Anda di halaman 1dari 20

Lampiran I Surat ..........................................

RS Budi Sehat Purworejo


Nomor : ...............................................
Tanggal : 1 Januari 2017
Tentang : Tentang Panduan Keselamatan
Bedah

PANDUAN KESELAMATAN BEDAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan pembedahan di kamar operasi merupakan pelayanan yang multi
komplek, yang sering kali menimbulkan cidera medik atau Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD). Resiko-resiko atau kemungkinan-kemingkinan yang terjadi
hampir semua berakibat fatal, diantaranya adalah :
1. Salah pasien yang dioperasi (wrong person surgery)
2. Salah sisi operasi (wrong site surgery)
3. Salah prosedur operasi (wrong procedure)
4. Infeksi pada daerah yang dioperasi (surgical site infection)
5. Tertinggalnya instrumen operasi seperti gunting, kasa, jarum (retained
instruments and sponges after surgery)
The joint commission melaporkan 150 KTD yang berhubungan dengan
wrong site surgery, wrong procedure, dan wrong person surgery, kasus terbanyak
terjadi pada operasi tulang (41%), bedah umum (20%), bedah syaraf (14%),
bedah urologi (11%), kemudian operasi wajah, mata, dan THT (JCAHO).
Secara lebih lengkap resiko komplikasi atau KTD tindakan pembedahan
dapat dilihat pada tabel. Paling tidak 30-50% komplikasi berat pada pasien yang
menjalani tindakan operasi bedah sebenarnya dapat dicegah.

Tabel 1. Penelitian Resiko Komplikasi / KTD Tindakan Pembedahan


POPULASI DAN RESIKO TINDAKAN
PENELITI
JUMLAH SAMPEL BEDAH
Gawande AA(Surgery, 14.000 rekam medis Insiden cidera/
1999) pasien yang menjalani komplikasi akibat
operasi di rumah sakit pembedahan 3%. 54%
Colorado dan Utah pada cidera bersifat dapat
tahun 1992 dicegah 15% dari pasien
yang mengalami
cidera/komplikasi yang
berat/ meninggal

McGuire HH (Arch Surgery, 44.603 pasien yang 2.797 pasien (6,3%)


1992) menjalani oprasi besar mengalami komplikasi,
749 pasien(1,7%)
diantaranya meninggal
Kwaan MR (Arch Surgery, Diantara 2.826.367 Resiko cidera sebesar 1
2006) operasi ditemukan 40 diantara 112.994
pasien mengalami tindakan operasi
opeasi yang salah
tempat (wrong site
surgery)
Seiden SC (Arch Surgery, 236.300 tindakan 2.217 pasien (0,94%)
2006) operasi, yang diperoleh mengalami cidera?KTD
melalui data base dari akibat operasi pada
NPDB,ASA,PUDF dan tempat tubuh yang salah
the Florida Code 15 (wrong body part
mandatory reporting surgical) 3.372 pasien
system, diperiode tahun (1,58%) mengalami
1990-2003 di Amerika cidera/ KTD akibat
Serikat prosedur/ terapi yang
salah (wrong procedure/
treatment)
Rogers SO (surgery, 2006) Analisis 444 kasus 258 kasus (58%)
tuntutan malpraktik merupakan kasus
bedah yang terjadi pada surgical error. 75% error
periode 1986-2004 terjadi saat intra operatif.
25% error terjadi pada
saat pre operatif. 35%
error terjadi pada saat
post operasi.

