Anda di halaman 1dari 40

PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF

DI RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA

RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA


JL. Jend Soedirman NO. 42 Banjarnegara

1
KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA
Nomor : 445 / /TAHUN 2022

TENTANG
PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DI RSUD Hj. ANNA LASMANAH
BANJARNEGARA

DIREKTUR RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas, efisiensi,


dan kelancaran pelaksanaan tugas serta untuk meningkatkan
mutu pelayanan, agar komunikasi efektif di RS dapat
terlaksana dengan baik perlu adanya kebijakan direktur RS
sebagai landasan bagi penyelenggara komunikasi efektif di RS,
maka dipandang perlu untuk menetapkan kebijakan
tentang Pedoman Komunikasi Efektif;
b. Bahwa edukasi terhadap pasien dan keluarga merupakan hal
yang penting, agar mereka mendapatkan pengetahuan serta
keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses dan
pengambilan keputusan asuhan pasien;
c. Bahwa perlu menetapkan pengorganisasian sumber daya
edukasi secara efektif dan efisien, sehingga menciptakan
pelayanan edukasi, dan mengatur penugasan seluruh staf yang
memberikan edukasi secara terkoordinasi;
d. Bahwa berdasarkan poin a sampai c diatas, perlu ditetapkan
melalui Peraturan Direktur tentang pedoman Komunikasi
Efektif dan Pemberian Edukasi pada Pasien dan Keluarga.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2018 tentang Penyelengaraan Promosi Kesehatan Rumah
Sakit;
5. Peraturan Menteri kesehatan Republik indonesia No 417 /
menkes / PER/ 11/2011 tentang komisi Akreditasi Rumah
Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 11 Tahun
2017 tentang keselamatan pasien Rumah Sakit;

2
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang
persetujuan tindakan kedokteran pada pasien dan keluarga.
8. Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 Komunikasi Efektif
Dokter – Pasien
MEMUTUSKAN
Menetapkan :

KESATU : Pemberlakukan Panduan Komunikasi Efektif


KEDUA : Panduan sebagaimana dictum KESATU kepada pegawai yang
terkait di RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara untuk
melaksanakan panduan sebagaimana terlampir yang tidak
terpisahkan dari keputusan ini
KETIGA : Menugaskan kepada Unit PKRS RSUD Hj. Anna Lasmanah untuk
melakukan pemantauan, Monitoring dan evaluasi atas
pelaksanaan panduan ini
KEEMPAT : Biaya yang timbul akibat diterbitkan keputusan ini dibebankan
pada anggaran BLUD RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara
KELIMA : Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : Jumat, 7 Januari 2022

Direktur RSUD Hj. Anna Lasmanah


Banjarnegara

dr. Erna Astuty

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................................1


SURAT KEPUTUSAN TENTANG PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF..........................2
DAFTAR ISI…. ...........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................5
BAB II RUANG LINGKUP ...........................................................................................8
BAB III TATA LAKSANA .............................................................................................9
BAB IV DOKUMENTASI ...........................................................................................
81
BAB V PENUTUP .....................................................................................................82

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah suatu institusi dengan tingkat kompleksitas yang
cukup tinggi. Kompleksitas itu meliputi dari banyaknya orang yang terlibat,
beragam profesi yang melayani, beragam informasi yang diberikan, serta orang
yang berkunjung di rumah sakit adalah orang yang sedang bermasalah secara
fisik yang tentu berpengaruh pada kondisi mental/emosinya. Tingkat
Kompleksitas yang cukup tinggi akan sangat berpotensi untuk terjadinya
kesalahan berkomunikasi di institusi Rumah sakit. Oleh karena itu
Komunikasi Yang efektif tentu menjadi hal yang sangat dibutuhkan untuk
dapat diterapkan di Institusi Rumah sakit.
Kesalahan dalam berkomunikasi (mis komunikasi ) di rumah sakit akan
berakibat yang fatal, yaitu dapat berupa kesalahan tindakan yang dapat
berdampak pada kecacatan atau bahkan pasien dapat meninggal. Terjadinya
mis komunikasi yang berakibat kesalahan tindakan juga dapat berdampak
munculnya konflik yang berujung pada gugatan/tuntutan hukum.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka sudah menjadi
keharusan bahwa institusi rumah sakit wajib menerapkan komunikasi yang
efektif dalam setiap kegiatannya. Dari hasil riset juga mengatakan bahwa
keberhasilan pelayanan Institusi publik ditentukan seberapa baik tingkat
komunikasi yang diberikannya, Sehingga hal ini memperkuat alasan tentang
penting komunikasi efektif dilakukan di institusi rumah sakit.

B. DEFINISI

a. Definisi Komunikasi Efektif adalah suatu komunikasi yang berprinsip


bahwa apa yang diterima oleh si penerima pesan(komunikan) sama dengan
yang ingin disampaikan oleh si pemberi pesan (komunikator), dimana pesan
itu dapat merubah pengetahuan, sikap dan perilaku si komunikan sesuai
harapan komunikator. Komunikasi efektif dapat juga berarti bahwa pesan
yang disampaikan, dipersepsikan oleh komunikan sama dengan maksud
yang diinginkan oleh komunikator.
b. Syarat Komunukasi Efektif :
1. Tepat Waktu
2. Akurat
3. Lengkap
4. Tidak Bermakna Ganda (Ambiguous)
5. Dapat Diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi
kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien

5
BAB II
RUANG LINGKUP

Implementasi komunikasi efektif di institusi rumah sakit meliputi :


1. Komunikasi antara rumah sakit dengan masyarakat/Komunitas
2. Komunikasi antara PPA dengan dengan pasien dan keluarga
3. Komunikasi antar PPA di dalam atau diluar rumah sakit
Ketiga jenis komunikasi efektif diatas harus dikelola secara baik terutama
komunikasi antar staf klinis /PPA harus distandarisasi karena bila terjadi mis
komunikasi dapat membahayakan pasien. Komunikasi efektif yang dapat
diimplementasikan dengan baik di semua ruang lingkup akan berdampak pada
keberhasilan pelayanan, peningkatan keselamatan pasien dan peningkatan
kepuasan pelanggan.

6
BAB III
TATALAKSANA

A. KOMUNIKASI ANTARA RUMAH SAKIT DENGAN MASYARAKAT


Rumah Sakit Umum Daerah Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara juga
melakukan komunikasi dengan pihak luar (masyarakat/komunitas) yang bekerja
sama atau berada disekitar lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Hj. Anna
Lasmanah Banjarnegara. Strategi komunikasi eksternal yang diterapkan di
Rumah Sakit Umum Daerah Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara adalah sebagai
berikut:
1. Melalui Lisan
Komunikasi secara lisan dengan pihak luar /masyarakat yang dilakukan ru
ah sakit dapat berupa komunikasi lisan dalam kegiatan :
a. Pertemuan Public Hearing
Komunikasi lisan dalam kegiatan pertemuan antara rumah sakit dengan
pihak masyarakat dengan agenda mensosialisasikan layanan-layanan
rumah sakit serta untuk menampung segala masukan dari pihak
eksternal demi kepentingan perbaikan rumah sakit.
b. Kegiatan Bhakti Sosial
Komunikasi lisan dalam kegiatan pertemuan antara rumah sakit dengan
pihak masyarakat dengan agenda mendekatnya pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang terpencil. Kegiatannya berupa layanan
pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan konsultasi dokter secara gratis.
c. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan ke masyarakat Sekitar
Komunikasi lisan pada kegiatan pertemuan antara rumah sakit dengan
pihak masyarakat dengan agenda pemberian pendidikan kesehatan kepada
lapisan masyarakat sekitar.
d. Kegiatan Expo / Pembukaan Stand Layanan rumah sakit di Pusat
keramaian yang ada di masyarakat
Komunikasi lisan pada kegiatan pertemuan antara rumah sakit dengan
pihak masyarakat di pusat keramaian yang ada di masyarakat dengan
agenda mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit.
Kegiatan berupa pembuatan stand yang berisi meja pemeriksaan gratis
seperti tensi, cek laborat sederhana, pengobatan dan konsultasi dari
dokter, serta pemberian informasi-informasi terkait pelayanan dan akses
ke rumah sakit.
e. Penerimaan tamu secara langsung datang ke rumah sakit
komunikasi lisan secara langsung dengan pihak eksternal yang
mempunyai kepentingan dan membutuhkan keterlibatan rumah sakit
datang langsung ke rumah sakit. Proses komunikasi dilakukan di
Rumah Sakit dengan menemui dan melayani dengan pihak yang
bersangkutan
f. Penerimaan Telepon dari Masyarakat

7
Komunikasi lisan melalui telepon dengan pihak eksternal/ masyarakat
yang menghubungi pihak rumah sakit yang membutuhkan informasi
terkait rumah sakit.

2. Melalui Tulisan
Komunikasi secara tertulis antara rumah sakit dengan pihak luar
/masyarakat dapat berupa komunikasi tertulis melalui media :
a. Baliho
b. Brosur/Leaflet
c. Papan Informasi
d. Kotak Saran
e. Whatshapp dan SMS
f. Media Sosial : Website, Instagram, Facebook, Twitter
Melalui media tulisan ini rumah sakit berkomunikasi dengan masyarakat
untuk menginformasikan tentang Jenis Layanan di rumah sakit, cara
bagaimana masyarakat mengakses layanan rumah sakit, layanan
aduan/komplain serta penyampaian materi pendidikan kesehatan/edukasi
kepada masyarakat.

