Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

“HIDRONEFROSIS”
Guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan
Dosen Pembimbing: Ns. Ana Fitria Nusantara S,Kep.

KELOMPOK 5
Anggota Kelompok:
1. MOH. KHOLIL SIDIK (14201.05.13014)
2. MOH INDRA WIBAWA (14201.05.13015)
3. NUR HIDAYATI (14201.05.13021)
4. KHUSWATUN KHASANAH (14201.05.13011)
5. RADHA NIKMATUL MAULA(14201.05.13025)
6. SAIFUL BAHRI (14201.05.13033)
7. SULI ASTRIA NUNGSIH (12.01.030)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, tuhan yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas bimbingan dan pertolongannya
sehingga makalah ini dapat tersusun dengan berdasarkan berbagai sumber
pengetahuan yang bertujuan untuk membantu proses belajar mengajar
mahasiswa agar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Sehingga
dapat di terbitkan sesuai dengan yang di harapkan dan dapat di jadikan
pedoman dalam melaksanakan kegiatan keperawatan dan sebagai panduan
dalam melaksanakan makalah dengan judul “Makalah dan Asuhan
Keperawatan pada Pasien HIDRONEFROSIS”
Sebagai pembuka, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah S.H., M.M. selaku ketua
yayasan STIKES Zainul Hasan Genggong.
2. Ibu Ns. Iin Aini Isnawati,M.Kes selaku ketua STIKES Zainul
Hasan Genggong.
3. Ibu Ns. Achmad Kusyairi, S.Kep. M.Kep. selaku pembimbing
akademik S1 Keperawatan.
4. Bapak Ns. Ana Fitria Nusantara S.Kep. Selaku pembimbing mata
kuliah Sistem Perkemihan yang telah meluangkan waktu, tenaga
dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan
dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini
Penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan,namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
lebih baik lagi.Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penyusun
22 Februari 2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................
1.2 Rumusan Masalah.................................................................
1.3 Tujuan ....................................................................................
1.4 Manfaat ..................................................................................
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian...............................................................................
2.2 Etiologi....................................................................................
2.3 Klasifikasi...............................................................................
2.4 Tanda dan Gejala...................................................................
2.5 Patofisiologi ...........................................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang dan Dignostik...............................
2.7 Penatalaksanaan....................................................................
2.8 Komplikasi .............................................................................
2.9 Pencegahan ............................................................................
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian..............................................................................
3.2 Diagnosa .................................................................................
3.3 Perencanaan ..........................................................................
3.5 Evaluasi ..................................................................................
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................
4.2 Saran.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidronefrosis merupakan penggembungan ginjal akibat tekanan balik
terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Dalam keadaan normal, air
kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air
kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung
kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat
pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal
menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh.Pada akhinya, tekanan
hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga
secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.
Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi
kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung
kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang
normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang
menetap. Hidronefrosis banyak  terjadi selama kehamilan karena pembesaran
rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini
karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih
ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir.
Oleh sebab itu untuk mengatasi dan untuk mencegah komplikasi yang
ditimbulkan dari hidronefrosis pelu dilakukan penatalaksanaan yang spesifik,
yaitu untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk
menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana definisi dan klasifikasi hidronefrosis?
1.2.2 Apa saja etiologi hidronefrosis?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis hidronefrosis?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi hidronefrosis?
1.2.5 Bagaimana komplikasi dan prognosis hidronefrosis?
1.2.6 Bagaimana pengobatan dan pencegahan hidronefrosis?
1.2.7 Bagaiamana asuhan keperawatan pada pasien dengan hidronefrosis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar
mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien
hidronefrosis.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi hidronefrosis.
2. Untuk mengetahui Etiologi hidronefrosis.
3. Untuk mengetahui Patofisiologi hidronefrosis.
4. Untuk mengetahui Manifestasi klinis hidronefrosis.
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang hidronefrosis.
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan hidronefrosis.
7. Untuk mengetahui Komplikasi Hidronefrosis
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Dapat di jadikan salah satu refrensi untuk belajar, selain itu makalah ini
dapat di jadikan sebagai salah satu refrensi dalam melakukan asuhan
keperawatan dalam ruang lingkup Hidronefrosis
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat di jadikan salah satu karya tulis ilmiah dapat di jadikan referensi
dalam acuan belajar.
1.4.3 Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai pedoman dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan di klinik
pada pasien dengan kasus Hidronefrosis
1.4.4 Bagi Pembaca
Sebagai buku acuan belajar dan memahami tentang penyakit Hidronefrosis
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin
mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat (Smeltzer dan Bare,
2002).
Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung
kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks
ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim
ginjal (Sylvia,1995).
Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik
akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu
ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.

