Anda di halaman 1dari 117

RUMAH SAKIT UMUM PELITA HUSADA

Jl. Raya Semanu KM.3 Sambirejo, Semanu, Gunungkidul, DIY, 55893

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM PELITA HUSADA
Nomor :1.02/SK.SKP/RSPH/X/2018
TENTANG
PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF DAN PEMBERIAN EDUKASI
PADA PASIEN DAN KELUARGA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PELITA HUSADA


Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas, efisiensi dan
kelancaran pelaksanaan tugas serta untuk meningkatkan
mutu pelayanan, agar komunikasi efektif di RS dapat
terlaksana dengan baik perlu adanya kebijakan direktur RS
sebagai landasan bagi penyelenggara komunikasi efektif di
RS, maka dipandang perlu untuk menetapkan kebijakan
tentang Pedoman komunikasi efektif;
b. bahwa edukasi terhadap pasien dan keluarga merupakan hal
yang penting, agar mereka mendapatkan pengetahuan serta
keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses dan
pengambilan keputusan asuhan pasien;
c. bahwa perlu menetapkan pengorganisasian sumber daya
edukasi secara efektif dan efisien, sehingga menciptakan
pelayanan edukasi, dan mengatur penugasan seluruh staf
yang memberikan edukasi secara terkoordinasi;
d. bahwa berdasarkan poin a sampai c di atas, perlu ditetapkan
melalui Keputusan Direktur tentang Pedoman Komunikasi
Efektif dan Pemberian Edukasi pada Pasien dan Keluarga.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
004 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan
Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri kesehatan Republik indonesia No
417/MenKes/PER/11/2011 tentang Komisi Akreditasi
Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran Pada Pasien dan Keluarga;

MEMUTUSKAN
Menetapkan :PERATURAN DIREKTUR TENTANG PEDOMAN
KOMUNIKASI EFEKTIF DAN PEMBERIAN EDUKASI PADA
PASIEN DAN KELUARGA DI RSU PELITA HUSADA

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1) Komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi.
2) Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator kepada
komunikan.
3) Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan
perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit, perilaku
hidup bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan peserta,
mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan penyakit.
4) PPA yaitu Profesional Pemberi Asuhan yang terdiri dari Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) dan Perawat Penanggung Jawab Asuhan (PPJA).
5) Staf klinis adalah tenaga kesehatan yang memberikan asuhan langsung kepada
pasien yang terdiri dari ahli gizi, apoteker, analis, radiografer, dan terapis.
6) Hasil diagnostik kritis yaitu hasil pemeriksaan yang diperoleh dan berada diluar
rentan secara mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau
mengancam jiwa.
7) Tulbakon/ TBK adalah suatu pesan yang disampaikan oleh pemberi pesan
(komunikator) yang diterima oleh penerima pesan (komunikan) dituliskan secara
lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan lalu isi pesan dibacakan kembali
(Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan kemudian penerima pesan
mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan.
8) Alfabet internasional adalah huruf ejaan internasional. Penyebutan abjad yakni
dengan menyebutkan sebuah kata spesifik yang dimulai dari abjad yang dimaksud.
9) SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting
yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan pemikiran antara pemberi
pelayanan di rumah sakit dan juga SBAR merupakan kerangka acuan dalam
pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera.

Pasal 2
Pelaksanaan Komunikasi Efektif dan Pemberian Edukasi pada Pasien dan Keluarga di
RSU Pelita Husada meliputi:
1) Komunikasi antara rumah sakit dengan masyarakat
2) Komunikasi antara rumah sakit dengan pasien dan keluarga
3) Komunikasi antar staf klinis

Pasal 3
Komunikasi antara Rumah sakit dengan pihak eksternal meliputi Lisan dan Tulisan.

Pasal 4
Komunikasi antara rumah sakit dengan pasien dan keluarga dilakukan dengan tahapan
:Identifikasi kemampuan komunikasi antara pemberi layanan kesehatan rumah sakit
dengan pasien dan keluarga pasien
1) Melihat hambatan dalam komunikasi efektif antara pemberi layanan kesehatan
rumah sakit dengan pasien dan keluarga
2) Strategi Komunikasi Efektif antara pemberi layanan kesehatan rumah sakit dengan
pasien dan keluarga

Pasal 5
Pelaksanaan edukasi pasien internal rumah sakit berisi topik- topik wajib diantaranya :
1) Pendidikan kesehatan pengelolaan obat-obatan yang digunakan
2) Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis
3) Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan obat lainnya termasuk obat yang
tidak diresepkan serta makanan.
4) Pendidikan kesehatan diet dan nutrisi
5) Pendidikan kesehatan manajemen nyeri
6) Pendidikan kesehatan teknik rehabilitasi
7) Pendidikan kesehatan cara cuci tangan yang benar

Pasal 6
Komunikasi antar staf klinis di RSU Pelita Husada antara lain dengan:
1) Dengan prinsip TBaK (Tulis, Baca dan Konfirmasi)
2) Pengejaan Alfabetik internasional
3) Dengan Metode SBAR
4) Tata cara pelaporan hasil kritis

Pasal 7
Komunikasi antar unit/ antar pejabat di rumah sakit menerapkan beberapa komunikasi
efektif, diantaranya:
1) Etika komunikasi antar pejabat di rumah sakit
2) Bentuk-bentuk komunikasi yang berupa lisan dan tulisan

Pasal 8
Dokumentasi komunikasi efektif meliputi :
1) Berkas Rekam Medik
2) Lembar edukasi terintegrasi
3) Informed consent
4) Leaflet atau brosur

Pasal 9
Pelaksanaan komunikasi efektif dan pemberian edukasi pada pasien dan keluarga, di RSU
Pelita Husada selanjutnya wajib mengacu pada dokumen Pedoman Komunikasi efektif
dan pemberian edukasi pada pasien dan keluarga sebagaimana tercantum pada lampiran
peaturan dirketur utama ini.

Pasal 10
Peraturan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Gunungkidul
Pada tanggal, 01 Oktober 2018
DIREKTUR RSU PELITA HUSADA,

dr. Santoso Aji, M. Kes.


RUMAH SAKIT UMUM
PELITA HUSADA

LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR
NOMOR:1.02/SK.SKP/RSPH/X/2018
TANGGAL : 01 Oktober 2018

PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF DAN


PEMBERIAN EDUKASI PADA PASIEN DAN
KELUARGA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Terlaksananya komunikasi efektif antara dokter dengan pasien adalah salah
satu pilar dalam keberhasilan terapi. Komunikasi yang efektif tentu dipastikan
sangat menunjang keakuratan diagnosis, dan selanjutnya memberikan ketepatan
terapi, juga meningkatkan kepatuhan pasien untuk mentaati nasihat dari dokter.
Komunikasi Efektif antara dokter dengan pasien dapat terlaksana salah
satunya melalui pemberian informasi medis oleh dokter kepada pasien, yaitu
kegiatan untuk menyampaikan diagnosis, usulan pengobatan, hasil yang diharapkan
maupun yang tidak, prognosis, resiko atau komplikasi yang mungkin timbul,
kesimpulan hasil pengobatan, alternatif pengobatan, saran pengobatan selanjutnya,
dan lain sebagainya.
Pasien dan keluarga sebagai konsumen jelas sangat mengharapkan dokter
yang merawat memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya tentang penyakit yang
diderita, dan juga tentang rencana pengobatan yang akan dilakukan. Hal ini sesuai
dengan implementasi dari hak-hak pasien dan keluarga, yaitu pasien dan keluarga
berhak untuk terlibat penuh dalam pelaksanaan pengobatan. Keterlibatan di sini
adalah melalui persetujuan atau penolakan pengobatan yang diajukan oleh dokter.
Melalui komunikasi yang efektif dalam pemberian informasi medis oleh
dokter kepada pasien juga, kita berupaya untuk menghilangkan prasangka buruk
yang dapat melahirkan niatan-niatan untuk menuntut tenaga medis ataupun rumah
sakit apabila terjadi hasil yang tidak diharapkan dalam proses pengobatan. Dimana
salah satu etika ilmu kedokteran adalah tenaga medis tidak pernah menjanjikan
kesembuhan. Hal inilah yang perlu dimengerti oleh baik pasien dan keluarganya,
yang apabila dokter yang merawat tidak mau atau tidak mampu menjelaskan dengan
baik, maka ketidakpuasan pasien dan keluarga, tidak jarang berkembang menjadi
tuntutan kepada staf medis (dokter) yang bersangkutan, maupun kepada rumah
sakit.
Tidak jarang saat ini, beberapa tuntutan hanya diawali ketidakpuasan atas
pelayanan dan ditambah dengan tidak adanya kesempatan bagi pasien dan keluarga
untuk berdiskusi dan bertanya tentang penyakit dan pengobatan yang dijalani,
sehingga timbul prasangka buruk dan miss komunikasi.
Kemampuan komunikasi yang baik dan efektif juga dapat memberikan rasa
nyaman dan tentram pada pasien dan juga keluarganya. Dimana rasa was-was atau
ketidaktahuan pasien dan keluarga dapat sirna manakala seorang dokter yang
merawat mampu menjelaskan dan memberikan informasi medis yang dapat
dijadikan pegangan bagi pasien dan keluarganya.

B. PENGERTIAN
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari kata "communicare" yang berarti berpartisipasi
atau memberitahukan dan "communis" yang berarti milik bersama. Menurut
Liliweri A, 2008, Komunikasi mengandung beberapa pengertian komunikasi,
yaitu:
a. Pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa
saling mengerti serta saling percaya demi terwujudnya hubungan yang
baik antara seseorang dengan orang lainnya.
b. Pertukaran fakta gagasan, opini atau emosi antar dua orang atau lebih.
c. Suatu hubungan yang dilakukan melalui surat, kata-kata, simbol atau
pesan yang bertujuan agar tiap manusia yang terlibat dalam proses dapat
saling tukar menukar anti dan pengertian terhadap sesuatu.
Komunikasi adalah suatu hubungan kontak antar manusia baik
individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak
komunikasi menjadi bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Dari
semenjak seorang manusia dilahirkan ke dunia, sudah berkomunikasi dengan
lingkungannya berupa tangisan dan gerakan. Komunikasi memiliki peranan
yang penting dalam hidup manusia. Komunikasi menyentuh segala aspek
kehidupan kita. Sebuah penelitian (Applboum, 1974 : 63) menyebutkan
bahwa tiga perempat (70%) waktu bangun kita digunakan untuk
berkomunikasi membaca, menulis dan mendengarkan.
Secara lebih detail dan spesifik, komunikasi memiliki beberapa
definisi, antara lain yaitu:
a. Proses pengiriman ide atau pikiran dari satu orang kepada orang lain,
dengan tujuan untuk menciptakan pengertian dalam diri orang lain yang
menerimanya (Brown).
b. Proses pengiriman dan penerimaan berita atau sinyal (Chaplin).
c. Proses penyaluran informasi dan pengertian dari satu orang ke orang
lain
(Davis).
Dalam menjalin sosialisasi dan rasa kemanusiaan yang akrab
diperlukan saling pengertian antara sesama anggota masyarakat. Dalam hal
ini faktor komunikasi memainkan peranan penting, terutama bagi manusia
modern. Kegiatan rasional berdasarkan logika akan terselenggara dengan baik
akibat adanya komunikasi.
Berhasilnya suatu komunikasi adalah apabila kita mengetahui dan
mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi. Unsur-
unsur itu adalah sumber (resource), pesan (message), saluran (channel media)
dan penerima (receiver/audience).
Dalam proses komunikasi diusahakan adanya tukar menukar
pendapat, penyampaian pesan informasi, serta perubahan sikap dan perilaku.
Diluar unsur- unsur yang telah disebutkan sebelumnya, hal yang penting
lainnya adalah unsur pengaruh/effect dan umpan balik (feedback). Efek yang
diharapkan dalam komunikasi adalah adanya perubahan yang terjadi pada
penerima (komunikan atau khalayak), sebagai akibat pesan yang diterima
baik langsung maupun tidak langsung. Komunikasi dikatakan efektif yaitu
bila pendengar (penerima berita) menangkap dan menginterpretasikan ide
yang disampaikan dengan tepat seperti apa yang dimaksud oleh pembicara
(pengirim berita).
Sesuai dengan penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa secara
sederhana, komunikasi juga memiliki beberapa ciri sendiri, yaitu :
a. Komunikasi melibatkan ORANG dan memahami bagaimana orang
berhubungan.
b. Komunikasi meliputi PERTUKARAN ARTI
c. Komunikasi adalah SIMBOL (gerak-gerik, suara, angka, kata-kata).
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan
sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
(Hardjana, 2003). Komunikasi yang efektif terjadi bila pendengar (penerima
berita) menangkap dan menginterpretasikan ide yang disampaikan dengan
tepat seperti apa yang dimaksud oleh pembicara (pengirim berita). Terdapat
beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengupayak.an proses
komunikasi yang efektif, yaitu antara lain :
a. Sensitifitas kepada penerima komunikasi. Sensitivitas ini sangatlah
penting dalam penentuan cara komunikasi serta pemilihan media
komunikasi. Hal-hal yang bersifat penting dan pribadi paling baik
dibicarakan secara langsung atau tatap muka, dan dengan demikian
mengurangi adanya kecanggungan serta kemungkinan adanya
miskomunikasi.
b. Kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis. Hal ini menjadi
penting dalam seseorang mengerti komunikasi yang disampaikan.
Komunikasi seringkali disampaikan secara non verbal atau lebih
dikenal dengan body language. Pengertian akan body language, yang
bisa berbeda sesuai dengan kultur, ini akan memberikan kelebihan
dalam komunikasi.
c. Penentuan waktu yang tepat. Hal ini sangatlah penting terutama dalam
mengkomunikasikan keadaan yang bersifat sensitif.
d. Umpan balik. Umpan balik menjadikan komunikasi lebih efektif karena
dapat memberikan kepastian mengenai sejauh mana komunikasi yang
diadakan oleh seseorang sumber (source) dapat diterima oleh
komunikan (receiver)
e. Komunikasi tatap muka. Komunikasi semacam ini memungkinkan kita
untuk melihat dengan baik lawan bicara kita, melihat body language,
melihat mimik lawan bicara, serta menghilangkan panjangnya rantai
komunikasi yang memungkinkan terjadinya mis komunikasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa langkah yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Teliti tujuan sebenarnya dalam setiap berkomunikasi.
b. Pertimbangkan keadaan fisik dan psikis orang lain dalam
berkomunikasi.
c. Perhatikan tekanan nada dan ekspresi wajah sesuai dengan isi pesan
yang disampaikan.
d. Perhatikan konsistensi dalam berkomunikasi.
e. Jadilah pendengar yang baik dalam berkomunikasi.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang
ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan
bahwa mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita
waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat
membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak
hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi
pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter.
Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya.
Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh
menjalankan petunjuk dan nasehat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter
tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak
memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih
sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak
hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi
yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan
sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan
bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.
Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum
disiapkan untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran
gigi, membangun komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas.
Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter
guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya.
Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan
komunikasi dokter–pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam
hubungan dokter-pasien. Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan
pasiennya adalah untuk mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit
lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan
demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998). Menurut
Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang
digunakan:
a. Disease centered communication style atau doctor centered
communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda
dan gejala.
b. Illness centered communication style atau patient centered
communication style Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan
pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan
pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatiran,
harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang
dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan,
kecemasan serta kebutuhan pasien, patient centered communication style
sebenarnya tidak memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered
communication style.
2. Pengertian Informasi dan Edukasi
Informasi dan edukasi pasien dan keluarga adalah pengetahuan yang
diperlukan oleh pasien dan keluarga selama proses asuhan maupun
pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan ke pelayanan
kesehatan lain atau ke rumah. Pendidikan pasien dapat mencakup informasi
sumber-sumber di komunitas untuk tambahan pelayanan dan tindak lanjut
pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses ke pelayanan emergensi
bila dibutuhkan.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan kepada petugas rumah sakit mengenai cara
berkomunikasi dengan masyarakat, pasien dan keluarga pasien, dan antar
pemberi layanan sehingga tercipta keterbukaan dan kepercayaan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengurangi tingkat kesalahan antar pemberi layanan.
b. Memastikan semua informasi terkini tentang status kesehatan pasien
disampaikan dengan tepat dan benar.
c. Memastikan keakuratan semua informasi.
d. Mengungkapkan apa yang disampaikan seseorang.
e. Menjelaskan perihal hasil pemeriksaan.
f. Menyelesaikan sebuah masalah.
g. Mencapai sebuah tujuan.
h. Sebagai pedoman dalam melakukan edukasi kesehatan kepada pasien dan
keluarga.
i. Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan di
rumah sakit. Sehingga edukasi kesehatan (pendkes) dapat berjalan lancar
dan sesuai prosedur yang ada.
j. Agar pasien & keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan
proses perawatan. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan lebih
cepat.
BAB II

RUANG LINGKUP

Pada sebuah organisasi khususnya rumah sakit, proses komunikasi adalah proses
yang pasti dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan koordinasi
antara berbagai sub bagian dalam organisasi. Organisasi yang berfungsi baik, ditandai
oleh adanya kerjasama secara sinergi dan harmonis dari berbagai komponen. Suatu
organisasi dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya ketika proses
komunikasi antar komponen dapat diselenggarakan secara harmonis, maka organisasi
tersebut semakin kokoh dan kinerja organisasi akan meningkat.
Secara umum, jenis komunikasi antar petugas yang dapat terjadi di suatu
organisasi layanan kesehatan yang besar dapat dikategorikan dalam beberapa hal.
Komunikasi efektif dan pemberian edukasi yang diterapkan di RSU Pelita Husada terdiri
dari :
1) Komunikasi antara rumah sakit dengan masyarakat
2) Komunikasi antara rumah sakit dengan pasien dan keluarga
3) Komunikasi antar staf klinis
Jenis-jenis komunikasi tersebut tentunya bisa lebih banyak lagi bergantung
kepada besarnya organisasi dan banyaknya jenis pelayanan yang diberikan. Semakin
banyak jenis komunikasi yang ada pada suatu organisasi tersebut, kemungkinan
terjadinya gangguan komunikasi juga lebih besar, pemahaman terhadap jenis komunikasi
di organisasi layanan kesehatan, bagaimana komunikasi dilaksanakan, identifikasi
masalah komunikasi, penyebab hambatan komunikasi dan bagaimana mengatasi
hambatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan.
Pada banyak proses pelayanan di rumah sakit, komunikasi dan edukasi sangat
berperan penting dalam peningkatan keselamatan pasien. Proses transfer pasien, proses
operan antara perawat, proses pemberian instruksi dokter, dan masih banyak lagi proses-
proses di rumah sakit yang memerlukan komunikasi efektif dan edukasi pada pasien dam
keluarga yang melibatkan petugas kesehatan dan pemberi asuhan lainnya.
BAB III

TATA LAKSANA

A. KOMUNIKASI ANTARA RUMAH SAKIT DENGAN MASYARAKAT


RSU Pelita Husada juga melakukan komunikasi dengan pihak luar (ekstern)
yang bekerja sama atau berada disekitar lingkungan RSU Pelita Husada. Strategi
komunikasi eksternal yang diterapkan di RSU Pelita Husada adalah sebagai berikut:
1. Melalui Lisan
a) Pelita Mendengar
 Kegiatan rutin tiap seminggu sekali dalam bentuk dialog dengan
perwakilan keluarga pasien.
 Merupakan bagian dari pengelolaan keluhan/komplain sebagai upaya
peningkatan kualitas pelayanan di RSU Pelita Husada.
b) Pelita Srawung Warga
Merupakan program penguatan relasi sosial RSU Pelita Husada dengan
desa-desa potensial yang menjadi penyangga.
c) Pelita Husada Tilik Warga
Merupakan kegiatan bakti sosial yang dilaksanakan tiap tahun sekali
secara bergilir diberbagai wilayah yang memerlukan. Bentuk kegiatannya
berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis, pembagian bantuan
sembako dan santunan buat anak yatim piatu dan janda di wilayah
sasaranb. Melalui kesepakatan dalam bentuk kerja sama.
2. Melalui Tulisan
Media dan layanan publik berperan sebagai jalan atau saluran dari isi
pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan
penerima. Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus.
Komunikasi ekternal melalui media dan layanan publik antara lain
menggunakan brosur, leaflet, spanduk, surat menyurat, telepon, sms broadcast,
media sosial whats app, facebook, website dan instagram.
Dari media tersebut ada beberapa hal yang harus disampaikan oleh rumah
sakit kepada masyarakat dalam proses komunikasi ini minimal meliputi:
a. Info layanan dan jam pelayanan RSU Pelita Husada
b. Info layanan rumah sakit diberikan dengan media leaflet, spanduk atau
poster, dimana isi dari media tersebut adalah mengenai seluruh layanan
yang ada di rumah sakit seperti Pelayanan 24 jam, Pelayanan Poliklinik,
Pelayanan penunjang medik.
c. Cara bagaimana masyarakat dapat mengakses layanan tersebut
meliputi:
1) Layanan hotline RSU Pelita Husada (0274) 393444
2) Layanan website: https://rsupelitahusada.com
3) Layanan email RSU Pelita Husada pelitahusada.hospital@gmail.com
3) Langsung datang ke alamat RSU Pelita Husada Jl. Raya Semanu
Km. 3, Sambirejo, Semanu, Gunungkidul
B. KOMUNIKASI ANTARA RUMAH SAKIT DENGAN PASIEN DAN
KELUARGA
1. Bentuk-bentuk komunikasi dengan pasien dan keluarga
a. Komunikasi Eksternal
1) Pengertian
Yang dimaksud komunikasi eksternal antara pemberi layanan kesehatan
dengan pasien dan keluarga adalah komunikasi yang dilakukan calon
pasien dan keluarga untuk mengakses pelayanan kesehatan pada pemberi
layanan kesehatan sebelum calon pasien atau keluarga mendaftar di
rumah sakit.
2) Bentuk pelaksanaan komunikasi eksternal
Bentuk Pelaksanaan Komunikasi antara pemberi layanan kesehatan
dengan pasien dan keluarga di RSU Pelita Husada diantaranya melalui:
a) Hot line RSU Pelita Husada
Hot line RSU Pelita Husada dapat diakses untuk pasien atau keluarga
dalam mendaftar poli rawat jalan, konsultasi terkait info layanan
rumah sakit, dan merujuk pasien. Hot line RSU Pelita Husada (0274)
393444.
b) Facebook
Facebook menjadi sarana pendukung RSU Pelita Husada dalam
berkomunikasi dengan pasien dan keluarga. Facebook RSU Pelita
Husada adalah RSU PELITA HUSADA GUNUNGKIDUL, yang
berisi tentang info-info seputar promosi kesehatan rumah sakit,
kegiatan eksternal dan internal rumah sakit, dan layanan rumah sakit.
c) Sms/whats app untuk kritik dan saran
Dalam memberikan kritik dan saran bagi RSU Pelita Husada, pasien
dan keluarga dapat berkomunikasi melalui sms atau whats app pada
nomor 085729107575. Atau bisa langsung mengisi form kritik dan
saran yang tersedia di customer service.