B. KOMUNIKASI ANTARA PPA DENGAN PASIEN DAN KELUARGA

1) Definisi PPA (Profesional Pemberi Asuhan) adala mereka yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain dokter, perawat, bidan, ahli
gizi, apoteker, Psikolog Klinis , Fisioterapis, dsb
Alasan Pentingnya dilaksanakan komunikasi efektif antara PPA dengan Pasien
dan keluarga adalah karena adanya perbedaan yang sangat jauh kondisi
sebagai berikut :
1. PPA :
a. Menjalani pendidikan bertahun – tahun
b. Kompeten
c. Memiliki Kewenangan
d. Pelayanan Pasien dijalankan dengan standar
e. Rutin/Homogen/serba jelas
f. Aktifitas individu PPA hanya 1 Shift
2. Pasien dan Keluarga :
a. Sangat belum/tidak mengenal Area Rumah Sakit
b. Relatif banyak yang tidak jelas
c. Pengalaman semua baru
d. Pasien tidak pernah memalui pendidikan untuk menjadi pasien
e. Relatif tidak punya kewenangan ikut abil keputusan
f. Ada rasa cemas, bingung dan takut yang cukup tinggp
g. Pasien menjalani 3 shift setiap harinya
Sehingga sangat mutlak diperlukan komunikasi efektif antara keduanya.

2) Konsep Patient Centered Care (PPC)


1. Dari Perspektf Pasien

8
a. PPA yang mau mendengarkan, menghormati dan menghargai
pandangan dan pilihan pasien & keluarga.
b. Pengetahuan , nilai-nilai , kepercayaan , latar belakang kultural
pasien& keluarga dimasukkan dalam perencanaan pelayanan dan
pemberian pelayanan kesehatan.
c. PPA mau mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara lengkap
kepada pasien & keluarga.
d. Pasien & keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap dan
akurat.
e. Pasien dilakukan 3 asesmen yaitu metode edukasi, kebutuhan edukasi
dan konfirmasi edukasi yang sudah diberikan.
f. Pasien dan Keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam
asuhan pengambilan keputusan
g. Pimpinan pelayanan kesehatan bekerjasama dengan pasien & keluarga
dalam pengembangan, implementasi dan evaluasi kebijakan dan
program
2. Dari Perpektif PPA
a. PPA harus berpartner dengan pasien, yaitu dalam bentuk keputusan
klinis berdasarkan nilai-nilai pasien. Ada rasa empati dari PPA bahwa
Bila Pasien Itu Saya (BPIS)
b. PPA merupakan tim interdisiplin dengan berkolaborasi interpersonal
c. DPJP adalah Clinical Leader yang menyusun kerangka asuhan,
melakukan koordinasi, kolaborasi, sintesis, interpretasi, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien

3) Jenis – Jenis Komunikasi antara PPA dengan pasien dan keluarga :


1. Komunikasi Tertulis :
a. General Consent (Saat admisi)
b. Informasi persetujuan tindakan (Saat Edukasi)
c. Formulir edukasi pasien dan keluraga terintegrasi rawat inap dan rawat
jalan (Saat Edukasi)
d. Discharge Planning (Perencanaan Pulang)
e. CPPT
f. SBAR
g. Hand Over
2. Komunikasi Lisan :
Komunikasi Lisan ada 2 : Verbal dan non verbal
a. Komunikasi Verbal adalah komunikasi melalui kata – kata atau Bahasa.
Hal yang sangat penting diperhatikan saat berkomunikasi secara verbal
adalah nada suara, intonasi, volume suara dan kecepatan.
b. Komunikasi Non Verbal : Ekpresi , Posture, Gesture
Komunikasi verbal dan non verbal menjadi kunci keberhasilan dalam
komunikasi secara lisan, maka jika tidak dilakukan dengan tepat sangat
mungkin akan terjadi mis komunikasi

9
Contoh Komunikasi Lisan :
1. Memperkenalkan diri (Identifikasi pasien)
2. Menjelaskan Edukasi Pasien dan Keluarga Terintegrasi
3. Melakukan anamneses pasien
4. Menginformasikan asuhan yang diberikan
5. Menginformasikan pergantian shift
6. Menginformasikan rencana tindakan
7. Menangani Komplain
8. Komunikasi via telfon
Etika Bertelepon di RSUD Hj Anna Lasmanah Banjarnegara
sebagai berikut :
1. Menerima telepon :
a. Segera diangkat maksimal 3x dering
b. Berikan salam (selamat pagi/selamat siang/selamat malam)
c. Sebutkan nama dan unit kerja
d. Tanyakan dengan siapa dan dari unit mana
e. Sampaikan yang bisa kita lakukan(mis: ada yang bisa kami
bantu?)
f. Dengarkan dengan baik
g. Berikan jawaban yang efisien
h. Buat catatan pembicaraan bila perlu
i. Biarkan lawan bicara menutup gagang telepon terlebih dahulu
2. Bila menelepon :
a. Menjawab salam
b. Sebutkan nama dan unit kerja
c. Menyampaikan keperluannya
d. Mendengarkan konfirmasi balik dari penerima telepon
e. Mengucapkan terimakasih
f. Menutup gagang telepon.

Prinsip berkomunikasi Lisan :


1. Kontext (Kemasan, Gesture, Posture, Ekspresi, Tutur kata)
2. Kontent (Isi edukasi/ informasi / tindakan yang akan dilakukan)
Dasar Dalam Berkomunikasi : TSB
1. Tatap wajah / mata lawan biacara sebagai wujud respek /perhatian
kita kepada lawan biacara
2. Senyum : untuk mencairkan suasanan dan menuarjrkan aura
kebahagiaan
3. Bicara
Hal yang harus dilakukan saat berkomunikasi :
1. Dengarkan sampai tuntas
2. Empati
3. Gunakan Bahasa yang membumi
4. Singkat padat dan jelas
Hal yang tidak boleh dilakukan saat berkomunikasi :
1. Menyela pembicaraan
2. Mendominasi Bicara
3. Menggunakan Bahasa yang tidak dimengerti pasien
4. Mengintsruksikan dengan Bahasa yang panjang

10
4) Komunikasi Terapeutik :
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang dipersembahkan untuk pasien
dan keluarga yang akan menimbulkan dampak terapeutik .
Ada 4 fase yang harus dilakukan saat komunikasi teraputik
1. Fase Pra Interaksi
Yaitu Fase dimana belum terjadi kontak antara PPA dengan pasien dan
keluarga .
Hal yang harus dipersiapkan adalah :
a. Persiapkan Diri (Perhatikan Kondisi Emosi dan perhatikan kelebihan dan
kekurangan diri).
b. Persiapkan materi yang akan disampaikan ( Tentang Edukasi atau tentang
tindakan medis/keperawatan)
c. Ketahui Informasi lebih awal tentang pasien , latar belakang pendidikan,
sosial ekonomi sehingga dapat digunakan untuk menentukan gaya
komunikasi yang tepat sesuai tingkat kemampuan pasien daan keluarga
2. Fase Interaksi
a. Perhatikan penambilan diri yang terbaik
b. Lakukan Salam Terapeutik : TSB, Tatap, Senyum Bicara
c. Evaluasi Validasi (menanyakan kabar pasien untuk identifikasi pasien)
d. Kontrak (Sampaikan informasi / tindakan yang akan disampaikan/
dilakukan dan berapa lama waktunya)
3. Fase Kerja
a. Melakukan tindakan keperawatan/ medis
Saat melakukan tindakan sambil selalu lakukan Sikap Terapeutik :
1) Perhatikan kontak mata
2) Jadilah pendengar yang baik
3) Lakukan sentuhan lembut
b. Melakukan edukasi murni yang harus dilakukan :
1. Lakukan komunikasi efektif dengan prinsip berkomunikasi yaitu tepat
dari segi kontext dan kontentnya.
2. Lakukan Salam Terapeutik (TSB :Tatap, Senyum, Bicara)
3. Lakukan hal –hal yang harus dilakukan saat berkomunikasi :
- Dengarkan sampai tuntas
- Empati
- Gunakan Bahasa yang membumi
- Singkat padat dan jelas
4. Fase Terminal
a. Lakukan Evaluasi Hasil Tindakan
- Subyektif ( contohnya : tayakan keluhan saat habis melakukan TTV)
- Obyektif (Tanyakan ulang informasi edukasi yang telah diberikan)
b. Lakukan Rencana Tindak lanjut (kontrak yang akan datang)
c. Ucapkan Salam sesuai yang disepakati salam Institusi rumah sakit.

