif)
- Irama regular dan denyut kuat
- Punggung tampak balutan
- TD: 141/94 mmHg
luka post operasi
laminektomi sepanjang
±10 cm & terpasang
drainage 100 cc.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

RONTGEN EKG LAB DARAH MRI USG LAINNYA

Pemeriksaan radiologi Tidak terdapat hasil EKG Hemoglobin: 11,0 gr/dL (normal: Tidak terdapat hasil MRI Tidak terdapat hasil USG -
menunjukkan hasil: 11,5-15,0 gr/dL)
Spondilitis TB T3 & T4 Hematokrit: 33% (normal: 37-
47%)

TERAPI

1. Terapi infus NaCl 500 cc


2. Transfusi darah PRC B+ 250 cc
3. Terapi obat:
a. PCT 1 gram/8 jam pukul 17.00 dan 01.00
b. Ondansentron 1 amp/8 jam pukul 12.00
c. Mecobalamin 500 mcg/12 jam pukul 17.00
d. Cefazoline 1 gram/8 jam 17.00 dan 01.00
e. Ketorolac 1 amp/8 jam pukul 17.00 dan 01.00
f. Fentanyl 30 mcg/kgBB/jam melalui syringe pump

TTD PERAWAT

Ika Setyasari
4. ANALISA DATA

NO TGL/ DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


JAM

1 3 Mei DS: Agen cidera fisik Nyeri akut


2021 (prosedur operasi
Pasien mengatakan nyeri di laminektomi)
11.10 punggung setelah operasi setengah
WIB jam yang lalu, skala nyeri 6, nyeri
yang dirasakan adalah nyeri tajam
seperti terbakar dan dirasakan terus
menerus.

DO:

a. Ekspresi wajah pasien nampak


merintih menahan nyeri
b. Terdapat luka post operasi
laminektomi dengan panjang
balutan 10 cm di bagian punggung

2 3 Mei DS: Peristaltik usus Resiko defisit


2021 Pasien mengatakan mual di bagian abnormal pasca volume cairan
perutnya dan merasa ingin muntah operasi
11.25 laminektomi
WIB DO:
a. Pasien tampak mual dan muntah
b. Bising usus pasien hiperaktif:
20x/menit
c. Nilai Hb pasien 11,0 gr/dL

3 3 Mei DS: Penurunan Hambatan


2021 kekuatan otot mobilitas fisik
Pasien mengatakan sakit di pasca operasi
11.45 punggungnya serta tangan dan laminektomi
WIB kakinya lemah

DO:

d. Terdapat nyeri di punggung, skala


nyeri 6, kekuatan otot di bagian
ekstremitas tampak lemah
e. Kekuatan otot ekstremitas:

1 2

1 2

Keterangan:
1: Kekuatan otot dapat dipalpasi
tanpa gerakan persendian
2: Tidak mampu melawan gaya
gravitasi (pasif)
f. Punggung tampak balutan luka
post operasi laminektomi
sepanjang ±10 cm & terpasang
drainage 100 cc

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi
laminektomi)
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan peristaltik usus abnormal
pasca operasi laminektomi
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
pasca operasi laminektomi
6. RENCANA KEPERAWATAN
NO TGL/ DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI TTD/
JAM HASIL NAMA

1 3 Mei Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan a. Kaji keadaan umum pasien dan skala nyeri
2021 berhubungan keperawatan selama 2x24 b. Berikan pasien posisi yang nyaman
dengan agen jam, diharapkan masalah nyeri c. Edukasi pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam ketika nyerinya
11.30 cidera fisik akut dapat teratasi dengan muncul kembali
WIB (prosedur kriteria hasil: d. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik untuk meredakan nyeri (fentanyl
operasi 30 mcg/kgBB/jam, PCT 1 gram/8 jam pukul 17.00 dan 01.00, Ketorolac 1 amp/8
laminektomi) a. Skala nyeri dapat berkurang jam pukul 17.00 dan 01.00, antibiotik Cefazoline 1 gram/8 jam 17.00 dan 01.00)
menjadi 4
b. Pasien dapat mengontrol
nyeri
c. Pasien dapat merasa lebih
nyaman dan nyerinya
berkurang
2 3 Mei Resiko defisit Setelah dilakukan asuhan a. Kaji kondisi mual dan muntah pasien
2021 volume cairan keperawatan selama 2x24 b. Berikan air minum jika mual muntahnya sudah berkurang untuk mencegah dehidrasi
berhubungan jam, diharapkan masalah c. Edukasi pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam ketika nyeri di bagian
11.45 dengan resiko defisit volume cairan perutnya muncul kembali
WIB peristaltik usus dapat teratasi dengan kriteria d. Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan IV & obat anti emetik (Ondansentron 1
abnormal pasca hasil: amp/8 jam pukul 12.00) dan Mecobalamin 500 mcg/12 jam pukul 17.00
operasi
laminektomi a. Pasien tidak merasakan
mual dan muntah
b. Bising usus normal (5-
15x/menit)