Sedang tertinggalnya alat instrument pada organ tubuh setelah operasi,


yang paling sering adalah rongga perut atau pelvis (54%), vagina (22%), dan
rongga dada (7%). Berdasarkan evaluasi 25 kasus instrument yang tertinggal
dalam tubuh pasien setelah menjalani pembedahan intra abdomen, pasien
mengalami komplikasi sepsis, perforasi usus, dan dua pasien meninggal
(Gawabde, 2003).
Sebagai tim kesehatan yng memberikan pelayanan di kamar bedah dan
sadar betul bahwa kejadian-kejadian tidak diharapkan itu bisa saja terjadi di
rumah sakit ini, maka menjadi pertanyaan dan tantangan bagi kita mau apa dan
bagaimana menghadapi hal demikian? Tentunya tidak sampai pada pertanyaan
belaka,melainkan sampai pada komitmen untuk membuat suatu sistem
pencegahan supaya kejadian-kejadian tidak diharapkan tersebut tidak terjadi.
Sehingga proses pelayanan pembedahan yang kita jalankan menjadi pelayanan
yang aman dan nyaman.
B. PEDOMAN AKREDITASI
Dalam hal ini Kementrian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan memilih dan menetapkan sistem akreditasi yang mengacu
pada Joint Commission International (JCI)
Pada penilaian keselamatan pasien sasaran IV menyatakan bahwa Rumah
Sakit mengembangkansuatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien. Salah lokasi, salah prosedur,salah pasien pada
operasi adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah
sakit. Kesalahan ini akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat
antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan
lokasi (site-marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi likasi operasi.
Disamping itu pula assesmen pasien yang tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan
pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor konstribusi yang sering
terjadi.
Dalam rangka menciptakan layanan yang aman bagi pasien yang menjalani
pembedahan khususnya mencegah kesalahan sisi operasi, prosedur dan tepat
pasien, RS Budi Sehat menyusun kebijakan dan prosedur serta panduan yang
dapat digunakan sebagai pedoman dalam mencapai tujuan tersebut.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Memberikan pelayanan bedah yang aman dan nyaman kepada setiap pasien
dari mulai/ sebelum operasi, dengan memastikan tepat sisi, tepat prosedur
dan tepat pasien operasi.
2. Tujuan Khusus :
a. Membangkitkan kesadaran staf atau tim kamar bedah akan pentingnya
keselamatan pasien dan resiko terjadinya kejadian tidak diharapkan (KTD)
dalam memberikan pelayanan pembedahan sehari-hari.
b. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar.
c. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan
yang relevan tersedia, diberi label dengan baik dan dipampang.
d. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan atau
implant-implant yang dibutuhkan.

D. KEBIJAKAN KESELAMATAN PEMBEDAHAN


1. Setiap pasien yang akan
dilakukan tindakan pemedahan harus dilakukan penandaan lokasi operasi
dengan menggunakan suatu tanda yang jelas, terlihat sampai saat diinsisi.
2. Jika penandaan pada daerah
operasi hilang sebelum di insisi maka harus dilakukan penandaan ulang oleh
dokter yang akan melakukan tindakan di kamar operasi.
3. Penandaan ditetapkan dengan
menggunakan tanda lingkaran (o) dengan menggunakan spidol marker.
4. Prosedur penandaan lokasi
operasi untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien ini
berlaku untuk semua prosedur medis atau tindakan invasif yang dilakukan di
luar kamar operasi.
5. Verifikasi tepat lokasi, tepat
prosedur, tepat pasien yang benar dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan telah tesedia dengan menggunakan form Surgical Safety Ceklist
yang berupa:
a. Sign in
b. Time out
c. Sign out

BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN

Secara khusus, dalam the National Patient Safety Goals, 2008, JCAHO
menetapkan protokol universal dalam rangka untuk mencegah kesalahan identifikasi
pasien dalam pelayanan bedah. Dalam protokol tersebut disebutkan tiga prosedur
penting yang harus dilakukan yaitu:
Proses verifikasi pre-operatif. Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini adalah
untuk menjamin semua dokumen yang terkait dengan prosedur operasi tersedia, dan
dikaji ulang dan telah diyakini semuanya telah konsisten sesuai dengan harapan
pasien dan tim bedah. Salah satu daftar tiik atau ceklist yang dapat membanu pada
tahap ini adalah daftar tilik yang dikembangkan oeh rumah sakit Naval (lihat tabel 2 )
Membuat penandaan tempat operasi. Tujuan pemberian tanda di tempat
operasi adalah menjamin tidak terjadinya keraguan tempat insisi bedah. Penandaan
tempat operasi harus jelas dan trlihat serta tidak hilang sewaktu pasien dipersipkan
menjalani prosedur pembersihan diri.
Melakukan time out sebelum tindakan operasi dimulai. Melakukan time out
sebelum operasi betujuan untuk menjamin tidak terjadinya salah pasien, salah
prosedur, salah sisi operasi. Prosedur operasi tidak akan dimulai sampai semua
permasalahan atau pertanyaan menjadi jelas.
Sebagai upaya untuk mencapai layanan bedah yang amn khususnya dalam
rangka mencegah kesalahan sisi, prosedur dan pasien yang menjalani operasi,
maka Rumah Sakit Budi Sehat menerapkan langkah melalui (1) penandaan tempat
operasi dan (2) implementasi checklis sebagaimana direkomendasikan oleh WHO.