11
5) Pelaksanaan Pemberian Edukasi Pasien dan Keluarga
a. Pengertian
Informasi dan edukasi pasien dan keluarga adalah pengetahuan yang
diperlukan oleh pasien dan keluarga selama proses asuhan maupun
pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan ke pelayanan
kesehatan lain atau ke rumah. Pendidikan pasien dapat mencakup informasi
sumber-sumber di komunitas untuk tambahan pelayanan dan tindak lanjut
pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses ke pelayanan
emergensi bila dibutuhkan.
b. Tujuan
1) Sebagai pedoman dalam melakukan edukasi kesehatan kepada pasien dan
keluarga.
2) Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan di
rumah sakit. Sehingga edukasi kesehatan (pendkes) dapat berjalan lancar
dan sesuai prosedur yang ada.
3) Agar pasien & keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan
proses perawatan. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan lebih
cepat.
c. Tata Cara assesmen kemampuan, kemauan, dan kebutuhan edukasi pasien
dan keluarga
Dalam pemberian edukasi yang akan diberikan kepada sasaran harus
disesuaikan dengan kemampuan, kemauan dan kebutuhan pasien dan
keluarga.
1) Proses assessmen kemampuan edukasi dan informasi pasien dan
keluarga adalah dilakukan dengan :
a) Melakukan wawancara untuk mengetahui kemampuan edukasi
pasien dan keluarga
b) Melakukan identifikasi terhadap kemampuan membaca, tingkat
pendidikan, status ekonomi, keterbatasan fisik dan bahasa yang
digunakan pasien dan keluarga
c) Menentukan kesiapan pasien dan keluarga dalam pemberian
informasi dan edukasi
d) Menentukan hambatan yang didapatkan dalam pemberian informasi
dan edukasi pasien dan keluarga
e) Melakukan identifikasi terhadap tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga
f) Menentukan metode belajar terhadap rencana pemberian edukasi
yaitu: Demonstrasi, Diskusi, Leaflet
2) Proses assessmen kemauan edukasi dan informasi pasien dan keluarga
adalah dilakukan dengan :
a) Melakukan wawancara untuk mengetahui kemauan edukasi pasien
dan keluarga
b) Melakukan identifikasi terhadap kemauan edukasi pasien dan
keluarga. Apakah pasien dan keluarga bersedia atau tidak untuk
dilakukan edukasi pada saat itu
c) Menentukan kesiapan pasien dan keluarga dalam pemberian
informasi dan edukasi

12
d) Menentukan hambatan yang didapatkan dalam pemberian
informasi dan edukasi pasien dan keluarga
e) Melakukan identifikasi terhadap tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga
f) Menentukan metode belajar terhadap rencana pemberian edukasi
yaitu: Demonstrasi, Diskusi, Leaflet
3) Proses assessment kebutuhan edukasi dan informasi pasien dan
keluarga adalah dilakukan dengan :
a) Melakukan wawancara untuk mengetahui kebutuhan edukasi pasien
dan keluarga
b) Melakukan identifikasi terhadap kebutuhan dalam pemberian
informasi dan edukasi pasien dan keluarga
c) Menentukan kesiapan pasien dan keluarga dalam pemberian
informasi dan edukasi
d) Menentukan hambatan yang didapatkan dalam pemberian informasi
dan edukasi pasien dan keluarga
e) Melakukan identifikasi terhadap tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga
f) Menentukan metode belajar terhadap rencana pemberian edukasi
yaitu: Demonstrasi, Diskusi, Leaflet
Semua proses tersebut di laksanakan dalam bentuk Form
Assesmen Kemampuan, Kemauan Dan Kebutuhan Edukasi Dan
Informasi.
d. Penentuan Strategi Edukasi berdasarkan hasil Assesmen
Proses komunikasi saat memberikan informasi dan edukasi kepada
pasien atau keluarganya berkaitan dengan kondisi kesehatannya :
1) Tahap pengumpulan informasi pasien (Assesment pasien)
Assesmen merupakan proses pengumpulan, menganalisis dan
menginterpretasikan data atau informasi tentang pasien/keluarga dan
lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran
tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai dasar
untuk memahami individu dan untuk pengembangan program
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan. Sebelum
melakukan edukasi petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien
dan keluarga berdasarkan :
a) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga (nilai-nilai budaya,
suku, agama, dan kepercayaan)
Dalam pelaksanaan assesmen pendidikan pasien dan keluarga,
petugas menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang Nilai-
Nilai Kepercayaan yang dianut oleh pasien. Apakah pasien dan
keluarga memiliki suatu kepercayaan tentang proses dari
pelayanan kesehatan atau tidak.
b) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa
yang digunakan.
c) Hambatan emosional dan motivasi (emosional : depresi, senang,
marah).
d) Keterbatasan fisik dan kognitif.
e) Kesediaan pasien untuk menerima informasi.
13
2) Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang effektif setelah melalui
tahap assesment pasien, kemungkinan ditemukan :
a) Pasien dalam kondisi fisik dan emosional yang baik, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
b) Jika pada tahap assesment pasien ditemukan hambatan fisik
(tuna rungu dan tuna wicara) maka komunikasi yang efektif
adalah memberikan leaflet pada pasien dan keluarga sekandung
(istri, anak atau ayah atau ibu dan saudara sekandung) dan
menjelaskan kepada mereka.
c) Jika pada tahap assesment pasien ditemukan hambatan
emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi
yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan
pasien membaca leaflet, apabila pasien tidak mengerti materi
edukasi, pasien bias menghubungi edukator yang berkaitan
dengan informasi dan edukasi yang diperlukan.
3) Tahap verifikasi (memastikan pasien dan keluarga menerima edukasi
yang diberikan)
a) Apabila pasien dalam kondisi baik dan dapat menerima informasi
dan edukasi, maka verifikasi yang dilakukan adalah menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan (pertanyaannya adalah “Dari
materi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bapak atau ibu
bias pelajari”
b) Apabila pasien mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya
adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama
(“Dari materi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bapak
atau ibu bisa pelajari”
c) Apabila pasien mengalami hambatan emosional (marah atau
depresi), maka verifikasinya adalah dengan menanyakan kembali
sejauh mana pasien mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bias via telepon atau
dating langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
d) Apabila pasienmerupakan difabel (defferent abilities people atau
orang dengan kemampuan berbeda), maka verifikasinya dengan
pendamping pasien.
e) Apabila pasien dan keluarga telah memahami informasi dan
edukasi yang disampaikan, maka pada tahap pemberian informasi
dan edukasi dapat dilakukan kembali untuk menilai kebutuhan
edukasi yang lainnya. Apabila pasien dan keluarga belum
memahami materi edukasi yang diberikan, maka pemberian
edukasi dapat dilakukan pada waktu lain sambil mengkaji
hambatan yang ada.
Dengan memberikan informasi dan edukasi pasien diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien. Dengan pasien mengikuti arahan dari rumah sakit, diharapkan
mempercepat proses penyembuhan pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi
pasien, wajib untuk mengisi lembar pemberian informasi dan
edukasi, serta ditandatangani oleh kedua belah pihak antara dokter
14
atau tenaga kesehatan lainnya atau dengan pasien atau keluarga
pasien, hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga
pasien sudah diberikan informasi dan edukasi yang benar.
Dalam asessmen terdapat topik wajib yang perlu dikaji tentang
kebutuhan pasien dan keluarga terhadap informasi dan edukasi pada
rawat inap dan rawat jalan, yaitu :
1) Rawat Inap
1. Assesment awal IGD
a. Pemberi edukasi adalah dokter IGD.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk di
IGD.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang IGD.
2. Assesmen awal rawat inap
a. Pemberi edukasi adalah dokter DPJP.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.
3. Penjelasan Ringkasan Pulang
a. Pemberi edukasi adalah dokter DPJP.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien ketika
pasien akan pulang/meninggalkan rumah sakit.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.
4. Keselamatan Pasien
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat inap.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.
5. Pencegahan & Pengendalian Infeksi
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat inap.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.
6. Fasilitas Ruangan
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat inap.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.

15
7. Tata Laksana Rumah Sakit
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat inap.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.
8. Manajemen Nyeri
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat inap.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.
9. Penggunaan Peralatan Medis
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat inap.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.
10. Konsultasi & Terapi Gizi
a. Pemberi edukasi adalah Dokter Spesialis Gizi Klinik atau
Dietisien.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien sudah
mendapat diagnose dari DPJP dan membutuhkan edukasi
gizi sesuai dengan lembar screening Gizi.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.
11. Penggunaan & Pelayanan Obat
a. Pemberi edukasi adalah apoteker, jika apoteker berhalangan
memberikan edukasi dapat didelegasikan melalui surat
delegasi kepada perawat/bidan.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien telah
dinyatakan pulang
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap ketika pasien mendapatkan obat pulang.
12. Teknik Rehabilitasi Medik
a. Pemberi edukasi adalah Dokter Spesialis Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi atau fisiotherapis sesuai advice DPJP.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien memulihkan
kondisi akibat kecacatan atau berkurangnya fungsi fisik.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap.

16
13. Penunjang Medik
a. Pemberi edukasi adalah Radiografer /analis, jika analis
berhalangan memberikan edukasi dapat didelegasikan
melalui surat delegasi kepada perawat/bidan.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien akan
dilakukan tindakan penunjang medik.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat inap / di Instalasi Radiologi.

2) Rawat Jalan
1. Assesmen awal rawat jalan/IGD
a. Pemberi edukasi adalah Dokter IGD / DPJP.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien baru
pertama kali konsultasi / tatap muka dengan suatu
diagnosa tertentu.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat jalan/IGD.
2. Manajemen Nyeri
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat jalan.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat jalan.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat jalan.
3. Penundaan Pelayanan
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat jalan.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat jalan.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat jalan.
4. Konsultasi Terapi Gizi
a. Pemberi edukasi adalah Dokter Spesialis Gizi Klinik atau
Dietisien.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien sudah
mendapat diagnose dari DPJP dan membutuhkan edukasi
gizi sesuai dengan lembar screening Gizi.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat jalan.
5. Teknik Rehabilitasi Medik
a. Pemberi edukasi adalah Dokter Spesialis Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi atau fisiotherapis sesuai advice DPJP.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien memulihkan
kondisi akibat kecacatan atau berkurangnya fungsi fisik.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di Instalasi
Rehabilitasi Medik.
2.