b. Komunikasi Internal
1) Pengertian
Komunikasi internal merujuk pada pertukaran informasi dan gagasan
antara pemberi layanan kesehatan dengan pasien dan keluarga di rumah
sakit.
2) Edukasi dan informasi kepada pasien dan keluarga
Informasi dan edukasi pasien dan keluarga adalah pengetahuan yang
diperlukan oleh pasien dan keluarga selama proses asuhan maupun
pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan ke pelayanan
kesehatan lain atau ke rumah. Pendidikan pasien dapat mencakup
informasi sumber-sumber di komunitas untuk tambahan pelayanan dan
tindak lanjut pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses ke
pelayanan emergensi bila dibutuhkan.
Pemberian edukasi dan informasi kepada pasien dan keluarga yang
dilakukan oleh professional pemberi asuhan dan perawat penanggung
jawab pasien. Rumah Sakit menyediakan media sebagai pembelajaran
pasien dan keluarga seperti leaflet, sound system atau melalui cara
demonstrasi.
3) Pemberian informasi tindakan medis
Pemberian informasi tindakan medis adalah pemberian informasi yang
diberikan kepada pasien dan keluarga sebelum terjadinya persetujuan
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien.
Persetujuan tertulis biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
mengandung risiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PERMENKES
No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu setiap tindakan medis yang mengandung
risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah
sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi adekuat tentang
perlunya tindakan medis serta risiko yang berkaitan dengannya. Setelah
mendapatkan informasi yang jelas, pasien dan keluarga dapat
menandatangani pernyataan persetujuan dan penolakan. Informasi yang
perlu didapatkan oleh pasien dan keluarga dalam memperoleh tindakan
medis diantaranya:
a) Diagnosis dan nama tindakan
b) Indikasi tindakan
c) Tujuan
d) Tata cara tindakan
e) Komplikasi
f) Resiko
g) Alternatif tindakan dan resikonya
h) Prognosis
i) Penandatanganan Persetujuan dan penolakan tindakan medis
Dalam pemberian informasi tindakan medis perlu di dokumentasikan
dalam lembar pemberian informasi tindakan kedokteran dan form inform
consent.
2. dentifikasi Hambatan dalam Komunikasi Antara Pemberi Layanan
Kesehatan Dengan Pasien Dan Keluarga Pasien
Dalam komunikasi dengan pasien dan keluarga terdapat beberapa
hambatan yang dialami oleh petugas kesehatan. Berikut dipaparkan beberapa
hambatan yang dijumpai dalam berkomunikasi dengan pasien dan keluarga :
a. Konflik Peran
Dilema komunikasi yang dirasakan oleh petugas kesehatan yaitu
terkait sikap yang ditunjukkan oleh pasien dan keluarga pasien saat
berhadapan dengan mereka, yaitu sikap kurang komunikatif ketika diajak
berinteraksi perihal kondisi pasien. Dan juga kondisi psikologis dan fisik
mereka seperti ketika mereka sedang lelah atau saat sedang ada masalah
pribadi terkadang dapat menjadi penghambat petugas kesehatan dalam
berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien.
Beberapa petugas kesehatan menyatakan bahwa terkadang keluarga
meninggalkan pasien atau tidak ada ditempat sehingga hal tersebut
menyulitkan petugas dalam memberikan informasi. Dalam hal ini tentunya
dibutuhkan komunikasi yang efektif mengingat keluarga sebagai jembatan
penghubung antara perawat dengan pasien.
Keadaan tidak menyenangkan yang dialami oleh petugas kesehatan
dapat menimbulkan stres bagi petugas kesehatan yang nantinya akan
berujung pada terjadinya kejenuhan kerja (burnout). Ketidaknyamanan
yang dialami petugas kesehatan akan berdampak pada pelayanan yang
diberikan. Padahal komunikasi non verbal seperti senyuman dan juga
ekspresi wajah sangatlah penting dalam menciptakan komunikasi yang
efektif antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga (Xu, Staples,
& Shen, 2012).
Hal ini disebabkan oleh kelelahan yang mereka alami dan masalah
pribadi yang mereka hadapi sehingga berdampak pada penampilan mereka
seperti menjadi jarang senyum saat menyampaikan informasi kepada
pasien dan keluarga pasien.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Loghmani et al
(2014) yang menyebutkan bahwa masalah pribadi yang terjadi dapat
mengganggu interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien dan
keluarga pasien selain hal itu, kekurangan staf ditambah dengan beban
kerja yang tinggi menyebabkan petugas kesehatan tidak mempunyai waktu
yang cukup untuk pasien dan keluarga pasien sehingga terjadilah interaksi
negatif antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga (Loghmani,
Borhani, & Abbaszadeh, 2014).
Ketidaksesuaian jumlah petugas kesehatan dengan jumlah pasien yang
harus mereka rawat membuat petugas harus dapat beradaptasi dengan
keadaan tersebut. Adaptasi yang terjadi bersifat buruk dikarenakan petugas
kesehatan akan terbiasa dengan hal itu sehingga petugas akan lupa untuk
berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien sekalipun mereka sedang
tidak sibuk. Petugas kesehatan dituntut untuk selalu dapat bersikap
profesional dalam berkomunikasi baik itu secara verbal maupun nonverbal.
b. Keterbatasan Fisik Pasien dan Keluarga Pasien
Dalam pelayanan kesehatan, petugas kesehatan akan menemui hambatan
fisik pasien dan keluarga pasien seperti tuna rungu, tuna wicara, dan tuna netra.
Petugas kesehatan harus dapat menempatkan diri dan bijak dalam
berkomunikasi. Dalam berkomunikasi dengan pasien atau keluarga yang
mempunyai hambatan fisik tuna rungu dan tuna wicara dapat menggunakan
media cetak seperti brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga pasien.
Brosur harus berisi bahasa sederhana dan gambar yang mudah dipahami oleh
pasien dan keluarga pasien. Dalam berkomunikasi dengan pasien atau keluarga
yang mempunyai hambatan fisik tuna netra, petugas kesehatan dapat
menggunakan media audio, tanya jawab dan diskusi.
c. Faktor Demografi Pasien dan Keluarga Pasien
Terkait faktor demografi yang berhubungan dalam komunikasi antara
petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien yaitu usia, pendidikan, dan
ekonomi.
1) Usia
Usia menjadi salah satu faktor demografi yang mempengaruhi
komunikasi. Hal ini dikarenakan cara kita berkomunikasi dengan
orang lain tentunya disesuaikan dengan faktor demografi orang
tersebut salah satunya adalah usia.
Dalam hal ini kita sebagai petugas kesehatan harus bisa
menyesuaikan dan menempatkan diri dengan adanya perbedaan usia
antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien baik itu
kepada yang lebih muda, sebaya, maupun kepada yang lebih tua.
Petugas kesehatan mengalami kesulitan dalam hal usia terlebih
apabila berkomunikasi dengan keluarga pasien yang usianya lebih
tua. Penelitian yang dilakukan oleh Callinan dan Brandt (2015)
menyebutkan bahwa hambatan petugas kesehatan dalam
berkomunikasi dengan orang lanjut usia dikarenakan adanya
gangguan kognitif. Oleh karena itu dibutuhkan teknik berkomunikasi
yang sesuai dengan keadaan mereka seperti menggunakan bahasa
yang sederhana dan berbicara dengan perlahan- lahan.
2) Pendidikan
Selain usia, status pendidikan juga sangat mempengaruhi
komunikasi yang ada. Adanya perbedaan tingkat pendidikan
seseorang menjadikan setiap individu memiliki pemahaman yang
berbeda dalam mencerna informasi yang diberikan.
Latar belakang pendidikan keluarga pasien mempengaruhi
pemahaman mereka dalam mencerna informasi yang diberikan oleh
petugas kesehatan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam penelitian
Astutik dan Widodo (2011) bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin mudah ia dalam menerima informasi yang
diberikan petugas kesehatan begitupun sebaliknya.
3) Status Ekonomi
Salah satu status sosial yang dapat mempengaruhi komunikasi
yang ada adalah ekonomi. Hal ini dikarenakan dibutuhkan banyak
pemikiran dan pertimbangan apabila menyangkut tentang
pembiayaan mengingat hal ini merupakan sesuatu yang sensitif bagi
pasien dan keluarga pasien.

Status ekonomi dapat mempengaruhi komunikasi yang ada


dikarenakan diperlukan banyak pertimbangan sehingga pasien dan
keluarga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengambil suatu
keputusan, sedangkan hal tersebut dapat mempengaruhi dan menunda
pemberian tindakan yang bersifat segera untuk pasien.
Hal ini sesuasi dengan penelitian yang dilakukan oleh Loghmani,
et al (2014) yang menyatakan bahwa status ekonomi dapat
mempengaruhi interaksi hubungan antara petugas kesehatan dengan
pasien dan keluarga pasien dikarenakan terkadang pasien dan keluarga
pasien menolak tindakan yang disarankan karena masalah keuangan.
d. Kesalahpahaman disebabkan karena faktor Budaya dan Bahasa
1) Faktor Budaya
Keragaman budaya sering kali menjadi hambatan seseorang
dalam berkomunikasi. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki
perbedaan budaya yang tentunya akan berpengaruh dalam komunikasi
antar individu.
Budaya setiap orang berbeda tergantung daerahnya masing-
masing. Setiap daerah memiliki karakteristiknya masing- masing yang
dapat mempengaruhi komunikasi yang ada antar individu. Adanya
perbedaan budaya yang dirasakan oleh petugas kesehatan dapat
menimbulkan kesalahpahaman saat mereka berkomunikasi dengan
keluarga pasien.
2) Faktor Bahasa
Setiap daerah bahkan setiap negara memiliki bahasanya masing-
masing. Adanya perbedaan bahasa dapat mempengaruhi komunikasi
yang ada. Petugas kesehatan yang menyatakan bahwa mereka sering
mengalami perbedaan persepsi dan kesalahpahaman yang disebabkan
oleh adanya perbedaan intonasi dalam berbicara, mereka mengalami
kesulitan berbahasa asing sehingga adanya perbedaan bahasa
menghambat mereka dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien.
Petugas kesehatan mengalami kesulitan saat berbicara dengan
seseorang yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa yang
berbeda dengan mereka. Penelitian lain yang dilakukan oleh Chittem
dan Butow (2015) menyatakan bahwa adanya perbedaan bahasa dapat
menyebabkan timbulnya kesalahpahaman dalam mentafsirkan
informasi yang diberikan.
Oleh karena itu dalam hubungan petugas kesehatan, pasien dan
keluarga diperlukan sikap saling menghargai untuk dapat
meminimalisir terjadinya kesalahpahaman karena adanya perbedaan
kultur budaya dan bahasa.
e. Kondisi Psikologis Pasien dan Keluarga Pasien
Menyampaikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien dirasakan
semakin sulit terlebih pada saat petugas kesehatan harus menghadapi pasien
dan keluarga pasien yang denial. Petugas kesehatan
Menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan saat menghadapi
pasien dan keluarga pasien yang denial atau belum dapat menerima keadaan
pasien yang umumnya mengalami penurunan kondisi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Griffiths, et al (2015) yang menyatakan
bahwa tidak mudah menyampaikan berita buruk kepada pasien atau
keluarga terlebih kadang mereka memasuki fase dimana mereka belum
dapat menerima keadaan yang ada.
Kesulitan dalam menghadapi pasien dan keluarga pasien yang masih
belum dapat menerima penurunan kondisi yang dialami pasien menjadikan
petugas kesehatan kemudian melimpahkan tugas dalam menyampaikan
informasi kepada dokter jaga atau DPJPnya langsung. Petugas kesehatan
akan memanggil dokter jaga atau meminta bantuan kepada DPJPnya apabila
pasien dan keluarga pasien masih belum bisa menerima apa yang
disampaikan oleh petugas kesehatan.
3. Strategi Komunikasi Efektif Antara Pemberi Layanan Kesehatan
Rumah Sakit Dengan Pasien Dan Keluarga Pasien
Berdasarkan hasil identifikasi hambatan dalam komunikasi antara pemberi
layanan kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien. Petugas harus mampu
berkomunikasi secara efektif dengan keluarga dan pasien agar informasi dan
edukasi dapat tersampaikan secara tepat kepada pasien dan keluarga. Berikut
merupakan strategi komunikasi efektif antara pemberi layanan kesehatan dengan
pasien dan keluarga :
a. Cara komunikasi yang efektif untuk pasien dan keluarga dengan hambatan
komunikasi :
1) Pasien berusia lanjut (lansia) :
a) Menciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
b) Petugas RSU Pelita Husada duduk berhadapan dengan
pasien.
c) Petugas RSU Pelita Husada melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran.
d) Petugas RSU Pelita Husada berkomunikasi dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti/dipahami atau bahasa
yang dipergunakan sehari-hari oleh pasien tersebut.
e) Menggunakan umpan balik (feedback), baik bahasa verbal
maupun non verbal.

f) Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien


yang mendampingi pasien untuk menjadi mediator komunikasi
atas persetujuan pasien.
2) asien dengan gangguan penglihatan :
a) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
b) Petugas RSU Pelita Husada sedapat mungkin ambil posisi yang
dapat dilihat oleh pasien bila pasien mengalami kebutaan
parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan/kehadiran
petugas.
c) Petugas RSU Pelita Husada melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran.
d) Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi
pasien tidak memungkinkannya menerima pesan verbal secara
visual. Nada suara memegang peranan besar dan bermakna bagi
pasien.
e) Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, petugas
menerangkan alasan pemeriksaan fisik tersebut.
f) Informasikan kepada pasien ketika petugas akan
meninggalkannya/ memutus komunikasi.
g) Orientasikan pasien pada lingkungannya jika pasien
dipindahkan ke lingkungan/ruangan yang baru.
h) Orientasikan pasien dengan suara-suara yang terdengar
disekitarnya.
i) Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien
yang mendampingi pasien untuk menjadi mediator komunikasi
atas persetujuan pasien.
3) Pasien dengan gangguan pendengaran :
a) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
b) Petugas RSU Pelita Husada melakukan identifikasikan diri
dengan menyebutkan nama dan peran.
c) Petugas RSU Pelita Husada menggunakan bahasa yang
sederhana dan bicaralah dengan terang, jelas, dan perlahan
untuk memudahkan pasien membaca gerak bibir petugas.
Sangat penting untuk berbicara dengan jelas, bukan dengan
keras.
d) Jika pasien dapat mendengar dengan alat bantu dengar,
pastikan alat tersebut terpasang dan berfungsi.
e) Meminimalkan distraksi yang dapat menghalangi konsentrasi
pasien : meminimalkan percakapan jika pasien keletihan atau
gunakan komunikasi secara tertulis.
f) Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan
sederhana dan wajar.
g) Gunakan bahasa isyarat dan bahasa jari bila petugas bisa dan
diperlukan.
h) Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan,
cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar
(simbol).
i) Jangan melakukan pembicaraan ketika petugas sedang
mengunyah sesuatu misalnya permen karet.
j) Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien
yang mendampingi pasien atau petugas (penterjemah) yang
mempunyai keahlian bahasa isyarat, untuk menjadi mediator
komunikasi atas persetujuan pasien.
4) Pasien dengan gangguan bicara :
a) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
c) RSU Pelita Husada melakukan identifikasikan diri dengan
menyebutkan nama dan peran.
d) Petugas RSU Pelita Husada menggunakan bahasa yang
sederhana dan bicaralah dengan terang, jelas, dan perlahan
untuk memudahkan pasien membaca gerak bibir petugas.
e) Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan pasien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
f) Petugas benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak
bibir pasien.
g) Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan
mengulang kembali kata-kata yang diucapkan.
h) Gunakan bahasa isyarat dan bahasa jari bila petugas bisa dan
diperlukan.
i) Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan,
cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar
(simbol).
j) Jangan melakukan pembicaraan ketika petugas sedang
mengunyah sesuatu misalnya permen karet.
k) Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien
yang mendampingi pasien atau petugas yang mempunyai
keahlian bahasa isyarat, untuk menjadi mediator komunikasi
atas persetujuan pasien.
5) Pasien dengan bahasa dan dialek diluar bahasa Indonesia (Bahasa
Jawa)
a) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
b) Petugas RSU Pelita Husada melakukan identifikasi diri dengan
menyebutkan nama dan peran.
c) Kaji bahasa apa yang dapat digunakan pasien secara baik.
d) Petugas RSU Pelita Husada berkomunikasi dengan bahasa
Indonesia, bicara dengan jelas dan lebih lambat dari normal
(jangan melakukannya secara berlebihan).
e) Jika pasien tidak dapat memahami atau berbicara (merespon)
gunakan metode alternatif dalam melakukan komunikasi :
f) Menuliskan pesan yang akan disampaikan.
g) Gunakan gerak tubuh atau tindakan.
h) Melakukan klarifikasi maksud dari setiap kata yang tidak jelas.
i) Jika diperlukan dapat meminta bantuan dari keluarga pasien
yang mendampingi pasien atau
j) Petugas yang mempunyai keahlian penerjemah, untuk menjadi
mediator komunikasi atas persetujuan pasien.
6) Pasien dengan budaya berbeda, agama berbeda, kepercayaan
berbeda :
a) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
b) Petugas RSU Pelita Husada melakukan identifikasikan diri
dengan menyebutkan nama dan peran.
c) Kaji budaya, agama, kepercayaan dari pasien.
d) Jika dalam memberikan pelayanan, terdapat hal yang
bersinggungan dengan budaya, agama, kepercayaan pasien
maka berikan penjelasan ke pasien terutama maksud dan
tujuan pelayanan tersebut.
7) Pasien dengan kognitif terbatas :
a) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
b) Petugas RSU Pelita Husada duduk berhadapan dengan pasien.
c) Petugas Rumah Sakit Umum Fastabiq Sehat PKU
Muhammadiyah melakukan identifikasikan diri dengan
menyebutkan nama dan peran.
d) Kaji kemampuan kognitif dan tipe pembelajaran dari pasien.
e) Petugas RSU Pelita Husada berkomunikasi dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti/dipahami atau bahasa yang
dipergunakan sehari-hari oleh pasien tersebut.
f) Selalu memperjelas hal yang tidak dimengerti/dipahami oleh
pasien dengan mengulang kembali kata-kata yang diucapkan
serta memperjelas maksud dan tujuannya.
g) Menggunakan umpan ballk (feedback), balk bahasa verbal
maupun non verbal.
8) Pasien dengan motivasi kurang :
a) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
b) Petugas RSU Pelita Husada duduk berhadapan dengan pasien.
c) Petugas RSU Pelita Husada melakukan identifikasikan diri
dengan menyebutkan nama dan peran.
d) Kaji tingkat motivasi dari pasien.
e) Petugas RSU Pelita Husada berkomunikasi dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti/dipahami atau bahasa yang
dipergunakan sehari-hari oleh pasien tersebut.
f) Selalu memperjelas hal yang tidak dimengerti/dipahami oleh
pasien dengan mengulang kembali kata-kata yang diucapkan
serta memperjelas maksud dan tujuannya
g) Menggunakan umpan balik (feedback), baik bahasa verbal
maupun non verbal.
h) Jika dalam memberikan pelayanan, pasien terlihat kurang
motivasi, maka berikan penjelasan ke pasien terutama maksud
dan tujuan pelayanan tersebut.
9) Pasien dengan emosional :
a) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi.
b) Petugas RSU Pelita Husada duduk berhadapan dengan pasien.
c) Petugas RSU Pelita Husada melakukan identifikasikan diri
dengan menyebutkan nama dan peran.
d) Kaji reaksi emosional pasien : menolak (denial), marah (anger),
tawar menawar (bargaining), depresif (depressive), pasrah
(acceplance).
e) Petugas RSU Pelita Husada berkomunikasi dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti/dipahami dengan
memperhatikan reaksi emosional pasien.
f) Petugas tidak boleh ikut terbawa reaksi emosional pasien,
senantiasa sabar dan memahami kondisi pasien sehingga dapat
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
g) Selalu memperjelas hal yang tidak dimengerti/ dipahami oleh
pasien dengan mengulang kembali kata-kata yang diucapkan
serta memperjelas maksud dan tujuannya.
h) Menggunakan umpan balik (feedback), baik bahasa verbal
maupun non verbal.
b. Penerima Edukasi dan Informasi
1) Pasien, apabila pasien bersedia menerima informasi dan kondisinya
memungkinkan.
2) Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
3) Keluarga atau pihak lain yang manjadi wali atau penanggung jawab
atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan kalau
berkomunikasi sendiri secara langsung.
c. Pemberi Edukasi Informasi Pasien Dan Keluarga
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) pemberi edukasi dibagi menjadi 2
arah yaitu:
1) Klinis terdiri dari:
a) Dokter umum
b) Dokter spesialis
c) Perawat
d) Bidan
2) Nonklinis terdiri dari:
a) Petugas Radiologi,
b) Petugas Laboratorium,
c) Petugas farmasi,
d) Fisioterapis
e) Petugas gizi
f) Humas
d. Persyaratan Professional Pemberi Asuhan (PPA)
1) Klinis
a) Pemberi pendidikan harus memiliki pengetahuan yang cukup.

b) Pemberi pendidikan harus memiliki waktu yang cukup untuk


melakukan edukasi.
c) Pemberi pendidikan harus memiliki pengetahuan tentang
komunikasi yang efektif
d) Pemberi pendidikan harus memiliki sertifikat tentang edukasi
maupun sertifikat tentang komunikasi efektif.
2) Non klinis
a) Pemberi pendidikan harus memiliki pengetahuan yang cukup
b) Pemberi pendidikan harus memiliki waktu yang cukup untuk
melakukan edukasi
c) Pemberi pendidikan harus memiliki pengetahuan tentang
komunikasi yang efektif
d) Pemberi pendidikan harus memiliki sertifikat tentang edukasi
maupun sertifikat tentang komunikasi efektif
e. Tata Laksana Pemberian Informasi Dan Edukasi
1) Waktu pemberian informasi dan edukasi pada pasien rawat inap:
a) Saat admisi (bagian informasi dan tempat penerimaan pasien)
b) Saat dilakukan tindakan medis.
c) Saat masuk unit rawat inap.
d) Saat persiapan pasien pulang.
2) Waktu pemberian informasi dan edukasi pada pasien rawat jalan.
a) Saat Admisi (bagian informasi dan tempat penerimaan
pasien/pendaftaran)
b) Saat dilakukan tindakan medis.
c) Saat pasien mengantri untuk melakukan pemeriksaan di poliklinik.
Pemberian informasi dilakukan segera jika kondisi dan situasinya
memungkinkan. Pemberian informasi pelayanan rumah sakit yang dapat
membantu pasien dan atau keluarga berpartisipasi dalam membuat keputusan
tentang pelayanannya terbagi dalam beberapa unit kerja yaitu (pemberi
informasi):
a. Informasi Pendaftaran dan Tempat Penerimaan Pasien
(pendaftaran) Informasi pelayanan kesehatan yang bersifat umum
meliputi :
1) Fasilitas pelayanan yang dimiliki Rumah Sakit.
2) Fasilitas dan Tarif kamar perawatan.
3) Daftar dokter yang mempunyai surat ijin praktik yang merawat di
Rumah Sakit.
4) Asuransi yang bekerja sama dengan Rumah Sakit.
5) Informasi prosedur pengurusan resum medis dan surat menyurat
lainnya.
6) Tata tertib dan peraturan rumah sakit.
b. Dokter Unit Gawat Darurat, Dokter Poli Umum dan Spesialis
Dokter Anesthesi, dan Doker Penanggung Jawab Pelayanan yang
menjelaskan tentang berikut :
1) Tujuan Anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman / sakit saat pemeriksaan)
2) Kondisi saat ini dan berikutnya.
3) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis, termasuk manfaat, resiko serta kemungkinan efek
samping atau komplikasi.
4) Hasil dan interprestasi dari tindakan medis yang telah dilakukan
untuk menegakkan diagnosis.
5) Diagnosis
6) Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan
kelebihan masing-masing cara)
7) Prognosis.
8) Dukungan ( support ) yang tersedia.
c. Perawat dan Bidan
Informasi pelayanan kesehatan yang bersifat umum dan khusus meliputi:
1) Rencana pelayanan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
2) Informasi tentang biaya perawatan, biaya pemeriksaan penunjang,
biaya obat, biaya operasi, dan lain-lain.
3) Jam kunjung dokter.
4) Prosedur persiapan operasi.
5) Prosedur pemulangan pasien.
d. Petugas Kasir / Administrasi.
Informasi tentang biaya rumah sakit secara keseluruhan.
e. Petugas Laboratorium, Radiologi, Rehabilitasi medis, dll
1) Rencana tindakan yang akan dilakukan.
2) Biaya tindakan.
Setelah pasien dan keluarga mendapat informasi pelayanan yang jelas
maka pasien atau keluarga membuat keputusan tentang rencana pengobatan dan
tindakan terhadap dirinya sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan oleh
rumah sakit.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien.
Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan
mempercepat proses penyembuhan pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib
untuk mengisi Formulir Edukasi dan Informasi Terintegrasi. Hal ini dilakukan
sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan
informasi yang benar.
Pemberi informasi dan edukasi mendapatkan data yang cukup mengenai
masalah medis pasien (termasuk adanya keterbatasan kemampuan fisik maupun
mental) dan mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya,
pendidikan dan tingkat ekonomi pasien dan atau keluarga.
Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi maka
pemberian informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada keluarga atau
pendamping pasien atas seijin pasien.
Informasi dan edukasi disampaikan kepada pasien sebanyak yang
dikehendaki pasien, dokter atau staf lain merasa perlu disampaikan dengan
memperhatikan kesiapan mental pasien. Informasi dan edukasi disampaikan
kepada pada pasien sebanyak yang pasien atau keluarga kehendaki dan sebanyak
yang diperlukan tenaga kesehatan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
Berikut dipaparkan tentang cara dan persiapan dalam pemberian edukasi :
a. Penyampaian informasi dan edukasi dapat dilakukan di :
1) Di ruang praktik dokter.
2) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
3) Di ruang diskusi.
4) Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama pasien /
keluarga dan dokter atau staf lain.
b. Cara menyampaikan informasi dan edukasi :
1) Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telepon dan tidak diberikan dalam bentuk tulisan, yang
dikirimkan melalui pos, faximile, SMS (short message servis),
internet.
2) Informasi diberikan dalam kontek nilai, budaya dan latar belakang
pasien dan atau keluarga.
3) Persiapan, meliputi :
a) Materi yang diberikan.
b) Kondisi lingkungan perlu di perhatikan untuk membuat pasien
dan atau keluarga merasa nyaman dan bebas antara lain :
i. Dilakukan di ruangan khusus atau yang dapat menjamin
privasi.
ii. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien
untuk kenyamanan mereka.
iii. Penempatan meja, kursi atau barang-barang lain
hendaknya tidak menghambat komunikasi.
iv. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering atas interupsi
(contoh : pemberi informasi atau edukasi tidak menerima
telepon atau mengerjakan pekerjaan lain saat
menyampaikan materi)
4) Waktu yang cukup
i. Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani
oleh keluarga/orang yang ditunjuk, bila hanya keluarga yang
hadir sebaiknya lebih dari orang)
ii. Menilai sejauh mana pengetahuan pasien dan atau keluarga
tentang hal yang akan dibicarakan.
iii. Menanyakan kepada pasien dan atau keluarga sejauh mana
informasi yang diinginkan dan mengamati kemampuan pasien
dan atau keluarga menerima informasi yang diberikan.
5) Cara menyampaikan berita atau kabar buruk (diadaptasi dari
Backman, 1992)
“Breaking Bad News A Six Step Protocol”
S.P.I.K.E.S
S : Setting,Listening Skills
P : Patient’s Perseption
I : Invite patient to share Information
K : Knowledge Transmission
E : Eksplore emotion and Empatize
S : Summarize and Strategize
a) Setting, listening skills
Sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien,
perlu adanya persiapan untuk menjamin kelancaran
penyampaian informasi kepada pasien, sebagai berkut :

i. Persiapan diri sendiri.