c. Nilai Hb pasien normal


dalam rentang 11-15 gr/dL

3 3 Mei Hambatan Setelah dilakukan asuhan a. Kaji kekuatan otot dan ektremitas pasien
2021 mobilitas fisik keperawatan selama 2x24 b. Berikan pasien posisi yang nyaman dan istirahat yang cukup
berhubungan jam, diharapkan masalah c. Bantu ADL pasien jika diperlukan
12.15 dengan hambatan mobilitas fisik dapat d. Edukasi pasien untuk latihan rentang gerak secara bertahap
WIB penurunan teratasi dengan kriteria hasil:
kekuatan otot a. Pasien mampu melakukan
pasca operasi aktivitas mandiri sesuai
laminektomi kemampuan
b. Pasien mampu memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri
sesuai kemampuan
7. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
NO TGL/JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI RESPON TTD
1 3 Mei 2021 I a. Mengkaji keadaan umum pasien dan skala S:
11.10 nyeri Pasien mengatakan nyeri di punggung setelah operasi setengah jam
yang lalu, skala nyeri 6, nyeri yang dirasakan adalah nyeri tajam
seperti terbakar dan dirasakan terus menerus.
O:
a. Ekspresi wajah pasien nampak merintih menahan nyeri
b. Terdapat luka post operasi laminektomi dengan panjang balutan
10 cm di bagian punggung

11.25 II b. Mengkaji kondisi mual dan muntah pasien S:


Pasien mengatakan mual di bagian perutnya dan merasa ingin muntah
O:
a. Pasien tampak mual dan muntah
b. Bising usus pasien hiperaktif: 20x/menit
c. Nilai Hb pasien 11,0 gr/dL
11.30 I c. Berkolaborasi dengan dokter pemberian
S:
fentanyl melalui syringe pump 30 Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat analgetik sesuai anjuran
mcg/kgBB/jam serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

11.45 II d. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:


ondansentron 1 ampul 4mg/2mL Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat anti emetik sesuai
anjuran serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian
obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

12.10 II e. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:


cairan IV NaCl 20 tpm Pasien dan keluarga bersedia diberikan cairan IV sesuai anjuran serta
sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif
12.15 III f. Mengkaji kekuatan otot dan ektremitas a. Terdapat nyeri di punggung, skala nyeri 6, kekuatan otot di bagian
pasien
ekstremitas tampak lemah
b. Kekuatan otot ekstremitas:

1 2

1 2

Keterangan:
1: Kekuatan otot dapat dipalpasi tanpa gerakan persendian
2: Tidak mampu melawan gaya gravitasi (pasif)
c. Punggung tampak balutan luka post operasi laminektomi
sepanjang ±10 cm & terpasang drainage 100 cc

12.30 III g. Memberikan pasien posisi yang nyaman S:


Pasien mengatakan lebih nyaman jika tidur dengan kepala tidak
ditinggikan
O:
Pasien tampak lebih nyaman saat diberikan posisi supinasi
13.00 I h. Mengobservasi keadaan umum, status nyeri S:
dan tanda-tanda vital pasien Pasien mengatakan masih merasa nyeri di tubuhnya, skala nyeri 6.
O:
TD: 132/90 mmHg, HR: 90x/menit, SpO2: 100%

13.45 II i. Melakukan pengukuran balance cairan S:


Keluarga pasien bertanya apakah pasien boleh minum air putih
O:
Output urin 800 cc, drain 150 cc
14.00 i. Melakukan operan dan delegasi keperawatan
kepada perawat shift selanjutnya

14.05 II j. Berikan air minum jika mual muntahnya S:


sudah berkurang untuk mencegah dehidrasi Pasien mengatakan mualnya sudah berkurang
O:
Pasien nampak dapat minum air putih dan keadaan umum baik

15.00 II k. Mengobservasi keadaan umum, kondisi S:


mual muntah dan tanda-tanda vital pasien Pasien mengatakan sudah tidak mual dan muntah
O:
TD: 135/98 mmHg, HR: 88x/menit, SpO2: 100%

16.55 I l. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:


analgetik PCT 1 gram/8 jam Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat analgetik sesuai anjuran
serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif
17.00 I m. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:
antibiotik cefazoline 1 gram/8 jam Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat antibiotik sesuai anjuran
serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

17.05 II n. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:


vitamin mecobalamine 500 mcg/12 jam Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat vitamin sesuai anjuran
serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

19.00 II o. Melakukan observasi keadaan umum, status S:


nyeri, pemeriksaan darah rutin & tanda-tanda Pasien mengatakan sudah tidak mual dan muntah, nyeri berkurang
vital pasien menjadi 5
O:
TD: 135/98 mmHg, HR: 88x/menit, SpO2: 100%, Hb: 11,5 gr/dL

20.00 III p. Memberikan pasien posisi yang nyaman dan S:


menganjurkan pasien istirahat yang cukup Pasien mengatakan tidurnya belum bisa pulas
O:
Pasien tampak nyaman diberikan posisi supinasi