2.2 Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
- Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis
renalis terlalu tinggi
- Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
- Batu di dalam pelvis renalis
- Penekanan pada ureter oleh:
 jaringan fibrosa
 arteri atau vena yang letaknya abnormal
 tumor.
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan di bawah
sambungan ureteropelvik atau karma arus balik air kemih dari kandung kemih:
- Batu di dalam ureter
- Tumor di dalam atau di dekat ureter
- Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan
- Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
- Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
- Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
- Kanker kandung kemih, leper rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya
- Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke
uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
- Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera
- Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter ( Brunner & Suddarth,2001)

2.3 Klasifikasi
1. Hidronefrosis unilateral
Obstruksi pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya disebabkan
oleh proses patologik yang letaknya proksimal terhadap kandung kemih. Keadaan
ini berakibat hidronefrosis dan dapat menyebabkan atrofi serta kehilangan fungsi
salah satu ginjal tanpa menyebabkan gagal ginjal. Penyebab obstruksi unilateral
adalah:
1.    Obstruksi ureteropelvik-kelainan ini umum ditemukan. Pada beberapa
pasien memang terdapat obstruksi anatomik-paling sering adalah
arteria renalis aberen yang menekan ureter bagian atas-sebagian besar
kasus bersifat idiopatik (hidronefrosis idiopatik). Pada pasien ini
didapatkan obstruksi fungsional pada taut ureteropelvik dengan lumen
paten. Kelainan kongenital pada inervasi atau otot ureteropelvik telah
diduga sebagai penyebab, dan kelainan ini dapat disembuhkan dengan
pengangkatan regio tersebut dan reanatomosis secara bedah. Pada
kasus ini didapatkan obstruksi berat dan dilatasi progresif pelvis ginjal
(hidronefrosis) di atas taut ureteropelvik. Ureter masih normal. Akibat
pada ginjal bervariasi. Pada pasien dengan pelvis ginjal ekstrarenal,
pelebaran masif menghasilkan massa kistik yang sangat besar pada
hilum ginjal yang dapat terlihat sebagai massa abdomen. Pada keadaan
ini, peningkatan tekanan di dalam ginjal kurang dibandingkan bila
pelvis berada intrarenal, dan distensi akan menyebabkan pembesaran
sistem pelviokalise dan selanjutnya atrofi ginjal.
2.    Penyakit ureter kongenital-kelainan kongenital ureter yang lain dapat
menyebabkan hidronefrosis unilateral. Keadaan ini meliputi ureter
ganda, ureter bifida, dan kelainan otot ureter yang menyebabkan
penebalan dinding ureter (megaureter). Ureterokel merupakan
pelebaran kistik bagian terminal ureter yang disebabkan oleh stenosis
kongenital orifisium ureter pada dinding kandung kemih. Ureter
terminal kistik tersebut umumnya menonjol ke dalam lumen kandung
kemih. Walaupun kelainan ureter ini dapat terjadi pada masa anak,
sebagian besar ditemukan secara kebetulan atau menimbulkan gejala
pada usia dewasa.
3.    Penyakit ureter didapat-kelainan ini umum ditemukan dan meliputi (1)
obstruksi lumen oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila ginjal yang
nekrotik; (2) penyebab mural, seperti striktur fibrosa dan neoplasma;
(3) tekanan ekstrinsik terhadap ureter pada fibrosis retroperitoneum
dan neoplasma retroperitoneum.
Struktur fibrosa dapat terjadi setelah peradangan, tuberkulosis, atau
cedera ureter yang sebagian besar disebabkan oleh pembedahan pelvis
pada kanker genokologi. Lesi neoplasma (baik primer maupun
metastasis) jarang mengenai ureter secara primer. Yang lebih sering
terjadi adalah keganasan retroperitoneum dan pelvis yang
menginfiltrasi ureter pada saat menyebar. Ureter juga dapat
mengalami obstruksi pada bagian terminal yang masuk kedalam
kandung kemih. Kanker kandung kemih sering menimbulkan
komplikasi hidronefrosis unilateral.
2. Hidronefrosis bilateral:
1.    Di sebelah distal kandung kemih, penyebab tersering adalah
hiperplasia prostat pada pria usia lanjut. Adanya katup uretra
posterior kongenital juga dapat menyebabkan hidronefrosis
bilateral pada anak usia muda. Pada pasien paraplegia dengan
kandung kemih neurogenik biasanya juga didapatkan hidronefrosis
bilateral.
2.    Penyebab yang mengenai kedua ureter mencakup fibrosis
retroperitoneum dan keganasan.
3.    Disfungsi otot ureter yang timbul pada masa kehamilan (mungkin
akibat efek progesteron pada otot polos) juga dapat menimbulkan
hidroureter dan hidronefrosis ringan.