ii. Dokter atau petugas yang menyampaikan kabar buruk
mempersiapkan mental terlebih dahulu agar tidak ikut
larut dalam emosi pasien nantinya, namun tetap
berempati sebagaimana mestinya.
iii. Petugas memperkenalkan diri.
iv. Yang harus di hindari adalah tampak nervous
dihadapan pasien, bahkan sebelum menyampaikan
kabar buruk.
v. Tips, siapkan tisu disaku, untuk diberikan kepada
pasien bila pasien menangis.
vi. Privasi Pasien
vii. Penyampaian kabar buruk tidak boleh dilakukan
ditempat ramai atau banyak orang.
viii. Penyampaian dilakukan ditempat tenang yang tertutup
seperti kamar praktik ataupun dengan menutup tirai
disekeliling tempat tidur pasien.

b) Patient’s Perseption
Sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien,
dokter atau perawat sebaiknya memperhatikan dan mengetahui
persepsi pasien terhadap kondisi medis pada dirinya sendiri dan
harapan pasien terhadap hasil medikasi yang ditempuh. Tujuan
mengetahui kedua aspek tersebut bukan hanya untuk
mengetahui persepsi pasien yang sesuai dengan kenyataan
melainkan sebagai jalan untuk menilai kesenjangan antara
persepsi dan harapan pasien dengan kenyataan (sebagai
pertimbangan, penyampaian kabar buruk agar tidak terlalu
membuat pasien terguncang).

c) Invite patient to share Information


i. Tanyakan apakah pasien ingin tahu perkembangan
mengenai keadaannya atau tidak, apabila pasien
menyatakan diri belum siap, pertimbangkan untuk
menyampaikan diwaktu lain yang lebih tepat dan minta
pasien untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu.
ii. Apabila pasien menyatakan ingin tahu perkembangan
mengenai keadaannya, tanyakan sejauh mana ia ingin tahu
secara umum ataukah mendetail.
d) Knowledge Transmission
Pembukaan dilakukan sebelum menyampaikan kabar
buruk dengan mengatakan pada pasien bahwa ada kabar buruk
yang akan disampaikan pada pasien. Cara penyampaian :
i. Menggunakan bahasa yang sama dan menghindari bahasa
medis.
ii. Bila bahasa pasien berbeda, dapat dibantu penerjemah
yang kompeten:
i) Penerjemah mengerti dan dapat menggunakan
bahasa yang digunakan pasien.
ii) Penerjemah mengerti dan dapat menggunakan
bahasa yang digunakan dokter.
iii) Penerjemah dapat mengemas istilah medis kedalam
bahasa yang dimengerti pasien.
iv) Penerjemah bukan merupakan keluarga pasien.
iii. Menyampaikan informasi sedikit demi sedikit (bertahap)
i) Menyampaikan informasi dengan inonasi yang jelas
namun lembut, dengan tempo yang tidak terlalu cepat
dengan jeda untuk memberi kesempatan pada pasien
dalam mencerna kalimat yang diterima.
ii) Setiap menyampaikan sepenggal informasi nilai
ekspresi dan tanggapan pasien. Pasien diberi waktu
untuk bertanya ataupun mengekspresikan emosinya.
iii) Bila kondisi pasien tampak memungkinkan untuk
menerima informasi tahap selanjutnya, penyampaian
informasi dilanjutkan.
iv) Bila pasien tampak terguncang dan tidak
memungkinkan untuk menerima lebih banyak
informasi lagi, penyampaian ulang kabar buruk
dipertimbangkan diberikan di lain waktu sambil
mempersiapkan pasien.

e) Eksplore emotion and Empatize


Ekspresi dan emosi pasien diamati dan dinilai sejauh mana
kondisinya, kondisi emosi tersebut dimengerti, bukan “mengerti
apa yang dirasakan pasien”, namun lebih pada “dapat memahami
apa yang dirasakan pasien saat ini adalah sesuatu yang dapat
dimaklumi”.
f) Summarize and Strategize
Di akhir percakapan, percakapan diulang kembali secara
keseluruhan :
i. Menyimpulkan ‘kabar buruk’ yang tadinya disampaikan
bertahap (sedikit demi sedikit).
ii. Menyimpulkan tanggapan yang diberikan pasien selama
kabar buruk disampaikan (tunjukkan bahwa dokter
mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikan pasien)
iii. Pasien diberi kesempatan bertanya.
iv. Memberikan feed back.
v. Percakapan yang ada harus terdokumentasi dalam rekam
medis pasien. Harus tertera dengan jelas :
i) Informasi yang telah dikatakan atau disampaikan, dan
kepada siapa.
ii) Istilah yang digunakan (tumor, massa, dan lain-lain)
iii) Informasi spesifik mengenai pilihan terapi dan
prognosis.
vi. Mendiskusikan rencana untuk menindaklanjuti kabar buruk
yang telah disampaikan pada pasien, mengajak pasien ikut
serta (pro aktif) dalam medikasi terhadap dirinya.
c. Pemberian edukasi kolaboratif yaitu pemberian edukasi kepada pasien
yang membutuhkan informasi dan edukasi lebih dari satu subunit
PKRS yaitu Pelayanan medis (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
atau Dokter Jaga). Keperawatan (perawat dan bidan) Gizi, Rehabilitasi,
Medis, Farmasi, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
(PPIRS), Humas, administrasi, dan Rekam Medis.
d. Edukator memiliki pengetahuan tentang materi yang akan diedukasikan,
memiliki rasa empati dan ketrampilan berkomunikasi secara efektif.
Dalam hal ini edukator harus berkompeten dibidangnya.
e. Evaluasi pemahaman pendidikan yang telah diberikan
1) Menilai sejauh mana pengetahuan pasien dan atau keluarga
tentang hal yang sudah dibicarakan.
2) Menanyakan kepada pasien dan atau keluarga sejauh mana
informasi yang diinginkan dan mengamati kemampuan pasien dan
atau keluarga mengenai informasi yang telah diberikan.
f. Cara Mendorong Partisipasi Pasien Dan Keluarga Untuk Bertanya Dan
Berinteraksi
1) Ciptakan suasana yang nyaman dan privasi
2) Berikan penjelasan yang mudah dimengerti
3) Berikan waktu kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
4) Apabila pasien dan keluarga telah memahami informasi dan
edukasi yang disampaikan, maka pada tahap pemberian informasi
dan edukasi dapat dilakukan kembali untuk menilai kebutuhan
yang lain, setelah itu diberikan kesempatan untuk bertanya dan
memberikan tanggapan atau interaksi
g. Cara Pelaksanaan Berkelanjutan Setelah Pasien Meninggalkan Rumah
Sakit (discharge planning)
Petugas melakukan pendidikan berkelanjutan kepada pasien dan
keluarga saat meninggalkan Rumah Sakit :
1) Saat pasien tidak lagi memerlukan perawatan rumah sakit, pasien
sebaiknya
dipulangkan dan memperoleh rencana pemulangan (discharge
planning) yang sesuai.
2) Yang berwenang memutuskan bahwa pasien boleh pulang atau
tidak adalah DPJP.
3) Pastikan bahwa pasien dan keluarganya berperan aktif dalam
pelaksanaan pemulangan pasien.
4) Sebelum pasien dipulangkan, harus dilakukan asesmen pasien
secara menyeluruh (holistik). Nilailah kondisi fisik, mental,
emosional, dan spiritual pasien. pertimbangkan juga aspek sosial,
budaya, etnis, dan finansial pasien.
5) Tentukan tempat perawatan selanjutnya (setelah pasien
dipulangkan dari rumah sakit) yang disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.
Penentuan tempat ini dilakukan oleh DPJP dan para pemberi
asuhan yang lain bersama dengan pasien dan keluarga /
penanggung jawab pasien.
6) Jika tempat perawatan selanjutnya tidak memadai (tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasien), maka diskusikan dengan pasien dan
keluarga/ penanggung jawab pasien. Dan buat kesepakatan tentang
tempat perawatan selanjutnya setelah pulang.
7) Sebelum di transfer ke tempat perawatan yang lain, pastikan
terjadinya komunikasi efektif antara pelaksanaan perawatan primer,
sekunder, dan sosial untuk menjamin bahwa setiap pasien menerima
perawatan dan penanganan yang sesuai dan adekuat.
8) Hasil-hasil pemeriksaan yang akan dibawa pulang.
9) Obat-obat untuk di rumah.
10) Alat bantu / peralatan kesehatan untuk di rumah.
11) Diskusikan rencana kontrol, termasuk tempat, waktu (hari, tanggal,
jam), dan dokter. Sertakan surat kontrol, beri penjelasan tentang alur
kontrol di poliklinik. Diskusikan alat transportasi yang digunakan
untuk pulang, disesuaikan dengan kondisi pasien. Pilihan
transportasi yang dapat digunakan adalah:
a) Ambulans
b) Kendaraan umum, misalnya : mobil sewaan, taksi, dan lain-
lain.
c) Mobil pribadi.
12) Informasikan tentang prosedur pengurusan administrasi.
13) Finalisasi rencana keperawatan dan aturlah proses pemulangan
pasien.
14) Perencanaan pasien pulang ini disusun dalam bentuk ceklis
perencanaan
pasien pulang. Ceklis rencana pemulangan pasien ini diselesaikan
dalam
waktu 48 jam sebelum pasien dipulangkan.
15) Pada pasien yang pulang paksa atas permintaan sendiri atau APS
(bertentangan dengan saran dan kondisi medisnya), dapat
dikategorikan
sebagai berikut:
a) Pasien memahami risiko yang dapat timbul akibat pulang
paksa.
b) Pasien tidak kompeten untuk memahami risiko yang
berhubungan dengan pulang paksa, dikarenakan kondisi
medisnva.
c) Pasien tidak kompeten untuk memahami risiko yang
berhubungan dengan pulang paksa, dikarenakan gangguan
jiwa.
16) Petugas yang melakukan edukasi setelah pasien pulang :
a) Dokter, dokter spesialis
b) Perawat
c) Bidan
h. Penerjemah dalam hambatan komunikasi
Pelaksanaan komunikasi Efektif di RSU Pelita Husada dilihat
berdasarkan identifikasi hambatan komunikasi tidak diperlukan adanya
penerjemah. Dilihat dari kultur budaya dan bahasa yang ada pada pasien
dan petugas kesehatan banyak memiliki kesamaan. Dalam komunikasi
petugas kesehatan dengan pasien yang mengalami keterbatasan fisik
dapat berkerja sama dengan keluarga pasien dalam membantu
komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien.

