MINI RISET
OLEH
MINI RISET
OLEH
i
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa mini riset yang
disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian akhir di
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan yang saya kutip dari hasil
karya orang lain telah dituliskan sumbernya dengan jelas sesuai dengan norma,
kaidah, etika, penulisan ilmiah dan buku pedoman karya ilmiah Universitas Negeri
Gorontalo.
Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau bagian mini riset ini bukan
hasil karya saya sendiri atau plagiat dalam bagian-bagian tertentu maka saya bersedia
menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi lainnya
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
OLEH:
JUSNIATI S. TIMUMUN, S.Kep
841 718 097
Telah Diperiksa dan Disetujui untuk Diuji
1. Pembimbing Akademik
Ns Dewi Suryaningsi Hiola, S.Kep., M.Kep 1...........................................
NUPN: 9900981061
2. Pembimbing Klinik I
Ns. Alfitri Mustapa, S.Kep 2. .........................................
NIP: 19800226 200604 2 019
3. Pembimbing Klinik II
Ns. I Made Santika, S.Kep 3. .........................................
NIP : 19820819 201101 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
JUSNIATI S. TIMUMUN, S.Kep
841718097
iv
ABSTRAK
Jusniati S. Timumun, 2019. Pengaruh Latihan Bladder training Terhadap
Kemampuan Mengontrol Berkemih pada Pasien Post Operasi Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone
Bolango. Mini Riset. Program Studi Profesi Ners, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing Akademik Ns. Dewi Suryaningsi Hiola,
M.Kep Pembimbing Klinik Ns Alfitri Mustafa, S.Kep dan Ns I Made Santika, S.Kep
Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimen dengan rancangan one group pre-
post test. Sampel pada penelitian ini sebanyak 4 responden dengan tekhnik
pengambilan sampel consecutive sampling.
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecil ini untuk kedua orang tuaku yang selalu berdoa untuk
keberhasilanku.
Teruntuk
Ayah dan Ibuku tercinta
Suardi D. Timumun Dan Jubaeda M. Tambanga
Kakak-kakakku tercinta
Armin S. Timumun‚ Masni S. Timumun‚ Sarini Hasyim dan Agussalim Naota
Sebuah persembahan yang mungkin tidak seberapa besar dari perjuangan kalian
membesarkanku dan menyekolakanku. Terima kasih untuk setiap doa, kasih sayang,
dukungan serta motivasi yang tak pernah ada henti dari kalian.
ALMAMATERKU TERCINTA
TEMPATKU MENIMBA ILMU PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR
vi
Segala puji bagi Allah SWT, atas karunia dan rahmat-Nya yang mengizinkan
penulis sehingga dapat menyelesaikan mini riset yang berjudul “Pengaruh Latihan
Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila
Penyusunan mini riset ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. Dalam penyusunan mini riset ini, banyak
mendapat dukungan, bantuan serta doa dari berbagai pihak. Dengan penuh rasa
sayang dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada ayah tercinta Suardi D.
Timumun dan ibu Jubaeda M. Tambanga atas segala do’a yang tiada henti untuk
kesuksesan anaknya dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ini. Kemudian kepada Pembimbing Akademik Ns. Dewi Suryaningsi Hiola, M.Kep
Pembimbing Klinik Ns Alfitri Mustafa, S.Kep dan Ns I Made Santika, S.Kep yang
telah membimbing penulis dengan baik, penuh rasa sabar dan ikhlas dalam
membimbing. Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga mengucapkan
2. Dr. Harto S. Malik, M.Hum Selaku Wakil Rektor I, Dr. France M. Wantu, SH.,
MH selaku Wakil Rektor II, Karmila Machmud, S.Pd., M.A.,Ph.D dan Prof. Dr.
vii
3. Dr. Hj. Herlina Jusuf, Dra., M.Kes selaku Dekan Fakultas Olahraga dan
4. Dr. Hartono Hadjarati, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Dekan I, dr. Zuhriana K.
Yususf, M.Kes selaku wakil dekan II, dan Ruslan S.Pd, M.Pd selaku wakil
5. Ns. Yuniar M. Soeli, M.Kep, Sp. Kep. J selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo yang telah
memberikan dorongan dan semangat untuk segera menyelesaikan mini riset ini.