2.4 Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik
sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau
kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal. Tetapi jika
obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka
hanya satu ginjal yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermitten dapat disebabkan oleh batu renal yang
terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya.
Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas
jaringan parut akibat obses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran
tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut abnormal di
pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah yang menyebabkan ureter kaku.
Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu
kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi
pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala ginjal akan
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal
terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan bertahap maka ginjal
yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi komensatori) akhirnya
fungsi renal terganggu (Smeltzer, 2001:1442).

2.5 Manifestasi Klinis


Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan
serta lamanya penyumbatan
a. Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi
akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi
infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan
terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena
maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
1.    Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
2.    Gagal jantung kongestif.
3.    Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi
4.    Pruritis (gatal kulit).
5.    Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6.    Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7.    Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
8.    Amenore, atrofi testikuler. (Smeltzer dan Bare, 2002)
b. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya akan
menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang
rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena.
c. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa
tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk
dan tulang pinggul).
d. Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis
atau karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke
bawah.
e. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah
f. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air
kemih), demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal
g. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).
h. Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-
samar, seperti mual, muntah dan nyeri perut.
i. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat bawaan,
dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit.
j. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan
kerusakan ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


a. Adanya massa di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama
jika ginjal sangat membesar.
b. USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih yang
terjadi sumbatan dan pembesaran atau kolik
c. Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal
d. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung
e. Pyelografi intravena : berguna untuk mengidentifikasi keberadaan dan
penyebab hidronefrosis.
f. Laboratorium
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea karena ginjal
tidak mampu membuang limbah metabolik.
Urinalisis. Pyuria menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik
dapat menunjukkan adanya batu ginjal atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin
menunjukkan infeksi akut. Kimia serum : hidronefrosis bilateral dapat
mengakibatkan peningkatan BUN dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia
dapat menjadi kondisi yang mengancam kehidupan.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 FARMAKOLOGI
Farmakologi yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan tersebut
meliputi:
1. Antiseptik Sistem Urinaria
Antiseptik ini bekerja langsung di tubulus ginjal dan vesika urinaria yang
berfungsi untuk mereduksi pertumbuhan bakteri yang disebabkan oleh
infeksi pada sistem urinaria. Bisanya obat jenis obat ini diberikan pada
klien yang memiliki gangguan infeksi bada bagian sistem urinaria. Obat
jenis ini mencakup nitrofurantoin, methenamine, trimethroprim dan
fluoroquinolones. Pada klien yang mengalami hidronefrosis dimana terjadi
disuria menandakan adanya infeksi pada saluran kemih (ISK). Pengobatan
yang dapat dilakukan pada penyakit dengan infeksi saluran kemih dapat
diberikan antiseptik sistem urinaria yang menyerang bakteri akibat infeksi
tersebut.
• Nitrofurantoin (Macrodantin) Obat ini diadsorbsi di sistem
gastrointestinal yang didukung dengan makanan yang dimakan. Waktu
paruh yang diperlukan oleh obat ini bereaksi pada sasaran adalah 20 menit
dan diekskresikan melalui urin dan empedu. Efek samping atau
farmakodinamik dari obat ini dapat menyebabkan nyeri perut, diare,
pusing, demam, dan tidak nafsu makan.
• Mathamine Methamine ini dikonsumsi dengan sulfodinamides.
Mthamine juga memberikan efek bakterisidal pada pH urin dibawah 5,5.
Obat ini juga diadsorbsi di sistem gastrointestinal. Dalam hal ini,
methamine membentuk ammonia dan formaldehid dalam urin yang asam
sehingga dapat mendesak aksi bakteri yang ada. Efek samping dari obat ini
meliputi mual, muntah (anoreksia), serta diare.
2. Analgesik Sistem Urinaria Obat ini digunakan sebagai analgesik pada
gangguan sistem urinaria. Indikasi dari penggunaan analgesik ini
digunakan pada seseorang dengan gangguan sistem urinaria yang
merasakan nyeri, rasa seperti terbakar, pengeluaran urin yang banyak dan
mendadak. Obat ini mencakup phenazopyridine hydrochloride (Pyridium).
Efek samping penggunaan ini meliputi anemia, gangguan pencernaan,
nephrotoxicity, dan hepatotoxicity. Seperti yang ada dalam kasus
hidronefrosis adalah adanya nyeri yang ditimbulkan saat berkemih. Dalam
hal ini, dapat diberikan analgesik sistem urinaria untuk penanganan nyeri
yang ditimbulkan.
3. Stimulan Urinaria
Obat ini mempunyai efek yang sama dengan bethanechol chloride
(Urecholine) yang berfungsi untuk meningkatkan kontraksi bladder
dengan meningkatkan kontraksi otot detrusor yang mana dapat
meningkatkan kontraksi yang cukup untuk memicu urinasi terjadi. Indikasi
dari pemakaian obat ini adalah ketika blader mengalami penurunan fungsi
atau kehilangan pemicu saraf pada bladder itu yang menyebabkan
disfungsi yang disebabkan lesi pada sistem saraf, terjadinya jejas pada
bagian tulang belakang. Obat ini dapat menyebabkan kejang abdomen,
mual, muntah, diare, kembung. Selain itu juga dapat menyebabkan pusing
atau bahkan pingsan terutama saat berdiri dari posisi duduk. Pemicu ini
dapat digunakan sebagai pemicu urinasi yang terjadi karena retensi urin
sehingga aliran urin bisa menjadi lancar sehingga dapat menurunkan
hidronfrosis yang terjadi akibat ketidakmampuan atau susahnya
pengeluaran urin.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab
obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta
melindungi fungsi renal.
2.7.2 NON FARMAKOLOGI (PEMBEDAHAN)
Untuk mengurangi obstruksi urin harus dialihkan dengan tindakan
nefrostomi atau tipe diversi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen
antimikrobial karena sisa urin dalam kaliks menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan untuk mengankat lesi
obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak parah
dan fungsinya hancur, maka nefrektomi dapat dilakukan.
a.    hidronefrosis akut
1) Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang
hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera
dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui
kulit)
2) Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu
b.    hidronefrosis kronik
1) diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air
kemih
2) Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali
3) dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan
fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya
kembali di sisi kandung kemih yang berbeda
4) Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
a) terapi hormonal untuk kanker prostat
b) pembedahan
c) pelebaran uretra dengan dilator
2.8 Komplikasi
Jika hidronefrosis tetap tidak diobati, peningkatan tekanan di dalam ginjal
bisa menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah, mengeluarkan
produk sampah, dan membuat urin serta mengatur elektrolit dalam tubuh.
Hidronefrosis bisa menyebabkan infeksi ginjal (pyelonephrosis) gagal ginjal,
sepsis, dan dalam beberapa kasus, ginjal kehilangan fungsi atau kematian.
Fungsi ginjal akan mulai menurun segera dengan timbulnya hidronefrosis
tetapi reversibel jika tidak menyelesaikan pembengkakan. Biasanya ginjal
sembuh dengan baik bahkan jika ada halangan berlangsung hingga 6 minggu.
Menurut Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan
komplikasi sebagai berikut:
a. Batu ginjal. Adanya obstuksi dalam hidronefrosis menyababkan
pengeluaran urin terganggu atau bahkan menjadi statis. dengan adanya
kondisi tersebut, maka fungsi ginjal untuk mengekskresikan zat yang dapat
membentuk kristal secara berlebihan terganggu, hal itu menyababkan zat
tersebut mengendap dan mengkristal, dan lama-kelamaan dapat
mengakibatkan batu ginjal
b. Sepsis. dengan adanya hidronefrosis maka potensi untuk terjadinya infeksi
sangat dapat terjadi akibat kuman dapat masuk ke saluran urinari,
kemudian kuman teresbut dapat masuk ke pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan septikemia
c. Hipertensi renovaskuler. Pada keadaan hidronefrosis yang parah yang
mengakibatkan perfusi renal yang buruk maka akan terjadi sekresi
sejumlah besar renin yang berfungsi dalam pelepasan angiostensin.
Angiostensin akan merangsang pengeluaran hormon adolsteron yang
membuat tubula menyerap banyak natrium dan air sehingga meningkatkan
volume dan tekanan darah. Akibat hidronefrosis maka akan terjadi
perubahan respon terhadap resitensi vaskular dan fungsi renal yang
mengakibatkan ginjal mengalami hipertensi renovaskular.
d. Nefropati obstruktif. Adanya hidronefrosis menyebabkan perubahan
stuktur anatomi disertai penurunan fungsi ginjal
e. Pielonefritis. Hidronefrosis bisa menyebabkan infeksi ginjal (pionefritis).
aliran balik urin yang membawa kuman dari saluran urinari yang dapat
mengkaibatkan infeksi pada ginjal
f. Ileus paralitik. hidronefrosis yang parah dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan elektroli. Adanya ketidakseimabangan tersebut dapat
menimbulkan penurusan fungsi kerja peristaltik usus sehingga usus dapat
mengalami ilius paralitik.
2.9 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan pada hidronefrosis dengan cara
mengurangi faktor penyebab penyakit tersebut, misalnya  minum air
minimal 8 gelas sehari untuk mencegah terbentuknya batu di saluran
kemih, menjaga kebersihan diri untuk mencegah resiko terjadinya infeksi
dari saluran kemih, menghindari paparan zat karsinogenik yang dapat
memicu kanker serta menghindari kebiasaan menahan miksi yang dapat
menimbulkan batu ginjal.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN HIDRONEFROSIS

4.1 Pengkajian
a. Identitas
Identitas Klien: Hidronefrosis dapat terjadi pada klien yang mengalami
akumulasi urin di saluran kemih bagian atas.
- Ditemukan pada laki-laki di atas usia 60 tahun
- Perempuan lebih banyak terjadi daripada laki-laki
- Pekerjaan yang meningkatkan statis urine (sopir, sekretaris, dll)

b. Keluhan Utama
Klien dengan hidronefrosis dapat mengeluh nyeri yang luar biasa di daerah
tulang rusuk dan tulang panggul biasanya skala 6-8.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien dengan hidronefrosis mengalami oliguri, nyeri saat berkemih, dan nyeri
panggul.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dahulu yang mungkin pernah dialami klien seperti,
penyakit batu ginjal, tumor, pembesaran prostat, atau kelainan kongenital.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adanya riwayat penyakit di keluarga yang berhubungan dengan kelainan-
kelainan ginjal, seperti BPH, diabetes melitus, gagal ginjal, dan kelainan
ginjal lainnya.
f. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar,
motorik halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan pada klien dengan
hidromnefris dapat dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari
keluarga. Klien dengan hidronefrosis akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang terhambat, hal ini dikarenakan hidonefrosis
menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar, seperti mual,
muntah, dan nyeri perut. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak
sehingga kebutuhan nutrisinya kurang tercukupi dan akan mempengaruhi
proses tumbuh kembangnya. Selain itu rasa nyeri ditimbulkan membuat anak-
anak tidak tersa nyaman dan akan pula mengganggu proses
perkembangannya.

g. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit


Kedaan lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya hidronefrosis yaitu
lingkungan/suhu yang terlalu panas. Lingkungan yang terlalu panas dapat
menyebabkan tubuh mengeluarkan keringat berlebih sehingga mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit, klien akan mengalami dehidrasi,
penurunan produksi urin, dan urin akan menjadi pekat. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya batu ginjal, dengan demikian ginjal akan mengalami
obstruksi sebagian atau total aliran urin yang kemudian mengindikasikan
terjadinya hidronefrosis.

h. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: Perubahan penatalaksanaan
kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme: Klien hidronefrosis anak biasanya terjadi
akibat cacat bawaan dimana sambungan ureteropelvik menimbulkan
gejala saluran pencernaan yang samar-samar, seperti mual, muntah, dan
nyeri perut sehingga memungkinkan klien akan mengalami penurunan
berat badan.
3) Pola eliminasi: Klien dengan hidronefrosis akan mengalami perubahan
polea eliminasi urin.
4) Pola aktivitas/bermain: Klien akan mengalami kelemahan diakibatkan
nyeri dan kemungkinan komplikasi yang terjadi.
5) Pola istirahat dan tidur: Klien akan mengalami gangguan istirahat dan
tidur karena nyeri dan kemungkinan komplikasi yang terjadi. .
6) Pola kognitif dan persepsi sensori: Klien dan keluarga pada umumnya
tidak mengetahui tentang penyakitnya.
7) Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak
terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
8) Pola hubungan-peran: peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat
dan mengobati anak dengan leukopenia.
9) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau
tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada klien yang
menderita hidronefrosis biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.
10) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi klien.
11) Pola nilai dan kepercayaan: bagaimana sistem kepercayaan yang dianut
klien dan orang tua dalam kesembuhan penyakitnya.
i. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : pada kondisi yang masih belum parah,
kemungkinan klien dalam keadaan compos mentis, dan dalam keadaan
yang cukup parah kemungkinan klien berada dalam tingkat kesadaran
sopor.
2) Kepala dan leher
Pada inspeksi kepala dan leher pada klien hidronefrosis kemungkinan
dapat terjadi yaitu, pada mata terlihat adanya konjungtiva anemis dan
bibir pucat, hal ini dapat terjadi karena fungsi ginjal yang terganggu
sehingga tidak dapat menghasilkan eritropoeitin (produksi eritrosit
menurun) dan dapat menyebabkan suplai O2 ke jaringan turun. Klien
jika sudah dalam keadaan yang kronis juga dapat mengalami pernapasan
cuping hidung, hal ini terjadi karena kegagalan ginjal untuk membuang
limbah metabolik sehingga terjadi asidosis metabolik.
3) Dada
Pemeriksaan dada pada klien hidronefrosis biasanya masih belum didapatkan
kelainan.
4) Abdomen
Pemeriksaan fisik abdomen pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat
diperoleh hasil teraba massa di daerah suprabubik dengan konsentrasi keras,
pada klien juga bisa diperoleh adanya nyeri ketok di sudut costovertebra,
keadaan ini terjadi karena adanya regangan kapsul ginjal akibat hidronefrosis.
5) Kulit
Pemeriksaan kulit pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat terjadi pucat,
lembab. Hal ini terjadi karena ginjal mengalami gangguan sehingga produksi
eritropoeitin menurun dan suplai O2 ke jaringan juga menurun.
6) Genetalia dan Rektum
Pada klien hidronefrosis kemungkinan bisa ditemukan terabanya massa jika
hidronefrosis disebabkan oleh tumor. Selain itu, juga dapat diperoleh adanya
pembesaran prostat jika keadaan tersebut disebabkan oleh BPH.
7) Ekstremitas
Pada klien hidronefrosis kemungkinan tidak didapatkan kelainan ektremitas.
Namun jika hidronefrosis parah pada kedua bagian ginjal, maka dapat
mengakibatkan gejala gagal ginjal seperti terdapat odem pada extremitas,
keletihan, dan kelemahan.