4. Pelaksanaan Pemberian Edukasi Pasien dan Keluarga


a. Pengertian
Informasi dan edukasi pasien dan keluarga adalah pengetahuan yang
diperlukan oleh pasien dan keluarga selama proses asuhan maupun
pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan ke pelayanan
kesehatan lain atau ke rumah. Pendidikan pasien dapat mencakup informasi
sumber-sumber di komunitas untuk tambahan pelayanan dan tindak lanjut
pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses ke pelayanan
emergensi bila dibutuhkan.
b. Tujuan
1) Sebagai pedoman dalam melakukan edukasi kesehatan kepada pasien
dan keluarga.
2) Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan
di rumah sakit. Sehingga edukasi kesehatan (pendkes) dapat berjalan
lancar dan sesuai prosedur yang ada.
3) Agar pasien & keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan
proses perawatan. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan
lebih cepat.
c. Tata cara assesmen kemampuan, kemauan, dan kebutuhan edukasi pasien
dan keluarga
Dalam pemberian edukasi yang akan diberikan kepada sasaran harus
disesuaikan dengan kemampuan, kemauan dan kebutuhan pasien dan
keluarga.
1) Proses assessmen kemampuan edukasi dan informasi pasien dan
keluarga adalah dilakukan dengan :
a) Melakukan wawancara untuk mengetahui kemampuan edukasi
pasien dan keluarga
b) Melakukan identifikasi terhadap kemampuan membaca, tingkat
pendidikan, status ekonomi, keterbatasan fisik dan bahasa yang
digunakan pasien dan keluarga
c) Menentukan kesiapan pasien dan keluarga dalam pemberian
informasi dan edukasi
d) Menentukan hambatan yang didapatkan dalam pemberian
informasi dan edukasi pasien dan keluarga
e) Melakukan identifikasi terhadap tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga
f) Menentukan metode belajar terhadap rencana pemberian edukasi
yaitu:
i.Demonstrasi
ii.Diskusi
iii.Leaflet
2) Proses assessmen kemauan edukasi dan informasi pasien dan
keluarga adalah dilakukan dengan :
a) Melakukan wawancara untuk mengetahui kemauan edukasi
pasien dan keluarga
b) Melakukan identifikasi terhadap kemauan edukasi pasien dan
keluarga. Apakah pasien dan keluarga bersedia atau tidak untuk
dilakukan edukasi pada saat itu
c) Menentukan kesiapan pasien dan keluarga dalam pemberian
informasi dan edukasi
d) Menentukan hambatan yang didapatkan dalam pemberian
informasi dan edukasi pasien dan keluarga
e) Melakukan identifikasi terhadap tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga
f) Menentukan metode belajar terhadap rencana pemberian edukasi
yaitu:
i. Demonstrasi
ii. Diskusi
iii. Leaflet
3) Proses assessment kebutuhan edukasi dan informasi pasien dan
keluarga adalah dilakukan dengan :
a) Melakukan wawancara untuk mengetahui kebutuhan edukasi
pasien dan keluarga
b) Melakukan identifikasi terhadap kebutuhan dalam pemberian
informasi dan edukasi pasien dan keluarga
c) Menentukan kesiapan pasien dan keluarga dalam pemberian
informasi dan edukasi
d) Menentukan hambatan yang didapatkan dalam pemberian
informasi dan edukasi pasien dan keluarga
e) Melakukan identifikasi terhadap tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga
f) Menentukan metode belajar terhadap rencana pemberian edukasi
yaitu:
i. Demonstrasi
ii. Diskusi
iii. Leaflet
d. Penentuan Strategi Edukasi berdasarkan hasil Assesmen
Proses komunikasi saat memberikan informasi dan edukasi kepada
pasien atau keluarganya berkaitan dengan kondisi kesehatannya:
1) Tahap pengumpulan informasi pasien (Assesment pasien)
Assesmen merupakan proses pengumpulan, menganalisis dan
menginterpretasikan data atau informasi tentang pasien/ keluarga dan
lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran
tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai dasar
untuk
memahami individu dan untuk pengembangan program pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan. Sebelum melakukan edukasi
petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan keluarga
berdasarkan:
a) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga (nilai-nilai
budaya, suku, agama dan kepercayaan)
Dalam pelaksanaan assesmen pendidikan pasien dan
keluarga, petugas menanyakan kepada pasien dan keluarga
tentang Nilai-Nilai Kepercayaan yang dianut oleh pasien. Apakah
pasien dan keluarga memiliki suatu kepercayaan tentang proses
dari pelayanan kesehatan atau tidak.
Sebagai contoh misalnya;
i. Pasien tidak ingin di operasi oleh dokter laki-laki, atau
dokter perempuan
ii. Pasien tidak ingin di operasi pada hari tertentu (misalnya,
jum’at, dll).
iii. Pasien tidak ingin pulang pada hari tertentu
b) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan.
c) Hambatan emosional dan motivasi (emosional : depresi, senang,
marah).
d) Keterbatasan fisik dan kognitif.
e) Kesediaan pasien untuk menerima informasi.
2) Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif Setelah
melalui tahap assesment pasien, kemungkinan ditemukan :
a) Pasien dalam kondisi fisik dan emosional yang baik, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
b) Jika pada tahap assesment pasien ditemukan hambatan fisik (tuna
rungu dan tuna wicara) maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan leaflet pada pasien dan keluarga sekandung (istri,
anak atau ayah atau ibu dan saudara sekandung) dan menjelaskan
kepada mereka.
c) Jika pada tahap assesment pasien ditermukan hambatan emosional
pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif
adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien
membaca leaflet, apabila pasien tidak mengerti materi edukasi,
pasien bisa menghubungi edukator yang berkaian dengan
informasi dan edukasi yang diperlukan.
3) Tahap verifikasi (memastikan pasien dan keluarga menerima edukasi
yang diberikan)
a) Apabila pasien dalam kondisi baik dan dapat menerima informasi
dan edukasi, maka verifikasi yang dilakukan adalah menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan (pertanyaannya adalah “Dari
materi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bapak atau ibu
bisa pelajari”
b) Apabila pasien mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya
adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama
(“Dari materi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bapak
atau ibu bisa pelajari”)
c) Apabila pasien mengalami hambatan emosional (marah atau
depresi), maka verifikasinya adalah dengan menanyakan kembali
sejauh mana pasien mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
d) Apabila pasien merupakan difabel (defferent abilities people atau
orang dengan kemampuan berbeda), maka verifikasinya dengan
pendamping pasien.
e) Apabila pasien dan keluarga telah memahami informasi dan
edukasi yang disampaikan, maka pada tahap pemberian informasi
dan edukasi dapat dilakukan kembali untuk menilai kebutuhan
edukasi yang lainnya. Apabila pasien dan keluarga belum
memahami materi edukasi yang diberikan, maka pemberian
edukasi dapat dilakukan pada waktu lain sambil mengkaji
hambatan yang ada.
Dengan memberikan informasi dan edukasi pasien diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien. Dengan pasien mengikuti arahan dari rumah sakit, diharapkan
mempercepat proses penyembuhan pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien,
wajib untuk mengisi lembar pemberian informasi dan edukasi tindakan
kedokteran, serta ditandatangani oleh kedua belah pihak antara dokter atau
tenaga kesehatan lainnya atau dengan pasien atau keluarga pasien, hal ini
dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan
informasi dan edukasi yang benar.
Dalam asessmen terdapat topik wajib yang perlu dikaji tentang
kebutuhan pasien dan keluarga terhadap informasi dan edukasi pada rawat
inap dan rawat jalan, yaitu :
1) Rawat Inap
a) Hak dan tanggung jawab pasien dan keluarga
b) Assesment awal UGD
c) Assesmen awal rawat inap
d) Keselamatan pasien
i. Resiko jatuh
ii. Gelang identitas Pasien
e) Pengendalian dan pencegahan infeksi
i. APD
ii. Etika batuk
iii. Cuci tangan
iv. Limbah
f) Fasilitas Ruangan
i. Lokasi Ruangan
ii. Kamar mandi
iii. Nurse station
iv. Ruang publik
v. System nurse call
vi. Penggunaan TV
vii. Penggunaan Telepon
viii. Kegunaan peralatan pasien
ix. Petugas ruangan
x. Memperkenalkan petugas ruangan
xi. Memperkenalkan pasien lain
g) Tata laksana pelayanan Rumah Sakit
i. Jam berkunjung
ii. Prosedur pasien masuk rawat inap
iii. Prosedur khusus pre dan post tindakan operasi
iv. Pelayanan makanan
v. Siapa dokter penanggung jawab pasien
vi. Prosedur visite dokter
vii. Brosur hak pasien diberikan
h) Keamanan
i. Peringatan tentang orang yang berbahaya (penipu)
ii. Bahaya kebakaran, dilarang merokok dirumah sakit
iii. Lokasi jalur darurat kebakaran atau jalur evakuasi
i) Manajemen nyeri
j) Penggunaan dan pelayanan obat
i. Potensi efek samping
ii. Potensi interaksi obat
iii. Penggunaan obat efektif dan aman
k) Program diet dan nutrisi
l) Teknik rehabilitasi
m) Larangan Anak Sehat mengunjungi Rumah Sakit
n) Perkiraan biaya
o) Penjelasan Ringkasan Pulang
2) Rawat Jalan
a) Hak dan tanggung jawab pasien dan keluarga
b) Assesmen awal rawat jalan
i. Rencana asuhan
ii. Hasil yang diharapkan
iii. Hasil yang diraih
c) Assesmen awal UGD
i. Rencana asuhan
ii. Hasil yang diharapkan
iii. Hasil yang tidak diharapkan
iv. Hasil yang diraih
d) Manajemen nyeri
e) Program diet dan nutrisi
f) Tindak lanjut di rumah
g) Lokasi dan jadwal control
e. Topik Wajib Edukasi dan Informasi
Topik informasi dan edukasi pasien dan keluarga terkait dengan
pelayanan pasien yaitu :
1) Hak Pasien
a. Pengertian
Hak menentukan informasi yang berhubungan dengan pelayanan
yang boleh disampaikan kepada keluarga atau pihak lain, misalnya
apabila pasien memiliki keluarga yang berprofesi sebagai dokter dan
saat ini pasien menolak rencana pengobatan atau rencana tindakan
yang diasampaikan oleh DPJP (Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan), maka pihak rumah sakit akan memberitahukan kepada
keluarga pasien yang berprofesi sebagai dokter tersebut dengan
seijin pasien. Hak pasien meliputi :
i. Hak mendapat pelayanan kerohanian.
ii. Privasi Pasien.
iii. Hak mendapatkan Second Opinion.
iv. Upaya perlindungan harta milik pasien.
v. Hak untuk diberitahu mengenai hasil dari rencana
pelayanan dan pengobatan, seperti kejadian tidak
terantisipasi pada operasi atau obat yang diresepkan.
vi. Hak untuk diberitahu tentang alternatif pelayanan dan
pengobatan.
vii. Hak untuk memperoleh informed consent.
viii. Hak untuk mendapat penjelasan yang memadai tentang
penyakit, saran pengobatan, dan pemberi pelayanan
sehingga pasien dan atau keluarga dapat membuat
keputusan tentang pelayanan.
ix. Hak untuk dijelaskan berhubungan dengan penundaan
pelayanan yang terjadi di rumah sakit meliputi :
i) Dokter tidak ada ditempat atau datang terlambat di
unit rawat inap. Pasien dijelaskan kalau dokter
sudah mengetahui keadaan pasien via telepon dan
sudah memberikan terapi sehingga pengobatan
tidak tertunda. Pasien diberitahu alasan dokter
datang terlambat. Setelah memberikan rekomendasi
dalam waktu selambat-lambatnya 6 jam, dokter
segera melakukan pemeriksaan. Pada unit khusus
segera setelah 3 jam, dokter segera melakukan
pemeriksaan.
ii) Penundaan tindakan medis karena menunggu
persetujuan keluarga. Penjelasan diberikan kepada
pasien dan atau keluarga tentang pentingnya
tindakan medis yang akan diakukan beserta resiko
apabila tindakan medis tersebut ditunda. Untuk
tindakan segera keputusan diterima dalam 3 jam,
untuk tindakan elektif, keputusan diterima dalam
waku 24 jam.
a. Penundaan tindakan medis karena menunggu
persetujuan asuransi kesehatan.
b. Penundaan pasien masuk unit rawat inap karena
tempat belum tersedia.
c. Penundaan pemeriksaan penunjang yang tidak
tersedia di RSU Pelita Husada.
b. Siapa yang menyampaikan edukasi
Pemberi edukasi hak pasien dan keluarga adalah petugas
pendaftaran dan perawat penanggung jawab asuhan
(PPJA)/bidan.
c. Kapan edukasi diberikan
Edukasi hak pasien dan keluarga diberikan pada saat pasien dan
keluarga melakukan pendaftaran dan diberikan kembali pada
saat pasien berada di rawat inap oleh perawat penanggung
jawab asuhan (PPJA)/bidan.
d. Dimana edukasi diberikan
Edukasi hak pasien dan keluarga diberikan ketika pasien dan
keluarga berada di pendaftaran dan ketika pasien berada di
rawat inap.
e. Evaluasi
Evaluasi edukasi hak pasien dan keluarga adalah dengan cara
petugas menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.
Dan meminta pasien dan keluarga mengulang kembali edukasi
yang telah diberikan. Jika pasien belum paham terhadap
edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat mengulang
kembali pemberian edukasi.
f. Dokumentasi
Dokumentasi dalam pemberian edukasi hak pasien dan
keluarga dilakukan dengan formulir dokumentasi pemberian
edukasi terintegrasi.
2) Penggunaan Obat yang aman dan efektif
i. Pengertian
Menyiapkan pasien untuk mendapatkan pengobatan yang
aman dan memonitor efek dan pengobatan, bertujuan untuk
mencegah terjadinya kesalahan obat dan menjaga
keamanan pemakaian obat. Informasi dan edukasi ini
dilakukan pada semua pasien yang mendapatkan
pengobatan.
Prosedur yang dilakukan:
a) Berikan penjelasan kepada pasien untuk mengenali
perbedaan karakteristik dan pengobatan dengan tepat
b) Berikan informasi tentang nama generik dan merk
dagang setiap obat
c) Berikan penjelasan tentang tujuan dan reaksi setiap obat
d) Berikan penjelasan kepada pasien tentang dosis, lokasi
dan lama pemberian setiap obat
e) Berikan penjelasan kepada pasien tentang penggunaan
obat yang tepat
f) Evaluasi kemampuan pasien dalam melakukan
pengobatan
g) Instruksikan pasien untuk mengikuti prosedur sebelum
pengobatan dengan tepat
j) Berikan penjelasan tentang apa yang harus dilakukan
jika dosis obat hilang
k) Berikan penjelasan kepada pasien tentang kriteria
memilih obat pengganti, dosis dan waktu dengan benar
l) Berikan penjelasan kepada pasien akibat yang akan
terjadi jika menghentikan pengobatan
m) Berikan penjelasan kepada pasien tentang efek samping
yang mungkin terjadi dan masing-masing obat
n) Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala jika dosis
berlebih ataupun kurang
o) Berikan penjelasan tentang interaksi obat dan makanan
yang mungkin terjadi
p) Berikan penjelasan tentang bagaimana cara menyimpan
obat dengan tepat
q) Berikan penjelasan tentang perawatan alat bantu yang
digunakan dalam pemberian obat
r) Berikan penjelasan tentang cara membuang jarum dan
syringe dengan benar di rumah
s) Berikan informasi peringatan kepada pasien tentang
bahaya menggunkan obat kadaluarsa
t) Berikan informasi peringatan kepada pasien untuk tidak
memberikan obat yang diresepkan kepada orang lain
u) Berikan informasi tentang penggantian obat
v) Berikan penguatan terhadap informasi yang diberikan
anggota tim
w) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial,
interaksi obat dengan obat lain dan makanan harus
dijelaskan kepada pasien
x) Reaksi obat yang tidak diinginkan yang mengkibatkan
cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya
reaksi obat yang tidak diinginkan tersebut
y) Penyimpanan dan penanganan obat dirumah termasuk
mengenali obat yang sudah rusak
ii. Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi penggunaan obat yang aman dan efektif adalah
apoteker, jika apoteker berhalangan memberikan edukasi dapat
didelegasikan melalui surat delegasi kepada perawat/bidan.
iii. Kapan pemberian edukasi
Bagi pasien rawat jalan dan rawat inap pemberian edukasi
penggunaan obat yang aman dan efektif diberikan setiap saat
ketika pasien dan keluarga menerima obat. Untuk pasien rawat
inap diberikan ketika pasien telah dinyatakan pulang dan telah
diedukasi obat pulang oleh apoteker, perawat/ bidan jaga ruangan
mengevaluasi pemahaman pasien/ keluarga. Jika sudah paham,
dokumentasikan dan ttd perawat/bidan.
iv. Dimana pemberian edukasi
Pemberian edukasi penggunaan obat yang aman dan efektif
diberikan di farmasi ketika pasien mendapatkan obat pulang.
v. Evaluasi
Petugas menanyakan kembali kepahaman pasien dan keluarga
dalam penggunaan obat yang aman dan efektif dan meminta
pasien daan keluarga untuk menjelaskan kembali penggunaan
obat yang aman dan efektif.
vi. Dokumentasi
Pemberian edukasi penggunaan obat yang aman dan efektif
didokumentasikan melalui form edukasi terintegrasi ranap dan
rajal.
3) Penggunaan Peralatan Medis
a) Pengertian
Menyiapkan pasien untuk menggunakan peralatan medis
secara aman efektif. Informasi dan edukasi bertujuan untuk
mencegah terjadinya kesalahan penggunaan peralatan medis
dan menjaga keselamatan dalam penggunaan peralatan medis.
Informasi dan edukasi ini diberikan pada semua pasien yang
menggunakan peralatan medis.
Langkah yang dilakukan:
i. Memberikan informasi tentang peralatan medis yang
digunakan
ii. Memberikan penjelasan tentang tujuan penggunaan
peralatan medis
iii. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang bagaimana
penggunaan peralatan medis yang tepat
iv. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam menggunakan
peralatan medis tersebut
v. Memberikan penjelasan kepada pesien akibat yang akan
terjadi jika menghentikan pengunaan peralatan medis
sebelum selesai program
vi. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang efek
samping yang mungkin terjadi dan pemakaian peralatan
medís
vii. Berikan penguatan terhadap informasi yang diberikan
anggota tim kesehatan lain
viii. Libatkan keluarga/orang terdekat
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi Penggunaan Peralatan Medis adalah Profesional
pemberi asuhan (PPA) yang menggunakan peralatan medis
terhadap pasien. Contoh perawat ketika menggunakan alat
nebulizer, fisioterapi ketika menggunakan infra merah, dll.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi Penggunaan Peralatan Medis dilakukan setiap
saat ketika pasien menggunakan peralatan medis dalam program
pengobatan yang dilakukan.
d) Dimana pemberian edukasi
Pemberian edukasi Penggunaan Peralatan Medis dilakukan di poli
rawat jalan, rawat inap, unit gawat darurat, unit kamar bersalin,
ruang operasi.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi penggunaan peralatan medis terhadap pasien
dan keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan. Meminta pasien dan keluarga
mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien
belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan, maka
petugas dapat mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi penggunaan peralatan medis dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
4) Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan obat lainnya
termasuk obat yang tidak diresepkan serta makanan
a) Pengertian
Interaksi obat adalah modifikasi kerja satu obat oleh obat lain
dan melibatkan mekanisme farmakodinamik dan farmakokinetik.
Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif.
Prosedur interaksi obat
i. Peresepan
Penulisan resep yang dilakukan dokter meliputi :
i) Nama pasien
ii) Alamat pasien
iii) Dokter yang merawat
iv) Nama obat
v) Dosis yang diinginkan
vi) Jumlah yang diberikan
vii) Aturan pakai
ii. Resep yang sudah dituliskan oleh dokter diturunkan ke unit
farmasi melalui perawat ruangan untuk pasien rawat inap,
sedangkan untuk pasien rawat jalan resep dibawa ke unit
farmasi oleh pasien atau keluarga pasien.
iii. Resep diterima oleh pihak unit farmasi dan dilakukan telaah
oleh petugas unit farmasi untuk mengetahui interaksi obat
yang secara klinis bermakna.
iv. Resep yang sudah melewati telaah dapat dilayani untuk
distribusi obat ke masing – masing ruangan / langsung ke
pasien untuk pasien rawat jalan.
v. Bila ditemukan adanya interaksi obat, instalasi farmasi
menghubungi dokter penulis resep untuk konfirmasi
adanya interaksi obat dan meminta solusi penggantian obat
atau aturan pakai obat.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi potensi interaksi antara obat yang diresepkan
dan obat lainnya termasuk obat yang tidak diresepkan serta
makanan adalah apoteker, jika apoteker berhalangan
memberikan edukasi dapat didelegasikan melalui surat delegasi.
c) Kapan pemberian edukasi
Bagi pasien rawat jalan dan rawat inap pemberian edukasi
potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan obat lainnya
termasuk obat yang tidak diresepkan serta makanan diberikan
setiap saat ketika pasien dan keluarga menerima resep obat yang
dapat menimbulkan interaksi.
d) Dimana pemberian edukasi
Pemberian edukasi potensi interaksi antara obat yang diresepkan
dan obat lainnya termasuk obat yang tidak diresepkan serta
makanan diberikan di rawat inap ketika pasien mendapatkan
resep obat yang dapat menimbulkan interaksi dan di farmasi
ketika pasien rawat jalan.
e) Evaluasi
Petugas menanyakan kembali kepahaman pasien dan keluarga
dalam Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan obat
lainnya termasuk obat yang tidak diresepkan serta makanan dan
meminta pasien daan keluarga untuk menjelaskan kembali
penggunaan obat yang aman dan efektif.
f) Dokumentasi
Pemberian edukasi potensi interaksi antara obat yang diresepkan
dan obat lainnya termasuk obat yang tidak diresepkan serta
makanan, didokumentasikan melalui form edukasi obat.
5) Diet dan Nutrisi
a) Pengertian
Menyiapkan pasien untuk mengikuti diet yang dianjurkan
dengan benar. Tujuanya yaitu untuk menyiapkan pasien agar
mau bekerja sama dalam program diet yang dìtetapkan,
infomasi dan edukasi ini dilakukan pada pasien yang
diprogramkan diet. Langkah yang dilakukan:
i. Mengkaji pengetahuan pasien saat ini tentang diet
yang dianjurkan
ii. Menentukan persepsi pasien tentang diet dan harapan
tentang tingkat pemenuhan diet
iii. Memberikan penjelasan tentang diet yang ditentukan
iv. Menjelaskan tujuan dilakukannya diet
v. Memberikan penjelasan tentang berapa lama diet harus
dilakukan
vi. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang
bagaimana membuat agenda makan secara tepat
vii. Memberikan instruksi kepada pasien untuk mengikuti
diet yang dianjurkan dan menghindari makanan yang
merupakan pantangan dari pelaksanaan diet.
viii. Memberikan penjelasan tentang interaksi obat dan
makanan yang mungkin akan terjadi
ix. Membantu pasien untuk mengakomodasi pilihan
makanan dalam diet yang ditentukan
x. Membantu pasien dalam melakukan penggantian bahan
makanan untuk mendapatkan resep favorit sesuai
dengan diet yang dianjurkan
xi. Memberikan penjelasan kepada pasien cara membaca
label makanan dan memilih makanan dengan tepat
xii. Melakukan observasi kemampuan pasien memilih
makanan sesuai dengan diet yang telah ditentukan
xiii. Memberikan penjelasan tentang bagaimana cara
mendapatkan waktu makan yang sesuai.
xiv. Memberikan secara tertulis waktu makan pasien
xv. Memberikan rekomendasi buku masak yang
mencantumkan resep sesuai dengan diet
xvi. Memberikan penguatan terhadap informasi yang
diberikan oleh tim kesehatan lain
xvii. Merujuk pasien ke ahli gizi
xviii. Ikut melibatkan keluarga pasien
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi diet dan nutrisi diberikan oleh ahli gizi.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi diet dan nutrisi diberikan ketika pasien sudah
mendapat diagnosa dari DPJP dan membutuhkan edukasi diet
dan nutrisi sesuai dengan diagnosa pasien.
d) Dimana pemberian edukasi
Pemberian edukasi diet dan nutrisi diberikan oleh ahli gizi di
rawat inap.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi diet dan nutrisi terhadap pasien dan keluarga
adalah dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga mengulang
kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham
terhadap edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat
mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi diet dan nutrisi dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
6) Manajemen Nyeri
a) Pengertian
Menyiapkan pasien dan keluarga tentang strategi
mengurangi nyeri atau menurunkan nyeri ke level
kenyamanan yang diterima oleh pasien. Informasi dan
edukasi ini bertujuan memfasilitasi pasien untuk tindakan
pengurangan nyeri. Dilakukan, pada pasien yang
mengalami nyeri.
Langkah yang dilakukan:
i. Melakukan pengkajian yang komprehensif tentang nyeri,
termasuk lokasi karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, atau beratnya nyeri dan faktor
presipitasi.
ii. Mengamati perlakuan non verbal yang menunjukkan
keidakayamanan khususnya ketidakmampuan
komunikasi efektif.
iii. Memastikan pasien menerima analgesik yang tepat.
iv. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik yang dapat
diterima tentang pengalaman nyeri dan merasa
menerima respon pasien terhadap nyeri.
v. Melakukan identifikasi dampak pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup.
vi. Mengevaluasi pasca mengalami nyeri termasuk riwayat
individu dan keluarga mengalami nyeri kronik atau yang
menimbulkan ketidakmampuan.
vii. Mengevaluasi bersama klien tentang efektifitas
pengukuran kontrol paska nyeri yang dapat digunakan
viii. Membantu pasien dan keluarga untuk memperoleh
dukungan
ix. Bersama keluarga mengidentifìkasi kebutuhan untuk
mengkaji kenyamanan pasien dan merencanakan
monitoring tindakan.
x. Memberi informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa
lama berakhir, antisipasi ketidaknyamanan dan prosedur
xi. Mengajarkan kepada pasien untuk mengontrol faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
mengalami ketidaknyamanan (misal: temperature
ruangan, cahaya, kebisingan).
xii. Mengajarkan pada pasien bagaimana mengurangi atau
menghilangkan faktor yang menjadi presipitasi atau
meningkatkan pengalaman nyeri (misal: ketakutan,
kelemahan, monoton, dan rendahnya pengetahuan)
xiii. Memilih dan implementasikan berbagai pengukuran
(misal: farmakologi, non farmakologi, dan interpersonal)
untuk memfasilitasi penurun nyeri
xiv. Mengajarkan kepada pasien untuk mempertimbangkan
jenis dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurun
nyeri.
xv. Menganjurkan pasien untuk memantau nyerinya sendiri
dan intervensi segera
xvi. Mengajarkan teknik penggunaan nonfarmakologi (misal:
biofeedback, hypnosis, relaksasi, guided imagery, terapi
musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas,
acupressure, terapi dingin/panas, dan pijatan)
xvii. Menjelaskan tentang penggunaan analgetik untuk
penurun nyeri yang optimal.
xviii. Menggunakan pengukuran kontrol nyeri sebelum nyeri
meningkat
xix. Melakukan verifikasi tingkat ketidaknyamanan dengan
pasien, catat perubahan pada rekam medik.
xx. Mengevaluasi keefektifan pengukuran kontrol nyeri
yang dilakukan dengan pengkajian terus menerus
terhadap pengalaman nyeri
xxi. Memodifikasi pengukuran kontrol nyeri pada respon
pasien
xxii. Mendorong istirahat yang adekuat / tidur untuk
memfasilitasi penurunan nyeri
xxiii. Menganjurkan pasien untuk mendiskusikan pengalaman
nyeri, sesuai keperluan
xxiv. Memberi informasi yang akurat untuk mendukung
pengetahuan keluarga dan respon untuk pengalaman
nyeri
xxv. Melibatkan keluarga dalam modalitas penurun nyeri,
jika mungkin
xxvi. Dilakukan pemantau kepuasan pasien dengan
manajemen nyeri pada rentang spesifik
b) Siapa pemberi edukasi
Edukasi manajemen nyeri dapat diberikan oleh dokter atau
perawat penanggung jawab asuhan (PPJA).
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi manajemen nyeri diberikan ketika pasien
mengalami nyeri, pre operasi, dan post operasi.
d) Dimana pemberian edukasi
Pemberian edukasi manajemen nyeri dapat diberikan di rawat
inap unit kamar bersalin, unit gawat darurat, unit kamar operasi,
dan poli rawat jalan.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi manajemen nyeri terhadap pasien dan keluarga
adalah dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Meminta pasien dan keluarga mengulang
kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham
terhadap edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat
mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi manajemen nyeri dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi
7) Teknik rehabilitasi
a) Pengertian
Menyiapkan pasien dan keluarga untuk strategi
memulihkan kondisi pasien akibat kecacatan atau berkurangnya
fungsi fisik. Tujuannya adalah mandiri bila telah keluar dan
rumah sakit. Informasi dan edukasi ini diberikan kepada pasien
yang menggunakan alat bantu ambulasi dan yang memerlukan
latihan (exercise) untuk memulihkan kondisi fisiknya.
Cara pemberian informasi dan edukasi teknik rehabilitasi.
i. Kaji tingkat pengetahuan pasien / keluarga terhadap
tindakan rehabilitasi
ii. Jelaskan tujuan tindakan rehabilitasi
iii. Demonstrasikan tindakan kepada pasien
iv. Berikan arahan langkah demi langkah dengan jelas
v. Minta pasien untuk melakukan langkah pertama
vi. Berikan alasan dilakukannya tindakan dengan spesifik
vii. Berikan bimbingan kepada pasien bahwa dia akan
mengalami sensasi fisik terkait dengan gerakan jika
tepat
viii. Berikan informasi tertulis
ix. Sediakan waktu latihan
x. Berikan waktu yang efektif dan tepat untuk penguasaan
keterampilan
xi. Observasi kemampuan pesien mendemonstrasikan
tindakan
xii. Berikan umpan balik yang sering terhadap tindakan
yang dilakukan pasien baik benar ataupun salah
sehingga kebiasaan buruk tidak terulang
xiii. Berikan informasi tentang alat yang dapat digunakan
untuk membantu pasien mendapatkan keterampilan
yang dibutuhkan.
xiv. Berikan penjelasan cara merakit, menggunakan dan
merawat alat bantu dengan tepat.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi teknik rehabilitasi adalah dokter dan
fisiotherapis sesuai advis DPJP.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi teknik rehabilitasi diberikan ketika pasien
memulihkan kondisi akibat kecacatan atau berkurangnya fungsi
fisik.
d) Dimana pemberian edukasi
Pemberian edukasi teknik rehabilitasi diberikan di rawat inap,
dan poli rawat jalan.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi teknik rehabilitasi terhadap pasien dan keluarga
adalah dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga mengulang
kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham
terhadap edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat
mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi teknik rehabilitasi dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
8) Cara cuci tangan yang benar
a) Pengertian
Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya
yang paling penting dan efektif untuk mencegah penularan
infeksi. Idealnya, air mengalir dan sabun yang digosok -
gosokkan harus digunakan selama 40 sampai 60 detik. Penting
sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.
Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan
terlihat kotor. Untuk kebersihan tangan rutin ketika tidak terlihat
kotoran atau debris, alternatif seperti handrub berbasis alkohol
