OLEH :
RAKHMAT HIDAYAT, S.Kep
NIM : 19.31.1445
I I
S T I K E S
A
E
OLEH :
RAKHMAT HIDAYAT, S.Kep
NIM : 19.31.1445
Banjarmasin, 21/10/2020
Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik
3. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah tabrakan lalu lintas kendaraan
bermotor, rumah dan kecelakaan kerja, jatuh, dan serangan.
Kecelakaan sepeda juga merupakan penyebab umum cedera kepala
yang berhubungan dengan kematian dan cacat, terutama di kalangan
anak-anak. (Wikipedia, 2009)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi pada
kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer, 2000:3)
4. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya trauma kepala yang terjadi. Ada 2 mekanisme
cedera yang bisa terjadi, yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera
perlambatan (deselerasi). Cedera percepatan (aselerasi) terjadi ketika
benda yang bergerak membentur kepala yang diam. Sedangkan, cedera
perlambatan (deselerasi) terjadi ketika kepala membentur objek yang
relatif tidak bergerak, misalnya tanah (Gallo, 1996:226).
Kombinasi mekanisme ini mengakibatkan terjadinya cedera pada
jaringan otak dan menimbulkan kerusakan pada sawar darah otak (Blood
Brain Barrier). Cedera jaringan tersebut mengakibatkan degranulasi sel-
sel mast yang terdapat dalam jaringan otak. Degranulasi ini memacu
pelepasan histamin yang menimbulkan efek vaskuler berupa peningkatan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler (Price, 2005:62).
Peningkatan permeabilitas kapiler memicu terjadinya eksudasi
cairan dari intravaskuler ke jaringan interstisiil otak dan menimbulkan
edema serebral (Price, 2005:1168).
Selain itu, trauma yang terjadi menimbulkan destruksi pada
vaskuler di daerah kepala. Destruksi ini menimbulkan hematoma.
Hematoma dan edema serebral dapat berpengaruh pada peningkatan TIK.
Peningkatan TIK didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga
kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak (1400 gram),
darah (sekitar 75ml), dan cairan serebrospinal (sekitar 75ml). Keseluruhan
volume tersebut menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar
4-15 mmHg. Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga komponen
ini mengakibatkan desakan pada ruang dan menaikkan tekanan
intrakranial (Price, 2005:1167).
Peningkatan TIK yang terjadi mempengaruhi kecepatan aliran
darah ke otak dan penekanan pada pusat pernafasan medulla oblongata dan
pons. Penurunan kecepatan aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow)
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke otak, sehingga
memunculkan masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif (Nanda,
2005:233). Sedangkan, penekanan pada medulla oblongata dan pons
menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi pernafasan (Guyton,
2007:539). Gangguan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa pola
nafas tidak efektif (Nanda, 2005:27). Kombinasi antara gangguan suplai
O2 ke otak dan gangguan pada fungsi pernafasan akibat penekanan fungsi
pernafasan membutuhkan tindakan pemasangan intubasi ETT dan mayo
yang bertujuan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas dan
membantu pemenuhan kebutuhan oksigen secara adekuat. Keadaan ini
dapat mengurangi respon batuk pada pasien, dan membuat sekret
menumpuk pada saluran pernafasan. Penumpukan sekret ini menimbulkan
masalah keperawatan berupa bersihan jalan nafas tidak efektif (Nanda,
2005:4).
Selain itu, trauma kepala juga mengakibatkan terjadinya destruksi
vaskuler. Destruksi ini mengakibatkan hilangnya/ berkurangnya cairan
dalam intravaskuler. Keadaan ini menimbulkan masalah keperawatan
berupa kekurangan volume cairan tubuh (Nanda, 2005:89). Selain itu,
trauma kepala juga menimbulkan lesi pada daerah kepala. Lesi ini dapat
menjadi pintu masuk bagi agen infeksius untuk menyerang pertahanan
tubuh. Keadaan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa risiko
infeksi (Nanda, 2005:121).
5. Manifestasi Klinik
Gangguan tanda vital, apatis, letargi, berkurangnya perhatian, menurunnya
kemampuan untuk mempergunakan percakapan kognitif yang tinggi,
hemiparesis, kelainan pupil, pusing menetap, sakit kepala, gangguan tidur,
gangguan bicara, hipoksia, hipotensi sistemik, hilangnya autoregulasi
aliran darah, inflamsi, edema, peningkatan tekanan intrakranial yang
terjadi dalam waktu singkat (Price. 2003:1177).
Gambar 2. Tanda dan Gejala Cedera Kepala
6. Pemeriksaan Diagnostik
MRI : sama dengan CT scan dengan/tanpa menggunakan kontras.
