Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN INFORMED CONSENT

A. PENGERTIAN
Persetujuan tindakan medik atau yang sering disebut informed consent sangat
penting dalam setiap pelaksanaan tindakan medis di rumah sakit baik untuk kepentingan
dokter maupun pasien.
Menurut John M. Echols dalam Kamus Inggris-Indonesia (2003), informed berarti
telah diberitahukan, telah disampaikan, telah diinformasikan, sedangkan consent berarti
persetujuan yang telah diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu.
Menurut Jusuf Hanifah (1999) informed consent adalah persetujuan yang
diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan. Dalam praktiknya, seringkali istilah
informed consent disamakan dengan surat ijin operasi (SIO) yang diberikan oleh tenaga
kesehatan kepada keluarga sebelum seorang pasien dioperasi, dan dianggap sebagai
persetujuan tertulis. Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa informed consent bukan sekedar
formulir persetujuan yang didapat dari pasien, juga bukan sekedar tanda tangan keluarga,
namun merupakan proses komunikasi. Inti dari informed consent adalah kesepakatan antara
tenaga medis dan klien, sedangkan formulir hanya merupakan pendokumentasian hasil
kesepakatan, sehingga secara keseluruhan dapat diartikan bahwa telah mendapt penjelasan
tentang tindakan apa yang akan dilakukan oleh petugas medis dan telah disetujui oleh
keluarga dengan ditandai oleh penandatanganan surat persetujuan tindakan medis.
Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk
menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang lengakp, termasuk resiko
terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh dokter. Oleh
karena itu, persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dengan dokter. Biasanya,
kllien menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah suatu
catatan mengenai persetujuan tindakan, bukan persetujuan tindakan itu sendiri.
Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi medis dan bedah spesifik adalah
tanggungjawab dokter. Meskipun tanggungjawab ini didelegasikan kepada perawat di
beberapa institusi dan tidak terdapat hukum yang melarang perawat untuk menjadi bagian
dalam proses pemberian informasi tersebut.

B. TUJUAN
Keberadaan informed consent sangat penting, karena mengandung ide moral,
seperti tanggungjawab (autonomi tidak terlepas dari tanggungjawab). Jika individu memillih
untuk melakukan sesuatu, ia hanya bertanggungjawab terhadap pilihannya dan tidak bisa
menyalahkan konsekuensi yang akan terjadi, Ide moral lain adalah pembaruan. Tanpa
autonomi, tidak ada pembaruan dan jika tidak ada pembaruan, masyarakat tidak akan maju.
Sehingga tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi
yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed
consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya
dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia
perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat
apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Informed consent mempunyai peran dan manfaat yang sangat penting dalam
penyelenggaraan praktik, yaitu :
1. Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui informed consent, secara tidak langsung
terjalin kerjasama antara tenaga medis dan kllien sehingga memperlancar tindakan yang
akan dilakukan. Keadaan ini dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam upaya tindakan
kedaruratan.
2. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Tindakan medis yang
tepat dan segera, akan menurunkan resiko terjadinya efek samping dan komplikasi.
3. Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit, jarena pasien memiliki
pemahaman yang cukup terhadap tindakan yang dilakukan.
4. Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh tindakan yang lancar,
efek samping dan komplikasi yang minim, dan proses pemulihan yang cepat.
5. Mellindungi tenaga medis dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan medis
menimbulkan masalah, tenaga medis memiliki bukti tertulis tentang persetujuan pasien

C. BENTUK-BENTUK INFORMED CONSENT


Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis,
sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut Departemen Kesehatan (2002), informed consent
dibagi menjadi 2 bentuk :
1. Implied Consent
Yaitu persetujuan yanng dinyatakan tidak langsung. Contohnya saat akan mengukur
tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu dengan membawa sfignomanometer tanpa
mengatakan apapun, dan si ibu langsung menggulung lengan bajunya (meskipun tidak
mengatakan apapun, sikap ibu menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan
yang akan dilakukan bidan)
2. Express Consent
Yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau secara verbal. Sekaipun
persetujuan secara tersirat dapat diberikan, namun sangat bijaksana bila persetujuan
pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti yang lebih
kuat dimasa mendatang. Contoh : persetujuan untuk pelaksanaan sesar.

Yang berhak menandatangani informed consent :


1. Pasien dewasa 21 tahun atau sudah menikah dalam keadaaan sehat
2. Keluarga pasien bila umur pasien 21, pasien dengan gangguan jiwa, tidak adar, atau
pingsan
3. Pasien ≤ 21 tahun / sudah menikah dibawah pengamppunan dan gangguan mental,
persetujuan diberikan kepada wali
4. Pasien ≤ 21 tahun/ belum menikah dan tidak punya wali/ wali berhalangan, persetujuan
diberikan pada keluarga atau induk semang/ yang bertanggungjawab pada pasienDalam
keadaan pasien tidak sadar dan tidak ada wali/ keluarga terdekat dan dalam keadaan
darurat yang perlu tindakan medik segera tidak dibutuhkan informed consent dari
siapapun.

