Disusun oleh :
Triberti Natalis Yodi
P2002062
SAMARINDA
2021
TINJAUAN TEORI
ACUTE KIDNEY INJURY
A. Definisi
Gagal ginjal akut mengacu pada kehilangan fungsi ginjal tiba-tiba. Selama periode
beberapa jam sampai beberapa hari, laju filtrasi glomerulus (glomerulus filtration rate/
GFR) menurun. Serum kretinin dan ureum nitrogen darah (blood urea nitrogen/ BUN)
menurun. Orang dewasa sehat yang makan dengan diet normal memerlukan keluaran
urine minimum sekitar 400 ml selama 24 jam untuk mengeluarkan produk sisa
metabolism melalui ginjal. Jumlah yang lebih rendah mengindikasikan menurunnya GFR.
Oliguria mengacu pada keluaran harian urine antara 100-400 ml, anuria mengacu pada
keluaran urine < 100 ml (Black, 2014).
B. Etiologi
Banyaknya penyebab AKI dapat dikategorikan menjadi tiga area utama: prarenal,
intrarenal, dan post renal (Black, 2014):
1. Penyebab prarenal
Terkait dengan perfusi ginjal, ginjal bergantung pada pengiriman darah yang
cukup untuk disaring oleh glomerulus. Oleh karena itu menurunnya aliran darah
menurunkan GFR dan dapat mengakibatkan AKI. Berikut ini adalah kondisi yang
berkontribusi terhadao menurunnya aliran darah ginjal.
a. Deplesi volume sirkulasi, seperti yang mungkin terjadi pada diare, muntah,
perdarahan, penggunaan diuretic berlebih, terbakar, kondisi pengeluaran garam
oleh ginjal, atau glikosuria.
b. Pergantian volume, seperti dari sekuistrasi ruang ketiga cairan, vasodilatasi atau
sepsis bakteri gram negative.
c. Menurunnya curah jantung, seperti selama gagal pompa jantung, tamponade
pericardium, atau embolisme pulmonal.
d. Menurunnya resistensi vaskuler perifer, seperti dari anestesi spinal, syok septik,
atau anafilaksis
e. Obstruksi vaskuler, seperti oklusi arteri ginjal bilateral atau pembedahan
aneurisma.
2. Penyebab intrarenal
Penyebab AKI meliputi perubahan parenkim yang disebabkan penyakit atau
zat nefrotoksin. Nekrosis tubular akut adaah penyebab AKI intarenal yang paling
umum dan terhitung 75% kasus. Keruskan sel epitel tubular ini diakibatkan oleh
terganggunya perfusi ginjal atau kerusakan langsung oleh nefrotoksin. Nefrosis
tubular akut mungkin disebabkan oleh pigmen heme, seperti myoglobin dan
hemoglobin, yang disebabkan dari jaringan otot yang rusak. Pelepasan ini mungkin
disebabkan oleh trauma (rhabdomiolisis), cedera remuk, dan kesetrum atau dari
kondisi nontraumatis, seperti latihan fisik berlebihan, kondisi genetic, penyakit
menular, kondisi metabolic dan penolakan tranplantasi ginjal.
Penyabab AKI intra renal lainnya adalah glomerulonephritis, mikrovaskular
dan lesi vascular besar, seperti dalam sindrom hemolitik-ureumia, thrombosis,
vaskulitis, scleroderma, trauma, aterosklerosis, invasi tumor, dan nekrosis kortikal,
yang disebabkan oleh vasopasme pembuluh darah kortikal berkepanjangan.
3. Post renal
Karena obstruksi dalam saluran urine, di semua tempat mulai dari tubulas
sampai meatus uretra. Penyebab-penyabab umum obstruksi di antaranya adalah
hipertrofi prostatic, kalkulus, invasi tumor, kecelakaan pembedahan, striktur ureter
atau uretra atau stenosis, dan fibrosis retroperitoneal. Cedera saraf spinal dapat
mengakibatkan menurunnya pengosongan kandung kemih dan obstruksi fungsional.
C. Manifestasi Klinis
1. Menurut Salam, 2006 dalam Wati, 2018
a. Pasien tampak sangat menderita dan mual muntah, diare
b. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan nafas mungkin berbau
urine
c. Manifestasi system saraf, lemah,sakit kepala, kedutan otot dan kejang
d. Perubahan pengeluaran produksi urine sedikit,dapat mengandung darah
e. Anoreksi disebabkan oleh akumulasi produk sisa nitrogen
f. Sakit dan nyeri pada tulang dan sendi Karena kehilangan kalsium dari tulang
g. Kelelahan akibat anemia
h. Hipertensi, penigkatan BB dan edema
2. Prarenal
Gejala klinik yang timbul pada gangguan ginjal akut pre renal umumnya akibat
hipoperfusi renal, antara lain :
a. Kehilangan volume cairan tubuh (lemah badan, rasa haus, hipotensi ortostatik,
nadi cepat dangkal, bibir kering, turgor buruk, oligo-anuri).
b. Penurunan volume efektif pembuluh darah (cardiac output), redistribusi cairan
(sesak nafas, normotensi atau hipotensi tergantung autoregulasi cairan tubuh),
oligo-anuri, edema paru, edema tungkai).
c. Obstruksi renovaskuler, vasokonstriksi intra renal primer (biasanya urin output
normal, bila terjadi oligo-anuri, dapat menimbulkan gejala edema paru, edema
tungkai).
3. Intra renal
Pada gangguan ginjal akut renal didapatkan gejala klinik sebagai berikut:
a. Pada nefrotoksik ATN (Acute Tubular Necrosis) atau nefritis interstitial, adanya
konsumsi obat-obatan, penggunaan radiokontras.
b. Pada iskemik, keluhan panas badan akibat infeksi/sepsis, atau sesak nafas pada
gagal jantung.
c. Pada glomerulonefritis akut adanya riwayat demam akibat infeksi streptokokus,
SLE dan lain-lain.
d. Pada hemolisis adanya riwayat transfusi darah
4. Post renal
Gejala klinik gangguan ginjal akut post renal adalah biasanya selalu ada
riwayat obstruksi ginjal atau ureter oleh berbagai sebab. Terdapat gejala antara lain:
nyeri, kolik abdomen, demam, kadang-kadang septikemi, terdapat hidronefrosis atau
hidroureter (Kustiyuwati, 2014).
D. Komplikasi
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI yang
ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya saat awal. Pada
tabel berikut dijelaskan komplikasi yang sering terjadi dan penangannya untuk AKI
(Triastuti, 2017).
1. Kelebihan volume intravaskuler
2. Hiponatremia
3. Hyperkalemia
4. Asidosis metabolic
5. Hiperfosfatemia
6. Hipokalsemia
7. Nutrisi
E. Patofisiologi
Berkurangnya perfusi ginjal dan volume efektif arterial akan menimbulkan
perangsangan aktivitas sistem saraf simpatis dan juga sistem renin angiotensin aldosteron.
Perangsangan sistem ini akan mengakibatkan peningkatan kadar angiotensin II yang
menimbulkan vasokonstriksi arteriol aferen glomerulus ginjal (post glomerulus).
Meningkatnya kadar angiotensin II akibat gangguan hemodinamik akan merangsang
sistem saraf simpatis sehingga terjadi reabsorbsi air dan garam di tubulus proksimal
ginjal. Sebagai respon fisiologis terhadap gangguan hipoperfusi ginjal yang ringan maka
untuk mempertahankan LFG akan terjadi retensi urin dan natrium sehingga urin menjadi
pekat dengan kadar natrium yang rendah (Lamiere et al, 2006; Abuelo, 2007 dalam
Roesli, 2008, dalam Kustiyuwati, 2014).
Pada gangguan ginjal akut intrinsik disebabkan oleh acute tubular necrosis yaitu
proses iskemik dan proses nefrotoksik. Respon ginjal terhadap keadaan hipoperfusi
menyebabkan azotemia pre renal atau gangguan iskemik. Bila hipoperfusi bertambah
berat akan menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitel dari tubulus disertai gangguan
pada Na+ /K+ -ATP ase. Sel-sel yang mati dan rusak akan menyebabkan sumbatan di
tubulus dengan akibat penurunan LFG (Schier et al, 2004, dalam Kustiyuwati, 2014).
Gangguan ginjal akut yang terjadi akibat sumbatan di buli-buli dan uretra (sumbatan
tingkat bawah) juga terjadi pada ureter dan pelvis ginjal (sumbatan tingkat atas). Apabila
sumbatan terjadi pada tingkat atas maka sumbatannya bilateral atau hanya terjadi pada
satu buah ginjal saja dimana ginjal yang satunya sudah tidak berfungsi. Pada wanita biasa
disebabkan oleh keganasan yang terjadi pada retroperitoneal atau pada panggul,
sedangkan pada laki-laki biasanya diakibatkan oleh pembesaran atau keganasan prostat.
Sifat sumbatannya dapat total dan disertai anuri, atau parsial yang biasanya tidak
memiliki manifestasi klinik (Roesli, 2008, dalam Kustiyuwati, 2014).
F. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Pengelolaan terapi konservatif pada gagal ginjal akut adalah (Kustiyuwati, 2014):
a. Kelebihan cairan {batasi garam (1-2 gram/hari) dan air (<1 liter/hari)}
b. Intravaskuler {diuretic, biasanya furosemide}
c. Hiponatremia {batasi cairan (<1 liter/hari), hindari pemberian cairan hipotonis,
termasuk dextrose 5%}
d. Hyperkalemia {batasi intake kalium (<40 mmol/hari), hindari suplemen kalium
dan diuretic hemat kalium, besi resin “potassium-binding ion exchange”
(kayaxalate), beri glukosa 50% sebanyak 50cc+insulin 10 unit, beri natrium
bikarbonat (50-100 mmol), beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1 mg IV,
kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit)}
e. Asidosis metabolic {batasi intake protein (0,8-1,0g/kgBB/hari), beri natrium
bikarbonat (usahakan kadara serum bikarbonat plasma >15 mmol/l dan pH arteri
>7,2)}
f. Hiperfosfatemia {batasi intake fosfat (800 mg/hari), beri pengikat fosfat (kalsium
asetat-karbonat, alumunium HCL, sevalamer)}
g. Hipokalsemia {beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10% (10-20cc)}
h. Hiperuriksemia {tidak perlu terapi jika kadar asam urat < 15 mg/dl}
2. Terapi pengganti ginjal
Indikasi dan kriteria untuk inisiasi terapi pengganti ginjal pada gangguan ginjal akut
adalah (Kustiyuwati, 2014):
a. Oliguria (output urin < 200cc/12 jam)
b. Anuria/oliguria berat (output urin < 50 cc/12 jam)
c. Hyperkalemia (K+ >6,5 mmol/L)
d. Asidosis berat (pH <7,1)
e. Azotemia (urea >30 mmol/L)
f. Gejala klinik berat (terutama edema paru)
g. Enselopati uremik, pericarditis uremik, neuropati/miopati uremik, disnatremia
berat (Na > 160 atau <115 mmol/L)
h. Hipertermia/hipotermia, overdosis obat-obatan yang terdialisis jika kadar asam
urat <15 mg/dl
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Biochemistry Serial urea, Creatinine, Electrolytes, Blood gas analysis, Serum
bicarbonate, Creatine kinase, Myoglobinura, C-reactive protein, Serum
immunoglobulin, Serum protein electrophoresis, Bence Jones proteinuria.
2) Haematology Full blood count, Blood film, Coagulation studies.
3) Immunology Anti-nuclear antibody(ANA), Anti-double-stranded DNA
antibodies, Antineutrophil cytoplasmic antibody (ANCA), Antiproteinase3
(PR3) antibodies, Antimyeloperoxidase (MPO) antibodies, Complement
levels, Antiglomerular basement membrane antibodies, Antistreptolysin O
dan antiDNAse B titres.
4) Virology Hepatitis B dan C, HIV.
b. Pemeriksaan urin, urinalysis meliputi:
1) Dipstick for blood dan atau protein,
2) Cultures,
3) Microscopy for cells,
4) Casts,
5) Crystals.
2. Pemeriksaan radiologi
a. Renal ultrasound,
b. Angiography atau Ultrasonographic Doppler studies atau radioisotope methods,
c. CT-scan atau MRI.
3. Renal biopsy (Kustiyuwati, 2014)
Penurunan
ultrafiltrasi
Peningkatan Obstruksi Kebocoran
glomerulus
pelepasan NaCl ke tubulus filtrate
Penurunan GFR
Penurunan produksi
urine
Hipervolemia/
Edema paru hipovolemia Hyperkalemia Peningkatan Bau ammonia pada
asidosis metabolik kelelahan otot, kram mulut. Mual,
otot muntah, anoreksia
Perubahan konduksi
Pola napas electrical jantung Kelemahan fisik.
tidak efektif Intake nutrisi
Response nyeri
tidak adekuat
Penurunan curah
jantung Nyeri.
Intoleransi aktivitas Defisit nutrisi
KASUS
Nn. MM (25 tahun) alamat jalan Sidodadi masuk ke IGD RS Karyadi dengan keluhan
badan lemas, kencing sedikit , mual disertai muntah, saat diukur tekanan darah
150/100MmHg, Suhu tubuh 37 C, RR 22 x/mnt, nadi 92x/mnt, SPO2 96% tanpa oksigen
bantuan, kesadaran GCS E4 V5 M5 dan pasien compos mentis . Hasil pemeriksaan darah
lengkap HB: 12,1 g/dL, Hematokrit 42 %, lekosit 6.200 10³/µL, LED 10 mm/jam,GDS 60,
ureum 200 mg/dL, creatinin : 3 mg/dL. Hasil elektrolit Natrium : 115 mmol/L, kalium : 5,4
100 mmol/L, Chloride : 105 mmol/L. Dokter IGD mendiagnosa Nn. MM dengan Acute
Kidney Injury dan memberi terapi pasang infus Dex 5 20 tetes/ menit, Injeksi ranitidin 2x50
mg (IV), Injeksi metclopermide 3x50 mg (IV) serta segera menjalani hemodialisa juga
pasang kateter. Saat dipasang kateter oleh petugas IGD urine keluar sekitar 200 cc berwarna
kuning pekat.
Ibu pasien mengatakan anaknya minum obat diet sdh 1 bulan, anaknya minum air
putih di takar sehari 3-4 liter namun sudah beberapa hari anaknya minum berkurang karena
mual. Untuk makan anaknya makan nasi merah dengan lauk serta sayur juga ditakar, Nn. MM
jarang berolahraga karena setiap hari sibuk bekerja sebagai karyawan BUMN. Sudah 2 hari
Nn. MM tidak bisa tidur nyenyak karena sering timbul mual terkadang dibarengi muntah, Ibu
pasien menanyakan apakah anaknya mual muntah bisa karena hamil atau karena masuk angin
saja.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Keterangan :
: laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Serumah
: Meninggal
III. Pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pengetahuan tentang penyakit/perawatan
Intake cairan :
Sebelum: minum sehari 3-4 liter perhari
Saat sakit: susah minum karena mual, tambahan cairan infus dexstrose 5%
3. Pola eliminasi
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
Oksigenasi :
Terpasang oksigen
7. Pola persepsi diri (pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Nn. MM menyatakan bahwa pada saat ini klien menerima dan menyerahkan keadaan
sakitnya kepada Tuhan. Klien selalu berharap agar dalam kondisi yang sehat.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
(fertilitas, libido, menstuasi, kontrasepsi, dll.)
pasien mengatakan tidak ada masalah dengan seksualitas
9. Pola peran hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan):
pasien berkomunikasi secara verbal dengan baik dan dapat berbahasa Indonesia.
hubungan klien dengan kelurga dan tetangga cukup baik.
10. Pola managemen koping-stess (perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini):
pasien biasanya bila ada masalah diselesaikan dan didiskusikan secara Bersama dengan
keluarga.
11. Sistem nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)
Pasien mengatakan melaksanakan shalat 5 waktu dan sering mengikuti acara keagamaan di
dekat rumah. selama sakit pasien tidak dapat melaksanakan kewajibannya shalat 5 waktu
sebagai seorang muslim.
IV. Pemeriksaan fisik
(cephalocaudal) yang meliputi : Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi keluhan yang dirasakan
saat ini :
TD: 150/100 mmHg RR: 22 x/m N: 96 x/m S: 37oC
BB/TB : 45 kg/ 150 cm
1. Kepala :
Inspeksi : kepala simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran pada kepala. Ukuran kepala
normal. tidak ada ketombe pada rambut. Wajah biasanya tidak simetris kiri dan kanan, wajah
terlihat pucat.
Palpasi : tidak terjadi nyeri pada kepala.
a. Penglihatan
Berkurang Ganda Kabur Buta/ gelap
Visus : dioptri
Sklera ikterik : (tidak)
Kornea : jernih
Alat bantu : tidak ada
b. Pendengaran
3. Hidung :
Tampak tidak ada abses pada batang hidung, nyeri pada saat ditekan tidak ada. Tampak tidak
ada reaksi alergi pada hidung pasien, tidak ada sinusitis, tampak tidak ada perdarahan pada
hidung.
4. Mulut/gigi/lidah :
Inspeksi : Membran mukosa berwarna merah jambu, lembab, dan utuh. Uvula digaris tengah,
Tidak ada lesi.
Palpasi : Tidak ada nyeri pada mulut , tidak adanya pembengkakan pada mulut
5. Leher
Inspeksi : Posisi simetris, tidak ada luka
Palpasi : Tidak teraba nodul pada leher, tidak terjadi pembengkakan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.
6. Respiratori
a) Dada : simetris, tidak ada nyeri tekan,
b) Batuk : tidak ada
Karakteristik sputum
c) Napas bunyi : vesikuler
1) Sesak napas saat
Ekspirasi Inspirasi Istirahat Aktivitas
2) Tipe peranapasan:
Perut √Dada Biot
7. Kardiovaskuler
a) Riwayat hipertensi : tidak ada
b) Demam rematik : tidak ada
c) Masalah jantung : TD meningkat 150/100 mmHg
d) Bunyi jantung : lub dub
e) Frekuensi : 96x/m
f) Irama : ireguler
g) Murmur : tidak ada
Pusing Cianosis
h) Capillary refill :
j) Hematoma, lokasi :-
8. Neurologis
a) Rasa ingin pingsan/pusing : ada
b) Sakit kepala lokasi nyeri : Tidak ada nyeri frekuensi : -
c) GCS : Eye: 4 verbal: 5 motoric: 5
d) Pupil : isokor/unsiokor
e) Reflek cahaya : baik
f) Sinistra : +/- cepat/lambat
g) Dextra : +/- cepat/lambat
h) Bicara : baik
√ Komunikatif Aphasia Pelo
i) Keluhan lain:
Kesemutan Bingung Tremor Gelisah Kejang
j) Koordinasi ekstremitas
√ Normal Paralisis, Lokasi : Plegia, Lokasi :
k) Keluhan lain :
9. Integumen
a) Warna kulit
√ Normal
b) Kelembaban :
√Lembab Kering
c) Turgor : elastis
10. Abdomen
a) Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
b) Lunak/keras : lunak
c) Massa : tidak ada massa ukuran/lingkar perut :
d) Bissing usus : tidak ada bisisng usus
e) Asites : tidak ada penumpukan cairan
f) Keluhan lain : tidak ada
11. Muskuloskletal
12. Seksulitas
V. Program terapi:
1. Infus dextrose 5% : 20 tetes/menit
2. Inj ranitidine : 2x50 mg (IV),
3. Inj metclopermide : 3x50 mg (IV),
4. Hemodialisa
Klien mengatakan
Gangguan biokimiawi uremia
mulut terasa pahit dan
asam karena terlalu
sering muntah
Data Objektif :
Klien tampak pucat,
tampak lemah.
Ureum 200
2 Data Subjektif : Ketidakmampuan menelan Resiko defisit nutrisi
Klien mengatakan tidak
makanan
nafsu makan
Klien mengatakan
peningkatan kebutuhan
badan lemas
metabolism
Data Objektif :
Klien tampak pucat,
faktor psikologis
tampak lemah.
Ureum 200
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Tingkat nausea Manajemen muntah
Nausea berhubungan
dengan gangguan kimiawi Setelah dilakukan tindakan Tindakan-tindakan :
uremia keperawatan 1x24 diharapkan : a. Identifikasi karakteristik
1. Nafsu makan (cukup muntah (mis, warna,
Tanda dan gejala: meningkat) konsistensi, adanya darah,
1. Mengeluh mual 2. Keluhan mual (cukup waktu, frekuensi, dan durasi).
b. Identifikasi factor penyebab
2. Merasa ingin muntah menurun)
muntah
3. Tidak berminat makan 3. Perasaan asam di mulut c. Monitor keseimbangan
4. Merasa asam di mulut (cukup menurun) cairan dan elektrolit
d. Atur posisi untuk mencegah
4. Pucat (cukup membaik)
aspirasi
5. Takikardi (cukup membaik) e. Berikan kenyamanan selama
muntah (kompres hangat,
sediakan pakaian kering dan
bersih)
f. Anjurkan membawa kantong
plastic untuk menampung
muntah
g. Kolaborasi pemberian
antiemetic
Manajemen mual
Tindakan-tindakan :
a. Identifikasi pengalaman
mual
kalori
d. Kurangi atau hilangkan
3. Kemampuan merasakan
menurun)
Hari/tgl No.Dx Implementasi Evaluasi Paraf
Senin 1.1 Mengidentifikasi karakteristik muntah S : klien merasa gelisah karena mual dan muntah terus menerus
25/01/21 1.2 Mengidentifikasi factor penyebab muntah O:
10:30 Warna : kuning
Konsistensi : cair
Frekuensi : 2 kali dalam 2 jam
uremia sebanyak 200
P:
1.1 Mengidentifikasi factor penyebab muntah
1.2 Mengatur posisi untuk mencegah aspirasi
Selasa 2.1 Melakukan monitor asupan dan keluarnya S : Klien mengatakan tidak nafsu makan
25/01/21
makanan dan cairan serta kebutuhan kalori O : makanan tidak dihabiskan
2.2 Melakukan timbang berat badan secara rutin A : masalah resiko defisit nutrisi belum teratasi
P : lanjut intervensi
2.1 monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta
kebutuhan kalori
2.2 timbang berat badan secara rutin
CATATAN PERKEMBANGAN