Anda di halaman 1dari 13

RUMAH SAKIT UMUM PERMATA MADINA

Jl. Merdeka No. 155 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal-SUMUT


Telp. (0636)-20279 Fax (0636)-20712
KEPUTUSAN DIREKTUR
RSU PERMATA MADINA PANYABUNGAN
NOMOR
/2015
TENTANG
KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA
RUMAH SAKIT UMUM PERMATA MADINA PANYABUNGAN
DIREKTUR RSU PERMATA MADINA PANYABUNGAN

Menimbang :
a. Bahwa seluruh staf bertanggung jawab melindungi dan mengedepankan hak pasien
dan keluarga.
b. Bahwa Rumah Sakit Umum Permata Madina menghormati hak pasien dan dalam
beberapa situasi hak istimewa keluarga pasien.
c. Bahwa hak pasien dan keluarga merupakan elemen dasar dari semua kontak di
rumah sakit, stafnya, serta pasien dan keluarganya.
Mengingat :
1.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

2.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

3.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

4.

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.

5.

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun1996 Tentang Wajib Simpan Rahasia Pasien.

6.

Pemenkes RI No. 159 b/1988 Tentang Rumah Sakit.

7.

Permenkes RI No. 749A/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Rekam Medis.

8.

Permenkes RI No. 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medis.

9.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 Tentang Standar


Pelayanan Rumah Sakit.

10. Surat Edaran Dirjen Pelayanan Medik No. YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak
dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.

11. Fatwa pengurus IDI Nomor : 139/PB/A.4/88/Tertanggal 22 Februari 1988 Tentang


Informed Consent.
12. Buku Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Tahun 2005

MEMUTUSKAN
Menetapkan

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU. PERMATA MADINA PANYABUNGAN


TENTANG KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

KESATU

Memberlakukan Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga di RSU. Permata


Madina Panyabungan seperti tersebut dalam lampiran Surat
Keputusan ini;

KEDUA

Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Keputusan ini


dibebankan pada Anggaran RSU.Permata Madina Panyabungan;

KETIGA

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan


apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya,
akan
dilakukan
perbaikan
sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di

: Panyabungan

Pada tanggal

:
DIREKTUR

_____________________________

Lampiran

: Keputusan Direktur
RSU. Permata Madina Panyabungan
Nomor : / / /VIII/2015

KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA


RUMAH SAKIT UMUM PERMATA MADINA PANYABUNGAN
I.

PENGERTIAN

Hak Pasien :
Kekuasaan/kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum untuk
mendapatkan
atau
memutuskan
untuk
berbuat
sesuatu.
Kewajiban :
Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang atau suatu
badan hukum.
Pasien :
Penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit, baik dalam keadaan sehat maupun
sakit..
Dokter :
Tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit mencakup dokter
dan dokter gigi.
Rumah Sakit :
Rumah sakit yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat
dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian.
II.
1.
2.
3.
4.
III.

TUJUAN
Sebagai acuan dalam pelaksanaan kesehatan yang akan diberikan pada pasien.
Meningkatkan partisipasi pasien dan keluarga dalam rencana tatalaksana.
Agar pasien dan keluarganya mendapatkan informasi yang tepat dan akurat.
Memperoleh izin dari pasien dan keluarga dalam proses perawatan dan pengobatan.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN

A. Kebijakan Tentang Hak Pasien dan Keluarga


Hak-hak pasien yang dimaksud adalah hak-hak pasien sebagaimana yang diatur didalam
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, yaitu :

1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di


Rumah Sakit.
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi.
4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional (SPO).
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi.
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik didalam maupun diluar Rumah
Sakit.
9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk datadata medisnya.
10. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan.
11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama
itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit.
15. Mengajukan usul, saran perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya.
16. Menolak bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan
yang dianutnya.
17. Menggugat atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata maupun pidana.
18. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektron

Pasal 52 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 : Pasien dalam menerima pelayanan pada
praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 : Setiap pasien mempunyai
kewajiban/tanggung jawab :

a. Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang
diterimanya.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 53 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 : Pasien dalam menerima pelayanan
pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan memberikan
imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
B. Kebijakan Pelayanan sesuai Kebutuhan Privasi Pasien
Privacy pasien adalah merupakan hak pasien yang perlu dilindungi dan dijaga
selama dalam rumah sakit.
Dalam pasal 51 huruf c Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 adanya kewajiban
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meningggal dunia. Berkaitan dengan pengungkapan rahasia
kedokteran tersebut diatur dalam pasal 10 ayat (2) Permenkes No.
269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis sebagai berikut :
Informasi tentang identitas pasien, diagnosis, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal :
a. Untuk kepentingan kesehatan
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
atas permintaan pengadilan
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien
Pengertian Hak atas Privasi terbagi atas beberapa faktor, diantaranya :
a. Faktor Privasi
Ada perbedaan jenis kelamin dalam privasi, dalam suatu penelitian pria lebih
memilih ruangan yang terdapat tiga orang sedangkan wanita tidak
mempermasalahkan isi dalam ruangan itu. Menurut Maeshall, perbedaan dalam
latar belakang pribadi akan behubungan dengan kebutuhan privasi.
b. Faktor Situasional
Kepuasan akan kebutuhan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar
lingkungan mengizinkan orang-orang didalamnya untuk mandiri.

c. Faktor Budaya
Pada penelitian tiap-tiap budaya tidak ditemukan perbedaan dalam banyaknya
privasi yang diinginkan, tetapi berbeda dalam cara bagaimana mereka
mendapatkan privasi. Misalnya rumah orang jawa tidak terdapat pagar dan
menghadap ke jalan, tinggal dirumah kecil dengan dinding dari bambu. Terdiri dari
anak, ayah dan ibu.
C. Kebijakan Rumah Sakit Tentang Upaya Perlindungan Harta Milik Pasien
Pengertian Perlindungan Harta Milik Pasien adalah proses menjaga atau perbuatan
untuk melindungi harta benda, berlaku untuk pasien yang dirawat inap dimana dalam
hal ini pasien mengenakan perhiasan atau barang berharga lainnya dan sedang
dalam kondisi akan dilakukan tindakan pelayanan medis.

D. Kebijakan Perlindungan terhadap Kekerasan Fisik


Kelompok beresiko yang terutama menjadi tanggung jawab adalah pasien bayi,
anak-anak, manula dan lainnya yang kurang atau yang tidak mampu melindungi
dirinya sendiri

Langkah-langkah untuk melindungi pasien dari kekerasan fisik, terdiri dari :


1. Rumah Sakit mengidentifikasi kelompok beresiko
2. Rumah Sakit memeriksa individu yang tidak memiliki identitas
3. Rumah Sakit memonitor lokasi terpencil atau terisolasi

Pelaksanaan perlindungan pasien dari kekerasan fisik diatur dengan standar


prosedur operasional yang telah ditetapkan
E. Kebijakan Komunikasi Efektif untuk Mendorong Keterlibatan Pasien dan
Keluarganya dalam Proses Pelayanan
Rumah sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap,
jelas, dan dapat dipahami penerima, yang kegunaannya untuk mengurangi
kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan pasien. Bentuk komunikasi
yang rawan kesalahan diantaranya adalah instruksi untuk penatalaksanaan pasien
yang diberikan secara lisan atau melalui telepon. Bentuk lainnya berupa pelaporan
hasil tes abnormal, misalnya petugas laboratorium menelepon ke ruang perawatan
untuk melaporkan hasil tes pasien. Rumah sakit perlu menyusun kebijakan dan atau
prosedur untuk mengatur pemberian perintah / pesan secara lisan dan lewat telepon.
Kebijakan dan atau prosedur itu harus memuat:
1. Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dicatat si penerima.

2. Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si
penerima.
3. Perintah dan hasil tes dikonfirmasikan oleh individu si pemberi perintah atau hasil
tes.
4. Pelaksanaan yang konsisten dari verifikasi tepat-tidaknya komunikasi lisan dan
lewat telepon.
5. Alternatif yang diperbolehkan bila proses membaca-ulang tidak selalu
dimungkinkan, misalnya di ruang operasi dan dalam situasi darurat dibagian
gawat darurat atau unit perawatan intensif.
Faktor yang dapat mendukung komunikasi efektif :
a. Dalam profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena
merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
b. Komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang ada.
c. Kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan klien.
Faktor yang tidak mendukung komunikasi efektif yaitu:
a. Tanpa komunikasi yang jelas, dapat memberikan pelayanan keperawatan yang
tidak efektif.
b. Tidak dapat membuat keputusan dengan klien/keluarga.
c. Tidak dapat melindungi klien dari ancaman kesejahteraan.
d. Tidak dapat mengkoordinasi dan mengatur perawatan klien serta memberikan
pendidikan kesehatan.

Adapun aspek yang harus dibangun dalam komunikasi efektif adalah :


Kejelasan
Dalam komunikasi harus menggunakan bahasa secara jelas, sehingga mudah
diterima dan dipahami oleh komunikan.
Ketepatan
Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan
kebenaran informasi yang disampaikan.
Konteks
Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan
keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
Alur
Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau
sistematika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap.
Budaya
Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan dengan
tata krama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan
budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal
maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi.