21.00 q. Melakukan operan dan delegasi


keperawatan kepada perawat shift selanjutnya
2 4 Mei 2021 I a. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:
00.00 analgetik PCT 1 gram/8 jam Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat analgetik sesuai anjuran
serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

00.05 I b. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:


antibiotik cefazoline 1 gram/8 jam Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat anti biotik sesuai anjuran
serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

05.00 II c. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:


vitamin mecobalamine 500 mcg/12 jam Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat vitamin sesuai anjuran
serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

05.05 I d. Melakukan observasi keadaan umum, status S:


nyeri & tanda-tanda vital pasien Pasien mengatakan sudah tidak mual dan muntah, nyeri berkurang
menjadi 4
O:
TD: 128/80 mmHg, HR: 88x/menit, SpO2: 100%

07.00 e. Melakukan operan dan delegasi


keperawatan kepada perawat shift selanjutnya
07.30 III f. Membantu ADL pasien & melatih rentang S:
gerak pasien Pasien mengatakan bersedia dibantu personal hygiene dan ADLnya,
serta bersedia dilatih rentang gerak
O:
Pasien terlihat mulai dapat menggerakkan kaki dan tangannya.
Kekuatan otot ekstremitas:
3 3

3 3

Keterangan:
3: Hanya mampu melawan gaya gravitasi

08.00 I g. Melakukan observasi keadaan umum, status


S:
nyeri & tanda-tanda vital pasien
Pasien mengatakan sudah tidak mual dan muntah, nyeri berkurang
menjadi 4
O:
TD: 130/90 mmHg, HR: 95x/menit, SpO2: 100%

08.55 I h. Berkolaborasi dengan dokter pemberian


S:
analgetik PCT 1 gram/8 jam
Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat analgetik sesuai anjuran
serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

09.00 I i. Berkolaborasi dengan dokter pemberian


S:
antibiotik cefazoline 1 gram/8 jam
Pasien dan keluarga bersedia diberikan obat antibiotik sesuai anjuran
serta sudah paham tentang fungsi, dosis dan waktu pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif

10.00 I j. Melakukan observasi keadaan umum, status S:


nyeri & tanda-tanda vital pasien Pasien mengatakan sudah tidak mual dan muntah, nyeri berkurang
menjadi 4 & dapat mengontrol nyeri dengan relaksasi nafas dalam
O:
Keadaan umum pasien baik, TD: 120/80 mmHg, HR: 95x/menit,
SpO2: 98%

11.00 k. Mempersiapkan pasien untuk melanjutkan S:


perawatan di bangsal Pasien dan keluarga mengatakan bersedia untuk melanjutkan
perawatan di bangsal
O:
Pasien dan keluarga tampak kooperatif
8. EVALUASI SUMATIF
NO TGL/ DIAGNOSA EVALUASI TTD/
JAM NAMA

1 Selasa, 4 Nyeri akut S:


Mei 2021 berhubungan a. Pasien mengatakan nyeri di punggungnya sudah berkurang, skala nyeri berkurang dari 6 menjadi 4, nyeri
dengan agen terasa hilang timbul
10.00 cidera fisik b. Pasien dapat mengontrol nyeri dengan relaksasi nafas dalam
(prosedur
operasi O:
laminektomi) a. Pasien tampak lebih nyaman dan berkurang nyerinya setelah diberikan obat analgetik dan antibiotik.
b. Keadaan umum pasien baik, TD: 120/80 mmHg, HR: 95x/menit, SpO2: 98%

A:
Masalah nyeri akut teratasi

P:
Hentikan intervensi. Rencana tindak lanjut: lanjutkan manajemen nyeri dan perawatan luka post operasi di
bangsal perawatan

2 Selasa, 4 Resiko defisit S:


Mei 2021 volume cairan a. Pasien mengatakan sudah tidak merasakan mual dan muntah
berhubungan b. Pasien mengatakan dapat makan dan minum dengan baik namun dengan porsi sedikit demi sedikit
10.05 dengan
peristaltik usus O:
abnormal pasca a. Pasien sudah tidak tampak mual dan muntah serta dapat makan dan minum dengan baik
operasi b. Keadaan umum pasien baik, TD: 120/80 mmHg, HR: 95x/menit, SpO2: 98%, Hb: 11,5 gr/dL
laminektomi
A:
Masalah resiko defisit volume cairan teratasi

P:
Hentikan intervensi. Rencana tindak lanjut: lanjutkan monitoring balance cairan di bangsal perawatan
3 Selasa, 4 Hambatan S:
Mei 2021 mobilitas fisik Pasien mengatakan sudah dapat menggerakkan kaki dan tangannya sedikit demi sedikit
berhubungan
10.10 dengan O:
penurunan Pasien terlihat mulai dapat menggerakkan kaki dan tangannya. Kekuatan otot ekstremitas:
kekuatan otot 3 3
pasca operasi
laminektomi 3 3

Keterangan:
3: Hanya mampu melawan gaya gravitasi

A:
Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi

P:
Hentikan intervensi. Rencana tindak lanjut: lanjutkan latihan ROM aktif di bangsal perawatan

Anda mungkin juga menyukai