17
6. Jadwal Kontrol
a. Pemberi edukasi adalah perawat/bidan yang berada di
ruang pelayanan rawat jalan.
b. Waktu pemberian edukasi adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat jalan.
c. Tempat dilakukan pemberian edukasi di ruang pelayanan
rawat jalan.
3) Evaluasi
Petugas menanyakan kembali kepahaman pasien dan keluarga tentang
edukasi yang telah diberikan dan meminta pasien dan keluarga untuk
menjelaskan kembali edukasi yang telah diberikan.
4) Dokumentasi
Pemberian edukasi didokumentasikan melalui Formulir edukasi pasien
dan keluarga terintegrasi ranap untuk pasien rawat inap dan dan melalui
Formulir edukasi pasien dan keluarga terintegrasi ranap untuk pasien rawat
jalan.
Adapun untuk topik edukasi pasien dan keluarga selain yang tertuang
di Formulir Edukasi Pasien dan Keluarga Terintegrasi di dokumentasikan di
Lembar Pemberian Pendidikan Kesehatan Pasien lanjutan
5) Cara evaluasi pemberian edukasi
Setelah pendidikan pasien dan keluarga dilakukan, perlu dilakukan
verifikasi untuk memastikan pasien dan keluarga menerima dan memahami
pendidikan yang diberikan.
Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami
edukasi yang diberikan:
a) Apabila pasien pada tahap cara memberi edukasi dan informasi kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah:
Menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan. Pertanyaannya
adalah: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan kira-kira apa yang
bpk/ibu bisa pelajari?”.
b) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan
pihak keluarganya dengan pertanyan yang sama: “Dari materi edukasi
yang telah disampaikan kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari?”.
c) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah
dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang
materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bias
via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien
tenang.
d) Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit,
diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.
e) Proses pertanyaan ini bias via telepon atau datang langsung ke kamar
pasien setelah pasien tenang. Dengan diberikannya informasi dan
edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat
dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua
18
arahan dan rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.
6) Sarana pendukung edukasi
Metode pendidikan mempertimbangkan nilai-nilai dan pilihan pasien dan
keluarga, dan memperkenankan interaksi yang memadai antara pasien,
keluarga dan staf agar pembelajaran dapat dilaksanakan. Pembelajaran
akan terlaksana apabila memperhatikan metode yang digunakan untuk
mendidik pasien dan keluarga. Rumah sakit menyediakan media sebagai
pembelajaran pasien dan keluarga seperti leaflet, LCD, notebook, alat peraga
pendidikan, sound system, dll.
7) Materi pendidikan dapat dibagi menjadi tiga katagori utama:
a) Bahan tertulis.
Secara praktis bahan tertulis dapat didistribusikan secara bebas bagi
semua orang di rumah sakit untuk diambil dan digunakan sesuai
keperluan. Seperti leaflet, brosur, dll. Penggunaan leaflet harus dicacat
untuk penomoran sesuai dengan urutan yang sudah ditentukan oleh
rumah sakit.
b) Bahan audiovisual.
Materi ini tidak tersedia secara mudah untuk digunakan di rumah sakit
seperti speaker dan televisi yang terkoneksi dengan bagian humas dan
unit promosi kesehatan rumah sakit. Bahan lainnya sumber dan bahan
materi ini adalah peralatan-peralatan dan materi- materi yang
digunakan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengajaran.
8) Sumber bahan materi edukasi
a) Unit Promosi Kesehatan Rumah Sakit memiliki wewenang untuk
memproduksi bahan tertulis secara luas yang tersedia di rumah sakit.
b) Unit Promosi Kesehatan Rumah Sakit berkoordinasi dengan Instalasi
pelayanan kesehatan untuk pemenuhan materi yang diperlukan dalam
edukasi.
c) Pada materi-materi tertentu juga diproduksi oleh Pemerintah, Lembaga
Swadaya Masyarakat, yayasan dan organisasi ahli.
d) Bahan ini harus diproduksi secara menarik dan baik, sesuai dengan
target populasi.

C. KOMUNIKASI ANTAR PPA (PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN)

1) Dengan Prinsip CABAK (Catat, Baca, Konfirmasi)


a. Pengertian CABAK
Adalah suatu pesan yang disampaikan oleh pemberi pesan
(komunikator) yang diterima oleh penerima pesan (komunikan) dituliskan
secara lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan lalu isi pesan
dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan
kemudian penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi
pesan.
b. Bagaimana CABAK dilakukan
Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui prinsip
catat, baca, konfirmasi ( CABAK ) yakni sebagai berikut :

19
(1) Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, komunikasi dapat
dilakukan secara langsung atau dengan sarana komunikasi seperti
telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang
digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas
singkat dan padat.
(2) Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (CATAT). Untuk
menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara lengkap dan jelas. Isi pesan
dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan(BACA).
Tujuannya agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima
dengan baik.
(3) Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi
pesan (KONFIRMASI). Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang
dibacakan oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan jika pesan
tersebut masih ada yang kurang atau salah
(4) Jika pesan tertulis di rekam medis pasien maka harus diberi stampel
konfirmasi yang di verifikasi oleh pemberi informasi.

Bagan komunikasi efektif : dengan prinsip CABAK

Komunikator Isi Pesan Catat / CA


(Komunikan)

Baca / BA
(Komunikan)

Konfirmasi / K
(Komunikator): Ya Benar

c. Contoh aplilasi penggunaan CABAK


1. Contoh komunikasi Perawat/ Bidan dengan Dokter
Perawat IGD : “ Selamat Pagi” dokter, ini dari IGD RSUD Hj. Anna
Lasmanah Banjarnegara mau melaporkan pasien baru Tn. Su’ad umur 67
th dengan keluhan sesak napas, batu berdahak, nafsu makan menurun,
muntah setelah makan ± 2 hari ini. Diagnosa dokter jaga dyspneu suspek
PPOK eks akut dd Bronchopneumoni dengan tanda vital : Tensi
120/80mmHg, pernapasan 24X/menit, Nadi 86X/menit, Suhu 37,5°C,
hasil laborat baru diperiksa darah rutin dan terapi dokter jaga IGD infus
RL 20 tetes per menit, kemudian sudah dilakukan nebulisasi dengan
Ventolin dan Pulmicort 1 banding 1, diberikan oksigen 3 liter per menit via
nasal kanul, sudah dilakukan pemeriksaan rontgent thorax, namun belum
ada bacaan, mohon advis dari dokter selanjutnya”.

20
Dokter Spesialis : “baik, lanjutkan infusnya, nebulisasi dijadwalkan tiap
enam jam dengan ventolin dan pulmicort satu banding satu, kemudian
berikan injeksi terfacef satu gram tiap dua belas jam, kemudian berikan
obat oralnya paracetamol tablet lima ratus miligram tiap delapan jam, dan
pectosil tiap 8 jam, sementara itu dulu, sisanya nanti tunggu saya visit
pasien beberapa jam lagi”
(perawat mendengarkan sambil menulis advis dari dokter di
kertas) Catat (CA)
Perawat IGD : “baik dok, saya ulangi lagi ya dok, advis dokter antara lain
lanjutkan infusnya, nebulisasi dijadwalkan tiap enam jam dengan
ventolin dan pulmicort satu banding satu, kemudian berikan injeksi
terfacef satu gram tiap dua belas jam, kemudian berikan obat oralnya
paracetamol tablet lima ratus miligram tiap delapan jam, dan pectosil
tiap 8 jam, sementara itu dulu, sisanya nanti menunggu dokter akan visit
pasien tersebut beberapa jam lagi, apakah sudah benar dok?”read
back/baca ulang (BA)
Dokter Spesialis: “ya sudah benar“. konfirmasi (K)
Perawat IGD: “baik dokter, terima kasih”
Perawat kemudian memindahkan catatan advis dokter ke Lembar Catatan
Harian Terintegrasi, disertai pembubuhan stempel. Perawat menuliskan
tanggal, jam pelaporan, nama dokter pemberi instruksi namanya sendiri
dan membubuhkan paraf.
2. Contoh komunikasi Perawat dengan Petugas Laboratorium
Perawat meminta pemeriksaan laboratorium pasien kepada petugas
laboratorium.
Contoh Percakapan :
Perawat Ruangan : “Selamat Pagi “ ini dari Perawat ruang Dahlia mau
menanyakan hasil pemeriksaan HB terakhir pasien nyonya Sa’adah
umur 55 tahun dengan alamat Kutabanjar, Banjarnegara, yang dirawat di
Ruang rawat inap klas 3
Petugas laborat : “ Selamat pagi saya bacakan hasilnya yaa.... Hasil
pemeriksaan hemoglobin pasien nyonya Sa’adah umur 55 tahun dengan
alamat Kutabanjar, Banjarnegara, yang dirawat di Ruang Dahlia Rawat
Inap klas 3 adalah tujuh koma dua mbak.
(perawat menulis hasil di kertas) Catat(CA)
Perawat Bangsal :”saya bacakan ulang hasilnya ya, bahwa betul yang
diperiksa adalah pasien hemoglobin pasien nyonya Sa’adah umur 55 tahun
dengan alamat Kutabanjar, Banjarnegara yang dirawat di bangsal rawat
inap, hasilnya adalah tujuh koma dua ya mbak (read back/baca ulang
hasil(BA))
Petugas Lab: “ya benar” (konfirmasi (K) hasil lab)
3. Contoh komunikasi Perawat dengan Petugas Farmasi
Perawat Bangsal : “selamat pagi petugas farmasi.... ini dari Perawat
bangsal rawat inap mau memberitahukan bahwa pasien tuan Ahmad
umur 63 th dengan alamat Kutabanjar, Banjarnegara dirawat di bangsal
rawat inap 3, untuk obat oral Lodia di stop dan ada tambahan injeksi
ceftriaxone dua kali satu gram. Mohon bisa dilayani sekarang”
21
(petugas farmasi mendengarkan sambil menulis isi pesan catat (CA)
Petugas Farmasi: “selamat pagi saya ulang yaa ..... pasien tuan Ahmad
umur 63 th dengan alamat Kutabanjar, Banjarnegara yang dirawat di
bangsal rawat inap 3, untuk obat oral Lodia-nya di stop dan dapat
tambahan injeksi ceftriaxone dua kali satu gram. (read back/baca ulang
(BA))
Perawat Bangsal : “ya sudah benar, terima kasih” (konfirmasi (K))

d. Kapan saja CABAK dilakukan


1. CABAK digunakan untuk menerima instruksi dan perintah verbal baik pada
saat face to Face maupun melalui telepon.
2. Prinsipnya selalu lakukan CABAK apabila melakukan komunikasi antar
pemberi layanan dan isi informasinya adalah instruksi/perintah terkait
pelayanan kepada pasien (diagnosis, pemeriksaan, tindakan, terapi, obat,
dan lain-lain).

2) Pengejaan NATO
a. Pengertian pengejaan NATO
Alfabet fonetik NATO adalah huruf fonetik atau huruf ejaan
internasional. Penyebutan abjad yakni dengan menyebutkan sebuah kata
spesifik yang dimulai dari abjad yang dimaksud. Misalnya : Alfa untuk A,
Beta untuk B, Charlie untuk C, dst.
Alfabet fonetik sangat penting untuk mengatasi gangguan-gangguan
komunikasi, terutama bila pesan yang disampaikan memiliki kombinasi
abjad-abjad yang tidak biasa bagi penerima pesan.

b. Daftar pengejaan NATO


Untuk menghindari kesalahan dalam mengeja suatu nama obat atau
hal lain, petugas tidak hanya mengeja hurufnya namun menyebut kode
dengan huruf pertama kata yang dimaksud sebagai huruf yang dituju.

Daftar kata yang digunakan untuk mengeja dengan Kode Alfabet


International (NATO) seperti tersebut di bawah ini :

22
HURUF TELEPHONY PENGUCAPAN
A Alpha Alfa
B Bravo Bravo
C Charlie Carli
D Delta Delta
E Echo Ekho
F Foxtrot Foxtrot
G Golf Golf
H Hotel Hotel
I India India
J Juliet Juliet
K Kilo Kilo
L Lima Lima
M Mike Maik
N November November
O Oscar Osker
P Papa Papa
Q Quebec Kibek
R Romeo Romeo
S Sierra Sierra
T Tango Tenggo
U Uniform Yuniform
V Victor Victor
W Whiskey Wiski
X Xray Eksrei
Y Yankee Yengki
Z Zulu Zulu
1 One Wan
2 Two Tu
3 Three Tri
4 Four Fower
5 Five Faif
6 Six Six
7 Seven Seven
8 Eight Eit
9 Nine Nainer
0 Zero Ziro
NB :

 Ekho, “E” seperti E pada “Era”, dan “O” seperti O pada “Bakso”
 Osker, “O” seperti O pada “Kompor”, dan “E” seperti E pada
“Mengapa”
 Kibek, Eksrei, Yengki, Tenggo, “E” seperti E pada “Rem”
 Tenggo, “O” seperti O pada “Bakso”
 Nainer, “E” seperti E pada “Mengapa”.
c. Kapan digunakan pengejaan NATO

23
Penggunaan alfabeth internasional digunakan saat melakukan
klarifikasi hal-hal sebagai berikut:
1. Nama obat yang tergolong sebagai Sound Alike atau ucapan mirip.
Contoh :
Obat Cycloserine memiliki kemiripan ucapan dengan Cyclosporin, yang
apabila diucapkan dengan cepat, atau didengar dalam kondisi lingkungan
yang bising, keduanya bisa sangat mirip. Maka hal tersebut dicegah
dengan mengeja dengan ejaan NATO.
Cycloserine = Charlie Yankee Charlie Lima Oscar Sierra Echo Romeo
India November Echo (baca:Carli Yengki Carli Lima Osker Sierra
Ekho Romeo Indoa November Ekho)
Cyclosporin= Charlie Yankee Charlie Lima Oscar Sierra Papa Oscar
Romeo India November (baca: Carli Yengki Carli Lima Osker Sierra Papa
Osker Romeo India November).
2. Kata-kata lainnya yang sulit dieja, contoh diagnosis yang asing, atau
pemeriksaan penunjang yang asing dan jarang.
3. Saat-saat dimana ejaan yang tepat, dibutuhkan untuk menghindari
kesalahan komunikasi.
d. Contoh penggunaan pengejaan NATO
- Contoh aplikasi penggunaan pengejaan NATO saat mengucapkan obat
Sound Alike ( Komunikasi Perawat Bangsal dengan Petugas Farmasi)
Perawat Bangsal: “assalamu’alaikum.... dengan petugas farmasi.... ini
pasien nyonya Pariyem dirawat dibangsal ranap 3 dapat tambahan
terapi obat oral celebrex dua kali satu, saya eja ya celebrex nya soalnya
sound alike ini obatnya..., carli ekho lima ekho bravo romeo ekho
eksrei“.
Read Back
Petugas Farmasi :“waalaikumsalam... saya ulang yaa..pasien nyonya
Pariyem dirawat di bangsal ranap 3 tambahan obat oral celebrex, carli
ekho lima ekho bravo romeo ekho eksrei dua kali satu ya” Perawat
Bangsal : “ya benar, terima kasih”.
(keterangan: yang dicetak tebal adalah ejaan NATO)
- Contoh aplikasi penggunaanNATO saat mengeja istilah yang asing
atau sulit
Dokter: “mbak, nanti pasien tuan Woro usia 40 tahun dengan alamat
nguter, sukoharjo, tolong di cek gamma gt ya”
Perawat:”mohon maaf dok, gama apa njih?”
Dokter” saya eja, dicatat ya,...gamma gt, golf alfa maik maik alfa
spasi golf tenggo”
Perawat:”oh, gamma gt, baik dokter, terima kasih”

3) Dengan Prinsip SBAR


24
1. Pengertian
Komunikasi SBAR adalah metode terstruktur untuk
mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian
segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan
meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi SBAR juga dapat
digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima pasien (hand
over) antara shif di area klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua
anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan kedalam situasi
pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan
untuk diskusi antar anggota tim kesehatan atau tim kesehatan
lainnya.
SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam
melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan
kemampuan komunikasi antar pemberi asuhan. Dengan komunikasi
SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi
pasien lebih informatif dan terstruktur.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam melaporkan kondisi
pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR
terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment, Recommendation.
(S)SITUATION
Bagaimana situasi yang anda bicarakan?
a. Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien
b. Apa yang terjadi dengan pasien yang memerlukan perhatian
c. Apa kondisi yang memerlukan perhatian segera
(B) BACKGROUND
Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan situasi?
a. Diagnosa
b. Obat saat ini & alergi
c. Tanda-tanda vital terbaru
d. Hasil Laborat : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes
sebelumnya untuk perbandingan.
e. Riwayat medis
f. Temuan klinis terbaru
(A) ASSESMENT
Berbagi hasil penilaian klinis Anda
a. Apa temuan klinis?
b. Apa analisa dan pertimbangan anda?
c. Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?
(R) RECOMMENDATION
Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah saat ini.
a. Apa tindakan /rekomendasi yang diperlukan untuk mengatasi
masalah?
b. Apa solusi yang bisa di tawarkan?
c. Apa yang Anda butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi
pasien?

2. Manfaat Penggunaan SBAR


25
- Meningkatkan kekuatan perawat & bidan berkomunikasi secara efektif
- Dokter percaya pada analisa perawat & bidan karena menunjukkan
perawat dan bidan paham akan kondisi pasien
- Memperbaiki komunikasi berarti memperbaiki keamanan dan
keselamatan pasien
3. Kapan SBAR dipakai
- Pada saat serah terima pasien (hand Over)
- Pada saat komunikasi perawat/bidan dengan dokter/profesi Lainnya/
antar satu unit ke unit lainnya dalam melaporkan kondisi pasien
4. Contoh penggunaan SBAR
i. Saat operan jaga
Situation (S) :
Nama : Tn. A umur 25 tahun, tanggal masuk 30 Januari 2018 (masuk
di IGD kemarin), DPJP : dr Sunaryo, Sp.S, diagnosa medis : Cephalgia.
Masalah keperawatan yang muncul pada saat pengkajian awal adalah
nyeri di kepala, nyeri pinggang dan mual muntah ≥6 kali.Saat ini
pasien masih sakit kepala dengan skala nyeri 6. Masih mual pada
saat bergerak. Muntah tadi malam 3 kali. Pasien masih mengeluh
nyeri pinggang dengan skala nyeri 5. Pasien direncanakan CT scan
dari IGD namun belum dilakukan.
Background (B) :
a. Pasien punya riwayat sakit kepala sejak 2 bulan yang lalu. Pasien
mual pada saat bangun dari posisi tidur. Muntah terjadi 3 kali.
b. Kesadaran : composmentis, TD 110/80 mmHg, Nadi 87x/menit,
suhu 36,7 0C, RR 20 x/menit..
c. Dari IGD therapy yang sudah diberikan :
 IVF RL 20 gtt/menit
 Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
 Injeksi ketorolac 1 ampul/8 jam
 Injeksi ondancentron 1 ampul/ 8 jam
 Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam
d. Pasien sudah diperiksa laboratorium di IGD tanggal 30 Januari 2018
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Januari 2018
HB : 15,7 gr/dl
Ht : 45 %
Leukosit : 6,3 ribu/mm3
Eritrosit : 5,4 ribu/mm3
Trombosit : 289 ribu/mm3
Gula darah sewaktu : 120 mg/dL
Ureum : 21 mg/dL
Creatinin : 1 mg/dL
e. Riwayat Alergi pasien tidak ada
Assessment (A) :
a. Permasalahan saat ini nyeri belum teratasi
b. Resiko kekurangan volume cairan
Recommendation (R) :
a. Kaji skala nyeri kembali
26
b. Motivasi makan dan minum sedikit tapi sering
c. Tanyakan pada dokter untuk planning foto
lumbal dan pertimbangan konsul ke
rehabilitasi medik
d. Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar
pasien
e. Jaga aseptic dan antiseptic setiap melakukan
prosedur
f. Intervensi lainnya dilanjutkan
ii. Saat komunikasi Perawat ke Dokter/ konsul
Situation (S) :
“Selamat pagi Dokter, saya Risa perawat Rumah Sakit Umum
Daerah Hj. Anna Lasmanah. Melaporkan pasien nama tuan Wagiman,
umur 55 tahun mengalami penurunan pengeluaran urine, yaitu hanya
40 cc/24 jam, dan mengalami sesak napas”.
Background (B) :
a. Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 18 Januari 2018,
program HD hari Senin-Kamis.
b. Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang
dower kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit sejak 15 menit yang
lalu”.
c. Terapi yang didapat Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp
d. TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit SPO2
88%, oedema ekstremitas bawah dan asites.
e. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum
237 mg/dl, creatinin 10 mg/ dl.
f. Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.
Assessment (A) :
a. Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
b. Pasien tampak gelisah
Recommendation (R) :
a. Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM?
b. Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe
pump?
c. Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?
iii. Contoh SBAR pada situasi non klinis
Situation(S):
“selamat pagi pak Agus, saya Risa perawat rawat inap lantai 4.
Mau melaporkan pak kamar pasien 407 jendelanya bocor”.
Background (B):
“ jendelanya bocor sejak tadi malam pak, sehingga lantainya
banjir dan ruangan tidak bisa digunakan”.
Assessment (A) :
“saya pikir masalahnya lem perekat yang digunakan pada jendela
sudah tidak berfungsi dengan baik”.
Recommendation (R) :
27
“Sebaiknya segera diperbaiki pak karena dapat berakibat
mengganggu proses pelayanan”.
iv. Gabungan CABAK, NATO dan SBAR
CABAK, NATO, dan SBAR dijadikan satu kegiatan dengan cara
sebagai berikut:
a. LASA wajib dicetak dan di tempel di dekat telpon. Struktur
komunikasi yang dipakai adalah SBAR.
b. Komunikator dan komunikan mengaplikasikan CABAK
dalam melaksanakan SBAR
c. Apabila mengucapkan obat LASA atau kata-kata yang sulit
dieja menggunakan ejaan NATO
d. Dalam pengaplikasian CABAK, NATO dan SBAR diperlukan
adanya buku bantu komunikasi yang terdiri dari satu buah buku
tulis dan bulpoint yang diletakkan disebelah telpon ruangan. Selain
itu daftar ejaan NATO dan daftar obat
v. Contoh aplikasi penggabungan CABAK, NATO dan SBAR
Skenario : Perawat bangsal melaporkan kondisi pasien rawat
inap yang mengalami perburukan kepada DPJP nya.
Perawat : “Selamat Pagi, saya Risa perawat ruang Dahlia RSUD
Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara, maaf mau melaporkan
pasien dok”
Dokter : ”selamat pagi, ya silahkan mbak”
Perawat : ”pasien tuan Wagiman usia 45 tahun yang dirawat di
ruang lantai 3 dengan diagnosis congestive heart failure
baru saja mengeluh lemas sekali dan sesak nafas” (S)
Dokter : ”ya, kemudian?”
Perawat : ”saya lakukan pemeriksaan TTV, saya temukan tensi nya
70 dengan palpasi dok, nadinya 120 per menit, respirasi 24
kali per menit, suhunya 36 derajat celsius, tangan dan
kakinya teraba dingin dan lembab dok, serta pasien
nampak gelisah, kemudian saya coba pasangkan pengukur
saturasi oksigen, nilai yang saya dapatkan untuk
saturasinya adalah 92% dok. Sebelumnya sudah
mendapatkan terapi infus RL tetesan mikro, injeksi
furosemid 2 ampul tiap 12 jam, digoksin oral 1 tablet
tiap 24 jam (B),
apabila analisa saya benar, pasien sepertinya jatuh ke
kondisi syok dok, dan ada gangguan dalam pola
respirasi (A), apakah pasien perlu saya beri oksigen
dengan NRM, dan apakah pasien perlu kami pindahkan
ke ruangan ICU dok? Mohon advisnya, terima kasih (R)
Dokter : ”baik, tolong pasien dipindahkan ke ICU, sampaikan ke
perawat ICU nanti terapinya sebagai berikut, mohon
dicatat...”
Perawat : ”baik, dokter” (perawat bersiap mendengarkan
sambil mencatattulis (T))
Dokter : ”pasien diposisikan setengah duduk, berikan
oksigen via NRM dengan kecepatan 8 liter per menit,
28
kemudian berikan injeksi dobutamin dengan
menggunakan syringe pump, dimulai dari lima mikrogram
per kgbb, ditingkatkan 5 mikrogram per kgbb tiap lima
belas menit hingga tensi naik, dan pertahankan di kisaran
120 per 80, untuk furosemidnya distop dulu, nanti
laporkan lagi ke saya apabila tekanan darah sistolik
sudah mencapai 100, akan saya beri advis tambahan,
sementara itu dulu, nanti akan saya visit beberapa jam
lagi”
Perawat :”baik dokter, saya bacakan lagi njih advisnya,...pasien
dipindahkan ke ICU, diposisikan setengah duduk,
kemudian untuk terapi diberikan tambahan berupa injeksi
dobutamin, delta osker bravo yuniform tenggo alfa maik
india november, (ejaan NATO karena Dobutamin adalah
obat LASA, U=uniform dibaca yuniform), dengan
dosis lima mikrogram per kgbb ditingkatkan tiap lima
belas menit hingga tercapai target tensi 120 per 80 dok,
kemudian untuk furosemidnya di stop, dan apabila
tensi sistolik sudah mencapai 100, maka perawat ICU
diminta menghubungi dokter, selain itu dokter akan
merencanakan visit pasien tersebut beberapa jam lagi,
apakah sudah benar semua dok?” ( read back/baca ulang
(B)) Dokter:”peningkatan dosis dobutaminnya naik lima
mikrogram ya mbak, tadi belum disebutkan, lainnya
sudah benar” (konfirmasi (K)) Perawat:”oh iya dok, dosis
dobutamin naik lima mikrogram per kgbb tiap lima belas
menit”(read back/baca ulang (B))
Dokter :”ya sudah benar” (konfirmasi (K))
Perawat :”terima kasih dok, assalamu’alaikum”
Dokter :”ya sama-sama, walaikumsalam”
vi. Skala Prioritas Keamanan Pasien
Dalam kondisi tertentu, dimana terdapat kemungkinan kesemua
komponen tidak dapat digabungkan karena keterbatasan waktu karena
kondisi pasien dan lingkungan, maka skala prioritas dari
langkah komunikasi efektif yang diutamakan adalah:
a. Prioritas utama : Lakukan CABAK wajib usahakan selalu
dilakukan
b. Prioritas kedua : Lakukan NATO
c. Prioritas ketiga : Lakukan Struktur Komunikasi SBAR
vii. Kondisi Dimana CABAK, Ejaan NATO, Dan SBAR Tidak Dapat
Digunakan Sepenuhnya Dan Alternatifnya
Kondisi dimana terjadi kegawatan pada pasien, seperti di IGD,
dan termasuk situasi, situasi di ruang operasi dimana dibutuhkan
tindakan yang cepat, maka langkah-langkah komunikasi efektif CABAK,
Ejaan NATO, dan SBAR wajib dimodifikasi dengan tujuan penggunaan
waktu yang berharga untuk mengejar keselamatan pasien. Alternatif
yang digunakan adalah sebagai berikut :

29
a. CABAK
Dalam kondisi darurat di ICU dan IGD untuk penanganan pasien
yang memerlukan tindakan yang cepat karena tidak
memungkinkan untuk CABAK bisa dimodifikasi tanpa menulis,
tapi dengan diingat, dan tetap wajib dilakukan langkah read
back/baca ulang dan konfirmasi dari kebenaran informasi yang
diterima. Setelah selesai melakukan tindakan baru kita melakukan
pencatatan/ menulis hasil perintah di lembar yang tersedia.
b. Ejaan NATO
Ejaan NATO tetap digunakan apabila komunikan (penerima
informasi) merasa kurang jelas tentang kata yang diucapkan,
namun apabila komunikan merasa sudah jelas, Ejaan NATO tidak
perlu digunakan. Apabila komunikan (penerima informasi) merasa
kurang jelas, maka komunikator (pemberi informasi) wajib
mengeja kata-kata yang dimaksud dengan Ejaan NATO.
Komunikan tetap wajib me-read back obat LASA yang
dikomunikasikan, ataupun diagnosa, dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan, walaupun dalam kasus dimana Ejaan NATO tidak
digunakan.
c. SBAR
Dalam kondisi darurat, komunikasi SBAR dilaksanakan dengan
cara sesingkat-singkatnya namun tetap memperhatikan
isi/subtansi informasi yang penting, contoh:
Perawat: Dok, pasien ini tensinya turun (S), sekarang hanya 80
per 50 (B), nampaknya pasien mengalami syok (A), apakah
sebaiknya kita guyur dengan cairan? (R)

4) Hand Over
(1) Pengertian
Hand over atau serah terima asuhan pasien adalah teknik atau cara
untuk menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan
keadaan pasien. Serah terima asuhan pasien harus dilakukan seefektif
mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang
tindakan mandiri yang telah dilakukan, tindakan kolaboratif yang
sudah dilakukan/ belum dilakukan dan perkembangan pasien saat ini.
Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga berkesinambungan
antar pemberi asuhan dan dapat berjalan dengan sempurna
(2) Tujuan
 Mengkomunikasikan keadaan pasien dan menyampaikan informasi
yang penting
 Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data fokus)
 Menyampaikan hal yang sudah/ belum dilakukan dalam asuhan
kepada pasien

(3) Manfaat
 Meningkatkan komunikasi antar pemberi asuhan
30
 Menjalin hubungan kerjasama antar pemberi asuhan
 Pelaksanaan asuhan terhadap pasien yang berkesinambungan
 Petugas dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna
(4) Macam-macam serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah
sakit
 antar profesional pemberi asuhan (PPA) seperti antar staf medis dan
staf medis, antar staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf
klinis lainnya, atau antar PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran
sif (shift), dan didokumentasikan di buku hand over masing –
masing bagian.
 antar berbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama
seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan, dan
didokumentasikan dilembar transfer internal dengan teknik SBAR atau
dari unit darurat ke kamar operasi, dan didokumentasikan di catatan
keperawatan perioperatif
 dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan
seperti radiologi atau unit terapi fisik, dan didokumentasikan di
catatan perkembangan pasien terintegrasi.
(5) Prosedur serah terima asuhan pasien (hand over) saat pertukaran shif
 petugas yang akan mengoperkan ke petugas berikutnya harus
menuliskan informasi medis terkait pasien untuk dioperkan ke shift
berikutnya paling lambat satu jam sebelum shift berakhir dan
mencatatkan operan tersebut dibuku hand over dengan tehnik SBAR,
dan menuliskan informasi terkait perkembangan pasien untuk
dioperkan ke shift berikutnya diform catatan perkembangan pasien
terintegrasi dengan format SOAP.
 Serah terima dilaksanakan setiap pergantian shift/ operan.
 Serah terima dilaksanakan di ruang perawatan pasien
 Prinsip timbang terima, semua pasien baru masuk dan pasien yang
dilakukan timbang terima khususnya pasien yang memiliki
permasalahan yang belum/ dapat teratasi serta yang membutuhkan
observasi lebih lanjut.
 PPJA menyampaikan timbang terima kepada PPJA (yang menerima
pendelegasian) berikutnya, hal yang perlu disampaikan dalam
timbang terima:
 Aspek umum yang meliputi jumlah tenaga dan kendala yang
dihadapi selama shift
 Jumlah pasien
 Identitas pasien dan diagnosis medis
 Data pasien (keluhan/ subyektif dan obyektif)
 Masalah keperawatan yang masih muncul
 Intervensi keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
 Intervensi kolaboratif dan dependen
 Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan (persiapan
operasi, pemeriksaan penunjang, dan program lainnya)
 Penyampaian harus singkat, jelas dan padat oleh petugas jaga

31
 Petugas jaga selanjutnya dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab
dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah disampaikan
dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas
 Pasien dan keluarga juga dilibatkan pada saat serah terima
pasien. Pasien dapat menyampailkan masalah atau keluhannya.
 PPJA dapat menanyakan kepada pasien kebutuhan dasar
pasien yang belum terpenuhi, mengkaji langsung secara penuh
terhadap kebutuhan yang belum terpenuhi.
 Pelaporan untuk serah terima asuhan pasien dituliskan secara
langsung pada format serah terima asuhan pasien yang
ditandatangani oleh PPJA yang jaga saat itu dan PPJA yang
jaga berikutnya.

(6) Prosedur serah terima asuhan pasien (hand over) antar unit
Serah terima pasien antar unit di rumah sakit atau disebut juga
dengan transfer internal pasien adalah memindahkan pasien dari satu
ruangan keruangan perawatan/ ruang tindakan lain didalam rumah sakit
(intra rumah sakit). Selama dirawat dirumah sakit, pasien mungkin
dipindah dari satu pelayanan atau dari satu unit rawat inap ke berbagai
unit pelayanan lain atau unit rawat inap lain. Jika profesional pemberi
asuhan (PPA) berubah akibat perpindahan ini maka informasi penting
terkait asuhan harus mengikuti pasien dan di dokumentasikan di form
transfer internal. Yang meliputi:
 Rekam medis pasien harus disertakan pada waktu pasien
dipindahkan dan diserahkan kepada tim asuhan yang menerima pasien.
 Ringkasan informasi yang ada di rekam medis pasien juga
disertakan. Ringkasan memuat sebab pasien masuk dirawat, temuan
penting, diagnosis prosedur atau tindakan, obat yang diberikan dan
keadaan pasien waktu pindah.
 Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat trasfer pasien meliputi :
 Indikasi pasien masuk rawat inap
 Riwayat kesehatan
 Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
 Diagnosis pasien
 Prosedur yang sudah dilakukan
 Obat yang diberikan dan tindakan lain yang dilakukan
 Keadaan pasien pada waktu dipindah

5) Pelaporan Nilai Kritis


32
a) Pengertian Hasil atau nilai Kritis adalah hasil pemeriksaan diagnostik
penunjang dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yang secara
signifikan diluar rentan hasil yang seharusnya sehingga memberi indikasi
resiko tinggi atau kondisi yang mengancam jiwa pasien yang memerlukan
penanganan segera.
b) Nilai/Hasil kritis didapat dari hasil pemeriksaan diagnostic mencakup
semua pemeriksaan seperti laboratorium, Radiologi, diagnostic jantung juga
hasil pemeriksaan yang dilakukan di tempat tidur pasien (Poit of care testing
POCT)
c) Rentang waktu pelaporan hasil kritis ditentukan kurang dari 30 menit sejak
hasil diverifikasi oleh PPA yang berwenang dari unit pemeriksaan penunjnag
diagnostic
d) Nilai kritis harus dikomunikasikan dengan perawat/dokter bangsal kepada
DPJP/Dokter Kosultan dalam waktu ≤ 1 5 menit setelah ada
hasil.
e) Pelaporan hasil kritis d a r i p er a w a t /do kt er ba n gs a l k e D PJ P/ D o kt er
Ko n su lt a n didokumentasikan di catatan terintegrasi (CPPT)
ditandatangan oleh pelapor dan diberi stempel CABAK serta
diverifikasi oleh pemberi instruksi (DPJP/Dokter konsultan) dalam kurun
waktu 2 x 24 jam.
f) Tujuan
- Mencegah keterlambatan penatalaksanaan pasien dengan hasil
kritis
- Terlaksananya proses pelaporan nilai-nilai yang perlu di waspadai
- Hasil kritis dapat diterima oleh DPJP yang merawat dan
diinformasikan pada pasien sesuai waktu
(1) Hasil Nilai Kritis dan tata cara pelaporan :
a. Hasil Kritis laboratorium
PARAMETER UMUR HASIL SATUAN
Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin Semua Umur ≤7 mg/dL
≥ 18
Hematokrit Semua Umur ≤ 21.0 %
≥ 65.0
Trombosit Semua Umur ≤ 10.000 /µL
WBC Semua Umur ≤0,5 ribu /µL
≥ 50 ribu
Fibrinogen Semua Umur ≤ 100 mg/dl
PTT Semua Umur ≥ 100 detik
PT INR Semua Umur ≥ 5.0 detik
Pemeriksaan Kimia Klinik
PH semua umur <7.1 PH units
>7.6
Natrium semua umur <125 mmol/L
>160
Kalium Semua umur < 2.5 mmol/L
> 6.0
Klorida Semua Umur <70 mmol/L
>120
Glukosa Anak dan Wanita < 40 mg/Dl
33
Laki-laki < 50
Semua umur >450
Total Bilirubin Neonatal >15 mg/dl
Dewasa >12
Ureum Semua umur > 100 mg/dl
Kreatinin Pasien non ≥ 10 mg/dl
Hemodialisa
Albumin Semua umur < 1.5 mg/dl
Pemeriksaan Imunologi
Troponin I semua umur >1.5 mg/dL
Pemeriksaan Mikrobiologi
MRSA Semua Umur Jenis kuman dan sensitivitas
MRSE antibiotik
MDRO

Tata Cara Pelaporan nilai kritis laboratorium :


1. Jika ditemukan hasil kritis, maka analis jaga segera melaporkan
kepada unit terkait jaga via telepon yang sudah disepakati degan batas
waktu kurang dari 30 menit.
2. Hal-hal yang dilaporkan meliputi : nama pasien, umur pasien, no CM
pasien, parameter kritis, hasil parameter kritis, jam dilaporkan, analis
yang melaporkan
3. Analis jaga meminta petugas yang menerima telepon untuk mengulang
hasil yang sudah disampaikan
4. Jika pengulangan pembacaan hasil sudah benar maka analis jaga
akan mengatakan sudah benar, dan meminta petugas yang menerima
telepon untuk segera melaporkan kepada dokter yang merawat pasien
5. Analis jaga akan menulis di buku laporan hasil kritis :
a. Tanggal & jam pelaporan
b. Nomer RM Pasien
c. Nama Pasien
d. Ruang (Unit terkait)
e. Penerima Laporan
f. Hasil yang dilaporkan(parameter kritis dan hasil parameter kritis)
g. Pelapor (nama analis yang melaporkan)
6. Analis menuliskan “nilai kritis”pada Laboratory Information System
(LIS) di kolom keterangan parameter kritis
7. Cetak hasil kemudian distempel dan berikan lembar hasil kepada unit
terkait

b. Hasil nilai kritis radiologi


Keadaan kritis dalam bidang radiologi di RSUD Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara ditetapkan dalam 5 kondisi klinis sebagai berikut :
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks dapat terlihat dalam hasil foto thoraks berupa
perselubungan berwarna hitam berbatas tipis di rongga paru.
b. Pneumoperitoneum/perforasi dan perdarahan intra abdomen.
34
Pneumoperitoneum/perforasi dapat terlihat dalam hasil foto
abdomen 3 posisi berupa gambaran udara bebas di luar usus.
Perdarahan intra abdomen dapat dilihat dengan pemeriksaan USG.
c. Corpus alienum saluran pernafasan.
Corpus alienum atau benda asing pada saluran pernafasan bagian
atas dapat terlihat dalam hasil foto kranium apabila benda asing
tersebut terdapat di rongga rongga sinus paranasal.
Terlihat dalam hasil foto leher apabila benda asing terdapat di
pharyng, laryng dan trachea.
Terlihat dalam hasil foto thoraks apabila benda asing terdapat
pada bagian trachea distal, bronkhus dan bronkheolus.
d. Fraktur vertebrae cervical
Fraktur vertebrae cervical dapat terlihat dengan jelas dalam hasil
foto vertebrae cervical, atau terkadang dapat pula terlihat dalam
hasil foto kranium apabila fraktur terdapat pada cervical 1 atau
cervical 2. Jika petugas radiologi menemui kecurigaan fraktur
cervical dalam hasil foto kranium, petugas dapat memberikan usul
kepada dokter pengirim untuk dilakukan pemeriksaan khusus
vertebrae cervical agar gambaran fraktur dapat lebih jelas terlihat.
e. Perdarahan intra kranial ( otak )
Gambaran perdarahan intra kranial dapat terlihat pada hasil CT
Scan otak. Apabila petugas mencurigai adanya perdarahan, petugas
melengkapi hasil CT Scan otak tersebut dengan menghitung nilai
ROI pada daerah yang dicurigai dan menghitung volume
perdarahan.
Tata Cara Pelaporan hasil kritis pemeriksaan radiologi :
1. Radiografer yang melakukan pemeriksaan/pemotretan dan melihat
indikasi adanya hasil kritis melaporkan hasil radiografnya kepada
Dokter Spesialis Radiologi penanggung jawab pada saat itu.
2. Pasien dengan indikasi kritis diberi keterangan “Cito” pada surat
permintaannya.
3. Dokter Spesialis Radiologi melakukan pembacaan hasil radiografi.
4. Petugas Radiologi melaporkan kepada petugas ruangan terkait
melalui telepon kurang dari 30 menit
5. Pelaporan dengan penggunaan sistem CABAK (Catat-Baca-
Konfirmasi).
6. Penerima laporan harus menulis dan membacakan kembali hasil
kritis yang dilaporkan, sampai petugas radiologi mengkonfirmasi Ya
sudah benar.

35
7. Pelaporan dicatat petugas radiologi dalam buku register Pelaporan
Hasil Kritis Radiologi.
8. Catat waktu dan identitas penerima laporan dengan jelas :
a.) Tanggal dan jam hasil terbaca
b.) Tanggal dan jam pelaporan
c.) Nama penerima laporan
9. Pada kondisi tertentu petugas dari ruangan/ dokter yang meminta
pemeriksaan dapat melihat radiograf secara langsung di layar
monitor pada peralatan imaging.
10.Hasil resmi dapat keluar setelah ekspertise tertulis dan legalisasi
diberikan oleh Dokter Spesialis Radiologi.
11.Petugas radiologi menelepon petugas ruangan untuk mengambil
hasil radiografi dan hasil ekspertisenya.
12.Petugas ruangan melaporkan hasil ekspertise ke DPJP
13.Hasil ekspertise disimpan di buku rekam medis pasien

c. Nilai kritis elektrokardiogram


Tata Cara Pelaporan nilai kritis jantung
1. Perawat terlatih melakukan perekaman EKG
2. Dokter jaga menginterpretasikan hasil EKG kemudian menyampaikan
hasil kritis kepada DPJP
3. Kriteria hasil kritis pemeriksaan EKG jika ditemukan gambaran EKG
sebagai berikut :
a. ST – Elevasi pada lebih dari 2 lead yang bersesuaian :
- ≥ 2,5 mm pada laki-laki usia < 40 tahun
- ≥ 2 mm pada laki-laki usia ≥ 40 tahun
- ≥ 1,5 mm pada wanita di lead V2-V3 atau ≥ di lead lain
- ≥ 0,5 mm di lead V7-V9
b. ST-Depresi > 1 mm pada lebih dari 2 lead yang bersesuaian
c. Tachiaritmia dengan HR > 150x/menit
d. Bradicardia dengan HR < 50x/menit dengan AV blok
e. Ekstra systole > 5x/menit
f. Kompleks QRS < 5 mm di Lead ekstremitas, atau < 10 mm di Lead
precordial (Low Voltage) dengan aksis listrik yang berubah-ubah
pada setiap denyutan
4. Hasil kritis harus dilaporkan kepada Dokter Spesialis Jantung dan
Pembuluh Darah(Sp. JP) dengan kurun waktu kurang dari 30 menit
kemudian hasil dilaporkan kepada DPJP
5. Apabila terjadi gambaran Takikardi Ventrikel tanpa nadi, Fibrilasi
Ventrikel atau asystole /henti jantung maka aktifkan emergency call/
code Blue
6. Apabila diluar jam kerja , perawat /dokter jaga melaporkan hasil kritis
gambaran EKG kepada Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh
Darah(Sp. JP) dengan teknik SBAR serta mengirimkan gambaran EKG
via Fax/ email/ Broad chat masseger
7. Pelaporan hasil kritis didokumentasikan di catatan terintegrasi (CPPT)
ditandatangan oleh pelapor dan diberi stempel CABAK serta diverifikasi

36
oleh pemberi instruksi (DPJP/Dokter konsultan)dalam kurun waktu 2 x
24 jam
8. Dokter Konsulen yang menerima laporan tentang hasil kritis tersebut
bertanggungjawab terhadap interpretasi hasil dan pengambilan
tindakan terhadap pasien.

37
BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi Pelaksanaan komunikasi efektif dan Pemberian Informasi dan


Edukasi di Rumah Sakit Umum Daerah Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara
meliputi :
1. Formulir Edukasi Pasien dan Keluarga Terintegrasi
2. Lembar Pemberian Pendidikan Kesehatan Pasien Lanjutan
3. Informed Consent
4. Catatan Perkembangan PasienTerintegrasi
5. Lembar Transfer Internal/ Eksternal Rumah Sakit
6. Buku Hand Over
7. Blanko Resep Rawat Jalan
8. Leaflet atau Brosur

38
BAB V
PENUTUP

Demikian Panduan Komunikasi Efektif di RSUD Hj. Anna Lasmanah ini dibuat
sebagai standar berkomunikasi bagi petugas di Rumah Sakit Umum Daerah Hj.
Anna Lasmanah Banjaregara. Mudah-mudahan dengan adanya panduan ini, dapat
lebih memudahkan semua pihak yang terkait dengan pelayanan pasien dan
hubungan antar manusia

Direktur RSUD Hj. Anna Lasmanah


Banjarnegara

dr. Erna Astuty

39

Anda mungkin juga menyukai