Syarat sah informed consent menurut The Medical Defence Union dalam bukunya
Medicolegal Issues in Clinical Practice yaitu :
1. Diberikan secara bebas
2. Diberikan pada orang yang sanggup memberikan perjanjian
3. Telah dijelaskannya bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga psien memahami
tindakan itu perlu dilakukan
4. Mengenai sesuatu yang khas
5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama

D. TATA CARA INFORMED CONSENT


Permenkes RI No 585/,enkes/Per/IX/1989
1. Penjelasan langsung dari dokter yang melakukan tindakan medis dan dengan bahas yang
mudah dimengerti oleh pasien
2. Tidak ada unsur dipengaruhi/ mengarah kan pasien pada tindakan tertentu, semua
putusan diserahkan pasien dan dokter hanya menyarankan dan menjelaskannya
3. Menanyakan kembali apakah sudah mengerti
4. Lembar infromed consent diisi oleh pasien/keluarga/wali

Persetujuan atau kesepakatan antara tenaga kesehatan dan klien harus mencakup :
1. Pemberi penjelasan, yaitu tenaga kesehatan
2. Penjelasan yang akan disampaikan yang memuat lima hal yaitu :
a. Tujuan tindakan medis yang akan dilakukan,
b. Tata cara tindakan yang akan dilakukan,
c. Resiko yang mungkin dihadapi,
d. Alternatif tindakan emdik dari setiap alternatif tindakan,
e. Prognosis, bila tindakan itu dilakukan atau tidak
3. Cara menyampaikan penjelasan
4. Pihak yanng berhak menyatakan persetujuan yaitu pasien, tanpa paksaan dari pihak
manapun
5. Cara menyatakan persetujuan (tertulis atau lisan). Dalam praktiknya, consent dapat
diberikan oleh pasien secara langsung atau oleh keluarga/pihak yang mewakili pasien
dalam keadan gawat darurat.

E. UNSUR-UNSUR INFORMED CONSENT


Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur
sebagai berikut :
1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter
2. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan
3. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam emmberikan persetujuan

Jenis tindakan yang memerlukan informed consent :


1. Tindakan-tindakan yang bersifat invasif dan operatif atau memerlukan pembiusan, baik
untuk menegakknan diagnosis maupun tindakan yang bersifat terapetik
2. Tindakan pengobatan khusus, misalnya radioterapi untuk kanker
3. Tindakan khusus yang berkaitan dengan penelitian bidang kedokteran ataupun uji kllinik
(berkaitan dengan bioetika).

Hal yang membatalkan informed consent :


1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak pemberian consent pada pasien
4. Clinical privilage
5. Pasien tanpa pendamping yang tidak kompeten memberikan consent

F. SANKSI HUKUM TERHADAP INFORMED CONSENT


1. Sanksi Pidana
Apabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa persetujuan pasien
dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal 351 KUHP
2. Sanksi Perdata
Tenaga Kesehatan atau sarana kesehatan yang mengakibatkan kerugian dapat digugat
dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHP
3. Sanksi Administratif
Pasal 13 Pertindik mengatur bahwa :
Terhadap dokter yanng melakukan tindakan emdis tanpa persetujuan pasien atau
keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin praktik.

G. BILA TERJADI PENOLAKAN INFORMED CONSENT


Dalam pelaksanaannya tidak selamanya pasien atau keluarga setuju engan
tindakan medik yang akan dilakukan dokter. Dalam situasi demikian kalangan dokter
maupun tenaga kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluarga mempunyai
hak menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Tidak ada hak dokter yang dapat memaksa
pasien mengikuti anjuran, walaupun dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau
kematian pada paasien.
Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang
diperlukan, maka untuk keamanan di kemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit
meminta pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan
medis yang diperlukan.
SURAT KEPUTUSAN
PERATURAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK FAUZIAH
NOMOR :……………

Tentang
INFORMED CONSENT

Menimbang :
1. Bahwa dalam rangka melaksanakan kewajiban yang timbul akibat hubungan
terapetik, RS wajib melakukan tindakan untuk mengatasi gangguan kesehatan
pasien;
2. Bahwa tindakan medik yang dilakukan dokter RS penuh dengan ketidak
pastian dan hasilnya pun tidak dapat diperhitungkan secara matematk (pasti);
3. Bahwa hampir semua tindakan medik mengandung resiko/akibat ikutan yang
tak menyenangkan sehingga pasien perlu diberitahu dan diminta
persetujuannya;
4. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam butir (3),
dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Rumah Sakit tentang Informed
Consent.