70% yang tidak mahal, mudah didapat, mudah dijangkau dan
sudah semakin diterima terutama ditempat dimana akses
wastafel dan air bersih berbatas.
Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan
kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah
mikroorganisme sementara. Lima Momen di area klinis dalam
kebersihan tangan yang harus dikerjakan semua orang di rumah
sakit, sebagai berikut:
i. Sebelum kontak dengan pasien
Sebelum menemui pasien, mungkin banyak aktivitas
lain yang dilakukan oleh petugas medis. Untuk menjamin
kebersihan tangan, maka petugas medis wajib mencuci
tangan memakai sabun sebelum menemui pasien.
ii. Sebelum tindakan aseptik
Meski anda tidak terlibat penanganan medis secara
langsung, tetapi anda membersihkan peralatan medis, anda
tetap wajib untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
Kemungkinan kuman tertinggal di peralatan medis dan
berpindah ke tangan anda sangat besar.
iii. Setelah kontak darah dan cairan tubuh pasien
Saat melakukan tindakan medis, peluang anda sebagai
petugas medis untuk tertular kuman sangat besar. Mencuci
tangan dengan sabun setelah melakukan tindakan medis
adalah langkah yang tepat.
iv. Setelah kontak dengan pasien
Pasien yang anda tangani memiliki kemungkinan yang
cukup besar untuk menularkan kuman kepada anda sebagai
petugas medis. Oleh Karena itu, untuk menghindari
interaksi kuman, anda wajib mencuci tangan memakai
sabun setelah menemui pasien.
v. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Sumber kuman bukan hanya pada tubuh pasien,
melainkan juga pada lokasi perawatan pasien mulai dari
selimut yang digunakan, alat-alat makan, bantal, dan
sebagainya. Saat anda menangani pasien, terkadang anda
tidak dapat menghindarkan diri menyentuh lokasi perawatan
pasien. Oleh karena itu, cucilah tangan anda memakai sabun
setelah menyentuh lokasi perawatan pasien.
b) Cara mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir
Teknik Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir
harus dilakukan seperti di bawah ini :
i. Buka kran dan basahi tangan dengan air
ii. Tuangkan sabun cair 3 - 5 cc untuk menyabuni seluruh
permukaan tangan sebatas pergelangan.
iii. Gosok kedua telapak tangan hingga merata.
iv. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya.
v. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
vi. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
vii. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan sebaliknya.
viii. Gosok dengan memutar ujung jari –jari tangan kanan di
telapak tangan kiri dan sebaliknya.
ix. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
x. Keringkan dengan handuk atau kertas tisu sekali pakai.
xi. Gunakan handuk atau kertas tisu tersebut untuk menutup
kerandan buang ketempat sampah dengan benar.
c) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi cara cuci tangan yang benar adalah professional
pemberi asuhan, terutama perawat dan bidan ketika mengedukasi
pasien dan keluarga pada saat pasien masuk ke ruang pelayanan
rawat inap.
d) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi cara cuci tangan yang benar diberikan ketika
pasien masuk ruang perawatan dan diberikan pada tiap-tiap shift
perawat.
e) Dimana pemberian edukasi
Pemberian edukasi cara cuci tangan yang benar diberikan di
ruang perawatan pasien yaitu, rawat inap, unit kamar bersalin.
f) Evaluasi
Evaluasi edukasi cara cuci tangan yang benar terhadap pasien dan
keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga
mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien
belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan, maka
petugas dapat mengulang kembali pemberian edukasi.
g) Dokumentasi
Edukasi cara cuci tangan yang benar dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
9) Assesmen awal UGD
a) Pengertian
Assesmen yang dilakukan oleh dokter dan perawat pada pasien
di pelayanan gawat darurat.
b) Pelaksanaan
i. Assesmen Keperawatan
i) Cuci tangan.
ii) Siapkan formulir assesmen
iii) Isi kolom identitas pasien (nama, tempat tanggal lahir
dan nomor rekam medis) sesuai berkas rekam medis
pasien.
iv) Ucapkan salam.
“ Assalamu’alaikum, Bapak/lbu”
“ Selamat pagi, Bapak/Ibu”
v) Sebut nama dan peran anda.
" Saya..... (nama), sebagai ........ (sebutkan)”
vi) Lakukan identifikasi pasien ,tanyakan nama pasien
dan tanggal lahir.
vii) Jelaskan maksud dan tujuan assesmen kepada pasien
viii) Catat tanggal dan jam kedatangan pasien
ix) Lakukan anamnesa meliputi keluhan pasien, riwayat
penyakit
x) Laksanakan pemeriksaan fisik dan keadaan umum
pasien.
xi) Lakukan assesmen risiko jatuh dan assesmen nyeri.
xii) Kaji status psikososial dan ekonomi.
xiii) Lakukan skrining gizi awal dan kaji status fungsional
pasien.
xiv) Analisis informasi dan data untuk mendapatkan
diagnosis keperawatan dan asuhan keperawatan.
xv) Tanyakan kepada pasien apakah ada hal yang perlu
disampaikan lagi.
xvi) Ucapkan terimakasih dan sampaikan terima kasih.
xvii) Cuci tangan.
xviii) Dokumentasikan hasil assesmen pada assesmen
keperawatan gawat darurat.
xix) Dokumentasikan catatan tindakan keperawatan yang
dilakukan kepada pasien di form assesmen.
xx) Dokumentasikan evaluasi tindakan keperawatan yang
telah dilakukan di form assesmen.
xxi) Bubuhkan tanda tangan perawat yang melakukan
pengkajian.
xxii) Mintakan tanda tangan dokter sebagai bukti verifikasi.
ii. Assesmen medis
i) Cuci tangan.
ii) Siapkan formulir assesmen
iii) Isi kolom identitas pasien (nama, tempat tanggal lahir
dan nomor rekam medis) sesuai berkas rekam medis
pasien.
iv) Ucapkan salam.
" Assalamu’alaikum, Bapak/lbu”
“ Selamat pagi, Bapak/Ibu”
v) Sebut nama dan peran anda.
" Saya..... (nama), sebagai ........ (sebutkan)”
vi) Lakukan identifikasi pasien, tanyakan nama pasien
dan tanggal lahir.
vii) Jelaskan maksud dan tujuan assesmen kepada pasien
viii) Tanyakan intervensi prehospital yang diberikan
sebelum tiba di Rumah Sakit dan lakukan survei primer
pada pasien
ix) Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik head to toe
pada pasien keluhan pasien, riwayat penyakit sekarang,
dahulu, keluarga dan riwayat alergi obat dan makanan.
Bila pasien tidak sadar lakukan anamnesis pada
keluarga.
x) Tentukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
xi) Analisis informasi dan data yang diperoleh dari
pemeriksaan sehingga diagnosis dapat ditegakkan
xi) Tentukan rencana tata laksana medis dan terapi
(standing order) pada pasien dan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan.
xii) Tanyakan kepada pasien apakah ada hal yang perlu
disampaikan.
xiii) Ucapkan terimakasih dan sampaikan, “Terimakasih
atas pengertian dan kerjasamanya” .
xiv) Cuci tangan.
xv) Catat hasil pengkajian di lembar assesmen.
xvi) Apabila pasien termasuk kelompok pasien resiko tinggi
dan perlu konsultasi kepada Dokter Spesialis, catat
pada lembar assesmen.
xvii) Tentukan rencana mengenai tindak lanjut pasien
apakah pasien pulang atau rawat inap
xviii) Bubuhkan tanda tangan dan nama dokter yang
melakukan pengkajian.
xix) Jelaskan kepada pasien dan keluarga hasil assesmen
medis
xx) Jelaskan kepada pasien dan keluarga diagnosa pasien
xxi) Jelaskan kepada pasien dan keluarga Rencana Asuhan
xxii) Jelaskan kepada pasien dan keluarga Hasil yang
diharapkan
xxiii) Jelaskan kepada pasien dan keluarga hasil yang tidak
diharapkan
xxiv) Dokumentasi edukasi pada form edukasi terintegrasi
rawat inap/rawat jalan
c) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi assesmen awal UGD adalah dokter dan
perawat/bidan UGD.
d) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi assesmen awal UGD adalah ketika pasien
masuk di UGD.
e) Dimana pemberian edukasi
Pemberian edukasi assesmen awal UGD diberikan di ruang
UGD.
f) Evaluasi
Evaluasi edukasi assesmen awal UGD terhadap pasien dan
keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga
mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien
belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan, maka
petugas dapat mengulang kembali pemberian edukasi.
g) Dokumentasi
Edukasi assesmen awal UGD dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi dan form
assesmen awal medis UGD.
10) Assesmen awal rawat inap
a) Pengertian
Suatu prosedur assesmen yang dilakukan oleh dokter
penanggung jawab, perawat dan bidan pada pasien di pelayanan
rawat inap.
b) Pelaksanaan
i. Cuci tangan.
ii. Siapkan formulir assesmen.
iii. Isi kolom identitas pasien (nama, tempat tanggal lahir
dan nomor rekam medis) sesuai berkas rekam medis
pasien.
iv. Lakukan identifikasi pasien, lihat gelang identitas
pasien, cocokkan dengan rekam medis pasien.
v. Lakukan anamnesis, tanyakan keluhan utama, riwayat
penyakit pasien.
vi. Lakukan pemeriksaan fisik pasien, meliputi : keadaan
umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan yang
relevan.
vii. Tentukan diagnosis setelah dilaksanakan pengkajian.
viii. Tentukan rencana pelayanan dan terapi yang akan
diberikan kepada pasien.
ix. Tanyakan kembali kepada pasien apakah ada hal yang
kurang jelas sebelum dokter selesai melakukan
assesmen.
x. Sampaikan terima kasih kepada pasien
xi. Cuci tangan
xii. Dokumentasikan tindakan dan bubuhkan tandatangan
dan nama terang.
xiii. Jelaskan kepada pasien dan keluarga hasil assesmen
medis
xiv. Jelaskan kepada pasien dan keluarga Rencana Asuhan
xv. Jelaskan kepada pasien dan keluarga Hasil yang
diharapkan
xvi. Jelaskan kepada pasien dan keluarga hasil yang tidak
diharapkan
xvii. Jelaskan kepada pasien dan keluarga hasil yang diraih
ii. Dokumentasi edukasi pada form edukasi terintegrasi
rawat inap/rawat jalan
c) Siapa pemberi edukasi
Pemberi assesmen awal rawat inap adalah Dokter penanggung
jawab pasien, perawat dan bidan.
d) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi assesmen awal rawat inap adalah ketika
pasien masuk ke ruang pelayanan rawat inap.
e) Dimana pemberian edukasi
Edukasi assesmen awal rawat inap bisa diberikan di rawat inap,
unit kamar bersalin.
f) Evaluasi
Evaluasi edukasi assesmen awal rawat inap terhadap pasien dan
keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga
mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien
belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan, maka
petugas dapat mengulang kembali pemberian edukasi.
g) Dokumentasi
Edukasi assesmen awal rawat inap dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi dan form
assesmen awal rawat inap.
11) Risiko jatuh
a) Pengertian
Risiko jatuh adalah pasien yang beresiko untuk jatuh yang
umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor
fisiologis yang dapat berakibat cidera.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi risiko jatuh adalah perawat dan bidan yang
berada di ruang pelayanan rawat inap, unit kamar bersalin, rawat
jalan dan UGD.
c) Kapan pemberian edukasi
Edukasi risiko jatuh diberikan ketika pasien masuk rumah sakit
dan dinyatakan berpotensi risiko jatuh, melihat dari assesmen
risiko jatuh dengan menggunakan Morse Risk Fall Scale (bagi
pasien dewasa > 18 tahun), Humpty Dumpty Risk Fall scale (bagi
pasien usia 0 - 18 tahun), Ontario Modified Stratify Scale, dan
Get Up and Go Test pada pasien rawat jalan.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi risiko jatuh diberikan di rawat inap, rawat jalan, unit
gawat darurat, unit kamar bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi risiko jatuh terhadap pasien dan keluarga adalah
dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan. Meminta pasien dan keluarga mengulang kembali
edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham terhadap
edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat mengulang
kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi assesmen awal rawat inap dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi dan form
assesmen risiko jatuh.
12) Gelang identitas
a) Pengertian
Gelang identifikasi pasien adalah suatu alat berupa gelang
identifikasi yang dipasangkan kepada pasien secara individual
yang digunakan sebagai identitas pasien selama di rawat di
Rumah Sakit. Identifikasi positif adalah meminta pasien untuk
menyebutkan identitasnya menggunakan minimal 2 indentitas,
yang meliputi nama lengkap dan salah satu dari tanggal lahir/
alamat sesuai kartu identitas pasien, dan tidak boleh
menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi gelang identitas adalah para tenaga kesehatan
(dokter, perawat, apoteker, bidan dan tenaga kesehatan lainnya),
staf di ruang rawat, staf administratif dan staf pendukung yang
bekerja di rumah sakit.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi gelang pasien adalah kapanpun ketika pasien
menjalani suatu prosedur yang harus diidentifikasi dengan benar,
saat masuk rumah sakit dan selama masa perawatannya.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi gelang pasien diberikan di administrasi ketika pasien
dan keluarga mendaftar, unit gawat darurat, rawat jalan, rawat
inap, kamar bersalin, kamar operasi.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi gelang identitas terhadap pasien dan keluarga
adalah dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Meminta pasien dan keluarga mengulang
kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham
terhadap edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat
mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi gelang identitas dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
13) Alat pelindung diri
a) Pengertian
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan pasien
dan keluarga untuk melindungi diri dari risiko pajanan darah,
semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh
dan selaput lendir pasien dan risiko hazard material.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi alat pelindung diri adalah perawat dan bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi alat pelindung diri adalah ketika pasien dan
keluarga berisiko terpapar pajanan darah, semua jenis cairan
tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir
pasien dan risiko hazard material
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi alat pelindung diri adalah di rawat inap, rawat jalan, unit
gawat darurat, kamar bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi alat pelindung diri terhadap pasien dan keluarga
adalah dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Meminta pasien dan keluarga mengulang
kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham
terhadap edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat
mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi alat pelindung diri dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
14) Etika batuk
a) Pengertian
Etika batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar dengan
cara menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju.
Jadi bakteri tidak menyebar ke udara dan tidak menular ke orang
lain.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi etika batuk adalah perawat dan bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi etika batuk adalah ketika pasien dinilai perlu
untuk diberikan edukasi.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi etika batuk diberikan di rawat jalan, rawat inap, unit
gawat darurat, kamar bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi etika batuk terhadap pasien dan keluarga adalah
dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga mengulang kembali
edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham terhadap
edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat mengulang
kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi etika batuk dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
15) Limbah
a) Pengertian
i. Limbah umum : limbah yang tidak berbahaya dan tidak
membutuhkan penanganan khusus, contoh : limbah
domestik, limbah kemasan non infeksius.
ii. Limbah benda tajam : obyek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat
memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau
bedah, dll.
iii. Limbah patologis : Jaringan atau potongan tubuh manusia,
contoh bagian tubuh, darah dan cairan tubuh yang lain
termasuk janin dan plasenta.
Pasien dan keluarga diberi edukasi terkait limbah dan
pembuangan limbah berdasarkan tempat sampah infeksius dan
non infeksius. Dan penanganan limbah yang dijumpai pada saat
pasien dan keluarga berada di lingkungan rumah sakit.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi limbah adalah perawat dan bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Edukasi limbah diberikan ketika pasien masuk ke ruang
pelayanan rawat inap.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi limbah diberikan di rawat inap, unit gawat darurat,
kamar bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi limbah terhadap pasien dan keluarga adalah
dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga mengulang kembali
edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham terhadap
edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat mengulang
kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi limbah dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
16) Fasilitas Ruangan
a) Pengertian
Edukasi yang diberikan petugas kesehatan terkait dengan lokasi
ruangan, kamar mandi, nurse station, ruang publik, system nurse
call, penggunaan TV, penggunaan telephone, kegunaan peralatan
pasien, petugas ruangan, memperkenalkan petugas ruangan dan
memperkenalkan pasien lain.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi fasilitas fisik adalah perawat dan bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi fasilitas fisik adalah ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi fasilitas fisik diberikan di rawat inap, kamar bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi fasilitas fisik terhadap pasien dan keluarga
adalah dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga mengulang
kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham
terhadap edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat
mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi fasilitas fisik dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
17) Tatalaksana pelayanan rumah sakit
a) Pengertian
Edukasi yang diberikan petugas kesehatan terhadap pasien dan
keluarga terkait dengan jam berkunjung, prosedur pasien masuk
rawat inap dan deposit pembayaran, prosedur khusus pre dan post
tindakan operasi, pelayanan makanan, siapa dokter penanggung
jawab pasien, prosedur visite dokter dan brosur hak pasien
diberikan.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi tatalaksana pelayanan rumah sakit adalah
perawat dan bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi tata laksana pelayanan rumah sakit diberikan
ketika pasien masuk ke ruang pelayanan rawat inap.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi tatalaksana pelayanan rumah sakit diberikan di rawat
inap, instalasi kamar bersalin, dan intensive care unit.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi tatalaksana pelayanan rumah sakit terhadap
pasien dan keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan
kembali edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan
keluarga mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika
pasien belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan, maka
petugas dapat mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi tatalaksana pelayanan rumah sakit dapat
didokumentasikan di Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi
Terintegrasi.
18) Keamanan
a) Pengertian
Edukasi yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien
dan keluarga yang berisi peringatan tentang orang yang
berbahaya (penipu), bahaya kebakaran serta larangan merokok
dirumah sakit, dan lokasi jalur darurat kebakaran atau jalur
evakuasi.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi keamanan adalah perawat dan bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi keamanan diberikan ketika pasien masuk ke
ruang pelayanan rawat inap.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi keamanan diberikan di rawat inap, kamar bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi keamanan terhadap pasien dan keluarga adalah
dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga mengulang kembali
edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham terhadap
edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat mengulang
kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi keamanan dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
19) Larangan Anak Sehat Mengunjungi Rumah sakit
a) Pengertian
Edukasi yang diberikan Perawat/ Bidan kepada pasien dan
keluarga perihal larangan anak sehat mengunjungi rumah sakit
jika didapati pasien atau keluarga pasien membawa anak sehat
mengunjungi rumah sakit.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi Larangan Anak Sehat Mengunjungi
Rumah sakit adalah perawat/bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi Larangan Anak Sehat Mengunjungi Rumah
sakit adalah ketika pasien masuk ke ruang pelayanan rawat inap
dan didapati membawa anak sehat dilingkungan rumah sakit.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi Larangan Anak Sehat Mengunjungi Rumah sakit
diberikan di rawat inap.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi Larangan Anak Sehat Mengunjungi Rumah
sakit terhadap pasien dan keluarga adalah dengan cara petugas
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan. Dan meminta
pasien dan keluarga mengulang kembali edukasi yang telah
diberikan. Jika pasien belum paham terhadap edukasi yang telah
diberikan, maka petugas dapat mengulang kembali pemberian
edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi Larangan Anak Sehat Mengunjungi Rumah sakit dapat
didokumentasikan di Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi
Terintegrasi.
20) Perkiraan biaya
a) Pengertian
Edukasi yang diberikan oleh petugas kepada pasien dan keluarga
terkait dengan perkiraan biaya pasien selama perawatan di rumah
sakit.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi perkiraan biaya adalah petugas administrasi,
perawat dan bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi perkiraan biaya adalah selama pasien
dirawat di ruang pelayanan rawat inap.
d) Dimanapemberian edukasi
Edukasi perkiraan biaya diberikan di rawat inap, kamar
bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi perkiraan biaya terhadap pasien dan keluarga
adalah dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga mengulang
kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien belum paham
terhadap edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat
mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi perkiraan biaya dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
21) Tindak lanjut di rumah
a) Pengertian
Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga berkaitan
tentang tindak lanjut di rumah setelah pasien pulang dari rumah
sakit seperti perawatan luka operasi, hasil-hasil pemeriksaan
yang akan dibawa pulang, obat-obatan untuk di rumah, dan alat
bantu / peralatan kesehatan untuk di rumah.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi tindak lanjut di rumah adalah dokter, perawat
dan bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi tindak lanjut di rumah adalah ketika pasien
akan pulang/meninggalkan rumah sakit.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi tindak lanjut dirumah diberikan di rawat inap, rawat
jalan, dan kamar bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi tindak lanjut dirumah terhadap pasien dan
keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga
mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien
belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan, maka
petugas dapat mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi tindak lanjut dirumah dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
22) Lokasi dan jadwal kontrol
a) Pengertian
Edukasi yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien
dan keluarga tentang lokasi dan jadwal kontrol, termasuk tempat,
waktu (hari, tanggal, jam), dan dokter. Sertakan surat kontrol,
beri penjelasan tentang alur kontrol di poliklinik, dan leaflet
tentang layanan yang disediakan di RSU Pelita Husada.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi lokasi dan jadwal kontrol adalah perawat dan
bidan.
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi lokasi dan jadwal kontrol adalah ketika
pasien akan pulang/meninggalkan rumah sakit.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi lokasi dan jadwal kontrol diberikan di rawat inap,
rawat jalan, dan kamar bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi lokasi dan jadwal kontrol terhadap pasien dan
keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga
mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien
belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan, maka
petugas dapat mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi lokasi dan jadwal kontrol dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
23) Penjelasan Ringkasan Pulang
a) Pengertian
Penjelasan ringkasan pulang adalah ringkasan penjelasan yang
diberikan kepada pasien yang menjelaskan tentang kondisi
pasien dari seluruh masa perawatan dan pengobatan pasien
sebagaimana yang telah diupayakan oleh para tenaga kesehatan
dan pihak terkait. Lazimnya informasi yang terdapat di dalamnya
adalah mengenai jenis perawatan yang diterima pasien, reaksi
tubuh terhadap pengobatan, diagnosis akhir, hasil asuhan serta
instruksi tindak lanjut pengobatan pasca rawat inap.
b) Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi penjelasan ringkasan pulang adalah Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
c) Kapan pemberian edukasi
Pemberian edukasi Penjelasan Ringkasan Pulang adalah ketika
pasien akan pulang/meninggalkan rumah sakit.
d) Dimana pemberian edukasi
Edukasi Penjelasan Ringkasan Pulang diberikan di rawat inap
dan Kamar Bersalin.
e) Evaluasi
Evaluasi edukasi Penjelasan Ringkasan Pulang terhadap pasien
dan keluarga adalah dengan cara DPJP menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga
mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika pasien
belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan, maka DPJP
dapat mengulang kembali pemberian edukasi.
f) Dokumentasi
Edukasi Penjelasan Ringkasan Pulang dapat didokumentasikan
di Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
f. Topik Tidak Wajib Edukasi dan Informasi
1) Pengertian
Edukasi yang disesuaikan kebutuhan pada tiap-tiap pasien dengan
kebutuhan khusus.
2) Contoh topik tidak wajib edukasi dan informasi
a) Edukasi Rencana Pemulangan bagi pasien yang pemulangannya
kompleks
i. Pengertian
Edukasi Rencana Pemulangan bagi pasien yang pemulangannya
kompleks adalah ringkasan penjelasan yang diberikan kepada
pasien yang memerlukan perawatan dan edukasi berkelanjutan
di rumah. Menjelaskan tentang informasi yang terdapat di
dalamnya mengenai:
i.) Asuhan berkelanjutan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama
atau di masyarakat, dengan siapa, dimana nomor
telepon
yang dapat dihubungi
ii.) Daftar obat pulang, dosis, interval, cara
penggunaannya &
pemeliharaannya.
iii.) Pencegahan infeksi di rumah, hand hygiene, personal
hygiene, sanitasi lingkungan, kebersihan makanan
iv.) Daftar hasil pemeriksaan yang dibawa pulang
v.) Tata cara perawatan luka/ luka operasi
vi.) Aktifitas fisik yang dapat dilakukan, pembatasan
bila ada, sampai kapan dilakukan
vii.) Olahraga yang memungkinkan, tidak
membahayakan, dan baik untuk dilakukan
viii.) Jadwal kontrol, dimana, dengan siapa, nomor yang
dapat dihubuangi
ix.) Kondisi yang perlu diwaspadai di rumah
x.) Tempat mencara pertolongan darurat jika ada
kondisi darurat, nomor yang dapat dihubungi
xi.) Person dari RS yang dapat dihubungi jika ada
pertanyaan selepas kepulangan
xii.) Perencanaan diet di rumah, makanan yang
dianjurkan, dihindari, cara masak yang baik
xiii.) Pengawasan dan asistensi pelaksanaan Activity Daily
Living (ADL) pada pasien
xiv.) Pengawasan dan asistensi pelaksanaan
Instrumental Activity Daily Living (IADL) pada
pasien.
ii. Siapa pemberi edukasi
Pemberi Edukasi Rencana Pemulangan bagi pasien yang
pemulangannya kompleks adalah Dokter Penanggung Jawab
Pasien (DPJP), PPJA, dan staf klinis lainnya.
iii. Kapan pemberian edukasi
Edukasi Rencana Pemulangan bagi pasien yang
pemulangannya kompleks diberikan ketika pasien masuk
rawat inap sampai pasien pulang/meninggalkan rumah sakit.
iv. Dimana pemberian edukasi
Edukasi Rencana Pemulangan bagi pasien yang
pemulangannya kompleks diberikan di rawat inap dan
Kamar Bersalin.
v. Evaluasi
Evaluasi Edukasi Rencana Pemulangan bagi pasien yang
pemulangannya kompleks adalah dengan cara edukator
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan. Dan
meminta pasien dan keluarga mengulang kembali edukasi
yang telah diberikan. Jika pasien belum paham terhadap
edukasi yang telah diberikan, maka edukator dapat
mengulang kembali pemberian edukasi.
vi. Dokumentasi
Edukasi Rencana Pemulangan bagi pasien yang
pemulangannya kompleks dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi
harian ranap dan di Formulir Assesmen Kebutuhan
Perencanaan Pemulangan Pasien.
b) Edukasi teknik menyusui yang baik dan benar
i. Pengertian
Adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan
perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar.
ii. Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi teknik menyusui yang baik dan benar
adalah perawat dan bidan.
iii. Kapan pemberian edukasi
Edukasi teknik menyusui yang baik dan benar diberikan
ketika pasien memiliki kebutuhan khusus dalam perawatan di
rumah sakit, misal ketika pasien post partum dan
membutuhkan edukasi teknik menyusui yang baik dan benar.
iv. Dimana pemberian edukasi
Edukasi teknik menyusui yang baik dan benar diberikan di
ruang kamar bersalin, dan ruang rawat inap.
v. Evaluasi
Evaluasi edukasi teknik menyusui yang baik dan benar
terhadap pasien dan keluarga adalah dengan cara petugas
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan. Dan
meminta pasien dan keluarga mengulang kembali edukasi
yang telah diberikan. Jika pasien belum paham terhadap
edukasi yang telah diberikan, maka petugas dapat mengulang
kembali pemberian edukasi.
vi. Dokumentasi
Edukasi teknik menyusui yang baik dan benar dapat
didokumentasikan di Formulir Dokumentasi Pemberian
Edukasi Terintegrasi
c) Edukasi tentang ASI Eksklusif
i. Pengertian
Edukasi yang berisi tentang pemberian ASI saja selama
enam bulan pertama tanpa minuman atau makanan
tambahan lain. Setelah 6 bulan, pemberian ASI dengan
makanan pendamping ASI, lalu ASI dilanjutkan sampai
dengan dua tahun atau lebih.