F. Kebijakan Memperoleh Second Opinion Didalam atau Diluar RS

1. Second Opinion merupakan hak dasar pasien yang diatur dalam peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Rumah sakit wajib memberi peluang dan memfasilitasi baik secara administrasi
3.
4.
5.
6.

maupun kelengkapan dokumen yang dibutuhkan pasien dalam mendapatkan hak


second opinion
Rumah Sakit menyediakan kelengkapan administrasi untuk keperluan permintaan
second opinion dari pasien atau keluarga yang sah menurut hukum.
Dokter yang merawat atau dokter mewakili rumah sakit membuat rekomendasi
tertulis yang menyetujui pasien atau keluarga yang mewakili untuk mendapatkan
hak second opinion.
Dokter yang ditunjuk oleh pasien atau rumah sakit membuat surat persetujuan
untuk menjawab hak pasien untuk mendapatkan tugas profesional sesuai
dengan etika dan hukum yang berlaku.
Hasil second opinion dibuatkan dalam bentuk rekomendasi yang disampaikan
dalam bentuk lisan dan tertulis pada pasien atau keluarga yang sah menurut
hukum.

G. Kebijakan Persetujuan Tindakan Kedokteran


Ketentuan Umum
1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung atau saudara-saudara kandung.
\

Persetujuan dan Penjelasan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Persetujuan :
Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang
perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
Setiap tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan dapat diberikan secara
lisan.
Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir
khusus yang dibuat.
Persetujuan dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan
menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada point 5
dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.

9. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau


mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
10. Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran diputuskan oleh Dokter dan dicatat
dalam rekam medik.
11. Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran, Dokter atau Dokter Gigi wajib
memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau
kepada keluarga terdekat.
12. Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung jawab
gugat hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan
kedokteran yang mengakibatkan kerugian pada pasien.
Penjelasan :
1. Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien
dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
2. Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan
diberikan kepada keluarga atau pengantar.
3. Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaiman dimaksud pada point 1
sekurang-kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f. Perkiraan pembiayaan
H. Kebijakan Tentang Identifikasi Nilai-Nilai Kepercayaan Pasien Dalam Pelayanan

Pengertian : Suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu


standar atau pegangan yang mengarah pada sikap atau perilaku seseorang dan
menerima dengan senang atas pelayanan yang telah diberikan.
Tujuan : Memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi,
sensitifitas dan kepedulian.
I.

Kebijakan Pemberian Informasi Termasuk Rencana Pengobatan

Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada


komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar,
norma, pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini
dan diimplementasikan oleh komunikan.

Tujuannya :
1. Sebagai pedoman dalam melakukan informasi kesehatan.
2. Memahami bagaimana cara proses melakukan informasi agar dapat berjalan
dengan lancar sesuai prosedur yang ada.

3. Agar pasien dan keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan proses
perawatan, sehingga dapat membantu proses penyembuhan lebih cepat
4. Pasien dan keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahami
pentingnya mengikuti rejimen pengobatan yang telah ditetapkan, sehingga dapat
meningkatkan motivasi untruk berperan aktif dalam menjalani terapi obat.
J. Kebijakan Penetapan DPJP
1. Setiap pasien di Rumah Sakit Umum Permata Madina berhak mendapat
pelayanan dari seorang DPJP.
2. Setiap pasien di Rumah Sakit Umum Permata Madina yang dilayani oleh 1 (satu)
orang dokter maka dokter tersebut adalah DPJP.
3. Setiap pasien di Rumah Sakit Umum Permata Madina yang dilayani lebih dari
seorang dokter dengan spesialisasi berbeeda maka DPJP nya lebih dari satu
orang, dan dokter yang menangani kasus utama menjadi DPJP utama.
4. Daftar nama DPJP di Rumah Sakit Umum Permata Madina sebagaimana
lampiran surat keputusan ini.
5. Tugas DPJP dan pola operasional diuraikan dalam buku pedoman yang terlampir,
antara lain :
(1) Melaksanakan Asuhan Medis,
(2) Memberi informasi kepada pasien tentang hak dan kewajibannya,
(3) Menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan pasien.
K. Kebijakan Penjelasan dan Persetujuan Umum (General Consent)
Persetujuan Umum Pelayanan Kesehatan (General Consent for Treatment) adalah
persetujuan yang diberikanoleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai pelayanan kesehatan yang akan dilakukan
terhadap pasien terkait dengan proses pemeriksaan, perawatan dan pengobatan.
L. Kebijakan Informed Consent
Menurut PerMenKes No. 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU No. 29 th 2004 Pasal 45
serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008, maka :
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh
pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Menurut
Lampiran
SKB
IDI
No.319/P/BA./88
dan
Permenkes
No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan ;
Dalam memberikan informasi kepada pasien/keluarganya, kehadiran seorang
perawat /paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut,
tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.Tindakan
medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal
351.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan
2.

Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan

3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut


4. Resiko-resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain
6. Biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko-resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera
bertindak untuk menyelamatkan jiwa
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi
situasi dirinya.
Tujuan Informed Consent:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya
yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan
bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada
setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No.
290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3)
M. Kebijakan Menyertakan Pasien dalam suatu Penelitian, Pemeriksaan/Investigasi
atau Clinical Trial

Memberlakukan kebijakan pemberian persetujuan tentang keikutsertaan pasien


dalam penelitian klinis, investigasi dan uji coba dalam penelitian di Rumah Sakit
Umum Permata Madina Panyabungan sebagaimana tersebut dalam lampiran surat
keputusan ini.
1. Setiap pasien/keluarga yang ikut serta dalam penelitian diidentifikasi dan diberi
informasi secara tepat tentang hasil penelitian yang menyangkut pengobatan
yang relevan dengan kebutuhan perawatan mereka.
2. Setiap pasien/keluarga di Rumah Sakit Umum Permata Madina yang
berpartisipasi diberitahu tentang manfaat yang diharapkan dan kemungkinan
resiko yang terjadi.
3. Setiap pasien/keluarga yang berpartisipasi dijamin bahwa penolakan atau
pembatalan terhadap partisipasi tidak akan mengganggu akses mereka terhadap
layanan Rumah Sakit.
4. Petugas Kesehatan memandu proses pemberian informasi pengambilan
keputusan.
5. Informed Consent penelitian diperoleh sebelum pasien/keluarga dilakukan
pemeriksaan klinis atau uji klinis.
6. Rumah Sakit memiliki sistem pengawasan terhadap pasien dalam
keikutsertaannya dalam penelitian, pemeriksaan/investigasi dan atau clinical trial.
N. Kebijakan Pengorganisasian Komite Etik Penelitian
Etika merupakan seperangkat prinsip yang harus dipatuhi agar pelaksanaan suatu
kegiatan oleh seseorang atau profesi dapat berjalan secara benar.
1. Komisi Etik Penelitian Kesehatan, terdiri dari Tim Komisi Etik Penelitian
Kesehatan dan Sekretariat Komisi Etik Penelitian Kesehatan, dengan susunan
keanggotaan beserta tugas, pokok dan fungsinya sebagaimana tercantum dalam
lampiran keputusan ini.
2. Tim Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (KEPK-BPPK) mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
a. Melakukan kajian aspek etik protokol penelitian kesehatan yang mengikut
sertakan manusia dan/atau menggunakan hewan percobaan sebagai subyek
penelitian, yang diajukan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan ;
b. Memberikan persetujuan etik terhadap protokol penelitian;
c. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan penelitian yang
telah memperoleh persetujuan etik ;
d. Melakukan sosialisasi pedoman etik penelitian kesehatan baik di lingkungan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan maupun institusi lain ;

e. Mengusulkan pemberhentian pelaksanaan penelitian kesehatan terhadap


penelitian yang menyimpang/tidak sesuai dengan protokol yang telah
diberikan persetujuan etik, kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan dan pejabat institusi/kelembagaan tempat
penelitian dilaksanakan;
f.

Mengajukan kajian ulang protokol penelitian kesehatan dari institusi/lembaga


penelitian lainnya yang bersengketa dengan peneliti;

g. Melakukan penilaian kompetensi Komisi/Komite Etik Institusi/Lembaga


Kesehatan lainnya tentang kaji etik, bersama Komisi Nasional Etik Penelitian
Kesehatan;
h. Melakukan pelatihan etik penelitian kesehatan baik di lingkungan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan maupun Institusi/Lembaga lain;
i.

Membuat laporan kegiatan Komisi Etik kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan;

j.

Untuk kelancaran tugasnya, KEPK-BPPK didukung oleh sekretariat yang


kompeten terdiri dari : Sekretaris, Sekretaris Eksekutif dan Staf Administrasi.

Ditetapkan di

: Panyabungan

Pada tanggal

:
DIREKTUR

______________________________

Anda mungkin juga menyukai