4.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi saluran urin
2 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3 Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan obstruksi saluran urin
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
5 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter
6 Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan produksi eritrosit menurun
7 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
8 Ansietas berhubungan dengan perubahan status mental
9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
4.3 Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan Jangka Tujuan
NO
Pendek Jangka
Panjang
1 Nyeri akut berhubungan  Skala nyeri Nyeri akut 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Perubahan lokasi atau
dengan obstruksi akut berkurang teratasi perhatikan lokasi atau karakter atau intensitas
saluran urin  Wajah klien tidak karakter dan intensitas nyeri dapat
meringis kesakitan (skala 0-10). mengindikasikan
2. Berikan tindakan terjadinya komplikasi
kenyamanan dasar atau perbaikan.
contoh tekhnik 2. Meningkatkan relaksasi.
relaksasi, perubahan 3. Mengetahui kondisi
posisi dengan sering. umum klien
3. Observasi tanda-tanda 4. Menurunkan reaksi
vital terhadap stimulasi dari
4. Berikan lingkungan luar atau sensivitas pada
yang tenang sesuai suara-suara bising dan
indikasi. meningkatkan
5. Dorong ekspresi istirahat/relaksasi.
perasaan tentang nyeri. 5. Pernyataan
6. Berikan kompres memungkinkan
hangat pada lokasi pengungkapan emosi
nyeri. dan dapat meningkatkan
7. Kolaborasikan dalam mekanisme koping.
pemberian analgetik 6. Meningkatkan
vasokontriksi,
penumpukan resepsi
sensori yang selanjutnya
akan menurunkan nyeri
di lokasi yang paling
dirasakan.
7. Mungkin diperlukan
untuk menghilangkan
nyeri yang berat serta
meningkatkan
kenyamanan dan
istirahat.
2 Hipertermi berhubungan  Suhu tubuh dalam Hipertermi 1. Monitor suhu, 1. Demam akan
dengan proses infeksi batas normal (36 – teratasi tekanan darah, meningkatkan
370C) nadi , RR, metabolism tubuh yang
 Nadi dan RR kemungkinan berakibat pada
dalam rentang adanya peningkatan suhu,
normal penurunan tekanan darah, nadi ,
 Tidak ada tingkat RR, juga
perubahan warna kesadaran memungkinkan adanya
kulit dan tidak ada 2. Monitor warna penurunan tingkat
pusing, merasa dan suhu kulit kesadaran
nyaman 3. Kolaborasi 2. Demam ditandai warna
pemberian kulit kemerahan dan
antipiretik perubahan suhu tubuh
4. Monitor kulit
pemberian 3. Pemberian antipiretik
Antibiotik dapat menurunkan
5. Kompres pasien demam
pada lipat paha 4. Antibiotic dapat
dan aksila membunuh asal
6. Tingkatkan penyebab demam
sirkulasi udara akibat infeksi
5. Lipat paha dan aksila
terdapat pembuluh
darah yang besar
sehingga mempercepat
penurunan demam
6. Sirkulasi udara
membantu percepatan
evaporasi dan
mempercepat
penuruanan demam.
3 Gangguan eleminasi urin  Tidak ada residu Gangguan 1. Monitor intake dan 1. Mengetahui dan
berhubungan dengan urine >100-200 cc eleminasi urin output memantau balance
obstruksi saluran urin  Tidak ada spasme teratasi 2. Monitor derajat cairan
bladder distensi bladder 2. Mengetahui derajat
 Balance cairan 3. Instruksikan ditensi bladder
seimbang pada pasien dan 3. Output urin diperlukan
 Tidak ada tanda keluarga untuk untuk pengkajian,
ISK mencatat output pemantauai balance
urine cairan
4. Stimulasi reflek 4. Reflek dingin pada