Angiografi serebral menunujukan kelainan serkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
EEG untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
Sinar X mendeteksi adanya perubahaan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema)
adanya fragmen tulang.
Pungsi lumba, CSS : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid.
GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah arteri atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
Kimia/Elaktrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam meningkatkan TIK/perubahan mental.
Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadap penurunan kesadaran. (Doenges, 2000:272)
7. Penatalaksanaan
Pasien harus diberikan 100% oksigen, dan monitoring jantung serta 2
IV line harus diberikan bagi pasien dengan TBI (trauma brain injury)
berat, intubasi endotracheal (melalui intubasi cepat) untuk
mengamankan jalan napas dan mencegah hipoksemia. Jika
dilaksanakan dengan tepat, intubasi cepat akan mencegah peningkatan
TIK dan mengurangi terjadinya komplikasi. Saat melakukan intubasi
cepat, sangat penting untuk mengimobilisasi tulang leher dengan
adekuat dan menggunakan sedasi kuat atau agen induksi.
Karena hipotensi dapat mengakibatkan menurunnya perfusi serebral,
sangatlah penting untuk dilakukan pengontrolan tekanan darah.
Pemberian resusitasi cairan dengan cairan kristaloid. CT scan juga
dilakukan dengan berkonsultasi dengan bagian medis neurologi untuk
menentukan dilakukannya suatu operasi. Semua pasien dengan
indikasi trauma intrakranial, posisi tempat tidur harus ditinggikan
sebesar 30°.(Jhon: 2004;778)
9. Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar,
terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah
sakit memiliki nilai prognostik yang besar. Skor pasien 3-4
memungkinkan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif,
sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan
meninggal hanya 5-10%. Sindrom pasca konkusi berhubungan dengan
sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan
berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang banyak
berkembang pada pasien cedera kepala.
10. Pengkajian
a. Survey Primer
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan
pasien yang meliputi ABC (Airway, Breathing, Circulation)
Pengkajian Data Masalah
b. Survey Sekunder
Menurut Doengoes (2000: 270-272) tanda dan gejala dari cedera kepala
yaitu:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang
ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan
involunter. Kelemahan secara umum, keterbatasan
dalam rentang gerak, hipotonia.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis,
beberapa penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan
nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan
pengaruh pada pusat vasomotor). Takikardi, disritmia
(pada fase akut).
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada
periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa
kering.
d. Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan
diri (pada periode akut).
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan
biasanya berat), parestesia, terasa kaku pada semua
pernafasan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan
pada saraf kranial), gangguan dalam penglihatan seperti
diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Tanda : Status mental/tingkat kesadaran, letargi sampai
kebingungan yang berat sehingga menjadi koma, delusi
dan halusinasi/psikosis organik (ensefalitis).
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin
akan diperburuk oleh ketegangan leher/punggung kaku,
nyeri pada gerakan okular, fotosensitivitas, sakit
tenggorok nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah,
menangis/ mengaduh/ mengeluh.
g. Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal), perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
6. Menentukan kecukupan
6. Monitor BGA dan/atau saturasi O2 pernapasan (kemunculan dari
hipoksia/asidosis) dan mengindikasikan
kebutuhan akan terapi; adekuatnya
oksigen sangat penting dalam
mempertahankan metabolisme otak
Kolaborasi :
Kolaborasi : 7. Memberikan obat sesuai indikasi :
7. Berikan obat sesuai indikasi : Diuretik dapat digunakan pada fase
Diuretik, mis. manitol, furosemid akut untuk menurunkan TIK
Menurunkan inflamasi
Steroid, mis. deksametason, metil
prednisolon, Obat pilihan untuk mengatasi dan
Antikonvulsan, mis. fenitoin mencegah terjadinya aktivitas kejang
Dapat diindikasikan untuk
menghilangkan nyeri dan dapat
Analgesik berakibat negatif pada TIK tetapi
harus digunakan dengan hati-hati
untuk mencegah gangguan
pernapasan
Dapat digunakan untuk
mengendalikan kegelisahan, agitasi
Sedatif Menurunkan atau mengendalikan
demam dan meningkatakan
Antipiretik metabolisme serebral atau
peningkatan kebutuhan terhadap
oksigen
Kolaborasi Kolaborasi
7. Berikan antibiotik sesuai indikasi 7. Terapi profilaktik dapat digunakan
pada psien yang mengalami trauma
(perlukaan), kebocoran CSS, atau
setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan risioko terjadinya infeksi
nosokomial
Campbell, J.E. 2004. BTLS: Basic Trauma Life Support for EMT-B and the First Responden, 4th Ed. New Jersey: Pearson Education
Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Gallo, Hudak. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume 1 dan 2. Jakarta : EGC