Mengingat :
1. UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU Hukum Perdata Republik Indonesia
3. UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
4. UU No 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
5. PP No 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
6. Permenkes RI No 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik
7. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No HK.00.06.3.5.1866
tanggal 21 April 1999 tentang Informed Consent
8. Surat Edaran Dirjen Yanmed Depkes RI No : YM.02.04.3.5.2504 tanggal 10
Juni 1997 tentanng Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
9. Kode Etik Kedokteran Indonesia

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : PERATURAN RSIA FAUZIAH TENTANG INFORMED CONSENT

Pasal 1
Setiap tindakan terapetik, baik diagnostik ataupun terapetik, yang akan dilakukan harus lebih
dahulu mendapatkan persetujuan dari orng yang menurut hukum memilliki hak untuk
memberikan persetujuannya, kecuali pasien dalam keaadaan emergensi.

Pasal 2
Persetujuan tindakan medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) harus diberikan secara tegas
dan jelas, dalam keadaan sadar, bebas dan tanpa unsur paksaan.

Pasal 3
Sebelum memberikan persetujuannya, kepada orang yang berhak harus diberikan informasi
secukupnya mengenai tindakan medik yang akan dilakukan agar dapat dijadikan dasar bagi
penentuan sikap terhadap tindakan medik yang akan dilakukan, kecuali yang bersangkutan
dengan secara jelas dan tegas menolak menerima informasi (pasien dengan “Don’t tell me,
doctor’s syndrome).

Pasal 4
Informasi yang diberikan secara lisan (agar dapat terjadi komunikasi dua arah), meliputi :
a. Alasan perlunya dilakukan tindakan medik
b. Manfaat yang diharapkan dari tindakan medik tersebut
c. Resiko yang mungkin terjadi
d. Akibat ikutan yang selalu menyertai tindakan medik
e. Ada tidaknya tindakan medik alternatif
f. Resiko yang dapat terjadi jika menolak tindakan medik

Pasal 5
Kewajiban memberikan informsi sepenuhnya menjadi tanggungjawab dokter yang hendak
melakukan tindakan medik.

Pasal 6
Pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal (5) tidak dapat didelegasikan kepada
dokter lain, perawat atau bidan guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Pasal 7
Sesudah diberikan informasi, yang bersangkutan dapat menyampaikan persetujuannya secara
terucap (oral consent), tersurat (written consent) atau tersirat ( implied consent).

Pasal 8
Jika tindakan medik yang direncanakan mengandung resiko tinggi (operasi atau tindakan invasif
lainnya) maka persetujuan harus diberikan secara tersurat dengan cara menandatangani atau
membubuhkan cap ibu jari tangan kiri pada formulir informed consent yang disediakan.

Pasal 9
Sebelum ditandatangani atau dibubuhi cap ibu jari tangan kiri, formulir tersebut harus sudah diisi
lengkap oleh dokter yang akan melakukan tindakan medik atau oleh tenaga medik lain yang
diberi delegasi, untuk kemudian yang bersangkutan dipersilakan membacanya, atau jika
dipandang perlu dibacakan dihadapannya.

Pasal 10
Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima informasi (“Don’t tell me,
doctor’s syndrome) dan menyerahkan sepenuhnya kepada dokter maka orang tersebut dianggap
telah menyetujui kebijakan medik yang akan dilakukan dokter.

Pasal 11
Apabila yang bersangkutan sesudah menerima informasi, menolak memberikan persetujuannya
maka ia perlu menandatangani surat pernyataan penolakan.

Pasal 12
Jika pasien bellum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak memberikan atau menolak
memberikan persetujuan tindakan medik adalah orang tua, keluarga, wali atau kuratornya.

Pasal 13
Bagi pasien yang sudah menikah maka suami atau istri pasien tersebut tidak diikutsertakan
manandatangani persetujuan, kecuali utnuk tindakan non terapetik berimbas kepada mereka
sebagai suami-istri dan bersifat irreversible.

Pasal 14
Persetujuan tindakan medik yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap saat,
kecuali tindakan medik yang direncanakan sudah sampai pada tahapan pelaksanaan yang tidak
mungkin lagi untuk dibatalkan.

Pasal 15
Dalam hal persetujuan diberikan oleh keluarga maka yang berhak menarik kembali (mencabut)
adalah anggota keluarga tersebut atau anggota keluarga lain yang kedudukan hukumnya lebih
berhak untuk bertindak sebagai wali.