ii. Siapa pemberi edukasi


Pemberi edukasi tentang ASI Eksklusif adalah perawat
dan bidan.
iii. Kapan pemberian edukasi
Edukasi tentang ASI Eksklusif diberikan ketika pasien
memiliki kebutuhan khusus dalam perawatan di rumah
sakit, misal ketika pasien post partum.
iv. Dimana pemberian edukasi
Edukasi tentang ASI Eksklusif diberikan di ruang kamar
bersalin, dan ruang rawat inap.
v. Evaluasi
Evaluasi edukasi tentang ASI Eksklusif terhadap pasien
dan keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan
kembali edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien
dan keluarga mengulang kembali edukasi yang telah
diberikan. Jika pasien belum paham terhadap edukasi yang
telah diberikan, maka petugas dapat mengulang kembali
pemberian edukasi.
vi. Dokumentasi
Edukasi tentang ASI Eksklusif dapat didokumentasikan
di Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi
Terintegrasi.
d) Edukasi teknik breast care
i. Pengertian
Suatu tindakan dengan melakukan beberapa pemijatan,
menjaga kebersihan serta tindakan-tindakan pada kelainan
payudara, sehingga tidak mengalami kesulitan pada saat
menyusui.
ii. Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi teknik breast care adalah bidan.
iii. Kapan pemberian edukasi
Edukasi teknik breast care diberikan ketika pasien
memiliki kebutuhan khusus dalam perawatan di rumah
sakit, misal ketika pasien post partum atau ibu nifas yang
mengalami masalah dalam pemberian ASI.
iv. Dimana pemberian edukasi
Edukasi teknik breast care diberikan di ruang kamar
bersalin, dan ruang rawat inap.
v. Evaluasi
Evaluasi edukasi teknik breast care terhadap pasien dan
keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan
keluarga mengulang kembali edukasi yang telah diberikan.
Jika pasien belum paham terhadap edukasi yang telah
diberikan, maka petugas dapat mengulang kembali
pemberian edukasi.
vi. Dokumentasi
Edukasi teknik breast care dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
e) Edukasi Tuberkulosis
i. Pengertian
Informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
penyakit Tuberculosis. Edukasi sangat penting sejak
pasien ditetapkan sebagai pasien terduga sakit TB, karena
pasien ini akan melaksanakan kegiatan yang berhubungan
dengan penegakan diagnosa penyakitnya yaitu
pemeriksaan dahak mikroskopis sebanyak 2 spesimen
yaitu, Sewaktu, Pagi. Setelah diagnosa ditegakan, pasien
perlu diberikan informasi dan edukasi karena pasien akan
masuk kegiatan berikutnya yaitu pengobatan, yang perlu
waktu 6 sampai 8 bulan dan dilaksanakan 2 tahap yaitu :
tahap awal dan tahap lanjutan, kegiatan ini perlu diawasi
seorang PMO serta dukungan keluarga dan lingkungan
dimana pasien tinggal. Selama pengobatan berlangsung
perlu juga diamati Efek Samping dari OAT serta perlu
Follow Up kemajuan pengobatan, sampai selesainya
pengobatan serta ditetapkannya hasil ahir pengobatan.
i.) Penyakit TB
ii.) TB dapat disembuhkan
iii.) Orang yang diduga TB
iv.) Penyebab TB
v.) Pemeriksaan yang harus dijalani
vi.) Menyiapkan pasien untuk menerima hasil
pemeriksaan laboratorium
vii.) Pencegahan penularan
ii. Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi tuberkulosis adalah dokter dan perawat.
iii. Kapan pemberian edukasi
Edukasi tentang TB diberikan ketika pasien memiliki
kebutuhan khusus dalam perawatan di rumah sakit, yaitu
pasien yang telah didiagnosa tuberkulosis.
iv. Dimana pemberian edukasi
Edukasi tuberkulosis diberikan di ruang rawat jalan, dan
ruang rawat inap.
v. Evaluasi
Evaluasi edukasi tuberkulosis terhadap pasien dan keluarga
adalah dengan cara petugas menanyakan kembali edukasi
yang telah diberikan. Dan meminta pasien dan keluarga
mengulang kembali edukasi yang telah diberikan. Jika
pasien belum paham terhadap edukasi yang telah diberikan,
maka petugas dapat mengulang kembali pemberian
edukasi.
vi. Dokumentasi
Edukasi tuberkulosis dapat didokumentasikan di Formulir
Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
f) Edukasi Diabetes Mellitus Tipe 2
i. Pengertian
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan
penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Edukasi
dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan
berdasarkan penyelesaian masalah.
ii. Siapa pemberi edukasi
Pemberi edukasi diabetes mellitus tipe 2 adalah dokter dan
perawat.
iii. Kapan pemberian edukasi
Edukasi diabetes mellitus tipe 2 diberikan ketika pasien
memiliki kebutuhan khusus dalam perawatan di rumah
sakit, yaitu pasien yang telah didiagnosa diabetes mellitus
tipe 2.
iv. Dimana pemberian edukasi
Edukasi diabetes mellitus tipe 2 diberikan di ruang rawat
jalan, dan ruang rawat inap.
v. Evaluasi
Evaluasi edukasi diabetes mellitus tipe 2 terhadap pasien
dan keluarga adalah dengan cara petugas menanyakan
kembali edukasi yang telah diberikan. Dan meminta pasien
dan keluarga mengulang kembali edukasi yang telah
diberikan. Jika pasien belum paham terhadap edukasi yang
telah diberikan, maka petugas dapat mengulang kembali
pemberian edukasi.
vi. Dokumentas
Edukasi diabetes mellitus tipe 2 dapat didokumentasikan
di Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi.
g. Cara evaluasi pemberian edukasi
Setelah pendidikan pasien dan keluarga dilakukan, perlu dilakukan
verifikasi untuk memastikan pasien dan keluarga menerima dan
memahami pendidikan yang diberikan.
Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan
memahami edukasi yang diberikan:

1) Apabila pasien pada tahap cara memberi edukasi dan informasi


kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan
adalah: Menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan
kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah
dengan pihak keluarganya dengan pertanyan yang sama: “Dari
materi edukasi yang telah disampaikan kira-kira apa yang bpk/ibu
bisa pelajari ?”.
3) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya
adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti
tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses
pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar
pasien setelah pasien tenang.
4) Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit,
diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.
Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke
kamar pasien setelah pasien tenang. Dengan diberikannya informasi dan
edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat
dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua
arahan dan rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan
pasien.

h. Dokumentasi
Edukasi kepada pasien dan keluarga dapat didokumentasikan di
Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi Terintegrasi, form assesmen
kemampuan, kemauan dan kebutuhan edukasi, serta lembar pemberian
informasi tindakan kedokteran.
i. Sarana pendukung edukasi
Metode pendidikan mempertimbangkan nilai-nilai dan pilihan
pasien dan keluarga, dan memperkenankan interaksi yang memadai
antara pasien, keluarga dan staf agar pembelajaran dapat dilaksanakan.
Pembelajaran akan terlaksana apabila memperhatikan metode yang
digunakan untuk mendidik pasien dan keluarga.
Rumah sakit menyediakan media sebagai pembelajaran pasien
dan keluarga seperti leaflet, LCD, notebook alat peraga pendidikan
sound system dll.
1) Materi pendidikan dapat dibagi menjadi tiga katagori utama :
a) Bahan tertulis.
Secara praktis bahan tertulis dapat didistribusikan secara bebas
bagi semua orang di rumah sakit untuk diambil dan digunakan
sesuai keperluan. Seperti leaflet, brosur, dll. Penggunaan leaflet
harus dicacat untuk penomoran sesuai dengan urutan yang
sudah ditentukan oleh rumah sakit.
b) Bahan audiovisual.
Materi ini tidak tersedia secara mudah untuk digunakan
dirumah sakit seperti speaker dan televisi yang terkoneksi
dengan bagian humas dan panitia promosi kesehatan rumah
sakit.
c) Bahan Lainnya
Sumber dan bahan materi ini adalah peralatan-peralatan dan
materi-materi yang digunakan pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan pengajaran.
d) Sumber bahan materi edukasi
i. Humas dan panitia Promosi Kesehatan Rumah Sakit
memiliki wewenang untuk memproduksi bahan tertulis
secara luas yang tersedia di rumah sakit.
ii. Humas dan Promosi Kesehatan Rumah Sakit
berkoordinasi dengan Instalasi pelayanan kesehatan untuk
pemenuhan materi yang diperlukan dalam edukasi.
iii. Pada materi-materi tertentu juga di produksi oleh
Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, yayasan dan
organisasi ahli.
iv. Bahan ini harus diproduksi secara menarik dan baik,
sesuai dengan target populasi.

C. KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR STAF KLINIS


1. Komunikasi Antar Staf/ Pejabat di Rumah Sakit
Dalam berkomunikasi, antar staf/ pejabat di rumah sakit dapat dibagi
menjadi 2, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Etika
berkomunikasi antar staf/pejabat di RSU Pelita Husada adalah :
1) Etika berkomunikasi secara langsung
1) Pada senior
a) Berusaha untuk menyapa terlebih dahulu.
b) Berbicaralah dengan menggunakan kata-kata yang sopan,
jelas,dan ramah.
c) Berbicara dengan menggunakan intonasi suara yang sesuai,
tidak terlalu keras, tidak terlalu pelan, tidak terlalu cepat.
d) Tidak mengeluarkan bunyi-bunyian atau gerakan yang tidak
diperlukan. Contoh : tidak menggoyangkan kaki, mengetukkan
jari/pulpen, menggaruk-garuk kepala, mengunyah sesuatu, dll.
e) Tidak memotong pembicaraan saat senior sedang berbicara,
baik saat senior sedang berbicara dengan pasien ataupun dengan
kita.
f) Jika memungkinkan sebelum berbicara menggunakan kata
”maaf”.
g) Menggunakan kata sapa seperti : bapak, ibu, dokter, mbak, dll.
Lalu dilanjutkan dengan namanya jika kita mengetahui
namanya.
h) Berusaha untuk mempertahankan kontak mata, mendengarkan
secara aktif, dan berusaha untuk menjawab jika diajukan suatu
pertanyaan dengan singkat,jelas, dan tidak berbelit-belit.
2) Pada sesama
a) Berusaha untuk menyapa terlebih dahulu.
b) Berbicara dengan menggunakan kata-kata yang sopan, jelas,dan
ramah.
c) Tidak menggunakan kata sapa yang kurang sopan, seperti : gue,
elo, dll.
d) Berbicara dengan menggunakan intonasi suara yang sesuai,
tidak terlalu keras, tidak terlalu pelan, tidak terlalu cepat.
e) Tidak membicarakan kejelekan atau kesalahan sesama
karyawan baik yang dalam satu departemen ataupun berlainan
departemen
3) Pada junior
a) berbicara dengan menggunakan kata-kata yang sopan, jelas,dan
ramah.

b) berbicara dengan menggunakan intonasi suara yang sesuai,


tidak terlalu keras, tidak terlalu pelan, tidak terlalu cepat.
c) Tidak membentak-bentak saat yunior melakukan
kesalahan
b. Etika berkomunikasi secara tidak langsung
1) Tertulis
2) Telepon
a) Mulailah pembicaraan di telepon dengan mengucapkan
salam,
memperkenalkan diri, dan ucapan siap membantu. Contoh :
”Assalamu’alaikum, dengan (nama) ada yang bisa saya
bantu?”
“ Rawat inap 1, dengan (nama) ada yang bisa saya bantu?”
b) Gunakanlah kata-kata yang sopan, baik, dan jelas.
c) Usahakan untuk memberikan suasana yang akrab dengan
menggunakan kata panggilan seperti Bapak, Ibu dll.
d) Dengarlah pembicaraan si penelepon dengan seksama, penuh
perhatian, jangan memotong pembicaraan.
e) Jika ada yang menitip pesan, catatlah pesan-pesan penting
yang disampaikan dan sampaikan pada orang yang
bersangkutan.
f) Gunakanlah kata-kata ”terima kasih” saat akan mengakhiri
pembicaraan di telepon.
g) Tidak membiarkan telepon berdering lebih dari 3 kali.
h) Tidak membiarkan orang menunggu terlalu lama saat dalam
menu
”hold”.
i) Dilarang menerima/menggunakan telepon untuk kepentingan
pribadi.
c. Etika saat menggunakan/berada di fasilitas umum
1) Koridor
a) Usahakan untuk menyapa setiap orang yang berpapasan di
koridor rumah sakit
b) Tidak makan/minum di koridor rumah sakit
c) Tidak berhenti atau jalan bergerombol yang berakibat
menghalangi akses orang lain.
d. Etiket dalam masuk ruang perawatan
1) Mengucapkan salam saat memasuki ruang perawatan pasien.
2) Berusaha menunjukan keramahan dan sikap empati terhadap
pasien.
3) Menanyakan kondisi pasien saat ditemui dan menawarkan bantuan
apabila ada yang bisa dibantu.
4) Mendengarkan keluhan pasien dengan seksama dan
menindaklanjuti keluhan pasien.
5) Mengucapkan salam perpisahan sebelum meninggalkan ruang
perawatan.
6) Tutup pintu setelah keluar dari ruang rawat inap.
e. Etika dalam berpakaian
1) Rambut harus selalu disisir dan ditata. Untuk rambut pendek tidak
boleh melebihi bahu, sedangkan untuk rambut panjang harus harus
diikat rapi
2) Tidak menggunakan rias wajah / kosmetik yang terlalu mencolok
3) Semua staf rumah sakit harus menggunakan seragam yang telah
ditentukan oleh manajemen rumah sakit
4) Pakaian harus rapih, bersih, tidak kebesaran / kekecilan, dan baju
harus dikancing rapih.
5) Hindari bau badan dengan memakai wewangian, bedak, dll
6) Tidak boleh menggunakan aksesoris yang berlebihan
7) Penampilan secara keseluruhan harus mencerminkan keramahan
dan kesopanan

f. Bentuk-bentuk Komunikasi
Bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan di RSU Pelita Husada,
diantaranya adalah :
1) Bentuk Lisan
Koordinasi antar bagian dibentuk melalui kegiatan – kegiatan
rapat. Jenis-jenis rapat di RSU Pelita Husada adalah sebagai berikut:
a) Majelis Reboan
Rapat antara Dewan Pengawas, Direksi, Manajemen, Kepala
Unit yang diselenggarakan pada Hari Rabu setiap bulannya.
Majelis Reboan merupakan majelis tertinggi yang membahas
seluruh koordinasi dan penentu keputusan atas seluruh aspek
kegiatan dan pekerjaan-pekerjaan strategis di RSU Pelita
Husada.
b) Rapat Unit
Rapat unit adalah rapat yg diselenggarakan rumah sakit dan
dihadiri oleh direksi dan seluruh staf unit terkait. Rapat unit
bersifat intern. Rapat diselenggarakan sesuai dengan kebijakan
unit yang telah diatur dalam pedoman pengorganisasian unit.
c) Rapat Lintas Unit

Rapat Lintas Unit diselenggaraan sekurang-kurangnya 1


(bulan) sekali, dihadiri oleh seluruh Pejabat struktural.
Agenda utama rapat lintas unit adalah pembahasan
mengenai pelayanan dan permasalahan yang ada di Rumah
Sakit secara rutin.
i. Rapat Insidental diselenggarakan sesuai kebutuhan Rumah
Sakit.

2) Bentuk tulisan
Sedangkan bentuk tulisan yang digunakan adalah dengan surat
edaran, memo intern, uraian tugas, panduan, laporan kegiatan dan
pedoman kebijakan. Seperti dibawah ini :
a) Naskah Produk Hukum
i. Pengertian
Naskah Produk Hukum adalah naskah yang dirumuskan
dalam susunan dan bentuk produk-produk hukum berupa
regulasi.
ii. Jenis-Jenis
i) Keputusan Direktur
(i) Pengertian
Keputusan Direktur adalah naskah yang bersifat
penetapan, dan memuat kebijakan yang berupa
pelaksanaan dari kebijakan umum dalam rangka
ketatalaksanaan, penyelenggaraan tugas umum dan
pembangunan, misalnya: penetapan organisasi dan
tata kerja Unit Pelaksana Teknis, penetapan
ketatalaksaan organisasi, program kerja dan
anggaran, pengangkatan dan pemberhentian staf,
pendelegasian kewenangan yang bersifat tetap.
(ii) Contoh Penggunaan
- Membuat dan mengesahkan peraturan
tentang kepegawaian.
- Membuat dan mengesahkan peraturan
tentang pencegahan dan pengendalian
infeksi.
- Membuat dan mengesahkan peraturan
tentang hak pasien.
- Memberlakukan sebuah dokumen.
- Pengangkatan dan pemberhentian
pegawai
- Pembentukan struktur unit
- Penetapan anggaran
- Penetapan program kerja
- Penetapan uraian tugas
ii) Standar Prosedur Operasional
(i) Pengertian
Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah naskah
yang memuat serangkaian petunjuk tentang cara
serta urutan suatu kegiatan operasional atau
administratif tertentu yang harus diikuti oleh
individu pejabat atau unit kerja.
(ii) Contoh Penggunaan
Saat dibutuhkan penyusunan langkah-langkah atau
instruksi kerja terperinci untuk suatu kegiatan,
misalnya SPO menjelaskan hak dan kewajiban
pasien, SPO memandikan jenazah, dan lain-lain.
iii) Perjanjian
(i) Pengertian
Surat perjanjian adalah naskah yang berisi
kesepakatan bersama tentang suatu objek yang
mengikat antara kedua belah pihak atau lebih untuk
melaksanakan suatu tindakan atau perbuatan
hukum yang telah disepakati bersama. Perjanjian
yang terbentuk bisa antara internal rumah sakit,
maupun dengan pihak ekternal.
(ii) Contoh
Penggunaan:
- Perjanjian Internal
- Perjanjian Kerja Pegawai
- Perjanjian Eksternal
- Perjanjian Kerja Sama dengan BPJS
- Perjanjian Kerja Sama dengan Vendor obat
b) Naskah Bukan Produk Hukum
(1) Pengertian
Naskah Bukan Produk Hukum adalah naskah yang dirumuskan
dalam bentuk bukan produk-produk hukum berupa surat.
i. Jenis-Jenis
i) Berkaitan Kedinasan Rumah Sakit
(i) Nota Dinas
Pengertian
Nota Dinas adalah bentuk naskah internal yang
dibuat oleh seorang pejabat/ pegawai dalam
melaksanakan tugas guna menyampaikan
pemberitahuan, pernyataan atau permintaan
pejabat lain. Nota Dinas memuat hal yang
bersifat rutin, berupa catatan ringkas yang tidak
memerlukan penjelasan yang panjang dan dapat
langsung dijawab dengan disposisi oleh pejabat
yang dituju. Dengan kata lain, nota dinas
merupakan bentuk korespondensi tertulis formal
antara pegawai satu dengan yang lain, baik
kepada atasan maupun bawahan. Nota dinas
bersifat personal, tidak untuk suatu kelompok
(merupakan korespondensi antar personal).
Contoh Penggunaan
Manajer Pelayanan & Penunjang Medis
memberikan nota dinas kepada Staf RT dan
Logistik bahwa dari unit rawat inap
membutuhkan pengadaan tensimeter.
Manajer Keperawatan & Kebidanan
memberikan nota dinas pada Ketua Komite
Keperawatan tentang adanya kasus yang
perlu dilakukan audit keperawatan.
(ii) Surat Keterangan
Pengertian
Surat Keterangan adalah naskah yang berisi
informasi mengenai hal atau seseorang untuk
kepentingan kedinasan. Surat Keterangan juga
dipakai untuk memberikan keterangan
pengalaman kerja bagi seseorang.
Contoh Penggunaan
Pada saat seseorang meminta keterangan
pengalaman kerja.
Pada saat seseorang meminta keterangan
aktif bekerja.
Untuk memberikan klarifikasi tertulis atas
suatu hal, khususnya pada pihak eksternal.
(iii) Surat Tugas
Pengertian
Surat Tugas adalah surat yang dikeluarkan oleh
Direktur untuk memberikan tugas khusus yang
spesifik, yang tidak rutin kepada seseorang, baik
staf maupun pejabat di lingkup RSU Pelita
Husada.
Contoh Penggunaan
Saat ada penugasan untuk pelaksanaan bakti
sosial pengobatan gratis.
Saat ada penugasan untuk mengikuti suatu
pertemuan.
(iv) Surat Pendelegasian
Pengertian
Surat Pendelegasian merupakan suatu bentuk
naskah surat yang dimaksudkan untuk
melimpahkan suatu wewenang dalam
penyelesaian suatu tugas yang spesifik yang
disebutkan di dalam surat tersebut, dari orang
yang kedudukan/jabatannya lebih tinggi kepada
orang yang kedudukan atau jabatannya lebih
rendah di lingkup RSU Pelita Husada.
Contoh Penggunaan
Dokter spesialis mendelegasikan tugas
informed consent kepada dokter umum.
(i) Surat Undangan
Pengertian
Surat Undangan adalah bentuk naskah surat yang
memuat undangan kepada pejabat/pegawai RSU
Pelita Husada, atau orang dari luar lingkungan
RSU Pelita Husada pada alamat tujuan untuk
menghadiri suatu acara tertentu, misalnya rapat,
pertemuan, dan sebagainya.
Contoh Penggunaan
Undangan rapat
Undangan pemateri dari luar untuk kuliah
internal
(ii) Pengumuman
Pengertian
Pengumuman adalah naskah yang berisi
informasi tertentu, dan penting untuk dapat
diketahui oleh bagian yang dituju di RSU Pelita
Husada. Pengumuman dapat dikeluarkan oleh
semua Pejabat di RSU Pelita Husada. Apabila
yang mengeluarkan pengumuman bukan
Direktur maka pengumuman wajib disahkan/
diketahui oleh Direktur dengan bukti berupa
tanda tangan di bagian bawah pengumuman.
Contoh Penggunaan
Saat Direkur mengumumkan bahwa akan
dilaksanakan penilaian akreditasi pada
tanggal tertentu.
Saat Kepala Unit Laboratorium
mengumumkan bahwa ada perubahan pada
tata cara pemeriksaaan tertentu kepada unit
dan staf terkait.
Saat Kepala Instalasi Farmasi
mengumumkan bahwa telah tersedia obat
tertentu di Instalasi Farmasi.
c) Surat Pengantar
Pengertian
Surat Pengantar adalah naskah yang berisikan
penjelasan singkat atau informasi mengenai
suatu pengiriman yang digunakan untuk
mengantar/menyampaikan barang atau naskah.
Contoh Penggunaan
Mengantarkan serum campak untuk
kegiatan surveilans Dinas Kesehatan.
Surat pengantar untuk memberikan
informasi tentang dokumen yang
dikirimkan.
d) Lembar Disposisi
Pengertian
Lembar disposisi adalah naskah singkat yang
dibuat oleh seorang atasan kepada bawahan yang
berisi informasi atau perintah untuk
melaksanakan sesuatu. Biasanya lembar
disposisi merupakan salah satu bentuk tindak
lanjut dari Pejabat atas sebuah surat yang
ditujukan kepadanya.
Contoh Penggunaan
BPJS mengirimkan surat berisi persyaratan
perpanjangan kerjasama dengan rumah sakit
kepada Direktur. Direktur berdasarkan isi surat,
memberikan perintah kepada pejabat dan
pegawai terkait untuk melengkapi persyaratan
yang dibutuhkan berdasarkan isi surat tersebut.
e) Berita Acara
Pengertian
Berita acara adalah naskah yang berisi
pernyataan yang bersifat pengesahan atas sesuatu
kejadian, peristiwa, perubahan status dan lain-
lain bagi suatu permasalahan baik berupa
perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian
kebijaksanaan pimpinan.
Contoh Penggunaan
Berita acara pengajuan klaim kepada BPJS
Kesehatan.
Berita acara pelaksanaan penggajian
karyawan.
f) Daftar Hadir
Pengertian
Daftar Hadir adalah Naskah yang dipergunakan
untuk mencatat dan mengetahui kehadiran
seseorang.
Contoh Penggunaan
Penggunaan daftar hadir untuk absensi rapat
rutin.
g) Notulen
Pengertian
Notulen adalah naskah yang memuat catatan
jalannya kegiatan sidang, rapat, mulai dari acara
pembukaan, pembahasan masalah sampai
dengan pengambilan peraturan serta penutupan.
Contoh
Pengguna
an Sudah
jelas
h) Sertifikat Pelatihan
Pengertian
Sertifikat adalah tanda bukti bahwa seseorang
telah menyelesaikan dan mengikuti kegiatan
tertentu (seringnya berupa pelatihan), yang
diadakan oleh RSU Pelita Husada.
Contoh Penggunaan
Sertifikat pelatihan penggunaan APAR.

i) Surat Permohonan Cuti & Surat Balasan


Permohonan Cuti.
Pengertian
Surat Permohonan Cuti adalah naskah surat yang
berisi permohonan cuti yang diajukan oleh
pegawai atau pejabat di lingkungan RSU Pelita
Husada, kepada atasan langsung, dan atasan
tertinggi.
Surat Balasan Permohonan Cuti adalah naskah
yang dikeluarkan oleh Unit SDI dalam
memberikan atau tidak memberikan izin cuti
bagi pegawai atau pejabat di RSU Pelita Husada
yang mengajukan cuti.
Contoh Penggunaan
Pelaksana Laboratorium mengajukan
permohonan cuti melalui atasan langsung yaitu
Kepala Instalasi Laboratorium dan atasan
tertinggi yaitu Manajer Pelayanan & Penunjang
Medis, dan disetujui oleh Unit SDI dan
diserahkan kepada Direktur.
Direktur Utama memberikan jawaban atas
permohonan cuti yang diajukan oleh pelaksana
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan
dari Kepala Bagian.
(xiv) Surat Peringatan
Pengertian
Surat Peringatan adalah surat yang dikeluarkan
oleh Direktur Utama kepada pegawai atau
pejabat yang terbukti melakukan kesalahan
dalam pekerjaannya, baik merupakan kesalahan
pelanggaran peraturan kepegawaian, etika,
disiplin, atau mutu pelayanan yang diberikan.
Surat peringatan terdiri dari surat peringatan
pertama dan surat peringatan kedua. Surat
peringatan pertama dikeluarkan apabila ada
pegawai atau pejabat yang melakukan kesalahan
yang sama setelah diperingatkan secara tertulis
namun tidak melalui sebuah surat peringatan,
atau sudah diperingatkan secara lisan.
Contoh Penggunaan
Saat ada pegawai di bagian rawat jalan yang
terbukti merokok di lingkungan RSU Pelita
Husada, dan sudah ditegur secara lisan,
dikeluarkanlah surat peringatan yang ditanda-
tangani oleh kepala unit rawat jalan, direktur
medis, dan direktur utama, dengan tembusan
kepada kepala unit rawat jalan, manajer
pelayanan, direktur medis, direktur umum, dan
direktur utama
2. Komunikasi Antar Pemberi Layanan
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk
elektronik, lisan, atau tertulis.
a. Lisan
Adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang
saling bertatap muka secara langsung dan tidak ada jarak atau
peralatan yang membatasi mereka.
b. Tertulis
Adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan tulisan tanpa
adanya pembicaraan secara langsung dengan menggunakan bahasa
yang singkat, jelas, dan dapat dimengerti oleh penerima.
c. Elektronik
Adalah proses penyampaian informasi (pesan) dari satu pihak kepada
pihak lain yang dilakukan dengan perantaraan alat elektronik ( Hp,
fax, telp, dll ).
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada
saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Untuk itu
adanya cara peningkatan keamanan komunikasi.
a. Tehnik Peningkatan Keamanan Komunikasi
1) Dengan Prinsip TBaK (Tulis, Baca, Konfirmasi)
a) Pengertian TBaK
Adalah suatu pesan yang disampaikan oleh pemberi
pesan (komunikator) yang diterima oleh penerima pesan
(komunikan) dituliskan secara lengkap isi pesan tersebut oleh
si penerima pesan lalu isi pesan dibacakan kembali (Read
Back) secara lengkap oleh penerima pesan kemudian
penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi
pesan.
b) Bagaimana TBaK dilakukan
Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan
melalui prinsip tulis, baca, konfirmasi ( TBaK ) yakni sebagai
berikut :
i. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan,
komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau dengan
sarana komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus
memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi,
kekuatan suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas singkat
dan padat.
ii. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (TULIS).
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka
penerima pesan harus mencatat pesan yang diberikan
secara lengkap dan jelas.
iii. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh
penerima pesan (BACA). Tujuannya agar tidak terjadi
kesalahan dan pesan dapat diterima dengan baik.
iv. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan
kepada
pemberi pesan (KONFIRMASI). Pemberi pesan harus
mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima
pesan dan memberikan perbaikan jika pesan tersebut
masih ada yang kurang atau salah
v. Jika pesan tertulis di rekam medis pasien maka harus
diberi stampel konfirmasi yang di verifikasi oleh
pemberi informasi.

Bagan komunikasi efektif : dengan prinsip TBK

Tulis/T
Komunikator1) Isi Pesan (Komunikator)
2) (Komunikan)

Baca/B

(Komunikan)

Konfirmasi/ K

Komunikator : “Ya Benar”

c) Contoh aplikasi penggunaan TBaK


i. Contoh komunikasi Perawat/ Bidan dengan Dokter
Perawat UGD : “ Assalamu’alaikum/selamat pagi dokter, ini dari
UGD Rumah Sakit Umum Pelita Husada, saya… (perkenalkan
nama dan bagian/jabatan). Maaf benar saya bicara dengan
Dokter…(sebutkan nama dokter yang akan dikonsuli. Jika sudah
benar dokter yang dituju, lanjutkan untuk menyampaikan pesan)”.
“Ingin melaporkan pasien baru Tn. Su’ad umur 67 th dengan
keluhan sesak napas, batu berdahak, nafsu makan menurun,
muntah setelah makan ± 2 hari ini. Diagnosa dokter jaga dyspneu
suspek PPOK eks akut dd Bronchopneumoni dengan tanda vital:
Tensi 120/80mmHg, pernapasan 24X/menit, Nadi 86X/menit,
Suhu 37,5°C, hasil laborat baru diperiksa darah rutin dan terapi
dokter jaga UGD infus RL 20 tetes per menit, kemudian sudah
dilakukan nebulisasi dengan Ventolin dan Flexotide 1 banding 1,
diberikan oksigen 3 liter per menit via nasal kanul, sudah dilakukan
pemeriksaan rontgent thorax, namun belum ada bacaan, mohon
advis dari dokter selanjutnya”.

Dokter Spesialis : “Baik, lanjutkan infusnya, nebulisasi


dijadwalkan tiap enam jam dengan ventolin dan flexotid satu
banding satu, kemudian berikan injeksi terfacef satu gram tiap dua
belas jam, kemudian berikan obat oralnya paracetamol tablet lima
ratus miligram tiap delapan jam, dan pectosil tiap 8 jam, sementara
itu dulu, sisanya nanti tunggu saya visit pasien beberapa jam lagi”
(perawat mendengarkan sambil menulis advis dari dokter di
kertas) tulis (T)

Perawat UGD : “baik dok, saya ulangi lagi ya dok, advis dokter
antara lain lanjutkan infusnya, nebulisasi dijadwalkan tiap enam
jam dengan ventolin dan pulmicort satu banding satu, kemudian
berikan injeksi terfacef satu gram tiap dua belas jam, kemudian
berikan obat oralnya paracetamol tablet lima ratus miligram tiap
delapan jam, dan pectosil tiap 8 jam, sementara itu dulu, sisanya
nanti menunggu dokter akan visit pasien tersebut beberapa jam
lagi, apakah sudah benar dok?” read back/baca ulang (B)

Dokter Spesialis: “ya sudah benar“. konfirmasi (K)


Perawat UGD: “baik dokter, terima kasih”

Perawat kemudian memindahkan catatan advis dokter ke Lembar


Catatan Harian Terintegrasi, disertai pembubuhan cap TBaK.
Perawat menuliskan tanggal, jam pelaporan, nama dokter pemberi
instruksi namanya sendiri dan membubuhkan paraf.
ii. Contoh komunikasi Perawat dengan Petugas Laboratorium
Perawat meminta pemeriksaan laboratorium pasien kepada
petugas laboratorium.
Contoh Percakapan :
Perawat Bangsal : “Assalamu’alaikum.....dengan petugas laborat....
ini dari
Perawat bangsal mau menanyakan hasil pemeriksaan HB terakhir
pasien nyonya Sa’adah umur 55 tahun dengan alamat Ngeposari,
Semanu, yang dirawat di bangsal Madukara 1.

(petugas lab menulis permintaan di kertas) tulis (T)

Petugas laborat : “ Wa’alaikumsalam saya bacakan hasilnya yaa....


Hasil pemeriksaan hemoglobin pasien nyonya Sa’adah umur 55
tahun dengan alamat Ngeposari, Semanu, yang dirawat di bangsal
madukara 1 (read back/baca ulang (B) pasien yang
diperiksa), adalah tujuh koma dua mbak.

(perawat menulis hasil di kertas) tulis (T)

Perawat Bangsal :”saya bacakan ulang hasilnya ya, bahwa betul


yang diperiksa adalah pasien hemoglobin pasien nyonya Sa’adah
umur 55 tahun dengan alamat Ngeposari, Semanu, yang dirawat di
bangsal Madukara 1 (konfirmasi (K) pasien yang diperiksa),
hasilnya adalah tujuh koma dua ya mbak (read back/baca ulang
hasil(B))

Petugas Lab: “ya benar” (konfirmasi (K) hasil lab)

iii. Kapan saja TBK dilakukan


Tulis, Baca, Konfirmasi antara lain dilakukan pada saat :
i) Prinsipnya selalu lakukan TBK apabila melakukan komunikasi
antar pemberi layanan dan isi informasinya terkait dengan
pelayanan kepada pasien (diagnosis, pemeriksaan, tindakan,
terapi, obat, dan lain-lain).
ii) Pelaporan pasien yang akan di rawat inap kepada dokter yang
akan merawat (DPJP)
iii) Pelaporan hasil pemeriksaan kritis / hasil penunjang medis
(hasil laboratorium, hasil radiologi) kepada dokter yang
merawat.
iv) Pelaporan pasien yang memerlukan tindakan segera / cito
(pasien gawat) kepada dokter yang merawat.
2) Pengejaan Alphabet Internasional
a) Pengertian
Alfabet internasional adalah huruf fonetik atau huruf ejaan
internasional. Penyebutan abjad yakni dengan menyebutkan sebuah
kata spesifik yang dimulai dari abjad yang dimaksud. Misalnya :
Alfa untuk A, Beta untuk B, Charlie untuk C, dst.
Alfabet internasional sangat penting untuk mengatasi
gangguan-gangguan komunikasi, terutama bila pesan yang
disampaikan memiliki kombinasi abjad-abjad yang tidak biasa bagi
penerima pesan.
Daftar Alphabet Internasional yang berlaku di RSU Pelita Husada

HURUF TELEPHONY PENGUCAPAN


A Alpha Alfa
B Bravo Bravo
C Charlie Carli
D Delta Delta
E Echo Ekho
F Foxtrot Foxtrot
G Golf Golf
H Hotel Hotel
I India India
J Juliet Juliet
K Kilo Kilo
L Lima Lima
M Mike Maik
N November November
O Oscar Osker
P Papa Papa
Q Quebec Kibek
R Romeo Romeo
S Sierra Sierra
T Tango Tenggo
U Uniform Yuniform
V Victor Victor
W Whiskey Wiski
X Xray Eksrei
Y Yankee Yengki
Z Zulu Zulu
Untuk menghindari kesalahan dalam mengeja suatu nama obat atau
hal lain, petugas tidak hanya mengeja hurufnya namun menyebut kode
dengan huruf pertama kata yang dimaksud sebagai huruf yang dituju.
Daftar kata yang digunakan untuk mengeja dengan Kode
Alfabet Internasional seperti tersebut di bawah ini :
 Ekho, “E” seperti E pada “Era”, dan “O” seperti O pada “Bakso”
 Osker, “O” seperti O pada “Kompor”, dan “E” seperti E pada
“Mengapa”
 Tenggo, “O” seperti O pada “Bakso”

b) Kapan digunakan pengejaan


Penggunaan alphabet internasional digunakan saat
melakukan klarifikasi hal-hal sebagai berikut:
i. Nama obat yang tergolong sebagai Sound Alike atau
ucapan mirip. Contoh :
Obat Cycloserine memiliki kemiripan ucapan dengan
Cyclosporin, yang apabila diucapkan dengan cepat, atau
didengar dalam kondisi lingkungan yang bising, keduanya
bisa sangat mirip. Maka hal tersebut dicegah dengan mengeja
dengan ejaan.
Cycloserine = Charlie Yankee Charlie Lima Oscar Sierra
Echo Romeo India November Echo (baca:Carli Yengki Carli
Lima Osker Sierra Ekho Romeo Indoa November Ekho)
Cyclosporin= Charlie Yankee Charlie Lima Oscar Sierra
Papa Oscar Romeo India November (baca: Carli Yengki Carli
Lima Osker Sierra Papa Osker Romeo India November).
ii. Kata-kata lainnya yang sulit dieja, contoh diagnosis yang
asing, atau pemeriksaan penunjang yang asing dan jarang.
iii. Saat-saat dimana ejaan yang tepat, dibutuhkan untuk
menghindari kesalahan komunikasi.
d) Contoh penggunaan pengejaan NATO
i. Contoh aplikasi penggunaan pengejaan NATO saat
mengucapkan obat Sound Alike
Komunikasi Perawat Bangsal dengan Petugas Farmasi
Perawat Bangsal: “Assalamu’alaikum.... dengan petugas
farmasi.... ini pasien nyonya Pariyem dirawat dibangsal
ranap 3 dapat tambahan terapi obat oral ciprofloxacin dua
kali satu, saya eja ya ciprofloxacin nya soalnya sound alike
ini obatnya..., carli india papa romeo oscar foxtrot lima
oscar xray alpha carli india november
Read Back

Petugas Farmasi :“waalaikumsalam... saya ulang


yaa..pasien nyonya Pariyem dirawat di bangsal ranap 3
tambahan obat oral ciprofloxacin, ..., carli india papa
romeo oscar foxtrot lima oscar xray alpha carli india
november dua kali satu ya” Perawat Bangsal : “ya benar,
terima kasih”.

(keterangan: yang dicetak tebal adalah ejaan alphabet


internasional)

ii. Contoh aplikasi penggunaan saat mengeja istilah yang


asing atau sulit
Dokter: “mbak, nanti pasien tuan Woro usia 40 tahun dengan
alamat nguter, semanu, tolong di cek gamma gt ya”
Perawat:”mohon maaf dok, gama apa njih?”

Dokter” saya eja, dicatat ya,...gamma gt, golf alfa maik


maik alfa spasi golf tenggo”
Perawat:”oh, gamma gt, baik dokter, terima kasih”

3) Dengan Prinsip SBAR


a) Pengertian
Komunikasi SBAR adalah metode terstruktur untuk
mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan
perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang
efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi SBAR
juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima
pasien (hand over) antara shif di area klinis yang sama atau berbeda.
Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan
masukan kedalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi.
SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antar anggota tim
kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang
dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien
sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antar
pemberi asuhan. Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat
memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan
terstruktur.

SBAR merupakan kerangka acuan dalam melaporkan kondisi


pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Teknik
SBAR terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment,
Recommendation.
i. (S) SITUATION
Bagaimana situasi yang anda bicarakan?
i) Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien
ii) Apa yang terjadi dengan pasien yang memerlukan
perhatian
iii) Apa kondisi yang memerlukan perhatian segera
ii. (B) BACKGROUND
Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan
situasi?
i) Diagnosa
ii) Obat saat ini & alergi
iii) Tanda-tanda vital terbaru
iv) Hasil Laborat : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil
tes sebelumnya untuk perbandingan.
v) Riwayat medis
vi) Temuan klinis terbaru
iii. (A) ASSESMENT
Berbagi hasil penilaian klinis Anda
i) Apa temuan klinis?
ii) Apa analisa dan pertimbangan anda?
iii) Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?
iv. (R) RECOMMENDATION
Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah saat ini.
i) Apa tindakan /rekomendasi yang diperlukan untuk
mengatasi masalah?
ii) Apa solusi yang bisa di tawarkan?
iii) Apa yang Anda butuhkan dari dokter untuk memperbaiki
kondisi pasien?
b) Manfaat penggunaan SBAR
i. Meningkatkan kekuatan perawat & bidan berkomunikasi secara
efektif
ii. Dokter percaya pada analisa perawat & bidan karena
menunjukkan perawat dan bidan paham akan kondisi pasien
iii. Memperbaiki komunikasi berarti memperbaiki keamanan dan
keselamatan pasien
c) Kapan SBAR dipakai
i. Pada Saat Operan Jaga Perawat dan Bidan
ii. Pada saat serah terima pasien (hand over)
iii. Pada Saat Komunikasi Perawat/Bidan dengan Dokter/Profesi
Lainnya/ antar satu unit ke unit lainnya
d) Contoh penggunaan SBAR
i. Saat operan jaga
Nama : Tn.A umur 25 tahun, tanggal masuk 30 Januari 2018 (masuk
di IGD kemarin), DPJP : dr. Agus, Sp.S, diagnosa medis : Cephalgia.
Masalah keperawatan yang muncul pada saat pengkajian awal adalah
nyeri di kepala, nyeri pinggang dan mual muntah ≥ 6 kali.Saat ini
pasien masih sakit kepala dengan skala nyeri 6. Masih mual pada saat
bergerak. Muntah tadi malam 3 kali. Pasien masih mengeluh nyeri
pinggang dengan skala nyeri 5. Pasien direncanakan CT scan dari
UGD namun belum dilakukan.
i) Pasien punya riwayat sakit kepala sejak 2 bulan yang lalu. Pasien
mual pada saat bangun dari posisi tidur. Muntah terjadi 3 kali.
ii) Kesadaran : composmentis, TD 110/80 mmHg, Nadi 87x/menit,
suhu 36,7 0C, RR 20 x/menit..
iii) Dari UGD terapi yang sudah diberikan :
IVF RL 20 tts/menit
Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
Injeksi ketorolac 1 ampul/8 jam
Injeksi ondancentron 1 ampul/ 8 jam
Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam
iv) Pasien sudah diperiksa laboratorium di IGD tanggal 30
April 2018 Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 30 April
2018

HB : 15,7 gr/dl
Ht : 45 %
Leukosit : 6,3 ribu/mm3
Eritrosit : 5,4 ribu/mm3
Trombosit : 289 ribu/mm3
Gula darah sewaktu : 120 mg/dL
Ureum : 21 mg/dL
Creatinin : 1 mg/dL
v) Riwayat Alergi pasien tidak ada
Assessment (A) :
i) Permasalahan saat ini nyeri belum teratasi
ii) Resiko kekurangan volume cairan
Recommendation (R) :
i) Kaji skala nyeri kembali
ii) Motivasi makan dan minum sedikit tapi sering
iii) Tanyakan pada dokter untuk planning foto lumbal dan
pertimbangan konsul ke rehabilitasi medik
iv) Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
v) Jaga aseptic dan antiseptic setiap melakukan prosedur
vi) Intervensi lainnya dilanjutkan
e) Saat komunikasi Perawat ke Dokter/ konsul
Situation (S) :
“Selamat pagi Dokter, saya Risa perawat RSU Pelita Husada.
Melaporkan pasien nama tuan Wagiman, umur 55 tahun mengalami
penurunan pengeluaran urine, yaitu hanya 40 cc/24 jam, dan
mengalami sesak napas”.
Background (B) :
i. Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 18 April
2018, program HD hari Senin-Kamis.
ii. Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah
terpasang dower kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit sejak
15 menit yang lalu”.
iii. Terapi yang didapat Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp
iv. TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit SPO2
88%, oedema ekstremitas bawah dan asites.
v. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237
mg/dl, creatinin 10 mg/ dl.
vi. Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.
i. Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
ii. Pasien tampak gelisah
i. Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM?
ii. Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe
pump?
iii. Apakah dokter akan merujuk pasien ke ICU?

f) Contoh SBAR pada situasi non klinis


Situation (S) :
“selamat pagi pak Agus, saya Risa perawat rawat inap madukara 4.
Mau melaporkan pak kamar pasien jendelanya bocor”.
Background (B) :
“ jendelanya bocor sejak tadi malam pak, sehingga lantainya banjir
dan ruangan tidak bisa digunakan”.
Assessment (A) :
“saya pikir masalahnya lem perekat yang digunakan pada jendela
sudah tidak berfungsi dengan baik”.
Recommendation (R) :
“Sebaiknya segera diperbaiki pak karena dapat berakibat
mengganggu proses pelayanan”.

g) Gabungan TBaK, Alphabet Internasional dan SBAR


i. TBaK, Alphabet Internasional & SBAR dalam satu kegiatan
TBK, Alphabet Internasional, dan SBAR dijadikan satu kegiatan
dengan cara sebagai berikut:
i) Struktur komunikasi yang dipakai adalah SBAR.
ii) Komunikator dan komunikan mengaplikasikan TBaK dalam
melaksanakan SBAR
iii) Apabila mengucapkan obat LASA atau kata-kata yang sulit
dieja menggunakan ejaan Alphabet Internasional
iv) Dalam pengaplikasian TBK, Alphabet Internasional dan
SBAR diperlukan adanya buku bantu komunikasi yang terdiri
dari satu buah buku tulis dan bulpoint yang diletakkan
disebelah telpon ruangan. Selain itu daftar ejaan Alphabet
Internasional dan daftar obat LASA wajib dicetak dan di
tempel di dekat telpon.

h) Contoh aplikasi penggabungan TBaK, Alphabet Internasional dan


SBAR
Skenario: Perawat bangsal melaporkan kondisi pasien rawat inap
yang mengalami perburukan kepada DPJP nya.

Perawat: “assalamu’alaikum, saya Ratna perawat RSU Pelita Husada,


maaf mau melaporkan pasien dok”
Dokter:”walaikumsalam, ya silahkan mbak”
Perawat:”pasien tuan Wagiman usia 45 tahun yang dirawat di ruang
amarta 3 dengan diagnosis congestive heart failure baru saja mengeluh
lemas sekali dan sesak nafas” (S)
Dokter:”ya, kemudian?”

Perawat:”saya lakukan pemeriksaan TTV, saya temukan tensi nya 70


dengan palpasi dok, nadinya 120 per menit, respirasi 24 kali per menit,
suhunya 36 derajat celsius, tangan dan kakinya teraba dingin dan
lembab dok, serta pasien nampak gelisah, kemudian saya coba
pasangkan pengukur saturasi oksigen, nilai yang saya dapatkan untuk
saturasinya adalah 92% dok. Sebelumnya sudah mendapatkan terapi
infus RL tetesan mikro, injeksi furosemid 2 ampul tiap 12 jam,
digoksin oral 1 tablet tiap 24 jam (B), apabila analisa saya benar, pasien
sepertinya jatuh ke kondisi syok dok, dan ada gangguan dalam pola
respirasi (A), apakah pasien perlu saya beri oksigen dengan NRM, dan
apakah pasien perlu kami rujuk ke ICU dok? Mohon advisnya, terima
kasih (R)

Dokter:”baik, tolong pasien dirujuk ke ICU, sampaikan ke perawat


ICU nanti terapinya sebagai berikut, mohon dicatat...”

Perawat:”baik, dokter” (perawat bersiap mendengarkan sambil


mencatat tulis (T))
Dokter:”pasien diposisikan setengah duduk, berikan oksigen via NRM
dengan kecepatan 8 liter per menit, kemudian berikan injeksi
dobutamin dengan menggunakan syringe pump, dimulai dari lima
mikrogram per kgbb, ditingkatkan 5 mikrogram per kgbb tiap lima
belas menit hingga tensi naik, dan pertahankan di kisaran 120 per 80,
untuk furosemidnya distop dulu, nanti laporkan lagi ke saya apabila
tekanan darah sistolik sudah mencapai 100, akan saya beri advis
tambahan, sementara itu dulu, nanti akan saya visit beberapa jam lagi”

Perawat:”baik dokter, saya bacakan lagi njih advisnya,...pasien dirujuk


ke ICU, diposisikan setengah duduk, kemudian untuk terapi diberikan
tambahan berupa injeksi dobutamin, delta osker bravo yuniform
tenggo alfa maik india november, ( ejaan alfabet internasional
karena Dobutamin adalah obat LASA, U=uniform dibaca
yuniform), dengan dosis lima mikrogram per kgbb ditingkatkan tiap
lima belas menit hingga tercapai target tensi 120 per 80 dok, kemudian
untuk furosemidnya di stop, dan apabila tensi sistolik sudah mencapai
100, maka perawat ICU diminta menghubungi dokter, selain itu dokter
akan merencanakan visit pasien tersebut beberapa jam lagi, apakah
sudah benar semua dok?” ( read back/baca ulang (B))
Dokter:”peningkatan dosis dobutaminnya naik lima mikrogram ya
mbak, tadi belum disebutkan, lainnya sudah benar” ( konfirmasi
(K)) Perawat:”oh iya dok, dosis dobutamin naik lima mikrogram per
kgbb tiap lima belas menit”(read back/baca ulang (B))

Dokter:”ya sudah benar” ( konfirmasi (K))


Perawat:”terima kasih dok, assalamu’alaikum”
Dokter”ya sama-sama, walaikumsalam”

i) Skala Prioritas Keamanan Pasien


Dalam kondisi tertentu, dimana terdapat kemungkinan kesemua
komponen tidak dapat digabungkan karena keterbatasan waktu karena
kondisi pasien dan lingkungan, maka skala prioritas dari langkah
komunikasi efektif yang diutamakan adalah:
i. Prioritas utama : Lakukan TBaK wajib usahakan selalu
dilakukan
ii. Prioritas kedua : Lakukan ejaan alfabet internasional
iii. Prioritas ketiga : Lakukan Struktur Komunikasi SBAR
j) Kondisi Dimana TBaK, Ejaan alfabet internasional, dan SBAR Tidak
Dapat Digunakan Sepenuhnya dan Alternatifnya
Kondisi dimana terjadi kegawatan pada pasien, seperti di UGD,
dan termasuk situasi, situasi di ruang operasi dimana dibutuhkan
tindakan yang cepat, maka langkah-langkah komunikasi efektif TBaK,
Ejaan alfabet internasional, dan SBAR wajib dimodifikasi dengan
tujuan penggunaan waktu yang berharga untuk mengejar keselamatan
pasien. Alternatif yang digunakan adalah sebagai berikut:
i. TBaK
Dalam kondisi darurat di UGD untuk penanganan pasien yang
memerlukan tindakan yang cepat karena tidak memungkinkan
untuk TBaK bisa dimodifikasi tanpa menulis, tapi dengan diingat,
dan tetap wajib dilakukan langkah read back/baca ulang dan
konfirmasi dari kebenaran informasi yang diterima. Setelah selesai
melakukan tindakan baru kita melakukan pencatatan/ menulis hasil
perintah di lembar yang tersedia.
ii. Ejaan alfabet internasional
Ejaan alfabet internasional tetap digunakan apabila komunikan
(penerima informasi) merasa kurang jelas tentang kata yang
diucapkan, namun apabila komunikan merasa sudah jelas, Ejaan
alfabet internasional tidak perlu digunakan. Apabila komunikan
(penerima informasi) merasa kurang jelas, maka komunikator
(pemberi informasi) wajib mengeja kata-kata yang dimaksud
dengan Ejaan alfabet internasional. Komunikan tetap wajib me-read
back obat LASA yang dikomunikasikan, ataupun diagnosa, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan, walaupun dalam kasus
dimana Ejaan alfabet internasional tidak digunakan.
iii. SBAR
Dalam kondisi darurat, komunikasi SBAR dilaksanakan dengan
cara sesingkat-singkatnya namun tetap memperhatikan isi/subtansi
informasi yang penting, contoh:
Perawat: Dok, pasien ini tensinya turun (S), sekarang hanya 80 per
50
(B), nampaknya pasien mengalami syok (A), apakah sebaiknya
kita guyur dengan cairan? (R)
k) Hand Over
i. Pengertian
Hand over atau serah terima asuhan pasien adalah teknik
atau cara untuk menyampaikan dan menerima suatu laporan yang
berkaitan dengan keadaan pasien. Serah terima asuhan pasien harus
dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat,
jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri yang telah dilakukan,
tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/ belum dilakukan dan
perkembangan pasien saat ini. Informasi yang disampaikan harus
akurat sehingga berkesinambungan antar pemberi asuhan dan
dapat berjalan dengan sempurna.
ii. Tujuan
i) Mengkomunikasikan keadaan pasien dan menyampaikan
informasi yang penting
ii) Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data fokus)
iii) Menyampaikan hal yang sudah/ belum dilakukan dalam
asuhan kepada pasien
iii. Manfaat
i) Meningkatkan komunikasi antar pemberi asuhan
ii) Menjalin hubungan kerjasama antar pemberi asuhan
iii) Pelaksanaan asuhan terhadap pasien yang
berkesinambungan
iv) Petugas dapat mengikuti perkembangan pasien secara
paripurna
v) Pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung
bila ada yang belum terungkap
iv. Macam-macam serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam
rumah sakit
i) antar profesional pemberi asuhan (PPA) seperti antar staf
medis dan staf medis, antar staf medis dan staf keperawatan
atau dengan staf klinis lainnya, atau antar PPA dan PPA
lainnya pada saat pertukaran sif (shift), dan
didokumentasikan di buku hand over masing – masng bagian
atau instansi
ii) antar berbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang
sama seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit
perawatan, dan didokumentasikan dilembar transfer internal
atau dari unit darurat ke kamar operasi, dan
didokumentasikan di catatan keperawatan perioperatif
iii) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit
tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik, dan
didokumnetasikan di catatan perkembangan pasien
terintegrasi.
v. Prosedur serah terima asuhan pasien (hand over) saat pertukaran
shif
i) petugas yang akan mengoperkan kepetugas berikutnya harus
menuliskan informasi medis terkait pasien untuk dioperkan
kesift berikutnya paling lambat satu jam sebelum sift berakhir
dan mencatatkan operan tersebut dibuku hand over dengan
tehnik SBAR, dan menuliskan informasi terkait
perkembangan pasien yang perlu dioperkan ke shift
berikutnya diform catatan perkembangan pasien terintegrasi
dengan format SOAP.
ii) Serah terima dilaksakan setiap pergantian sift/ operan.
iii) Serah terima dilaksanakan di ruang perawatan pasien
iv) Prinsip timbang terima, semua pasien baru masuk dan pasien
yang dilakukan timbang terima khususnya pasien yang
memiliki permasalahan yang belum/ dapat teratasi serta yang
membutuhkan observasi lebih lanjut.
v) PPJA menyampaikan timbang terima kepada PPJA (yang
menerima pendelegasian) berikutnya, hal yang perlu
disampaikan dalam timbang terima:
(i) Aspek umum yang meliputi jumlah tenaga dan
kendala yang dihadapi selama sift
(ii) Jumlah pasien
(iii) Identitas pasien dan diagnosis medis
(iv) Data pasien (keluhan/ subyektif dan obyektif)
(v) Masalah keperawatan yang masih muncul
(vi) Intervensi keperawatan yang sudah dan belum
dilaksanakan
(vii) Intervensi kolaboratif dan dependen
(viii) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan
(persiapan operasi, pemeriksaan penunjang, dan
program lainnya)
vi) Penyampaian harus singkat, jelas dan padat oleh petugas
jaga
vii) Petugas jaga selanjutnya dapat melakukan klarifikasi, tanya
jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah
disampaikan dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang
kurang jelas
viii) Pasien dan keluarga juga dilibatkan pada saat serah
terima pasien. Pasien dapat menyampailkan masalah atau
keluhannya.
ix) PPJA dapat menanyakan kepada pasien kebutuhan dasar
pasien yang belum terpenuhi, mengkaji langsung secara
penuh terhadap kebutuhan yang belum terpenuhi.
x) Pelaporan untuk serah terima asuhan pasien dituliskan secara
langsung pada format serah terima asuhan pasien yang
ditandatangani oleh PPJA yang jaga saat itu dan PPJA yang
jaga berikutnya diketahui oleh kepala ruang.
vi. Prosedur serah terima asuhan pasien (hand over) antar unit
Serah terima pasien antar unit di rumah sakit atau disebut
juga dengan transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu
ruagan keruangan perawatan/ ruang tindakan lain didalam rumah
sakit (intra rumah sakit) atau memindahkan pasien dari satu rumah
sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit). Selama dirawat
dirumah sakit, pasien mungkin dipindah dari satu pelayanan atau
dari satu unit rawat inap ke berbagai unit pelayanan lain atau unit
rawat inap lain. Jika profesional pemberi asuhan (PPA) berubah
akibat perpindahan ini maka informasi penting terkait asuhan
harus mengikuti pasien dan di dokumentasikan di form transfer
internal. Yang meliputi:
i) Rekam medis pasien harus disertakan pada waktu pasien
dipindahkan dan diserahkan kepada tim asuhan yang
menerima pasien.
ii) Ringkasan informasi yang ada di rekam medis pasien juga
disertakan. Ringkasan memuat sebab pasien masuk dirawat,
temuan penting, diagnosis prosedur atau tindakan, obat yang
diberikan dan keadaan pasien waktu pindah.
iii) Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat trasfer pasien
meliputi :
(i) Indikasi pasien masuk rawat inap
(ii) Riwayat kesehatan
(iii) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan
(iv) Diagnosis pasien
(v) Prosedur yang sudah dilakukan
(vi) Obat yang diberikan dan tindakan lain yang dilakukan
(vii) Keadaan pasien pada waktu dipindah
4) Pelaporan Nilai Kritis
f) Pengertian
Hasil atau nilai Kritis adalah hasil pemeriksaan diagnostik
penunjang dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yang secara
signifikan diluar rentan hasil yang seharusnya sehingga memberi
indikasi resiko tinggi atau kondisi yang mengancam jiwa pasien yang
memerlukan penanganan segera. Nilai kritis harus dikomunikasikan
dengan perawat/dokter bangsal kepada DPJP dalam waktu ≤ 15
menit setelah ada hasil. Sistem pelaporan formal yang dapat
menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaan
diagnostik dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dikomunikasikan
kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi di form
catatan perkembangan pasien terintegrasi untuk mengurangi risiko
bagi pasien. Untuk hasil kritis radiologi, ketika radiografer
mendapatkan hasil pemeriksaan awal yang teridentifikasi kritis,
maka radiografer dapat menghubungi dokter jaga untuk
mengkonsultasikan hasil pemeriksaan awal atau sementara kepada
DPJP sambil menunggu hasil pemeriksaan dibaca dan dianalisa oleh
dokter radiologi. Pemeriksaan diagnostik kritis meliputi :
i. Pemeriksaan laboratorium
ii. Pemeriksaan radiologi
iii. Prosedur ultrasonografi
iv. Pemeriksaan elektrokardiogram
g) Tujuan
a. Mencegah keterlambatan penatalaksanaan pasien dengan
hasil kritis
b. Terlaksananya proses pelaporan nilai-nilai yang perlu di
waspadai
c. Hasil kritis dapat diterima oleh DPJP yang merawat dan
diinformasikan pada pasien sesuai waktu
c) Tata cara pelaporan nilai kritis
i. Pelaporan hasil kritis pemeriksaan diagnostik di RSU Pelita
Husada diatur dalam sebuah prosedur dimana hasil kritis
pemeriksaan diagnostik harus segera tersampaikan ke DPJP
dalam waktu 15 menit setelah hasil pemeriksaan penunjang
dicetak/ keluar. Apabila hasil pemeriksaan diagnostik pasien
termasuk ke dalam kategori nilai kritis maka petugas
penunjang medis harus segera menghubungi perawat ruangan
terkait dalam waktu maksimal 5 menit. Jika ditemukan nilai
kritis dalam tanda-tanda vital pasien, perawat ruangan harus
segera melaporkan hasil kritis kepada dpjp dalam waktu kurang
dari 15 menit. Berikut Tata cara pelaporan hasil kritis
pemeriksaan diagnostik di RSU Pelita Husada:
ii. Sebelum menghubungi perawat ruangan, petugas penunjang
medis harus menyediakan data lengkap antara lain nama
pasien, alamat, nomor rekam medis pasien, tanggal
pengumpulan specimen, hasil pemeriksaan dan nama dokter
pengirim.
iii. Setelah data pasien lengkap maka petugas penunjang medis
segera menghubungi perawat ruangan terkait dan
menyampaikan hasil pemeriksaan diagnostik kritis dalam
waktu kurang dari 5 menit.
iv. Petugas penunjang medis harus menanyakan kembali nama
pasien, alamat pasien, nama pemeriksaan dan hasil
pemeriksaan yang telah disampaikan sebelumnya untuk
memastikan validitas data.
v. Petugas penunjang medis harus mendokumentasikan
informasi yang telah disampaikan, nama perawat yang
menerima informasi tersebut, tanggal dan jam pemberitahuan,
catat di buku ekspedisi pelaporan nilai kritis.
vi. Perawat ruangan terkait melaporkan segera ke DPJP dengan
menjelaskan dengan rinci nama pasien, alamat pasien, nama
pemeriksaan dan hasil pemeriksaan nilai kritis dengan metode
SBAR.
vii. Jika setelah dihubungi 3 kali DPJP tidak mengangkat telpon,
petugas harus menyampaikan hasil pemeriksaan kritis lewat
WA atau SMS dan menghubungi dokter jaga. 5 menit
kemudian menghubungi ulang DPJP oleh perawat atau dokter
jaga.
viii. Perawat ruangan mencatat terapi yang diberikan oleh DPJP
sesuai dengan metode TBaK.
d) Keterlambatan pelaporan hasil kritis dari instalasi penunjang, dapat
disebabkan karena :
i. masih adanya perawat atau ruangan yang tidak segera
melaporkan hasil pemeriksaan laboratorium kritis kepada
DPJP
ii. Ruangan sulit untuk dihubungi misal : telepon nada sibuk
iii. Petugas instalasi penunjang terlambat menyampaikan hasil
pemeriksaan kritis.
e) Contoh pelaporan hasil kritis oleh petugas laboratorium ke
rawat inap Situation (S) :
“Selamat pagi Bapak/ Ibu, saya Ririn dari laboratorium mau
melaporkan hasil pemeriksaan laboratorium Tn. Wagiman umur 55th
alamat tambakrejo 2/4 dengan no RM 030303”.
Background (B) :
Hasil pemeriksaan hemoglobin tanggal 20 Februari 2018
HB:3,2 g/dl Assesment (A) :
Ini hasil HB nya sangat rendah
Recomendation (R) :
Coba di konsulkan ke DPJP apakah perlu dilakukan tindakan atau
pemeriksaan lain
f) Hasil nilai kritis laboratorium
 Laboratorium Kimia
Waktu pengecekan sampai hasil keluar adalah 30-75 menit. Jika ada
hasil kritis harus segera dilaporkan kepada dokter/DPJP/perawat/bidan
dengan respon time < 15 menit.
JENIS BATAS
BATAS ATAS SATUAN
PEMERIKSAAN BAWAH
Gula Darah 50 350 Mg/dl
Ureum - 100 Mg/dl
Creatinine - 3,5 Mg/dl

 Laboratorium Hematologi
Waktu pengecekan sampai hasil keluar adalah < 20 menit. Jika ada
hasil kritis harus segera dilaporkan kepada dokter/DPJP/perawat/bidan.
JENIS BATAS BATAS ATAS SATUAN
PEMERIKSAAN BAWAH
Hb (bayi) 9 20 g/dl
Hb (dewasa) 6 17 g/dl
Hmt (Hematokrit) 27 45 %
Al (Leukosit) 1000 25.000 /mm
At (Trombosit) 60.000 600.000 /mm
CT - 20 Menit
BT - 15 Menit

h) Hasil Kritis Radiologi


Harus dilaporkan dalam waktu 15 menit setelah hasil dibacakan oleh dr.
Spesialis Radiologi.
PEMERIKSAAN HASIL KRITIS
 Fraktur pada Tengkorak
SISTEM SYARAF PUSAT
 Fraktur Tulang Belakang Cervical
 Pneumothorax
DADA  Emfisema
Mediastinum/Pneumomediastinum
 Udara bebas di Abdomen
 Appendicitis
 Perlukaan organ dalam traumatik
Abdominal
ABDOMEN
 Obstruksi Usus
 Kehamilan Ektopik
 Placenta Previa menjelang Aterm
 Kematian Fetus

i) Hasil Kritis Elektrokardiogram


Jika ada hasil kritis harus segera dilaporkan kepada
dokter/DPJP/perawat/bidan dengan respon time < 15 menit.
Contoh pelaporan hasil kritis oleh petugas ruangan ke DPJP
Situation (S) :
“Selamat pagi Bapak/ Ibu, saya Budi dari UGD mau melaporkan Tn.
Wagiman umur 55th alamat tambakrejo 2/4 dengan keluhan pusing, mata
berkunang-kunang. Pasien tampak pucat.”
Background (B) :
“Hasil pemeriksaan TD: 100/60, N: 88x/m, RR: 20x/m, S: 36,7.
Didapatkan hasil laboratoorium Hb: 3,5g/dl, pasien tidak BAB
darah ataupun muntah darah”
Assesment (A) :
“Saya kira pasien mengalami anemia”
Recomendation (R) :
“ Apakah pasien harus segera di tranfusi darah Dok?”
“ Mohon advis selanjutnya”

3. PENYAMPAIAN INFORMASI KODE DARURAT DI RUMAH


SAKIT
a. Pengertian
Kode atau sandi adalah suatu informasi yang tidak berupa kata
melainkan bentuk representasi lain. Kode dapat berfungsi meminta bantuan
, mengevakuasi, dll. Kode ini terdiri beberapa jenis yaitu Kode Biru , Kode
Merah, Kode Hitam, Kode Pink dan Kode Orange, dan Kode Ungu, setiap
kode memiliki maksud dan simbol tertentu.
a) Kode Biru
Kode Biru merupakan salah satu kode prosedur emergensi
yang harus segera diaktifkan jika ditemukan seseorang dalam kondisi
cardiac respiratory arrest di dalam area rumah sakit.
b) Kode Merah
Kode Merah adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman
kebakaran di lingkungan rumah sakit (api maupun asap), sekaligus
mengaktifkan tim siaga bencana rumah sakit untuk kasus kebakaran.
Dimana tim ini terdiri dari seluruh personel rumah sakit, yang masing-
masing memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai panduan
tanggap darurat bencana rumah sakit. Misalnya; petugas teknik segera
mematikan listrik di area kebakaran, perawat segera memobilisasi
pasien ke titik-titik evakuasi, dan sebagainya.
c) Kode Hitam
Kode Hitam adalah adalah kode yang mengumumkan adanya
ancaman orang yang membahayakan (ancaman orang bersenjata atau
tidak bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang atau
melukai diri sendiri), ancaman bom atau ditemukan benda yang
dicurigai bom di lingkungan rumah sakit dan ancaman lain.
d) Kode Pink
Kode Pink adalah adalah kode yang mengumumkan adanya
penculikan bayi/ anak atau kehilangan bayi/ anak di lingkungan rumah
sakit. Secara universal, pengumuman ini seharusnya diikuti dengan lock
down (menutup akses keluar-masuk) rumah sakit secara serentak.
Bahkan menghubungi bandar udara, terminal, stasiun dan pelabuhan
terdekat untuk kewaspadaan terhadap bayi korban penculikan.
e) Kode Orange
Kode Orange adalah kode Perintah Evakuasi karena adanya
insiden yang terjadi di rumah sakit misalnya evakuasi terhadap suatu
kondisi kegawat daruratan kebakaran, ancaman bom , gempa,
kerusakan struktur bangunan dll.
f) Kode Ungu
Kode ungu digunakan bila adanya ancaman terhadap adanya
bom atau ditemukan benda yang dicurigai bom di lingkungan rumah
sakit dan ancaman lain.
Kode yang menggunakan warna-warna diatas adalah tanda
peringatan terhadap suatu kondisi kegawat daruratan yang sifatnya
universal. Khusus untuk lingkungan rumah sakit, kode-kode tersebut
merupakan bagian dari kebijakan tanggap darurat bencana terkait
keselamatan dan keamanan pasien, pengunjung,warga sekitar rumah
sakit serta staf, yang harus dimiliki serta diketahui secara luas.
b. Tata laksana Penyampaian Kode Darurat
a) Tata Laksana Penyampaian Kode Biru
Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac
respiratory arrest maka cara pengaktifan Kode Biru yaitu:
a) Jika mendapati pasien tidak sadar, penemu kejadian meminta
pertolongan kepada yang ditemui untuk meminta bantuan
menelepon tim code blue ke nomor ekstensi “104”.
b) Penemu kembali menuju ke pasien yang tidak sadar untuk
memberikan pertolongan pertama.
c) Penelepon, menghubungi tim code blue dengan memberikan
informasi sebagai berikut :
(1) “code blue, code blue, menyebutkan lokasi dan meminta untuk
me-read back”.
(2) Contoh : “code blue, code blue, lokasi di rawat inap 1, kamar
madukara 1, mohon read back”.
d) Customer service me-read back informasi : “ saya ulangi pesan
informasi, code blue, code blue, lokasi di rawat inap di rawat inap
1, kamar madukara 1, apakah benar ?”
e) Penelpon mengkonfirmasi pesan bahwa sudah di read back dengan
benar: “ iya benar”.
f) Setelah tim code blue menerima informasi, tim code blue
memberikan konfirmasi:
Tim Code Blue segera menuju lokasi ”
b) Tata Laksana Penyampaian Kode Merah
a) Jika mendapati kejadian kebakaran, penemu kejadian meminta
pertolongan kepada yang ditemui untuk meminta bantuan
menelepon customer service ke nomor ekstensi “102”.
b) Penemu kembali menuju ke titik api dengan membawa APAR.
c) Penelpon, menghubungi customer service menelpon dengan
memberikan informasi sebagai berikut :
(1) “ code read, code read, menyebutkan lokasi dan meminta
customer service untuk me-read back”.
(2) Contoh : “code read, code read, lokasi di lantai 1, Ruang
Tunggu Farmasi, mohon read back”.
d) Customer service me-read back informasi : “ saya ulangi pesan
informasi, code read, code read, lokasi di rawat inap 1, kamar
madukara 1, apakah benar ?”
e) Penelpon mengkonfirmasi pesan bahwa sudah di read back dengan
benar
: “ iya benar”.
f) Customer Service menggunakan pengeras suara mengaktifkan
Kode Merah dengan prosedur sebagai berikut:
(1) “Perhatian, Perhatian, code read, code read lokasi di ….
(sebutkan lokasi), tim code read, code read segera menuju
lokasi.
(2) Misal :“Perhatian, perhatian code read, code read, lokasi di
Lantai 1 , Ruang tunggu Farmasi. Tim code read, code read
segera menuju lokasi”.
Dilakukan sebanyak 2 kali.
(3) Jika lokasi kejadian di ruangan rawat inap : “Perhatian,
Perhatian,,,
code read, code read, lokasi di rawat inap lantai 1, madukara 1.
Tim code read segera menuju lokasi ”. Dilakukan sebanyak 2
kali.
g) Customer Service menghubungi Direktur RSU Pelita Husada untuk
melaporkan kejadian.
h) Customer Service menghubungi UGD untuk mempersiapkan
Tenaga Medis dan peralatan Medis dalam menolong korban.
BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi Pelaksanaan komunikasi efektif dan Pemberian Informasi dan


Edukasi di RSU Pelita Husada meliputi Formulir Dokumentasi Pemberian Edukasi
Terintegrasi diisi oleh semua petugas kesehatan yang melakukan asuhan pada pasien.
Materi yang diberikan dapat ditulis di kolom materi edukasi dengan menjabarkannya.
Apabila materi tersebut di bukukan atau bentuk leaflet dapat menuliskan kode buku
atau leaflet tersebut di kolom materi edukasi dengan dibubuhkan tandatangan pemberi
edukasi (petugas kesehatan) dan penerima edukasi (pasien/keluarga). Sedangkan untuk
pemberian informasi dan edukasi di Rawat Jalan hanya menuliskan apa yang telah
disampaikan di kolom edukasi.
Dokumentasi komunikasi efektif dan pemberian edukasi terhadap pasien dan
keluarga meliputi :
A. Formulir dokumentasi pemberian edukasi terintegrasi
B. Formulir assesmen kemampuan, kemauan dan kebutuhan edukasi
C. Lembar pemberian informasi tindakan kedokteran
Ketiganya didokumentasikan di dalam rekam medis.
BAB V

PENUTUP

Demikian Pedoman Komunikasi Efektif dan Pemberian Edukasi Pada Pasien


dan Keluarga di RSU Pelita Husada ini dibuat sebagai standar berkomunikasi bagi
karyawan di RSU Pelita Husada. Mudah-mudahan dengan adanya pedoman ini, dapat
lebih memudahkan semua pihak yang terkait dengan pelayanan pasien dan hubungan
antar manusia..

Anda mungkin juga menyukai