A. PENANDAAN TEMPAT
OPERASI
Tujuan pemberian tanda di tempat operasi adalah menjamin tidak terjadinya
keraguan tempat insisi bedah. Dalam prosedur penandaan harus jelas
ditentukan:
1. Siapa yang memberi tanda
2. Kapan dilakukan penandaan
3. Bagaimana cara
penandaannya
4. Jenis operasi apa yang perlu
diberi penandaan
Tabel 2. Ketentuan Penandaan Tempat Operasi
Variabel Penjelasan
Siapa yang memberi tanda Dokter operator operasi
Kapan dilakukan penandaan Penandaan operasi dilakukan di kamar pasien
(diluar kamar operasi)
Bagaimana cara penandaannya a.
Setiap penandaan tempat operasi harus
melibatkan pasien dan keluarga.
b.
Penandaan likasi tempat operasi berada
diatas atau setidaknya mendekati tempat
insisi.
c.
Bentuk penandaan dapat dilihat dengan jelas
dan berupa tanda lingkaran (o)
d.
Penandaan yang dilakukan tidak hilang saat
tempat operasi dicuci atau disterilisasi.
Jenis operasi apa yan perlu diberi a.
penandaan pembedahan yang melibatkan ekstremitas
secara lateral (kanan/kiri)
b.
struktur multipel (jari tangan/kaki)
c.
level(spine)
d.
pada keadaan berikut adalah pengecualian
dalam prosedr pemberian penandaan:
1)
operasi pada organ yang jumlahnya
hanya satu
2)
intervensi kasus pada tempat yang sedah
terpasang kateter atau instrumen lain.
3)
Gigi
4)
Bayi prematur, dimana penandan dapat
menyebabkan tato permanen
5)
Pasien menolak pemberian penandaan di
lokasi tempat operasi.

B. VERIFIKASI PRE OPERASI


Tujuan verifikasi pre operatif :
1. Memastikan ketepatan lokasi,
prosedur dan pasien yang benar.
2. Memastikan seluruh dokumen
penting dan pemeriksaan sudah tersedia
3. Memastikan peralatan medis/
implant yang diperlukan tersedia.
Verifikasi pre operatif dilakukan pada waktu hand over perawat ruangan
dan perawat kamar operasi di ruang penerimaan pasien dan mendokumentasikan
dalam checklist serah terima pasien pre operatif.

C. IMPLEMENTASI SURGICAL
SAFETY CHECKLIS DARI WHO
Sesuai dengan rekomendasi WHO, agar pasien dapat dilayani secara
aman maka Rumah Sakit Budi Sehat menerapkan : Surgical Safety Checklist
(Sign In, Time Out, Sign Out).
1. Sign In
Dalam tahap ini dipastikan bahwa tidak terjadi kesalahan identifikasi,
penandaan telah benar dilakukan, antisipasi terhadap perdarahan,
memastikan kelengkapan peralatan pendukung.
2. Time Out
Sebelum dokter bedah melakukan insisi dilakukan time out singkat untuk
memastikan bahwa semua prosedur telah dilakukan dengan benar, tim dan
peralatan telah lengkap dan semua sudah tesedi sebagaimana diharapkan.
3. Sign Out
Sebelum pasien di kirimke unit pemulihan dipastikan bahwa instrumen bedah,
kasa dan barang lainnya tidak tertinggal di tubuh pasien dan pasien layak
untuk di bawa ke unit pemulihan.
Ruang lingkup dari bahasan ini adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi
elemen penilaian SKP. IV.
1. Rumah sakit menggunakan
suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi
dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan
suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat
lokasi, tepat produr, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap
menerapkan dan mencatat prosedursebelum insisi/time out tepat sebelum
dimulainya suatu prosedur/ tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur
dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk memastikan
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
tindakan pengobatan gigi/ dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA
PENANDAAN
Dalam pelaksanaannya untuk memahami mengenai tepat sisi, tepat
prosedur dan tepat pasien operasi, agar dimengerti oleh semua petugas. Rumah
sakit menggunakan proses 4W1H yaitu:
1. What
Tujuannya:
a. Memastikan tepat lokasi
operasi
b. Memastikan tepat prosedur
operasi
c. Memastikan tepat pasien
operasi
2. Who
Siapa yang memberi tanda?
Yang memberi tanda adalah dokter yang akan mengoperasi pasien tersebut
dan tidak boleh di delegasi kepada siapapun.
3. Which
a. Yang mana harus ditandai :
1) Pembedahan yang melibatkan
ekstremitas secara lateral (kanan atau kiri)
2) Struktur multipel (jari tangan/
kaki)
3) Level (spine)
b. Yang tidak ditandai/
pengecualian:
1) Operasi pada organ yang
jumlahnya hanya satu
2) Intervensi kasus pada tempat
yang sudah terpasang kateter atau instrumen lain
3) Operasi pada gigi
4) Bayi prematur, dimana marker
dapat menyebabkan tato permanen
5) Pasien menolak prosedur
pemberian marer di lokasi tempat operasi
4. Where
a. Ruang preoperasi (perawatan)
1) Pastikan bahwa pasien sudah
diidentifikasi oleh 2 petugas
2) Pastikan bahwa pasien telah
mendapatkan informed consent
3) Pastikan secara verbal ke
pasien/ keluarga pasien mengenai kebenaran tempat operasi
4) Lihat kembali rekam medis
pasien sebagai konfirmasi untuk memastikan tempat operasi
5) Dokter bedah telah
memberikan tanda di tempat opeasi yang akan dilakukan, diatas atau
sedekat mungkin dengan tempat operasi di tubuh pasien dan
mendokumentasikan pada formulir verifikasi pra bedah

b. Ruang operasi
1) Konfirmasi sekali lagi identitas,
informed consent, prosedur operasi sebelum pasien dibaringkan di
meja operasi
2) Lihat kembali rekam medis
bahwa identifikasi tempat operasi adalah sudah benar
3) Lihat kembali hasil
pemeriksaan radiologi dan konfirmasi bahwa sudah sesuai dengan
tempat operasi
4) Setelah pasien dibaringkan dan
segera sebelum insisi dimulai, konfirmasi yang terakhir bahwa pasien
benar, tempat dan sisi operasi benar, prosdur benar, posisi pasien telah
benar, dan tersedia implant yang benar, pealatan khusus atau
persyaratan khusus telah benar, dan telah dikonfirmasikan secara
verbal oleh perawat, dokter bedah dan anestesi.
5. How
Bagaimana caranya dokter yang akan melakukan tindakan operasi
memberikan penandaan pada tubuh pasien dengan :
a. Setiap penandaan tempat
operasi harus melibatkan pasien dan atau keluarga dan dalam keadaan
sadar.
b. Penandaan menggunakan
marker tepat pada lokasi operasi berada di atas atau setidaknya
mendekati tempat insisi.
c. Bentuk penandaan dapat dilihat
dengan jelas berupa tanda lingkaran (o)
d. Penandaan dengan
menggunakan spidol marker.
Marker yang digunakan tidak hilang atau tetap terlihat jeas saat tempat
operasi dicuci atau dilakukan desinfektan di kamar operasi.
e. Jika tanda hilang atau tidak
jelas wajib dilakukan penandaan ulang oleh dokter yang akan melakukan
tindakan operasi.
f. Penandaan ini berlaku untuk
semua tindakan invasif baik di kamar opeasi maupun di luar kamar
operasi.

B. PRINSIP PENANDAAN DAN


PROSES VERIFIKASI BEDAH
Beberapa hal yang berpotensi untuk menimbulkan kekeliruan untuk wrong
surgery :
a. Lebih dari satu dokter bedah
terlibat
b. Dilakukan lebih dari satu
prosedur
c. Pasien memiliki beberapa
karakteristik khusus, seperti deformitas fisik atau obesitas masif
d. Ada beberapa pasien yang
memiliki nama yang sama atau prosdur yang sama atau di waktu yang
bersamaan.
Tiga komponen penting sebagai protokol, yaitu :
a. Proses verifikasi
b. Menandai lokasi yang akan
dilakukan operasi
Prinsip penandaan
1) Prosedur yang harus ditandai :
a) Pembedahan yang melibatkan
ekstremitas secara lateral (kanan/ kiri)
b) Struktur multipel (jari
tangan/kaki)
c) Level (spine)
2) Prosedur yang tidak
memerlukan penandaan :
a) Kasus organ tunggal (misalnya
operasi jantung, operasi caesar)
b) Kaus interveni seperti kateter
jantung
c) Kasus yang melibatkan gigi,
ditandai pada foto radiologinya
d) Prosedur yang melibatkan bayi
prematur di mana penandaan akan menyebabkan tato permanen
3) Dalam kasus-kasus dimana
tidak dilakukan penandaan, alasan haus dapat dijelaskan dan
dipertanggungjawabkan
4) Sedapat mungkin penandaan
harus melibatkan pasien untuk menghindarkan kekeliruan
5) Penandaan harus dibuat
menggunakan surgical marking pen yang tidak hilang bila dicuci saat
preparasi lapangan operasi
6) Untuk pasien denganwarna
kulit gelap, boleh digunakan warna selain hitam atau biru gelap (biru tua)
agar penandaan jelas terlihat, misalnya warna merah.
7) Pada kasus-kasus seperti
operasi spinal, dapat dilakukan proses dua tahap yang meliputi penandaan
pre operatif per level spinal (yang akan dioperasi) dan interspace spesifik
intraoperatif menggunakan radiographic marking.
c. Prosedur sebelum pasien
dilakukan incisi (time out)
1) Jika terdapat beberapa
prosedur dalam satu operasi, maka time out harus dilakukan sebelum
setiap prosedur
2) Apabila terjadi diskrepansi
(perselisihan), prosedur tidak boleh dimulai sebelum terapai kata sepakat
oleh semua anggota tim (dalam time out) atau sebelum semua pertanyaan
atau masalah terjawab.
3) Time out ini harus
terdokumentasikan, minimal berbentuk suatu pernyataan bahwa time out
telah dilakukan dan tercapai kata sepakat.

C. TATA LAKSANA VERIFIKASI


PRE OPERASI
1. Sebelum pasien di bawa ke
kamar operasi harus sudah dilakukan verivikasi pre operasi dengan cara
megisi ceklist serah terima pasien pre operasi.
2. Pasien dilakukan hand over
antara perawat ruangan dan petugas kamar operasi di ruang penerimaan
pasien
3. Petugas penerima pasien di
kamar opeasi mengecek semua kelengkapan sesuai dengan ceklist dan
apabila sudah sesuai petugas tersebut menandatangani ceklist serah terima
pasien pre operasi