Pasal 16
Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan medis harus diberikan secara tertulis
dengan cara menandatangani for,ullir yang disediakan.

Pasal 17
Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan persetujuan tindakan medik
harus dicatat dalam rekam medik.

Pasal 18
Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan medik harus disimpan bersama-sama rekam
medik pasien.

Ditetapkan di : Tulungagung
Tanggal : April 2019

Dr Eka Soegiharti
Direktur RSIA Fauziah
INFORMED CONSENT

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


RSIA FAUZIAH
TULUNGAGUNG
Ditetapkan
Direktur RSIA FAUZIAH
Tulungagung
Standar Prosedur
Tanggal terbit :.
Operasional

Dr Eka Soegiharti
Pengertian Informed consent tinakan medis adalah suatu penjelasan kepada pasien
dan keluarganya yang akan dilakukan suatu tindakan medis, dimana
penjelasan diberikan oleh petugas RSIA Fauziah.
Tujuan Sebagai acuan dalam penerapan langkah-langkah memberikan
informasi dan penjelasan kepada pasien sebagai bukti kekuatan hukum.
Kebijakan SK Direktur Rumah Sakit No ………………… tentang Pelayanan
Klinis
Referensi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Prosedur 1. Petugas / dokter melakukan pengkajian kepada pasien, bila
diperlukan suatu tindakan medis maka dokter yang memeriksa
harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya kecuali bila
dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien.
2. Petugas/dokter memberikan penjelasan kepada pasien mengenai :
a. Diagnosis penyakit pasien
b. Sifat dan luasnya tindakan medis yang akan dilakukan
c. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan medis tersebut
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Alternatif prosedur atau cara lain tindakan medis yang dapat
dilakukan
f. Konsekuensinya apabila tidak dilakukan tindakan medis
tersebut
g. Prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan
atau tidak dilakukan
h. Keberhasilan/ketidakberhasilan tindakan medis tersebut
3. Pelaksanaan informed consent tersebut dianggap benar bila
persetujuan atau penolakan tindakan medis :
a. Diberikan tanpa paksaan
b. Diberikan setelah mendapat informasi dan penjelasan yang
diperlukan
c. Dilakukan oleh pasien dewasa yang sehat mental (lebih dari 21
tahun)
d. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai
orang tua/wali berhalangan hadir, maka persetujuan diberikan
oleh kelluarga terdekat atau induk semang dengan
menandatangani format yang disediakan.
4. Petugas/dokter memberikan informed consent/persetujuan tindakan
medis untuk tindakan medis bedah yang menggunakan narkose,
tindakan medis yang beresiko tinggi, tindakan medis pada pasien
gawat darurat yang tidak sadar.
5. Setelah petugas/dokter memberikan penjelasan yang cukup dan
pasien menolak dilakukan tindakan medis, maka pasien harus
menandatangani surat penolakan tindakan medis.
6. Pada tindakan beresiko tinggi dan tindakan medis bedah, informed
consent harus ditandatangani oleh pasien itu sendiri, dokter yang
bertanggungjawab dan dua orang saksi.
7. Jika keadaan pasien tidak sadar serta tidak didampingi oleh
keluarga terdekat dan secara medis berada dalam keadaan gawat
darurat yang perlu tindakan medis segera untuk kepentingannya,
maka lembar persetujuan dapat ditandatangani oleh dua orang
dokter yang menangani pasien tersebut atas sepengetahuan Direktur
rumah sakit
8. Perluasan tindakan medis /operasi selain tindakan medis yang telah
disetujui, tidak dibenarkan dilakukan dengan alasan apapun juga
kecuali apabila perluasan tindakan medis tersebut terpaksa
dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.
9. Setelah perluasan tindakan medis/operasi sebagaimana tersebut
diatas dilakukan, dokter harus memberikan informasi kepada pasien
atau keluarganya.
10. Petugas/dokter yang akan melakukan tindakan medis mempunyai
tanggungjawab untuk memberikan informasi dan penjelasan yang
diperlukan, apabila berhalangan maka informasi dan penjelasan
yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada dokter lain dengan
sepengetahuan dokter yang bersangkutan.
11. Dalam hal medis yang bukan bedah (operasi) dan tinakan non
invasif lainnya, maka informasi dapat diberikan oleh dokter lain
atau perawat dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang
bertanggungjawab
Unit Terkait 1. Instalasi Gawat Darurat
2. Instalasi Rawat Inap
3. Poli Anak
4. Poli Kandungan
Dokumen Terkait Form Informed Consent
Form Penolakan Tindakan Medis
Berkas Rekam Medis Pasien
Rekaman Historis
Perubahan Tanggal Mulai
No Yang Diubah Isi Perubahan
Diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai