Anda di halaman 1dari 14

RSUD Dr.H.

BOB BAZAR, SKM


JL. LETTU ROHANI NO. 14 B, KALIANDA TELP. (0727) 322159, 322160 FAX. (0727) 322801
K A L I A N D A - 35513

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan
anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku Panduan Informed ConsentRS.
Keluarga Husada Batam ini dapat selesai disusun.
Buku Pedoman / Panduan ini merupakan Panduan kerja bagi seluruh Staf Rumah Sakit
dalam menjalankan program …………………………………………… di RS. Keluarga
Husada Batam
Dalam pedoman / pedoman ini diuraikan tentang Petunjuk pelaksanaan
………………………………………. di RS. Keluarga Husada Batam
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Pedoman / Panduan
……………………………………… RS. Keluarga Husada Batam.

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. ……./SK-DIR/RSKH/…/2018.................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I. DEFINISI............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................... 2
B. Tujuan................................................................................................................ 3
BAB II. RUANG LINGKUP............................................................................................. 7
BAB III. TATA LAKSANA............................................................................................... 8
BAB IV. DOKUMENTASI................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
DEFINISI

A. LATAR BELAKANG
Persetujuan tindakan medik atau yang sering di sebut informed consent sangat penting dalam
setiap pelaksanaan tindakan medic di rumah sakit baik untuk kepentingan dokter maupun pasien.
Menurut john M. echols dalam kamus inggris – Indonesia(2003), informed berarti telah
diberitahukan, telah disampaikan, telah diinformasikan. sedangkan consent berarti persetujuan
yang yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Menurut Jusuf Hanifah (1999),
informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi
penjelasan. Dalam praktiknya, seringkali istilah informed consent disamakan dengan surat izin
operasi (SIO) yang diberikan oleh tenaga kesehtan kepada keluarga sebelum seorang pasien
dioperasi, dan dianggap sebagai persetujuan tertulis. Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa
informed consent bukan sekedar formulir persetujuan yang didapat dari pasien, juga bukan
sekedar tanda tangan keluarga, namun merupakan proses komuniksi. Inti dari informed consent
adalah kesepakatan antara tenaga kesehatan dan klien, sedangkan formulir hanya merupkan
pendokumentasian hasil kesepakatan. sehingga secara keseluruhan dapat diartikan bahwa telah
mendapat penjelasan tentang tindakan apa yang akan dilakukan oleh petugas medik dan telah
disetujui oleh keluarga dengan ditandai oleh penandatanganan surat persetujuan tindakan medik.
Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk menerima rangkaian
terapi atau prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk risiko terapi dan fakta yang
berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh dokter. Oleh karena itu, persetujuan
tindakan adalah pertukaran antara klien dan dokter. Biasanya, klien menandatangani formulir
yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah suatu catatan mengenai persetujuan tindakan,
bukan persetujuan tindakan itu sendiri. Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi medis dan
bedah spesifik adalah tanggung Jawab dokter. Meskipun tanggung jawab ini didelegasikan
kepada perawat di beberapa institusi dan tidak terdapat hukum yang melarang perawat untuk
menjadi bagian dalam proses pemberian informasi tersebut.

B. TUJUAN
Keberadaan informed consent sangat penting, karena mengandung ide moral, seperti tanggung
jawab (autonomi tidak terlepas dari tanggung jawab). Jika individu memilih untuk melakukan
sesuatu, ia hanya bertanggung jawab terhadap pilihannya dan tidak bisa menyalahkan
konsekuensi yang akan terjadi. Ide moral lain adalah pembaruan. Tanpa autonomi, tidak ada
pembaruan dan jika tidak ada pembaruan, masyarakat tidak akan maju. Sehingga tujuan dari
informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil
keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil
keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna
apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil
keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat
menyebabkan guncangan psikis pada pasien. Informed consent mempunyai peran dan manfaat
yang sangat penting dalam penyelenggaraan praktik,yaitu :
1. Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui informed consent, secara tidak langsung
terjalin kerjasama antara tenaga medis dan klien sehingga memperlancar tindakan yang akan
dilakukan. Keadaan ini dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam upaya tindakan kedaruratan.

2.Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Tindakan medis yang tepat
dan segera, akan menurunkan resiko terjadinya efek samping dan komplikasi.

3.Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit, karena pasien memiliki


pemahaman yang cukup terhadap tindakan yang dilakukan.

4.Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh tindakan yang lancar, efek
samping dan komplikasi yang minim, dan proses pemulihan yang cepat

5.Melindungi tenaga medis dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan medis menimbulkan
masalah, tenaga medis memiliki bukti tertulis tentang persetujuan pasien

BENTUK – BENTUK INFORMED CONSENT


Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis, sekecil apapun
tindakan tersebut. Menurut depertemen kesehatan (2002), informed consent dibagi menjadi 2
bentuk :
1.Implied consentYaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya: saat akan
mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu dengan membawa sfingmomanometer
tanpa mengatakan apapun dan si ibu langsung menggulung lengan bajunya (meskipun tidak
mengatakan apapun, sikap ibu menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang
akan dilakukan bidan).

2.Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau secara verbal.
Sekalipun persetujuan secara tersirat dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila persetujuan
pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat
dimasa mendatang. Contoh, persetujuan untuk pelaksanaan sesar. Yang berhak menandatangani
informed consent
Pasien dewasa 21 tahun atau sudah menikah dalam keadaan sehat
Keluarga pasien bila umur pasien 21, pasien dengan gangguan jiwa, tidak sadar,atau
pingsan
Pasien < 21 tahun/ sudah menikah dibawah pengampuan dan gangguan mental, persetujuan
diberikan pada wali
Pasien < atau belum menikah dan tidak punya wali/ wali berhalangan, persetujuan diberikan
pada keluarga atau induk semang/ yang bertanggung jawab pada pasienDalam keadaan pasien
tidak sadar dan tidak ada wali/ keluarga terdekat dan dalam keadaan darurat yang perlu tindakan
medik segera tidak dibutuhkan informed consent dari siapapun.

Syarat sah informed consent menurut The Medical Denfence Union dalam bukunya Medicolegal
Issues in Clinical Practice yaitu diberikan secara bebas
diberikan pada orang yang sanggup memberikan perjanjian
telah dijelaskannya bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien memahami tindakan
itu perlu dilakukan mengenai sesuatu yang khas
BAB II
RUANG LINGKUP

PERSETUJUAN DAN PENJELASAN TINDAKAN KEDOKTERAN


Dalam penjelasan Informed consent dijelaskan dalam PMK 290/2008 disebutkan dalam pasal 10
(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 diberikan oleh dokter atau dokter gigi
yang merawat pasien atau salah satu dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan
penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada
dokter atau dokter gigi lain yang kompeten.
(3) Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penejlasan sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalh tenaga kesehatan
yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien.

Dalam menetapkan dan Persetujuan Tindakan Kedokteran harus memperhatikan ketentuan


ketentuan sebagai berikut :
1.Memperoleh Informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya memberikan
informasi dan penjelasan adalah kewajiban dokter atau dokter gigi.

2.Pelaksanaan Persetujuan Tindakan kedokteran dianggap benar jika memenuhi persyaratan


dibawah ini :
a.Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan untuk tindakan kedokteran yang
dinyatakan secara spesifik (The Consent must be for what will be actually performied)
b.Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan tanpa paksaan (Voluntary)
c.Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat
mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi hukum
d.Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan setelah diberikan cukup (adekuat)
informasi dan penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.

3.Informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika sekurang-kurangnya mencakup :


a.Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (contemplated medical procedure);
b.Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c.Alternatif tindakan lain, dan risikonya (alternative medical procedures and risk)
d.Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi;
e.Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with and without medical procedures;
f.Risiko atau akibat pasti jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak dilakukan;
g.Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan kedokteran yang
dilakukan (purpose of medical procedure);
h.Informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah tindakan kedokteran.

4.Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan. Dokter atau dokter gigi yang akan
melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan informasi dan
penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan
dapat diwakilkan kepada dokter atau dokter gigi lain dengan sepengetahuan dokter atau dokter
gigi yang bersangkutan. Bila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi tanggung jawab
berada ditangan dokter atau dokter gigi yang memberikan delegasi.
Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain
yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman. Penjelasan tersebut dicatat dan
didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan
penjelasan dengan mencantumkan :
tanggal
waktu
nama
tanda tangan
pemberi penjelasan dan penerima penjelasan. Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa
penjelasan yang akan diberikan dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien
menolak diberikan penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan kepada
keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.

Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah :


(1)Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi :
a.Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b.Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang kurangnya
diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c.Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran;
d.Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.

(2) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi :


a.Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik, terapeutik, ataupun
rehabilitatif;
b.Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi;
c.Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan tindakan
yang direncanakan;
d.Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif tindakan;
e.Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya. Perluasan tindakan
kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat dilakukan untuk
menyelamatkan pasien. Setelah perluasan tindakan kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi
harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.
(3)Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko dan
komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali :
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum;
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat ringan;
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya (unforeseeable).

(4) Penjelasan tentang prognosis meliputi :


a.Prognosis tentang hidup- matinya ;
b.Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c.Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau salah satu dokter
atau dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya.
Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan penjelasan
secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada dokter atau dokter gigi
lain yang
kompeten. Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan
kewenangannya. Tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien. Demi kepentingan pasien, persetujuan
tindakan kedokteran tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan
tidak didampingi oleh keluarga pasien yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan
tindakan kedokteran

BAB III
TATA LAKSANA

Tata Cara Pengisian Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Setiap tindakan medik yang
dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga baik secara
tertulis maupun lisan. Untuk tindakan yang beresiko harus mendapatkan persetujuan secara
tertulis yang ditandatangani oleh pasien untuk mendapatkan persetujuannya. Persetujuan
diberikan pada pasien setelah mendapatkan informasi yang jelas tentang perlunya tindakan
medis serta resiko yang akan ditimbulkannya.

Permenkes RI NO 585/MenKesh/Per/IX/1989
1. Penjelasan langsung dari dokter yang melakukan tindakan medis dan dengan bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien
2. Tidak ada unsur dipengaruhi/ mengarahkan pasien pada tindakan tertentu, semua putusan
diserahkan pasien dan dokter hanya menyarankan dan menjelaskannya
3. Menanyakan ulang kembali apakah sudah mengerti
4. Lembar informed consent diisi oleh pasien/keluarga/ wali

Persetujuan atau kesepakatan antara tenaga kesehatan dan klien harus


mencakup:
1. pemberi penjelasan, yaitu tenaga kesehatan.
2. penjelasan yang akan disampaikan yang memuat lima hal yaitu:
a. Tujuan tindakan medis yang akan dilakukan,
b. Tata cara tindakan yamg akan dilakukan,
c. Resiko yang mungkin dihadapi,
d. Alternatif tindakan medik dari setiap alternatif tindakan,
e. Prognosis, bila tindakan itu dilakukan atau tidak.
3. Cara menyampaikan penjelasan .
4. Pihak yang berhak menyatakan persetujuan yaitu pasien, tanpa paksaan dari pihak manapun.
5. Cara menyatakan persetujuan (tertulis atau lisan). Dalam praktiknya, consent
dapat diberikan oleh pasien secara langsung atau oleh keluarga/ pihak yang
mewakili pasien dalam keadaan darurat.

Menurut SK D irjen Pelayanan Medik No.HK.00.06.6.5.1866 Kebijakan dan Prosedur


tentang Informed Consent adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan persetujuan atau penolakan tindakan medis harus dalam bentuk kebijakan

dan prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.


2. Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya memberikan
informasi dan penjelasan adalah hak dokter.
3. Formulir Informed Consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a.Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan
secara spesifik.
b.Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (voluntary).
c.Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh seorang (pasien) yang sehat mental
dan yang memang berhak memberikannya.
d.Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan setelah diberikan cukup informasi dan
penjelasan yang diberikan.

4.Isi informasi dan penjelasan yang diberikan Informasi dan penjelasan dianggap cukup jika
paling sedikit enam hal pokok dibawah
ini disampaikan dalam memberikan informasi dan penjelasan.
a.Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan
dilakukan.
b.Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan.
c.Informasi dan penjelasan tentang resiko dan komplikasi yang mungkin akan terjadi.
d.Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan lain yang tersedia dan serta resikonya dari
masing-masing tindakan tersebut.
e.Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan tersebut dilakukan.
f.Diagnosis.

5.Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan.Dokter yang akan melakukan tindakan medis
mempunyai tanggung jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan.
Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang diberikan dapat diwakili pada dokter lain
dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan.

6.Cara menyampaikan informasi. Informasi dan penjelasan disampaikan secara lisan. Informasi
secara tertulis hanya dilakukan sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara
lisan.

7. Pihak yang menyatakan persetujuan.

Persetujuan diberikan kepada individu yang kompeten, dimana telah dinayatkan dalam
PMK 290/2008 pasal 1 ayat 7 disebutkan
“ Pasien yang kompeten adalah pasien pasien dewasa atau bukan anak meurut peraturan
perundang – undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya,
mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan
(retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat
keputusan secara bebas”.

a.Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau sudah menikah.
b.Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan
medis diberikan oleh mereka, menurut urutan hak sebagai berikut :
1)Ayah/Ibu adopsi
2)Saudara-saudara kandung

c.Bagi pasien dibawah umur 21 tahun atau tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir. Persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis diberikan oleh
mereka, menurut hak sebagai berikut:
1) Ayah/Ibu adopsi
2) Saudara - saudara kandung
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed Consent) atau penolakan
tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
1) Ayah/Ibu kandung
2)Wali yang sah
3)Saudara-saudara kandung

e.Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle) persetujuan atau penolakan
tindakan medis diberikan menurut urutan hak tersebut :
1)Wali
2)Curator

f.Bagi pasien dewasa yang telah menikah /orang tua, persetujuan atau penolakan tindakan medis
diberikan oleh mereka menurut urutan hak tersebut:
1)Suami/isteri
2)Ayah/ibu kandung
3)Anak-anak kandung
4)Saudara-saudara kandung.

8.Cara menyatakan persetujuan.


Cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara tertulis (expressed) maupun lisan. Persetujuan
secara tertulis mutlak diperlakukan pada tindakan medis yang mengandung resiko tinggi,
sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung
resiko tinggi.
9.Semua jenis tindakaJenis tindakan medis memerlukan Informed Consent disusun oleh komite
medik dan kemudian ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Bagi rumah sakit yang belum
mempunyai komite medik atau keberadaankomite medik belum lengkap, maka dapat mengacu
pada jenis tindakan medis yang sudah ditetapkan oleh rumah sakit lain yang fungsi dan kelasnya
sama.

10.Perluasan tindakan medis yang telah disetujui tidak dibenarkan dilakukan dengan alasan
apapunjuga, kecualiapabila perluasan tindakan medis tersebut terpaksa dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.

11.Pelaksanaan Informed Consent untuk tindakan medis tertentu, misalnya Tubektomi/Vasectomi


dan Caesarean Section yang berkaitan dengan program keluarga berencana, harus merujuk pada
ketentuanlain melalui konsultasi dengan perhimpunan profesi yang terkait.

12.Demi kepentingan pasien, Informed Consent tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat dalam
keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga pasien yang berhak memberikan
persetujuan/penolakan tindakan medis.

13.Format isian persetujuan tindakan medis (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis,
digunakan seperti pada contoh formulir terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut :

a.Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak sebagai salah satu saksi.
b.Formulir asli dalam berkas rekam medis pasien.
c.Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan.
d.Dokter harus ikut membubuhkan tandatangan sebagai bukti bahwa telah diberikan informasi
dan penjelasan secukupnya.
e.Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus membubuhkan cap
jempol ibu jari tangan kanan. (MenKes, 2008)

BAB IV
PENUTUP
Panduan ini disusun untuk menjadi acuan pelaksanaan pemberian informed consent /persetujuan
tindakan medis sesuai prosedur di Rumah Sakit Keluarga Husada. Tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan panduan ini, karena keterbatasan pengetahuan dan
kurangnya referensi. Tim penyusun berharap berbagai pihak dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan panduan dimasa yang akan.

Anda mungkin juga menyukai