D. TATA LAKSANA IMPLEMENTASI SURGICAL SAFETY CEKLIST (SSC)


Hal hal yang harus diperhatikan :
1. Untuk mengimplementasikan
surgical safety ceklist / SSC selama pembedahan, seorang harus
bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan
2. Diperlukan seorang koordinator
untuk melakukan atau memandu terlaksananya surgical safety ceklist /SSC
biasany perawat sirkuler tetapi dapat juga seorang klinisi lain yang
berpartisipasi dalam proses pelayanan pembedahan.
3. Surgical Safety Ceklist /SSC
terdiri dari 3 fase di mana berhubungan dengan waktu tertentu seperti pada
prosedur :
a. Periode sebelum induksi
anestesi (sign in)
b. Setelah induksi dan sebelum
insisi pembedahan (Time Out)
c. Periode sebelum penutupan
luka (Sign Out)
4. Dalam setiap fase, coordinator
Surgical Safety Ceklist /SSC harus diizinkan mengkonfirmasi bahwa tim sudah
melengkapi tugasnya sebelum proses operasi dilakukan.
5. Tim operasi harus familiar
dengan langkah-langkah yang ada dalam Surgical Safety Ceklist perioperatif,
sehingga mereka dapat mengintegrasikan Surgical Safety Ceklist tersebut
dalam pola normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa
intervensi dari koordinator Surgical Safety Ceklist
6. Setiap tim harus
menggabungkan penggunaan Surgical Safety Ceklist ke dalam pekerjaan
dengan efisiensi yang maksimum dan gangguan yang minimal.
7. Setiap langkah harus dicek
secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk memastikan bahwa
tindakan utama telah dilakukan.
a. Sebelum induksi anestesi,
koordinator Surgical Safety Ceklist secara verbal akan mereview dengan
anetesist dan pasien bahwa :
1) Identitas pasien sudah
dikonfirmasi
2) Prosedurdan tempat yang
dioperasi sudah benar dan persetujuan untuk pembedahan atau surat
izin operasi sudah dilakukan
3) Koordinator Surgical Safety
Ceklist akan melihat dan mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat
operasi sudah ditandai
4) Koordinatot Surgical Safety
Ceklist bersama anestesi mereview mengenai :
a) Reiko kehilangan darah pasien
b) Kesulitan jalan nafas
c) Reaksi alergi
d) Mesin anestesi serta
pmeriksaan medis sudah lengkap
e) Idealnya ahli bedah akan hadir
pada fase sebelum anestesi ini sehingga mempunyai ide yang jelas
untuk mengantisipasi kehilangan darah, alergi, atau komplikasi
pasien tersebut.
b. Sebelum insisi kulit koordinator
Surgical Safety Ceklist akan memandu:
1) Setiap anggota tim
memperkenalkan diri, nama dan peran dalam operasi. Jika sudah
selalu bersama dalam operasi tim dapat mengkonfirmasi bahwa sudah
saling mengenal satu sama lain.
2) Tim mengatakan dengan keras
mengenai :
a) Menunjukkan operasi yang
benar
b) Pasien yang benar
c) Tempat operasi yang benar
d) Mengkonfirmasi bahwa
antibiotik profilaksis sudah diberikan 60 menit sebelumnya.
c. Sebelum penutupan luka dan
meninggalkan kamar operasi, koordinator Surgical Safety Ceklist akan:
1) Tim akan mereview operasi
yang sudah dilakukan
2) Kelengkapan kasa dan alat dan
pemberian label spesimen yang sudah didapatkan
3) Dalam hal ini juga merevew
apakah ada instrumen yang tidak berfungsi atau isu yang perlu
diperhatikan
4) Tim akan mendiskusikan
rencana utama dan memperhatikan manajemen post operatif dan
recovery sebelum memindahkan pasien ke RR.
8. Mempunyai seorang
koordinator Surgical Safety Ceklist, penting dalam proses keberhasilan.
Dalam setting yang lebih komplek dari kamar operasi, setiap langkah mungkin
perlu diperhatikan lebih selama masa pre operasi, intra operasi dan post
operasi. Dengan menunjuk satu orang sebagai koordinator Surgical Safety
Ceklist untuk memastikan langkah dalam daftar tilik tidak ada yang terlewati
fase dalam berikutnya dalam operasi. Sampai anggota tim familiar dengan
langkah yang dilakukan, koordinator Surgical Safety Ceklist akan berperan
seperti pembimbing tim untuk memahami proses ini.
9. Kemungkinn kerugian dari satu
orang sebagai koordinator ceklist adalah akan terjadi perlawanan hubungan
dengan anggota tim yang lain. Koordinator ceklist dapat dan harus mencegah
tim untuk melangkah ke fase berikutnya sampai langkah-langkah sudah
dilengkapi.

E. IMPLEMENTASI SURGICAL
SAFETY CEKLIST
1. Sign In
Pada fase ini dilakukan penilaian sebelum awal induksi anestesi.
a. Hal hal yang perlu dilakukan :
1) Pastikan bahwa identitas
pasien, tempat operasi dan prosedur bedah serta informed consent
telah sesuai dan dipenuhi.
2) Pastikan bahwa tempat operasi
telah ditandai dengan benar.
3) Pastikan bahwa hal hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan anestesi (peralatan, obat, koneksi
alat, dsb ) dalam keadaan benar dan baik.
4) Pastikan bahwa pulse oximeter
telah berada pada pasien dan berfungsi dengan baik.
5) Pastikan bahwa pasien :
a) Tidak memiliki riwayat alergi
b) Nilai adakah masalah kesulitan
jalan nafas dalam rangka melakukan intubasi
c) Adakah risiko kehilangan darah
> 500cc pada pasien dewasa dan 7cc/kgBB pada anak selama
operasi.
b. Standar komunikasi dalam fase
sign in
1) Perkenalan
Selamat pagi/siang/sore/malam....ibu/bapak/adik.....perkenalkan saya
sr.../br.... yang nanti akan membantu ibu/bapak/adik...selama proses
operasi berlangsung. ( sambil menjabat tangan kontak mata penuh
empati) Boleh tahu ibu/bapak/adik ....namanya siapa dan tanggal
lahir/umur? (sambil mencocokan identitas pasien dengan gelang yang
terpasang)
2) Lokasi dan prosedur
Ibu/bapak/adik...lokasi atau daerah yang akan diopersi seblah mana?
(pasien diminta untuk menunjukkan tempat yang akan dioperasi)
Ibu/bapak/adik...apakah dokter sudah menjelaskan rencana prosedur
yang akan dilakukan?
3) Inform consent
Baik....ibu/bapak/adik...saya akan memeriksa apakah surat izin
operasi sudah ditanda tangani?
Ibu/bapak/adik...apakah ini tanda tanganmu? (sambil menunjukkan
surat izin dan tanda tangan yang ada)
Pertanyaan ini digunakan untuk pasien yang dianggap dewasa sesuai
standar.
4) Penandaan lokasi operasi
Ibu/bapak/adik...apakah daerah atau lokasi yang akan dioperasi sudah
ditandai? Jika daerah operasi merupakan daerah yang tidak perlu
ditandai, tidak perlu ditanyakan.
5) Keamanan anestesi
Ibu/bapak/adik...apakah memiliki riwayat alergi?...gangguan
pernafasan?...
(jika jawaban ya tanyakan lebih lanjut apa jenisnya dan kapan
kambuh yang terakhir)
a) Cek kelengkapan alat atau
mesin anestesi dan obat-obat yang akan digunakan bersama tim
anestesi
b) Cek alergi dan gangguan
pernafasan dengan tim anestesi
c) Cek apakah ada resiko
kekurangan darah atau kehilangan darah dengan tim anestesi
2. Time Out
Pada fase ini dilakukan penilaian sebelum dokter bedah melakukan insisi.
a. Hal hal yang perlu dilakukan :
1) Setiap anggota tim telah
memperkenalkan diri tugas dan perannya terlebih dahulu kepada
pasien
2) Dokter bedah, anestesi dan
perawat secara verbal telah memastikan kebearan dalam hal identitas
pasien, tempat operasi dan prosedur yang akan dilakukan
3) Dokter bedah dan tim dapat
memperkirakan dan mengantisipasi hal hal yang dapat terjadi selama
prosedur pembedahan, seperti: risiko perdarahan, lama operasi dan
langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi masalah yang
timbul selama proses oprasi.
4) Dokter anestesi dapat
memperkirakan dan mengantisipasi terhadap keadaan spesifik pasien (
pasien obesitas )
5) Perawat dapat menjamin
terhadap sterilitas alat, kebutuhan peralatan dan instrument yang
diperlukan selama operasi
6) Mengevaluasi kembali perlukah
pasien mendapatkan antibiotik profilaksis dalam 60 menit sebelum
operasi
7) Melihat kembali penunjang
diagnostik dalam hal ini imaging telah tersedia dan telah sesuai dengan
identitas pasien dan tempat lesi.
b. Standar komunikasi dalam time
out :
1) Tim operasi memperkenalkan
diri
Perawat sirkuler :
Selamat pagi/siang/sore/malam,, saya ( sr/br...... ) sebagai perawat
sirkuler akan memandu proses time out untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur, tepat pasien. Silahkan tim memperkenalkan diri :
a) Dokter dan penata
anestesi : ....
b) Dokter operator : ....
c) Dokter anak dan konsulen ( bila
ada ) : ....
d) Asisten operasi : ....
e) Perawat instrumentator : ...
2) Dokter bedah, dokter
anestesim dan perawat menjamin benar pasien, benar lokasi, dan
prosedur operasi :
Perawat sirkuler :
Bagaimana dokter/tim, apakah benar :
a) Pasien bernama Tn
/Ny...../umur..../No.RM : ....
b) Lokasi : ....
c) Prosdur : ....
3) Antisipasi dokter bedah
terhadap kehilangan darah, lama operasi, KTD, yang dapat terjadi
selama operasi :
Perawat sirkuler :
Bagaimana dr....( sebut nama dokter bedahnya ) adakah
kemungkinan terjadi perdarahan???,,, berapa lama kira-kira
operasinya???,,,adakah kemungkinan penyulit selama operasi???
Antisipasi dokter anestesi terhadap resiko operasi yang timbul :
Perawat sirkuler :
Bagaiman dr....( sebut nama dokter anestesinya ) adakah kemungkinan
timbul resiko anestesi selama pembedahan???
Antisipasi perawat terhadap sterilisasi dan kebutuhan alat :
Perawat sirkuler :
Bagaimana sr/br (sebut nama perawat instrumentator ) apakah alat
yang digunakan sudah steril, alkes yang akan digunakan sudah
lengkap???

4) Pemberian antibiotik profilaksis


selama operasi :
Perawat sirkuler :
Bagaimana dr. ....( sebut nama dokter bedahnya ) apakah perlu
pemberian antibiotik selama operasi ???
Apakah imaging sudah terpasang dengan benar.
Perawat sirkuler :
a) Rontgen / CT-SCAN, MRI
Tn/Ny .....sudah terpasang dengan benar?
b) Baiklah....agar proses operasi
ini berjalan dengan lancar kita berdoa terlebih dahulu menurut
agama dan kepercayaan kita masing-masing
c) Berdoa mulai
d) Berdoa selesai AMIN
e) Perawat sirkuler mengatakan :
Selamat bekerja
3. Sign Out
Pada fase ini dilakukan penilaian sebelum pasien meninggalkan kamar
operasi
a. Hal-hal yang perlu dilakukan :
1) Secara verbal perawat dalam
tim bedah telah menuliskan nama prosedur pembedahan
2) Menjamin bahwa instrumen
bedah, kasa dan jarum telah sesuai dan tidak tertinggal di dalam tubuh
pasien
3) Menjamin bahwa specimen
( patologi anatomi ) telah dikemas dan diberi label secara benar
4) Menjamin bahwa tidak akan
terjadi gangguan alat medis dan kebutuhan lainnya dalam proses
transport pasien menuju ruang pemulihan atau RR
5) Menjamin bahwa dokter bedah,
anestesi dan perawat telah meninjau hal-hal yang diperlukan yang
berhubungan dengan proses pemulihan pasien
b. Standar komunikasi pada saat
sign out :
Perawat sirkuler secara verbal konfirmasi dengan tim bedah :
1) Nama prosedur pembedahan
telah dicatat
Apa nama prosedur operasinya dokter?
2) Instrumen, kasa dan jarum
telah benar dan tidak tertinggal di tubuh pasien :
Sr/br .... berapa jumlah instrument yang digunakan, jumlah
kasa/meter haas/ roll tampon yang tidak digunakan yang ada di dalam
ember ( 1,2,3,....sambil diucapkan )
Apakah jumlah alkes sebelum dan sesudah operasi lengkap?
3) Pemberian label pada
spesimen : ( apabila ada hasil operasi dilakukan pelabelan : ( nama,
umur / tanggal lahir, RM, dokter operator)
4) Apakah dilakukan PA?
Dokter apakah hasil operasi dilakukan pemeriksaan PA?
5) Kebutuhan peralatan penujang
transportasi pasien ke RR :
Dokter apakah perlu alat penunjang untuk pasien pindah ke RR?
( oksigen, transort/ ambu bag,...)
6) Tim bedah meninjau kembali
kebutuhan pasien dalam proses pemulihan :
Dokter apakah pasien sesudah operasi kembali ke ruangan atau
ruang Intensif Care atau perlu dilakukan observasi khusus dalam waktu
tertentu di ruang pulih (untuk kasus pasien yang perlu observasi
intensif)
BAB IV
DOKUMENTASI

A. KEBIJAKAN KESELAMATAN
BEDAH

B. SPO
1. SPO Penandaan ( site
marking )
2. SPO Surgical Safety Ceklist
3. SPO serah terima dari ruangan
ke OK

C. FORM
1. Form surgical safety checklist
( Sign In, Time Out, Sign Out ) di OK
2. Form Checklist Pre Op/Post Op
3. Form Surgical Safety Checklist
( Sign In, Time Out, Sign Out) di luar OK
BAB V
PENUTUP

Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan


layanan bedah yang aman khususnya dalam rangka mencegah salah sisi, prosedur
dan pasien yang menjalani tindakan operasi.
Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan ini akan
dievaluasi kembali tiap 2 sampai 3 taun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar
akeditasi baik Akreditasi Nasional 2012 maupun Standar Internasional.

Direktur
RS Budi Sehat Purworejo

dr. PUTRI SAYEKTI M,M.P.H.

Anda mungkin juga menyukai