7. Ns. Dewi Suryaningsi Hiola, M.Kep selaku pembimbing akademik terima kasih
atas masukan dan bimbingan kepada peneliti demi kesempurnaan mini riset ini.
8. Alfitri Mustafa, S.Kep dan Ns I Made Santika, S.Kep selaku pembimbing klinik
terima kasih atas masukan dan bimbingan kepada peneliti demi kesempurnaan
9. Seluruh Staff Dosen Program Studi Profesi Ners Fakultas Olahraga dan
10. Pihak-pihak terkait yakni perawat ruangan Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten
Bone Bolango dan seluruh pasien, keluarga pasien yang telah bersedia menjadi
viii
11. Kakak-kakak dan teman-teman seangkatan Profesi Ners Angkatan X yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan motivasinya.
12. Seluruh keluarga besarku yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
ikut membantu baik secara moril maupun material dalam menyelesaikan studi.
13. Untuk Arianto M. Manang S.Kep sebagai pasangan yang tetap tegar berdiri
dalam suka maupun duka, terima kasih atas bantuan yang tak terhingga serta
14. Keluargaku di perumahan civika Ahmad Assel S.Pd, Moh. Andi J. Morad S.Pd,
Sri Indriyanti M. Manang, dan Saprin Morad, yang selalu memberikan, dukuan
15. Teman seperjuangan sekaligus sahabatku Fatra Mokodompit, Sri Amelia Ulama,
Warda Kewu, Rekawandri Hermanto, Eka Fukun Hasan, Terima kasih atas
bantuan yang tak terhingga, Terima kasih atas ukiran kata bermakna
persahabatan yang tulus selalu sepanjang masa pendidikan awal di Program Studi
Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan serta do’a yang telah diberikan
mendapat imbalan pahala dari Allah Azza Wa Jalla. Semoga mini riset ini
ix
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................i
SURAT PERNYATAAN...................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................iv
ABSTRAK..........................................................................................................v
x
MOTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................vi
KATA PENGANTAR........................................................................................vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................x
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan penelitian 4
1.3 Manfaat penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Kajian teoritis 6
2.1.1 Benign Prostate Hyperplasia (BPH) 6
A. Pengerian 6
B. Etiologi 7
C. Faktor Resiko 10
D. Tanda dan Gejala 16
E. Klasifikasi 17
F. Patofisiologi 18
G. Penatalaksanaan 19
H. Komplikasi 22
2.1.2 Transurethral resection of the prostate (TURP) 22
2.1.3 Bladder Training 23
A. Pengertian 23
B. Tujuan 25
C. Indikasi 26
D. Sop Bladder Training 26
BAB III METODE MINI RISET 30
3.1. Desain Mini Riset 30
xi
3.2 Lokasi Dan Waktu Mini Riset 31
3.3 Populasi Dan Sampel 31
3.4 Definisi Operasional 32
3.5 Instrumen Mini Riset 33
3.6 Pengolahan Data 34
3.7 Analisa Data 34
3.8 Teknik Pengumpulan Data 35
3.9 Etika Mini Riset 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 37
4.1. Hasil mini riset 37
4.1.1Gambaran Umum lokasi Penelitian 37
4.1.2 Karakteristik responden 38
4.2 Hasil Penelitian 39
4.2.1 Distribusi responden sebelum (pre) dilakukan bladder training 39
4.2.2 Distribusi responden sesudah (post) dilakukan bladder training 40
4.3 Analisa Data 41
4.3.1 Distribusi Responden Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post) dilakukan
Blader Training 42
4.4 Pembahasan 42
4.4.1 Kemampuan Mengontrol Berkemih Sebelum Dilakukan Bladder
Trainig Pada Pasien Post Op Opersi Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila 42
4.4.2 Kemampuan Mengontrol Berkemih Sesudah Dilakukan Bladder
Trainig Pada Pasien Post Op Opersi Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila 44
4.4.3 Pengaruh Latihan Bladder Training Terhadap Kemampuan
Mengontrol Berkemih Pada Pasien Post Op Opersi Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila 46
xii
4.5 Keterbatasan Penelitian 46
BAB V PENUTUP 48
5.1. Kesimpulan 48
5.2. Saran 48
DAFTAR PUSTAKA 50
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
xiii
Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango 40
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Post Bladder Training di Ruang
Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango 40
Tabel 4.4 Uji normalitas Shapiro-wilk 41
Tabel 4.5 Uji Wilcoxon Signed Ranks Test 42
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden pre post Bladder Training di Ruang
Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango 42
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran
xiv
Lampiran 6 Analisis Data Menggunakan SPSS .................................................
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
(BPH) sampai saat ini masih menjadi problem kesehatan di bidang urologi yang
selalu dibahas oleh pakar nasional maupun internasional karena jumlahnya yang
pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare,
2012).
yang prevalensi dan insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Angka
kejadian BPH diketahui terjadi pada 70 persen pria berusia 60-69 tahun di Amerika
Serikat dan 80 persen pada pria berusia 70 tahun ke atas. Insiden BPH diperkirakan
akan meningkat mencapai 20 persen pada pria berusia 65 tahun ke atas atau mencapai
Penyebab BPH sampai saat ini belum diketahui. Tanda dan gajala yang bisa
muncul pada pasien dengan BPH yaitu salah satunya retensi urin. Penatalaksanaan
medik yang sering dilakukan untuk mengatasi masalah kesulitan buang air kencing
(retensi urin) pada pasien BPH yaitu dengan pembedahan. Transurethral resection
1
prostase (TURP) menjadi salah satu pilihan tindakan pembedahan yang paling umum
dan sering dilakukan untuk mengatasi pembesaran prostat. Prosedur yang dilalukan
dengan bantuan alat yang disebut resektoskop ini bertujuan untuk menurunkan
tekanan pada kandung kemih dengan cara menghilangkan kelebihan jaringan prostat.
TURP menjadi ilihan utama pembedahan karena lebih efektif untuk menghilangkan
1033 ].
yaitu terjadinya inkontinensia urine akibat dari insufisiensi sfingter uretra dan
disfungsi kandung kemih. Data menunjukkan 56 % dari 52 pasien post operasi BPH
mengalami inkontinensia urine setelah 3 bulan akibat disfungsi kandung kemih. Pada
pasien yang lebih dari usia 70 tahun memiliki resiko dua kali kemungkinan terjadi
inkontinensia urin pasca operasi, disfungsi kandung kemih naik 5,3 % setiap tahun
(Campbell-Walsh, 2012)
usia dan paritas. Di Indonesia jumlah penderita inkontinensia urin sangat signifikan.
Pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 5,8% dari jumlah penduduk mengalami
inkontinensia urin, tetapi penanganannya masih sangat kurang. Pada tahun 2014
survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Unair RSU Dr.
Soetomo terhadap 793 penderita, didapatkan hasil angka kejadian inkontinesia urin
2
pada pria 3,02% sedangkan pada wanita 6,79%. Di provinsi Gorontalo berdasarkan
data dinas kesehatan Provinsi tahun 2013 tercatat sebanyak 2,371 lansia pernah
berobat ke rumah sakit dengan masalah inkontinensia urin [ CITATION Hil17 \l 1033 ]
Salah satu cara mengembalikan fungsi berkemih pada pasien post operasi
pengeluaran air kemih. Sebelum kateterisasi dihentikan, kateter urin secara bergantian
dijepit dengan klem dan dilepas jepitannya setiap beberapa jam sekali. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi. Pelepasan
klem memungkinkan kandung kemih mengosongkan isinya (Smeltzer & Bare, 2012).
Training Terhadap Fungsi Berkemih Pada Pasien Post Operasi BPH di RSU Dr
Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto dari hasil penelitian dengan jumlah sampel
yaitu 12 orang (60%), dan hampir seluruh responden fungsi berkemihnya normal
sesudah bladder training yaitu 17 orang (85%). Hal ini menunjukkan bahwa bladder
3
Kemampuan Mengontrol Berkemih pada Pasien Post Operasi Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango”.
mengontrol berkemih pada Pasien Post Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai salah satu
terapi untuk menangani kemampuan untuk mengontrol berkemih pada pasien benign
4
Dapat menambah wawasan pengetahuan perawat tentang terapi untuk
hiperplasia (BPH).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan
kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra, dan pembesaran
6
parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan
Wilson, 2016).
Teori lainnya menjelaskan bahwa BPH merupakan suatu keadaan yang sering
terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan
pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari
beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine (Purnomo, 2011).
cepat. Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada
pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination (DRE). BPH prostat teraba
membesar dengan konsistensi kenyal, ukuran dan konsistensi prostat perlu diketahui,
walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak berhubungan dengan
derajat obstruksi. Prediksinya adalah jika teraba indurasi atau terdapat bagian yang
teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan prostat stadium 1 dan 2 (Purnomo, 2011).
B. Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya BPH hingga saat ini belum diketahui secara
pasti, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Perubahan
mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada
pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun
angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekitar 100% (Purnomo, 2014).
7
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat. Teori tentang penyebab BPH meliputi:
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan
merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat
penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa –
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga
(Purnomo, 2011).
8
Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya
umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar (Purnomo,
2011).
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. DHT dan estradiol menstimulasi sel-sel stroma setelah itu sel-sel
sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh
dan fragmentasi sel terjadi pada apoptosis ini, yang selanjutnya sel-sel yang
9
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian
sel dengan kematian sel pada jaringan normal. Pertumbuhan prostat sampai
pada prostat dewasa terjadi, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Istilah tersebut di dalam kelenjar prostat dikenal dengan suatu sel stem yaitu
sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika
sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel
(Purnomo, 2011).
C. Faktor Resiko
10
a. Kadar Hormon
BPH. Testosteron akan diubah menjadi andogen yang lebih poten yaitu
b. Usia
Terjadi kelemahan umum pada usia tua termasuk kelemahan pada buli
urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat,
secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun
keatas
11
c. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk
terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH
rendah
d. Riwayat keluarga
terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin
banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko
anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Resiko meningkat 2
kali bagi orang lain apabila dalam satu keluarga ada satu anggota yang
e. Obesitas
seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk
tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah
apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-
12
Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada
adalah teknik indirek, di antaranya yang banyak dipakai adalah Body Mass
Indeks (BMI) dan waist to hip ratio (WHR). BMI diukur dengan cara berat
badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (m). Interpretasinya (WHO)
lingkar pinggang diambil ukuran minimal antara xyphoid dan umbilicus dan
Pada laki-laki di nyatakan obesitas jika lingkar pinggang > 102 cm atau
f. Pola Diet
berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Seng adalah yang paling penting
lemak diperut akan terjadi apabila kelebihan kadar kolesterol dalam tubuh
yang pada akhirnya akan menekan otot-otot seksual dan mengganggu testis,
13
seksual. Kemampuan seksual yang menurun ini diakibatkan oleh penurunan
kuat ini dapat menyebabkan BPH jika sampai menstimulasi reseptor dalam
timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak
dari waktu transit makanan yang dicernakan cukup lama di usus besar
sehingga akan mencegah proses inisiasi atau mutasi materi genetik di dalam
inti sel. Mekanisme yang multifaktor terdapat juga didalam sayuran dimana
karoteniod, selenium dan tocopherol. Diet makanan berserat atau karoten ini
abnormal.
14
g. Aktivitas Seksual
darah ke prostat selalu tinggi dan akan terjadi hambatan prostat. Seks yang
hormon testosteron
h. Kebiasaan merokok
B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk
kepada DHT
15
j. Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih
berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga
yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat
Olahraga yang baik apabila dilakukan tiga kali dalam seminggu dalam
waktu 30 menit setiap berolahraga, olahraga yang dilakukan kurang dari tiga
kali dalam seminggu terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran fisik
tetapi tidak ada tambahan keuntungan yang berarti. Kadar kolesterol akan
turun apabila latihan olah raga dilakukan lebih dari tiga kali dalam
seminggu.
Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL
Menurut Widayati & Nuari (2017) terdapat beberapa tanda dan gejala pada
16
1. Gejala BPH dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gejala obstruktif
sesudah BAK (double voiding) dan keluarnya sisa BAK pada akhir
menahan BAK (urgency), dan rasa sakit waktu BAK (disuria), kadang
2. Tanda
(DRE). Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan apabila teraba indurasi atau
stadium 1 dan 2
E. Klasifikasi
17
1. Derajat 1
prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
2. Derajat 2
Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas
3. Derajat 3
Saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat diraba
4. Derajat 4
F. Patofisiologi
lebih kuat dalam mengeluarkan urin guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang
Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut dikeluhkan pasien pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
18
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko ureter. Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus akan
hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior,
kondisi ini juga disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stroma prostat,
kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi
oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. Tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Kondisi ini
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang
(Purnomo, 2011)
G. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
19
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
fitofarmaka.
2. Pembedahan.
berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan
endourologi.
20
2) Prostatektomi perineal adalah suatu tindakan dengan mengangkat
kemih.
2011).
21
H. Komplikasi
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu
tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis.
uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan
dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal
dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat
22
Transurethral Resection of the Prostate (TURP) merupakan operasi
tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadapa potensi
antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara
terus menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi,
dipasang kateter foley tiga saluran nomer 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk
kandung kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan
darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter
setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien sudah berkemih dengan lancar
A. Pengertian
optimal neurogenik Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di
agar terjadi pengeluaran urin secara kontinen. Latihan kandung kemih harus
23
pelepasan kateter yang sudah terpasang dalam waktu lama, dengan tindakan ini
kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih dan
Latihan otot dasar panggul dapat membantu memperkuat otot dasar panggul untuk
(menunda untuk berkemih). Bladder training dapat dilakukan pada pasien yang
terpasang kateter urin dengan mengklem aliran urin ke urin bag. Bladder training
dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas setiap
beberapa jam sekali. Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih
2016).
24
B. Tujuan
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
yang normal dengan berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga
frekuensi berkemih dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 2-3 jam sekali.
ini dilakukan pada pasien pasca bedah yang di pasang kateter. Tujuan dilakukan
bladder training yaitu membantu pasien mendapat pola berkemih yang rutin,
hingga setelah kateter dilepas. Pada pasien dengan kateter menetap dapat
dilakukan tindakan bladder training rutin setiap hari. Bladder training yang
25
sehingga kapasitas dalam kandung kemih pun menjadi menurun (Purnomo,
2014).
C. Indikasi
urin, pada pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga
dilakukan pada pasien yang menggunakan kateter yang lama, dan pasien yang
D. Sop Bladder Training
BLADDER TRAINING
Nama Klien :
Umur :
Jenis Kelamin :
26
PERSIAPAN 1. Berikan salam, perkenalkan diri, dan identitas klien dengan
PASIEN memeriksa identitas klien secara cermat.
2. Kaji kondisi pasien
3. Ajarkan kepada pasien dan keluarga mengenai tindakan
yang akan dilakukan dengan prosedur yang benar
PERSIAPAN 1. Handscone
ALAT DAN 2. Klem (khusus klien yang memakai kateter)
BAHAN 3. Jam Tangan
4. Air minum dalam tempatnya
5. Alat tulis
27
9. Lanjutkan prosedur ini hingga 24 jam pertama
1. Lakukan bladder training ini hingga pasien mampu
mengontrol keinginan untuk berkemih
2. Jika klien memakai kateter, lepas kateter jika klien sudah
merasakan keinginan untuk berkemih
28
BAB III
Desain mini riset adalah sesuatu yang vital dalam penelitian, yang
akurasi suatu hasil. Istilah desain penelitian digunakan dalam dua hal yakni desain
sebelum perencanaan akhir pengumpulan data, dan desain penelitian digunakan untuk
pre-post test. Desain pre eksperimen merupakan desain penelitian yang bertujuan
dengan melibatkan satu kelompok subjek/tidak memiliki variabel control (Burns &
Untuk pelaksanaan dari penelitian ini yaitu dalam 1 hari 6x intervensi dan
diberikan selama 1 hari. Jadi 1 responden diberikan 6 kali intervensi. Penelitian ini
berkemih pada Pasien Post Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang
29
3.2 Lokasi dan Waktu Mini Riset
Mini riset ini dilaksanakan di ruang Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten
Bone Bolango.
1.1.1 Populasi
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
Populasi pada penelitian ini adalah pasien di ruang Bedah RSUD Toto Kabila
1.1.2 Sampel
Menurut Nursalam (2016) sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang
menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada. Jumlah
sampel terpenuhi (Sugiyono, 2011). Dalam mini riset ini sampel yang digunakan
30
adalah pasien dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang Bedah RSUD
A. Kriteria Inklusi :
B. Kriteria ekslusi :
Definisi operasional dalam penelitian ini mencakup dua variabel yaitu variabel
berkemih pada pasien BPH di ruangan Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone
Bolango.
31
mengalami
gangguan ke
keadaan normal
Variabel
dependen
menggunakan lembar observasi yang berisi penilaian tentang bladder training dan
kemampuan mengontrol berkemih. Alat yang digunakan untuk mini riset ini yakni
post operasi BPH atas persetujuan dokter. Latihan dilakukan sebanyak 5 kali perhari
dimulai dari kemampuan menahan buang air kecil selama 1 jam pada hari 1 post
operasi selanjutnya dilanjutkan dengan menahan buang air kecil 2 jam dan
seterusnya ditingkatkan lebih lama kemampuan menahan buang air kecilnya pada
hari-hari berikutnya.
32
3.6 Pengolahan Data
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan.
2. Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan
3. Entry
Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam
master table atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi
4. Tabulating
analisis data.
1. Analisis Univariat
33
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing -
masing variabel, baik variabel bebas, variabel terikat dan karakteristik responden.
2. Analisis Bivariat
1. Data Primer
data demografi pasien dan poin kategori yang menjadi bukti pengamatan
2. Data Sekunder
Data sekunder di peroleh dari ruangan tempat praktek mahasiswa profesi ners
Menurut Hidayat (2014) masalah etika penelitian yang harus diperhatikan antara
34
Informed Consent merupakan bentuk pesetujuan antara peneliti dengan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dari tujuan penelitian, dan
menandatangani lembar persetujuan dan jika subjek tidak bersedia, maka peneliti
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan
3. Confidentiality ( Kerahasiaan)
35
BAB IV
berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Huntu Utara Kec. Bolango Selatan
2. Visi, Misi, Motto, Falsafah, Tujuan dan Nilai RSUD Toto Kabila
berkesinambungan.
36
Motto : “Melayani dengan senyum”
dan Profesionalitas”
Tujuan : Menjadi Rumah Sakit yang Mampu Memberikan Pelayanan Prima dan
Inovatif dengan didukung oleh Sumber Daya Manusia yang Handal dan
Profesional”
Sayang, Empati
RSUD Toto Kabila saat ini dilengkapi dengan ruangan bedah. Ruangan bedah
merupakan salah satu ruangan yang ada di RSUD toto kabila, Ruang bedah
berkapasitas tempat tidur 45 tempat tidur. Dengan jumlah perawat 15 orang, dengan
keperawatan 7 orang. Tenaga adminstrasi 1 orang. Saat ini RSUD Toto Kabila
memiliki layanan unggulan dibidang kulit, hemodialisa dan urologi. Rumah sakit
Toto Kabila merupakan rumah sakit memiki satu-satunya dokter urologi pertama di
gorontalo.
Dalam penelitian ini, responden yang terpilih adalah 5 orang responden pasien
dengan post operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP) di ruang Bedah
RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango dalam rentang waktu antara 23-28
Desember 2019.
37
a. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
berdasarkan umur di ruang Bedah RSUD Toto Kabila sebagaimana dalam tabel
berikut :
Tabel 4.1 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di ruang Bedah RSUD
Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango
No Usia Jumlah (n) Persentasi (%)
1 46-55 tahun 1 25
2 65 tahun ke atas 3 75
Total 4 100
Sumber : Data Primer 2019
Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa responden dengan usia 46-55 tahun
berjumlah 1 orang (25%), dan responden usia 65 tahun ke atas berjumlah 3 orang
penelitian ini yaitu responden dengan usia 65 tahun keatas berjumlah 3 orang (75%).
bladder training di ruang Bedah RSUD Toto Kabila sebagaimana dalam tabel
berikut:
38
Tabel 4.2 : Distribusi frekuensi responden pre bladder training di ruang Bedah
RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango
No Pre Bladder Training Jumlah (n) Persentasi (%)
1 Tidak dapat mengontrol rasa 4 100
ingin berkemih
2 Dapat mengontrol rasa ingin 0 0
berkemih
Total 4 100
Sumber : Data Primer 2019
Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa semua responden sebelum dilakukan
bladder training tidak dapat mengontrol rasa ingin berkemih dengan jumlah 4
bladder training di ruang Bedah RSUD Toto Kabila sebagaimana dalam tabel
berikut:
Tabel 4.3 : Distribusi frekuensi responden post bladder training di ruang Bedah
RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango
No Post Bladder Training Jumlah (N) Persentasi (%)
1 Tidak dapat mengontrol rasa ingin 0 0
berkemih
2 Dapat mengontrol rasa ingin 4 100
berkemih
Total 4 100
Sumber : Data Primer 2019
Dari tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa responden setelah dilakukan
bladder training rata-rata responden setelah di lakukan bladder training sudah dapat
39
4.3 Analisa Data
Analisis data dibuat untuk mengetahui distribusi data dan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Tujuan penelitian ini adalah
mengontrol berkemih pada Pasien Post Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. Pengujian hipotesis
penelitian ini menggunakan uji normalitk menentukan apakah data dalam penelitian
ini berdistribusi normal atau tidak. Tampilan uji normalitas dapat dilihat pada tabel:
menunjukan bahwa data tidak berdistribusi normal, dibuktikan dengan nilai p value
post yaitu 0.000. Karena nilai p value < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
Wilk didapatkan data dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal, sehingga
maka akan menggunakan uji wilcoxon signed ranks test. Hasil pengujian untuk
40
Tabel 4.5 uji Wilcoxon Signed Ranks Test
Asymp. Sig (2-Tailed)
Pre-post 0.046
Data Primer 2019
Berdasarkan tabel hasil uji ditemukan bahwa nilai sig (2-tailed) dari analisis
Statistic wilcoxon signed ranks test sebesar 0,046. Nilai signifiknsi (P-value) ini
masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga
Pasien Post Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Bedah RSUD
4.3.1 Distribusi responden sebelum (pre) dan sesudah (post) dilakukan bladder
training
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil responden sebelum dan sesudah
dilakukan bladder training di ruang Bedah RSUD Toto Kabila sebagaimana dalam
tabel berikut:
Tabel 4.6 : Distribusi frekuensi responden pre post bladder training di ruang Bedah
RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango
Pre Post p-value
Variabel
N % N %
Dapat mengontrol 0 0 4 100
berkemih
Tidak dapat mengontrol 4 100 0 0 0,046
berkemih
Sumber : Data Primer 2019
Dari tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa semua responden sebelum dilakukan
bladder training tidak dapat mengontrol rasa ingin berkemih dengan jumlah 4
41
responden dengan persentasi (100%) serta dapat dilihat pula bahwa responden setelah
dilakukan bladder training responden yang dapat mengontrol rasa ingin berkemih
dapat dilihat bahwa semua responden sebelum dilakukan bladder training tidak dapat
(100%) dan setelah dilakukan bladder training semua responden sudah dapat
4.4 Pembahasan
terpasang kateter. Responden dalam penelitian ini keseluruhan masih terpasang kateter
sehingga sulit untuk diteliti fungsi berkemihnya karena semua responden menyatakan
tidak ada keluhan saat berkemih karena urine akan keluar begitu saja melalui kateter
sehingga tidak ada sensasi rasa panas, nyeri, perasaan tidak lega (Smeltzer dan Bare,
2012).
jumlah responden yang paling banyak adalah diusia 65 tahun keatas berjumlah 3
orang (75%). Berdasarkan hasil penelitian dilapangan yang dilakukan oleh peneliti,
mayoritas penderita dengan kasus BPH di RSUD Toto Kabila Bone Bolango
42
merupakan kalangan lanjut usia (> 60 tahun keatas). Biasanya mereka yang datang
memang kebanyakan adalah kaum pria yang berusia diatas 60 tahun. Sangat jarang
sekali pasien dengan BPH yang berusia kurang dari 60 tahun, walaupun mungkin ada
Salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai pada pria diatas 60 tahun
adalah Benign Prostatic Hyperplasia atau BPH, keadaan ini di alami oleh 50% pria
yang berusia 60 tahun, dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa salah satu faktor resiko terjadinya kasus BPH adalah faktor
usia. Dimana kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun
dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas (Tarwoto & Wartonah, 2012).
Dari tabel di atas didapatkan data bahwa pada saat setelah dilakukan bladder
Tindakan bladder training ini dilakukan oleh peneliti yaitu dihari kedua pasca
operasi TURP, dimana pada hari kedua tersebut biasanya tindakan irigasi bladder
dilakukan pemeriksaan kondisinya apakah ada keluhan atau tanda tanda yang
43
mengarah ke kondisi retensi urin. Kemudian setelah itu penderita dilakukan dan
diajarkan untuk mengeklem selang kateter urin mereka dengan karet gelang selama 1
jam pertama, dan sebelumnya responden diminta minum air putih 100-250 cc setiap
kali akan diklem. Bila sudah terasa penuh dikandung kemih dan ingin BAK maka
klem selang kateter dapat dibuka dan dibiarkan selama 15 menit. Setelah itu selang
diklem kembali seperti itu selama 2-3 jam dimulai dari pagi hari sampai malam hari.
Pada malam hari, responden diminta istirahat dan pagi harinya baru dicek kembali
Bladder Training Terhadap Fungsi Berkemih Pada Pasien Post Operasi Benign
berkemihnya normal sebelum bladder training, yaitu 12 orang (60%), dan hampir
orang (85%). Hal ini menunjukkan bahwa bladder training memiliki pengaruh
signifikan terhadap peningkatan fungsi berkemih pada pasien post operasi BPH.
44
Berdasarkan tabel ditemukan bahwa nilai sig (2-tailed) dari analisis Statistic
wilcoxon signed ranks test sebesar 0,046. Nilai signifiknsi (P-value) ini masih lebih
kecil dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga Ha diterima
dan H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat Pengaruh latihan
Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango tahun 2019. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Dadi Santosa, (2015) juga menjelaskan bahwa tindakan Bladder Training dan
muscle pelvic exercise terbukti efektif memperbaiki fungsi eliminasi berkemih pada
Penelitian ini sejalan dengan teori yang menjelaskan bahwa tindakan bladder
training ini adalah merupakan salah satu terapi yang efektif diantara terapi non
farmakologi yang ada untuk mencegah atau menurunkan resiko retensi urin. Dimana
tindakan ini adalah untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami
gangguan ke keadaan normal atau fungsi neurogenik (Potter & Perry, 2010).
menjelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan adanya tindakan bladder
training yang dilakukan setiap hari terhadap kejadian inkontinensia bila dibandingkan
dengan bladder training yang hanya dilakukan pada satu hari sebelum kateter dilepas.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value < α (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak.
Selain itu penelitian lain yaitu oleh Sri Wulandari, (2012) juga menjelaskan
bahwa ada pengaruh yang jelas terlihat dari tindakan bladder training yang dilakukan
45
terhadap penurunan inkontinensia pada lansia dimana sebelum dilakukan tindakan,
inkontinensia pada kelompok perlakuan sedangkan kelompok kontrol tetap. Hasil uji
statistik menunjukkan hasil pada pre test ditemukan nilai t hitung sebesar 0,343
dengan nilai p value 0,735 maka H0 diterima, yang artinya tidak ada pengaruh.
Sedangkan pada post test ditemukan nilai t hitung sebesar 7,348 dengan nilai p value
0,000 maka H0 ditolak sehingga ada pengaruh tindakan Bladder training terhadap
pre-post test design. Dalam penelitian ini hanya terdiri dari kelompok
2. Jumlah sampel yang terbatas yaitu 4 sampel, hal ini disebabkan oleh
46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Bedah RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango tahun 2019, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
2. Setelah dilakukan bladder training 5 kali semua responden yaitu 4 (100%) sudah
Ruang Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango tahun 2019 dengan
nilai sig (2-tailed) dari analisis Statistic wilcoxon signed ranks test sebesar nilai
p=0,046.
5.2 Saran
kepada :
47
5.2.1 Bagi Pasien
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai salah satu
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya
48
DAFTAR PUSTAKA
Anita Widiastuti. (2012). Perbedaan Kejadian Inkontinensia Urin pada Pasien post
kateterisasi yang dilakukan Bladder Training setiap hari dengan Bladder
Training sehari sebelum Kateter dibuka di BPK RSU Tidar Magelang
Dadi Santosa. (2015). Efektivitas Kombinasi Bladder Training dan Muscle Pelvic
Exercise terhadap Fungsi Eliminasi berkemih pada Pasien Benign Prostate
Hyperplasia Pasca operasi Trans Vesical Prostatectomy
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
49
Purnomo, B. (2014). Dasar Dasar Urologi (3th ed.). Sagung Seto
Smeltzer, S.C., &Bare, B.B. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 1. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat dan De jong. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC
Suharyanto, T., & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Medika.
Tarwoto & Wartonah. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia dalam Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Widayati, D., & Nuari, N. A. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: cv budi utama
Wiyono, D. (2016). Efektivitas Bladder training Terhadap Retensi Urin Pada Pasien
Post Operasi BPH Di Ruang Mawar RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Skripsi
50
51
52
53
54