bladder dengan abdomen mendorong
kompres dingin agar klie berkemih
pada abdomen. 5. Kateterisasi sebagai
5. Lakukan tindakan bila urin tidak
kateterisasi jika mampu keluar atau
perlu dalam jumlah sedikit
6. Monitor tanda 6. ISK dapat muncul
dan gejala ISK akibat adanya retensi
(panas, hematuria, urin
perubahan bau dan
konsistensi urine)
4 Ketidakseimbangan nutrisi  Intake nutrisi klien Ketidak 1. Kaji pola nutrisi, 1. Mengetahui status nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh meningkat seimbangan intake dan output pasien berguna untuk
berhubungan dengan  Menghabiskan porsi nutrisi kurang klien serta catat pemberian tindakan yang
anoreksia makan yang dari kebutuhan perubahan yang efektif.
disediakan sesuai teratasi terjadi.  2. Mengetahui perubahan
diet yang dianjurkan 2. Timbang berat badan berat badan pasien.
 Berat badan klien secara periodik. 3. Mengetahui kondisi
meningkat 3. Lakukan peristaltik usus.
pemerikasaan fisik 4. Porsi kecil tapi sering
abdomen digunakan untuk
(palpasi,perkusi,dan memenuhi nutrisi pasien.
auskultasi).  5. Untuk membantu dalam
4. Berikan porsi kecil menentukan diet yang
tapi sering. sesuai dan obat-obatan
5. Kolaborasi dengan yang diindikasikan.
tim kesehatan lain
dalam penentuan diet
dan kebutuhan
medikasi klien.
Evaluasi
Hasil diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah sebagai
berikut:
1. Penurunan skala nyeri
2. Tidak terjadi infeksi pada luka pascabedah
3. Asupan nutrisi terpenuhi
4. Terpenuhinya informasi kesehatan
5. Kecemasan berkurang
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hidronefrosis merupakan obstruksi aliran kemih proksimal terhadap
kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam
pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim
ginjal. Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik
akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak. Oleh karena
itu untuk mengatasi  berbagai masalah yang ditumbulkan oleh hidronefrosis perlu
adanya problem solving melalui proses keperawatan. Tujuannya dari
penatalaksanaan hidronefrosis adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki
penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan
melindungi fungsi ginjal.Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui
tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya.

4.2 Saran
Pasien harus menghindari penyebab hidronefrosis. Selain itu keluarga juga
harus berperan aktif untuk kesembuhan pasien dan mampu melakukan perawatan
mandiri kepada pasien setelah perawat mengajrkan cara perawatn mandiri di
rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Burner & Sudarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, ECG

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Purnomo, B.B 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi ketiga. Jakarta. Sagung Seto

Kowalak. Et all, 2011, Buku ajar Patofisiologi, Jakarta, EGC

Carpenito, Moyet & Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Jakarta: EGC.

Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Gibson, John. 2003.  Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat.  Jakarta: EGC.

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hoffbrand, AV.dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Ed4. Jakarta: EGC.

Juall, Lynda. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Smaltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai