Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN SHARING JURNAL

“EFEKTIFITAS PEMBIDAIAN BACK SLEB CAST DAN SPALK TERHADAP


PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH”

Di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners
Depertemen Gawat Darurat

Oleh :
Agus Triono 180070300011043 Rachmat Fajar NK 180070300011040
Hendrimina Melga H.S 180070300011052 Roni Hengki Agus 180070300011058
Henny Juhartiningsih 180070300011057 Siti Raikhanah 180070300011053
I Kade Adi Gunawan 180070300011075 Wahyu Dwi Ari W 180070300011059
Litwinayanti Perwita 180070300011042 Yadi Fatriaullah 180070300011003
Maria Yasinta Erina 180070300011060 Yeni Rahmawati 180070300011048
Nikmatu Fauziah 180070300011054 Yenny Auli Diana H 180070300011051
Robertus Karmanto 180070300011076 Yeti Eukarista Paskalia 180070300011056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat,
kasih dan karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
sharing jurnal yang berjudul “ Efektifitas Pembidaian Back Sleb Cast Dan Spalk
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Bawah” ini
dengan baik sebagai salah satu tugas kelompok dari praktek profesi keperawatan Gawat
Darurat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memfasilitasi kami dalam menjalankan profesi keperawatan Gawat Darurat dan dalam
proses penyelesaian tugas ini diantaranya:
1. Direktur RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan beserta staf dan jajarannya yang telah
mengijiinkan kami menjalani praktik profesi departemen keperawatan gawat darurat
di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan
2. Ibu Ns. Rinik Eko Kapti, S.Kep,. M.Kep selaku ketua program studi Profesi
Keperawatan FKUB
3. Ibu Ns. Ikhda Ulya, S.Kep., M.Kep. selaku ketua PJMK Profesi Keperawatan gawat
darurat
4. Ibu Ns. Bintari Ratih Kusumaningrum, S.Kep,. M.Kep. selaku pembimbing
Akademik Profesi Keperawatan Gawat Darurat.
5. Ibu Wiwit Widyawati, S.Kep. Ns sebagai Kepala Unit IGD RSUD Bangil sekaligus
Pembimbing/ CI klinik ruangan IGD RSUD Bangil
6. Ibu Sari Purayanti, S.Kep. Ns sebagai Pembimbing/ CI klinik ruangan IGD RSUD
Bangil.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya masukan, saran dan
usulan demi perbaikan laporan ini. Segala kekurangan dan kekeliruan kami mohon maaf
dari hati yang terdalam.

Bangil, Oktober 2019

Penyusun

Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Angka kejadian trauma saat ini masih sangat tinggi baik di negara maju maupun negara
berkembang. Penyebab utamanya adalah kecelakaan lalu lintas yang merupakan penyebab
kematian terbesar ketiga di dunia. World Health Organization/WHO mencatat bahwa pada
tahun 2011-2012 terdapat 1.3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalulintas (WHO,
2011). Angka Kematian akibat trauma di dunia mencapai angka 4.8%. sebanyak 3.8 %
diantaranya disebabkan dari peristiwa kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data tahun 2018
yang dihimpun oleh Komisi Trauma di sejumlah kota besar di Indonesia menyatakan bahwa
trauma menduduki peringkat ketiga setelah jantung dan stroke. Menurut Depkes RI, 2011
dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur, fraktur ekstremitas bawah akibat
kecelakaan memiliki prevalensi paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46.2%. dari
45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki 19.629
orang mengalami fraktur femur (Depkes, 2011). RSUD Bangil angka kejadian fraktur terbuka
pada bulan Juli 2019 ada 5.5%, pada bulan Agustus 2019 ada 9.2%, sedangkan pada bulan
September 2019 ada 5% dari total pasien masuk ke IGD pada bulan tersebut.

Salah satu tanda dan gejala dari fraktur adalah nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun
potensial (Brunner & Suddarth, 2005). Pada pasien yang mengalami fraktur (patah tulang)
baik yang disebabkan oleh kecelakaan maupun trauma termasuk dalam katagori nyeri akut.
Nyeri juga dapat timbul oleh berbagai stimulus seperti rangsangan fisik karena terpapar oleh
suhu, mekanik, listrik dan pembedahan. Nyeri pada fraktur dapat diatasi dengan Imobilisasi,
yang salah satunya adalah pembidaian. Penanganan awal pada pasien fraktur yang saat ini
dilakukan dengan pembidaian menggunakan spalk (bidai kayu yang dibalut kapas dan verban
atau dengan spon dibungkus plastik). Pembidaian menggunakan satu spalk untuk fraktur
ekstremitas atas dan tiga spalk untuk fraktur ekstremitas bawah. Pembidaian ini dilakukan
untuk imobilisasi sementara dalam menegakkan diagnosis dan sebelum dilakukan tindakan
definitif baik operatif maupun non operatif (conservative care). Pembidaian terdiri dari 2
macam yaitu : Back Slab Cast dan Spalk, yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada
pasien fraktur ekstremitas bawah.

New Zealand Orthopaedic Organization (2010), menyatakan bahwa Back Slab Cast
adalah alat imobilisasi pertama sebelum dilakukan tindakan definitif yang digunakan untuk
stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan digunakan untuk mengurangi
edema (swealing) sebagai bidai. Gip ini mudah dilepaskan bila diperlukan pemeriksaan
inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi. Miranda 2010 menyatakan bahwa Back Slab Cast
adalah gip sementara yang digunakan pada penanganan pertama trauma seperti patah tulang
ankle, Back Slab Cast terdiri dari plester yang menjaga tendon Achilles dan digunakan pada
bagian yang terjadi pembengkakan tanpa memberikan penekanan. Spalk/ bidai tradisional
dapat menekan aliran darah, meningkatkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan. Back Slab Cast
dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan dan spasme otot yang terjadi ketika
trauma patah tulang. Sedangkan menurut Koval dan Zukerman (2006), Back Slab Cast ini
menjaga tulang yang patah pada kesejajaran selama proses penyembuhan. Back Slab Cast
ini dipasang mengikuti daerah tonjolan tulang.

Penanganan fraktur di IGD RSUD Bangil selama ini menurut pengamatan kami
dilakukan pembidaian dengan Spalk saja, saat penanganan awal pada fraktur. Sedangkan
pemakaian Back Slab Cast belum pernah kami temui selama kami praktek di IGD RSUD
Bangil. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Karimah (2015), penggunaan Back Slab Cast
tidak hanya dapat menurunkan nyeri saja, akan tetapi penggunaan Back Slab Cast terbukti
dapat menurunkan kerusakan integritas jaringan di bandingkan dengan penggunaan spalk
biasa pada pasien fraktur tertutup tulang panjang ekstremitas bawah. Berdasarkan penilitian
Gill dan Bowker (2016) untuk penggunaan waktu pemasangan Back Slab Cast dengan bahan
dasar gypsona dan spalk dengan bahan dasar baycast memiliki relative waktu yang sama
yaitu 3-5 menit.

Tujuan sharing jurnal saat ini adalah untuk mengetahui penanganan awal pada fraktur
khususnya ekstermitas bawah dengan penggunaaan Back Slab Cast, dimana Back Slab Cast
lebih efektif bila dibandingkan dengan penggunaan Spalk dalam efektifitasnya mengurangi
nyeri. Manfaat kegiatan sharing jurnal ini adalah diharapkan petugas kesehatan di IGD bangil
mengetahui dan bisa menerapkan penggunaan Back Slab Cast yang lebih efektif untuk
mengurangi nyeri pada fraktur ekstermitas bawah dari pada penggunaan Spalk. Namun
permasalahan yang ada di IGD adalah, pemasangan gips dilakukan di OK sehingga hal ini
juga harus menjadi bahan pertimbangan juga.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imobilisasi pada fraktur/patah tulang


2.1.1 Splinting
 Pengertian
Saleh (2016), menyatakan bahwa pembidaian (splinting) adalah suatu cara pertolongan
pertama pada cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang harus diketahui oleh
dokter, perawat, atau orang yang akan memberikan pertolongan pertama pada tempat
kejadian kecelakaan. Pembidaian adalah cara untuk mengistirahatkan (imobilisasi) bagian
tubuh yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat.
Ada 5 alasan dalam melakukan pembidaian pada cedera musculoskeletal yaitu:
 Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami
dislokasi.
 Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang
patah (mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh darah, jaringan saraf perifer dan
pada jaringan patah tulang tersebut).
 Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak yang timbul.
 Untuk mencegah terjadinya syok.
 Untuk mengurangi nyeri dan penderitaan.

 Kontra Indikasi Pembidaian


Fitch (2016) menyatakan bahwa meskipun tidak ada kontraindikasi absolut dalam
menggunakan pembidaian/splinting pada ekstremitas yang mengalami cedera, beberapa
hal unik harus diperhatikan. Pembengkakan alami akan terjadi sesudah terjadi cedera dapat
menjadi hambatan dari keamanan metode dari imobilisasi

 Prinsip Dasar Pembidaian


Prinsip dasar pembidaian ini harus selalu diingat sebelum kita melakukan pembidaian
(Saleh, 2012).
a. Harus melakukan proteksi diri sebelum pembidaian
b. Jangan melepaskan stabilisasi manual pada tulang yang cedera sampai kita benar-
benar melakukan pembidaian
c. Jangan mereposisi atau menekan fragmen tulang yang keluar kembali ketempat semula
d. Buka pakaian yang menutupi tulang yang patah sebelum memasang bidai
e. Lakukan balut tekan untuk menghentikan perdarahan pada fraktur terbuka sebelum
memasang bidai
f. Bidai harus melewati sendi proksimal dan sendi distal dari tulang yang patah
g. Bila persendian yang mengalami cedera, lakukan juga imobilisasi pada tulang proksimal
dan distal dari sendi tersebut
h. Berikan bantalan atau padding untuk mencegah penekanan pada bagian tulang yang
menonjol dibawah kulit
i. Sebelum dan sesudah memasang bidai lakukan penilaian terhadap nadi, gerakan dan
rasa /sensasi pada bagian distal dari tempat yang fraktur atau cedera
j. Berikan dukungan dan tenangkan penderita menghadapi cedera ini.

 Komplikasi Pembidaian
Saleh (2006) menyatakan bahwa komplikasi pembidaian biasanya timbul bila kita
tidak melakukan pembidaian secara benar, misalnya;
a. Bisa menekan jaringan saraf, pembuluh darah atau jaringan dibawah bidai yang bisa
memperparah cedera yang sudah ada, bila dipasang terlalu ketat.
b. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan kerusakan pada saraf perifer, pembuluh
darah, atau jaringan sekitarnya akibat pergerakan ujung – ujung fragmen patah tulang.
c. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemi jaringan.

Brinkley (2010), meyatakan bahwa komplikasi pembidaian antara lain:


a. Kerusakan kulit
Penekanan pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit sehingga
sebelum dilakukan pembidaian kulit harus benar – benar dalam keadaan bersih. Pasir dan
kotoran dapat menjadi titik tekanan pada kulit.
b. Compar5tment syndrome
Compartment syndrome merupakan komplikasi serius dari pembidaian. Peningkatan nyeri,
pembengkakan, perubahan warna dan peningkatan temperatur merupakan gejala penting
yang harus diperhatikan.
c. Infeksi
Kerusakan kulit dalam pembidaian dapat menjadi tempat masuknya bakteri dan infeksi
jamur.
d. Kerusakan saraf
Trauma dapat menyebabkan pembengkakan yang dapat menimbulkan penekanan
sirkulasi dan kerusakan saraf.
 Tipe-Tipe Bidai/Splint

Gilbert (2011) menyatakan bahwa pembidaian membantu mengurangi komplikasi

sekunder dari pergerakan fragmen tulang, trauma neurovaskular dan mengurangi nyeri. Ada

beberapa macam splint, yaitu:

a. Hard splint (bidai kaku)

Bidai kaku biasanya digunakan untuk fraktur ekstremitas. Bidai kaku sederhana bisa dibuat

dari kayu dan papan. Bidai ini juga bisa dibuat dari plastik, aluminium, fiberglass dan gips

back slab. Gips back slab ini dibentuk dan diberi nama sesuai peruntukannya untuk area

trauma yang dipasang bidai. Gips back slab merupakan alat pembidaian yang lebih baik dan

lebih tepat digunakan pada ekstremitas atas dan bawah serta digunakan untuk imobilisasi

sementara pada persendian.

Gambar: Bidai kaku

b. Soft splint (bidai lunak)

Pembidaian dimulai dari tempat kejadian yang dilakukan oleh penolong dengan

menggunakan alat pembidaian sederhana seperti bantal atau selimut.


Gambar: Bidai Lunak

c. Air slint atau vacuum splint

Bidai ini digunakan pada trauma yang spesifik seperti bidai udara. Bidai udara mempunyai

efek kompresi sehingga beresiko terjadi compartment syndrome dan iritasi pada kulit.

Gambar: Air Splint

d. Traction splint (bidai dengan traksi)


Bidai dengan tarikan merupakan alat mekanik yang mampu melakukan traksi pada bidai.
Bidai dengan tarikan ini biasanya digunakan untuk trauma pada daerah femur dan sepertiga
bagian tengah ekstremitas bawah.
Gambar: Traction splint

 Back slap
New Zealand Orthopaedic Organization (2010), menyatakan bahwa back slab cast
adalah alat imobilisasi pertama sebelum dilakukan tindakan definitif yang digunakan untuk
stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan digunakan untuk
mengurangi oedema (swelling) sebagai bidai. Gips ini mudah dilepaskan bila diperlukan
pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi. Miranda (2010), menyatakan bahwa
back slab cast adalah gips sementara yang digunakan pada penanganan pertama trauma
seperti patah tulang ankle. Back slab cast ini terdiri dari plaster yang menjaga tendon achiles
dan digunakan pada bagian yang terjadi pembengkakan tanpa memberikan penekanan.
Bidai tradisional dapat menekan aliran darah, meningkatkan rasa nyeri dan ketidak
nyamanan. Back slab cast ini dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan, spasme
otot yang terjadi ketika trauma patah tulang. Sedangkan menurut Koval & Zukerman (2015),
back slab cast ini menjaga tulang yang patah pada kesejajaran selama proses
penyembuhan. Back slab cast ini dipasang mengikuti daerah tonjolan tulang.
Gambar: Back Slap
 Cara pembuatan
Fitch (2016), menyatakan bahwa tahap pertama dalam pembidaian adalah melapisi
bagian ekstremitas dengan beberapa lembar bantalan (padding) pada bagian tonjolan tulang
atau bagian tubuh yang mengalami iritasi. Ukur panjang pembidaian yang diperlukan yaitu
melewati dua sendi. Gunakan 3 lembar dari gips untuk ekstremitas atas dan 6 lembar untuk
ekstremitas bawah untuk meyakinkan pembidaian yang dilakukan cukup kuat. Celupkan
kedalam mangkok air yang sudah disiapkan, diamkan beberapa saat sampai mengenai
seluruh gips, kemudian angkat, pegang secara vertikal dan gunakan dua jari menurunkan
sisa air pada gips sehingga memudahkan pengeringan kemudian lapisi dengan padding.
Letakkan dibawah ekstremitas yang akan dibidai sesuai posisi anatomis. Gunakan perban
elastis untuk memegang posisi dari back slab cast yang dibuat dari bagian terjauh dari tubuh
ke bagian yang lebih dekat dari pusat tubuh. Gunakan telapak tangan pada saat
pemasangan back slab cast. Setelah kering periksa kembali adekuat tidaknya imobilisasi
yang dilakukan, posisi anatomis dan kenyamanan pasien.
Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa gips akan mengalami kristalisasi yang
menghasilkan pembalutan yang kaku. Kecepatan terjadinya reaksi bervariasi sekitar 30
menit sampai 60 menit tergantung dari ketebalan dan kelembaban lingkungan. Selanjutnya
perlu pemeriksaan X-ray untuk mengetahui fraktur atau dislokasi yang membutuhkan
reduksi sebelum pembidaian dilepaskan.

 Keunggulan dari pembidaian dengan back slab cast


Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa pasien yang menderita masalah
tulang dan sendi sering mengalami nyeri yang sangat berat. Nyeri dapat timbul secara primer
baik karena masalah muskuloskeletal maupun masalah penyertanya misalnya; tekanan
pada tonjolan tulang akibat dari pembidaian, spasme otot dan pembengkakan. Tekanan
yang berkepanjangan diatas tonjolan tulang dapat menyebabkan rasa terbakar. Menurut
Miranda (2010) back slab cast ini dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan,
spasme otot yang terjadi ketika trauma pada kasus patah tulang. Back slab cast ini terdiri
dari plaster yang menjaga tendon dan digunakan pada bagian yang terjadi pembengkakan
tanpa memberikan penekanan. Pergerakan ekstremitas yang mengalami fraktur setelah
pembidaian dengan back slab cast sangat minimal, sehingga dapat mencegah kerusakan
fragmen tulang dan jaringan sekitarnya yang lebih berat.
Koval & Zukerman (2014), menyatakan bahwa back slab cast menjaga tulang yang
patah pada kesejajaran selama proses penyembuhan. Back slab cast ini dipasang mengikuti
daerah tonjolan tulang. Sedangkan menurut New Zealand Orthopaedic Organization (2010),
back slab cast digunakan untuk stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya
dan digunakan untuk mengurangi oedema (swelling) sebagai bidai. Gips ini sangat mudah
dilepaskan bila diperlukan pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi.

 Cara Pemasangan
a) Backslab di bawah siku
Lempengan plester memanjang dari titik sekitar 5 cm di bawah bagian atas
olecranon ke tingkat hanya proksimal ke buku-buku jari di dorsum tangan dan
lipatan distal dalam aspek palmaris.

1) Mengukur jarak di atas dengan strip perban dan meletakkannya di atas meja halus.
2) 6 - 8 lapisan PoP 15cm membuka gulungan dengan panjang yang sesuai
3) Oleskan lapisan perban kering di sekitar lengan untuk tepat di bawah siku.
4) Pegang slab plester dilipat dalam posisi terlipat dan merendamnya di dalam air
selama sekitar 5 detik (sampai gelembung berhenti)
5) Membawanya keluar dari air dan lembut memeras kelebihan air.
6) Terapkan slab pada aspek dorsal lengan bawah dan aspek dorsilateral pergelangan
tangan dan gosok halus sehingga ujung bawah jari-jari yang lembut dicengkeram
oleh slab.
7) Ambil gulungan 10 perban luas cms, rendam dalam air dengan baik dan memeras
kelebihan air.
8) Terapkan 10cm perban diam basah di sekitar lengan bawah, mulai dari ujung distal
untuk memperbaiki lempengan
9) Lengan ini diselenggarakan dengan siku dalam 90 0 tertekuk dan pergelangan
tangan dalam posisi fungsi dorsofleksi 25 °.
10) Jari-jari harus bebas untuk bergerak penuh pada metacarpo-phalangeal sendi.
b) Backslab di atas siku
Membentang dari tengah lengan atas ke titik hanya proksimal ke buku-buku jari
di punggung tangan.

1) Sebuah slab sama dengan panjang diatas siap kering seperti dijelaskan di atas,
dalam 6 - 8 lapisan menggunakan roll 15 cms POP.
2) Lengan pasien diadakan di posisi rawan pertengahan dengan siku di 90 ° tertekuk
posisi.
3) Sebuah lapisan gulungan katun lembut diterapkan di sekitar siku.
4) Sebuah lapisan perban kering diterapkan dari tangan sampai ke tengah lengan.
5) Lempengan diterapkan sepanjang aspek posterior lengan, siku dan lengan bawah
ke buku-buku jari.
6) Membuat celah (sekitar 5 cm) di seluruh lempengan pada aspek dalam dan luar
lipatan sendi siku. Tumpang tindih tepi memotong dan kelancaran keluar tikungan
tanpa "telinga anjing".
7) Untuk memperkuat slab, pada tingkat sendi siku, lain lempengan 5 lapisan dibuat
dan diterapkan mulai pada aspek medial di ujung atas dari lempengan pertama
melintasi sekitar titik siku dan ke atas terjadi pada aspek lateral ke atas end.
8) Mulus tepi (terutama di sekitar sendi) dan tempat dalam gendongan segitiga.

c) Backslab di bawah Lutut


1) Lempengan plester bawah lutut diterapkan dalam kasus-kasus cedera pada
pergelangan kaki dan kaki.
2) Memanjang dari tingkat tuberkulum tibialis, posterior bawah, pergelangan kaki tumit
betis, dan satu-satunya ke jari kaki.
3) Siapkan lempengan plester kering delapan lapisan sama dengan panjang di atas,
dengan menggunakan roll 15 cms.
4) Siapkan dua lembaran masing-masing sekitar 10 cm lebih pendek, untuk digunakan
dalam aspek medial dan lateral kaki.
5) Terapkan lempengan pertama dari sekitar 5 cm di bawah lipatan poplitea, di sepanjang
bagian belakang tumit, betis dan satu-satunya.
6) Terapkan lembaran samping pada sisi medial dan lateral.
7) Perbaiki merapikan keluar lembaran ke kaki dengan perban kasa basah, menjaga kaki
dalam posisi netral (pergelangan kaki harus dijaga pada 90 °) .

d) Backslab di atas Lutut


Jenis slab plester diterapkan dalam kasus-kasus cedera di lutut dan patah tulang
1) Siapkan plester kering slab dengan panjang di atas (8 lapisan dari roll PoP 15 cm).
2) Siapkan lembaran dua sisi dengan panjang 10 cm lebih pendek dari slab posterior,
masing-masing dengan 6 lapisan.
3) Pasien terletak di punggungnya. Asisten memegang kaki sekitar 25 cm di atas sofa
dengan satu telapak bawah lutut dan tangan lainnya memegang jari-jari kaki. Lutut
yang diadakan di 5 ° fleksi dan kaki disimpan di posisi netral.
4) Tutup lutut pasien dengan lapisan gulungan katun lembut, menerapkan pad lain di
sekitar pergelangan kaki dan tumit.
5) Oleskan lapisan perban kering tegas dari dasar jari-jari kaki ke tengah paha.
6) Terapkan lempengan pertama setelah melembabkan, mulai di atas telapak kaki dan
sepanjang aspek posterior dari kaki dan paha dan cetakan ke kaki dengan
menggosok dan memperlancar itu.
7) Menggorok slab di kedua sisi di tumit dan menyelipkan potongan pinggirnya dengan
benar untuk menghindari "telinga anjing".
8) Terapkan lembaran samping pada sisi medial dan lateral tungkai dan menutupi tumit.
Mould lembaran atas kaki dengan menghaluskan lembaran.
9) Perbaiki slab dengan perban basah, memegang tungkai dalam posisi yang benar
dijelaskan di atas.
10) Istirahat kaki pada dua kantong pasir, satu di belakang lutut dan yang lebih kecil di
belakang pergelangan kaki.
BAB 3

PEMBAHASAN JURNAL

3.1 PEMBAHASAN JURNAL:


A. Judul :
Efektifitas Pembidaian Back Slab Cast Dan Spalk Terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Bawa
B. Penulis :

1. Gusti Putu Alik Wirawan,


2. Abdul Azis,
3. I Made Surata Witarsa

C. Tahun/ penerbit :
Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298, Desember 2017

D. Metode (Desain Penelitian):

1. Jenis penelitian termasuk penelitian Kuantitatif (Pre Eksperimental). Desain ini


menggunakan pendekatan pre dan post test group design untuk dua sampel yang
tidak berpasangan.
2. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien baru yang dicurigai fraktur
ekstremitas bawah yang datang ke Triage IGD RSUP Sanglah dalam kurun waktu
Januari 2015 sampai Februari 2015.
3. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
- Pasien dicurigai dengan fraktur tertutup pada ektremitas bawah dengan umur
17 tahun sampai 60 tahun,
- Pasien dicurigai dengan fraktur pada ekstremitas bawah (fraktur patella,
fraktur tibia, fraktur fibula, fraktur cruris, fraktur ankle).
4. Kriteria eksklusinya adalah:
- Pasien dicurigai fraktur dalam keadaan tidak sadar,
- multipel fraktur,
- mendapat manajemen nyeri dengan obat– obatan penghilang nyeri,
- dicurigai dengan fraktur femur,
- fraktur terbuka grade 2 dan 3,
- pasien yang akan dilakukan tindakan definitif kurang dari 6 jam
- pasien dicurigai fraktur dengan penyakit dasar diabetes melitus yang
mengalami neuropati.
5. Penentuan jumlah sampel menggunakan teknik consecutive sampling.
6. Alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pedoman pengumpulan
data karateristik responden dan lembar tingkat nyeri skala nyeri Bourbanis Scale
yang sudah disiapkan oleh peneliti.
7. Sebelum dilakukan penelitian pada responden, alat ukur tingkat nyeri telah
mendapat penilaian dari pembimbing akademik. Data yang dikumpulkan adalah
data primer dan didapatkan dari hasil pengukuran tingkat nyeri pasien sebelum
tindakan pembidaian back slab cast dan spalk dan setelah pembidaian back slab
cast dan spalk dilakukan.
E. Prosedur:

Pasien yang datang yang dicurigai dengan fraktur ekstremitas bawah, sesuai
dengan kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok perlakuan. Kelompok
pertama sebanyak 10 responden diberikan perlakuan pembidaian spalk,
kelompok kedua sebanyak 10 responden diberikan perlakuan dengan back
slab cast. Analisis intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan
baik back slab cast maupun spalk dilakukan uji non parametrik sampel
berpasangan (Wilcoxon rang test) dengan alpha 0,05. Untuk mengetahui
efektifitas pembidaian antara back slab cast dengan spalk pada pasien fraktur
ekstremitas bawah, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik uji
sampel tidak berpasangan (Mann-Whitney U) dengan alpha 0,05.

F. Hasil Penelitian:
Tabel: perbandingan penurunan intensitas nyeri spalk dan back slab
Spalk Back slab
Intensitas nyeri Pre Post Pre Post
(f) (f) (f) (f)
Ringan 0 4 0 9
Sedang 10 6 10 1
Spalk n=10, back slab n=10
Hasil pengamatan intensitas nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah sebelum dan
setelah dilakukan pembidaian spalk menunjukkan intensitas nyeri pada pasien sebelum
pembidaian spalk mengalami nyeri sedang sebanyak 10 orang (100%). Setelah dilakukan
pembidaian spalk nyeri sedang menurun menjadi sebanyak 6 orang (60%) dan nyeri
ringan sebanyak 4 orang (40%). Hasil analisa efektifitas sebelum dan setelah pembidaian
spalk terhadap penurunan intensitas nyeri dengan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test
didapatkan p value 0,046 (p<0,05) yang berarti pembidaian spalk secara signifikan dapat
menurunkan intensitas nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Hasil pengamatan
intensitas nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah sebelum dan setelah dilakukan
pembidaian back slab cast menunjukkan intensitas nyeri pada pasien sebelum
pembidaian back slab cast mengalami nyeri sedang sebanyak 10 orang (100%). Setelah
dilakukan pembidaian back slab cast nyeri sedang menurun menjadi sebanyak 1 orang
(10%) dan nyeri ringan sebanyak 9 orang (90%). Hasil analisa efektifitas sebelum dan
setelah pembidaian back slab cast terhadap penurunan intensitas nyeri dengan uji
statistik Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan p value 0,003 (p<0,05) yang berarti
pembidaian back slab cast secara signifikan dapat menurunkan intensitas nyeri pada
pasien fraktur ekstremitas bawah. Hasil analisa data, efektifitas pembidaian back slab
cast dan spalk terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien fraktur ekstremitas
bawah dengan uji statistik Mann-Whitney U didapatkan p value 0,022 (p<0,05) yang
berarti pembidaian back slab cast lebih efektif menurunkan intensitas nyeri pada pasien
fraktur ekstremitas bawah dibandingkan dengan pembidaian spalk
BAB 4
PEMBAHASAN

Di Indonesia angka kejadian fraktur akibat kecelakaan cukup tinggi yaitu sekitar 40% dari
dari insiden kecelakaan (BPS,2016). Fraktur merupakan suatu keadaan dimana
hubungan kesatuan jaringan tulang terputus. Penyebab terbanyak adalah insiden
kecelakaan lalu lintas (Depkes RI, 2011). Fraktur merupakan ancaman potensial maupun
aktual terhadap integritas seeorang, sehingga akan mengalami gangguan fisiologi
maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri.
Immobilisasi merupakan salah satu cara untuk menurunkan nyeri pada fraktur selain
kegunaan lainnya. Immobilisasi dilakukan dengan pembidaian/splint. Ada beberapa
macam splint diantaranya adalah ; Hard splint (bidai kaku), Soft splint (bidai lunak), Air
slint atau vacuum splint, Traction splint (bidai dengan traksi). Adapun spalk dan back slab
cast termasuk dalam bidai kaku. pembidaian membantu mengurangi komplikasi sekunder
dari pergerakan fragmen tulang, trauma neurovaskular dan mengurangi nyeri. Gilbert
(2011) Dalam jurnal yang kami paparkan, pemasangan spalk atau back slab pada fraktur
ekstremitas bawah merupakan upaya untuk immobilisasi bagian tubuh yang mengalami
fraktur, sehingga diharapkan dapat meminimalisir pergerakan dan dapat menurunkan
intensitas nyeri, dari kedua teknik imobilisasi tersebut backslab terbukti mampu
menurunkan intensitas nyeri lebih baik jika dibanding dengan pemasangan spalk, hal ini
dikarenakan back slab cast adalah alat imobilisasi pertama sebelum dilakukan tindakan
definitif yang digunakan untuk stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya
dan digunakan untuk mengurangi oedema (swelling) sebagai bidai (Pearse et. al, 2010).
Dalam literatur lainnya dijelaskan, bahwa pasien yang menderita masalah tulang dan
sendi sering mengalami nyeri yang sangat berat (Brunner & Suddarth, 2005). Nyeri dapat
timbul secara primer baik karena masalah muskuloskeletal maupun masalah penyertanya
misalnya, tekanan pada tonjolan tulang akibat dari pembidaian tradisional, spasme otot
dan pembengkakan. Tekanan yang berkepanjangan diatas tonjolan tulang dapat
menyebabkan rasa terbaka. Menurut Miranda (2010) back slab cast ini dapat membantu
mengurangi nyeri, pembengkakan, spasme otot yang terjadi ketika trauma pada kasus
patah tulang. Back slab cast ini terdiri dari plaster yang menjaga tendon dan digunakan
pada bagian yang terjadi pembengkakan tanpa memberikan penekanan. Pergerakan
ekstremitas yang mengalami fraktur setelah pembidaian dengan back slab cast sangat
minimal, sehingga dapat mencegah kerusakan fragmen tulang dan jaringan sekitarnya
yang lebih berat.
Dalam penelitian lain tentang Backslab Versus Nonbackslab untuk Immobilisasi Fraktur
Supracondylar pada ekstremitas atas dimana penggunaan manset dan kerah leher
sebagai metode nonbackslab, meskipun hasilnya menunjukkan secara statistik tidak
signifikan antara kedua metode namun metode backslab terbukti mamapu menurunkan
lama nyeri responden lebih tinggi (4 hari) dibandingkan kelompok dengan metode non
backslab (6 hari). Hal ini dikarenakan backslap mampu mengimobilisasi siku baik dalam
ekstensi maupun fleksion (dibandingkan dengan kerah dan manset yang memungkinkan
fleksion tertentu) dan memberikan perlindungan lebih besar pada area fraktur terhadap
tekanan atau pukulan (Oakley et al, 2009).
Menurut Boyd, et. Al, (2009) penggunaan spalk bersifat Noncircumferential immobilizer
yang mengakomodasi pembengkakan. Kualitas ini membuat spalk ideal untuk
pengelolaan hanya untuk kondisi muskuloskeletal akut di mana pembengkakan
diantisipasi, seperti fraktur, keseleo akut, tindakan awal untuk stabilisasi fraktur, dan
sebelum dilaksanakan intervensi ortopedi, sedangkan penggunaan cast memberikan
imobilisasi yang unggul tetapi, memiliki komplikasi yang lebih tinggi dan biaya yang lebih
mahal.
Aplikasi Backslab bukan tanpa risiko dan komplikasi (Kekakuan, luka tekan, sindrom
kompartemen, atrofi otot) dan risiko morbiditas lebih tinggi ketika bahan dasar cast
diterapkan oleh praktisi yang kurang berpengalaman (Halanski dan Noonan 2008).
Bahan tertentu dan metode penerapan backslab ideal direkomendasikan untuk
mencegah morbiditas pada pasien yang berisiko tinggi, termasuk pasien yang tidak
sadar, mereka yang mengalami trauma ganda, anak di bawah umur, dan pasien yang
mengalami keterlambatan perkembangan dan pasien dengan kelenturan (Drozd et al.,
2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukkan Karimah (2017), penggunaan backslab tidak
hanya dapat menurunkan nyeri saja, akan tetapi penggunaan backslab terbukti dapat
menurunkan kerusakan integritas jaringan di bandingkan dengan penggunaan spalak
biasa pada pasien fraktur tertutup tulang panjang ekstremitas bawah. Berdasarkan
penilitian Gill dan Bowker (1982) untuk penggunaan waktu pemasangan back slab
dengan bahan dasar gypsona dan spalk dengan bahan dasar baycast memiliki relatif
waktu yang sama yaitu 3-5 menit. Paparan tentang nilai ekonomis backslap dibanding
spalk penulis belum mendapatkan kisaran harga yang pasti akan tetapi penggunaan back
slab menggunakan 2 material yang pertama bahan dasar elastic softband dan gypsona,
sedangkan pada spalk biasa biasanya masih menggunakan 3 buah gips untuk fraktur
ekstremitas bawah dan 2 buah gips untuk fraktur ekstremitas atas, di tambah dengan
elastic softband 2-3 buah softband, dari jumlah penggunaan alat spalk otomatis lebih
banyak menghabiskan material di bandingkan back slab.
Dari paparan diatas bisa kita ketahui beberapa manfaat dari penggunaan backslab dan
keuntungan penggunaan dibandingkan spalk biasa untuk tindakan immobilisasi pasien
fraktur di IGD sebagaiaman telah mampu dilakukan di RS Sanglah sesuai jurnal yang
kami telaah, maka penggunaamn backslab ini pun bisa kami rekomendasikan dan sangat
bisa dilaksanakan untuk penanganan fraktur di IGD RSUD Bangil dengan syarat tetap
memperhatikan indikasi dan kontra indikasi dari penggunaan kedua teknik imobilisasi
tersebut.
Jurnal pendukung
Penulis / Judul Tahun dan Tempat Partisipan Hasil Kesimpulan
penelitian
Oakley Ed, 2009, Australia Dari 50 pasien Im Mobilisasi dalam backslab dikaitkan dengan
Kesimpulan: Untuk fraktur
Barnett P, and yang terdaftar, pengurangan waktu untuk dimulainya supracondylar, penggunaan slab
Babl Franz E. dilakukkan kembali aktivitas normal, sementara posterior siku di atas menghasilkan
random sampling diimobilisasi dalam manset, dengan median durasi nyeri yang lebih pendek dan
untuk 2,0 hari (rentang interkuartil 1,0-5,0 hari) mengurangi waktu yang dibutuhkan
mendapatkan 2 dibandingkan 7,0 hari (3,0-13 .0 hari; P = untuk menjadi aktif kembali.
kelompok 0,01). Untuk kelompok slab, durasi rata-rata
rasa sakit adalah 4,0 hari ( 1-8.0 hari) versus
6.0 hari (5.0-9.5days). Tingkat keparahan
nyeri rata-rata harian adalah 28 mm untuk
kelompok slab versus 33 mm untuk kelompok
kerah dan manset (P = 0,21).
Annis Nurul Karimah 2015, Indonesia Sampel 30 Penelitian ini bertujuan untuk
K Kesimpulan : Penggunaan Backslab-
responden, 15 mengidentifikasi efektifitas penggunaan Uslab lebih efektif terhadap
responden Backslab-Uslab dan Spalk pada klien fraktur penurunan kerusakan integritas kulit
diberlakukan tertutup ekstrimitas tulang panjang di Ruang pada pasien dengan fraktur
pemasangan Seruni RSD dr. Soebandi Jember. Hasilnya ekstremitas tulang panjang
Back Slab-Uslab menunjukkan 15 responden yang
dan 15 responden menggunakan Back Slab-Uslab, integritas
lain dipasang kulitnya yang tidak terganggu 12 orang (40%)
Spalk kemudian di dan integritas kulitnya terganggu 3 orang
observasi setelah (10%). Sedangkan 15 responden yang
3 hari menggunakan Spalk 15 orang (50%)
pemasangan. terganggu integritas kulitnya. Hasil uji statistik
Teknik sampling dengan Khi-Kuadrat dengan (α = 0,05)
menggunakan didapatkan P Value = 0,000 dan R Estimate
quota sampling = 0,059-0,468, nilai hitung (P Value) ˂ 0,05
artinya terdapat perbedaan efektifitas antara
penggunaan Back Slab-Uslab dan Spalk
Anne S. Boyd,
2009, Amerika - - Penggunaan spalk bersifat non-
MD, Holly J. sirkumferensial immobilizer yang
Benjamin, MD, mengakomodasi pembengkakan.
Chad Asplund, Kualitas ini membuat spalk ideal
MD, untuk pengelolaan hanya untuk
kondisi muskuloskeletal akut di
mana pembengkakan diantisipasi,
seperti fraktur atau keseleo akut,
atau untuk tindakan awal untuk
stabilisasi fraktur, keadaa tergeser,
atau sebelum intervensi ortopedi.
Sedangkan penggunaan cast
memberikan imobilisasi yang unggul
tetapi, memiliki komplikasi yang
lebih tinggi dan biaya yang lebih
mahal.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Salah satu tanda dan gejala dari fraktur adalah nyeri. Pada pasien yang mengalami
fraktur (patah tulang) pada ektremitas bawah baik yang disebabkan oleh kecelakaan maupun
trauma termasuk dalam katagori nyeri akut. Nyeri pada fraktur ektremitas bawah dapat diatasi
dengan imobilisasi. Pemasangan spalk atau back slab cast pada fraktur ekstremitas bawah
merupakan upaya untuk imobilisasi bagian tubuh yang mengalami fraktur, sehingga
diharapkan dapat meminimalisir pergerakan dan dapat menurunkan intensitas nyeri, dari
kedua teknik imobilisasi tersebut back slab cast terbukti mampu menurunkan intensitas nyeri
lebih baik jika dibanding dengan pemasangan spalk karena spalk/ bidai tradisional dapat
menekan aliran darah, meningkatkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan sedangkan back Slab
cast dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan dan spasme otot yang terjadi ketika
trauma patah tulang. Back Slab Cast ini juga menjaga tulang yang patah pada kesejajaran
selama proses penyembuhan dan dipasang mengikuti daerah tonjolan tulang.

4.2 Saran

Diharapkan pembidaian back slab cast dapat digunakan sebagai penanganan


pertama untuk mengurangi nyeri pada fraktur khususnya ekstermitas bawah di IGD RSUD
Bangil sebelum dilakukan tindakan definitif dengan tetap memperhatikan indikasi sesuai
kriteria inklusi dan eklusi yang terdapat dalam jurnal. Selama ini di IGD RSUD Bangil dilakukan
pembidaian dengan Spalk saja, saat penanganan awal pada fraktur. Selain itu juga
terbatasnya jurnal penelitian mengenai Back Slab sehingga untuk selanjutnya diperlukan
penelitian lebih lanjut lagi dalam pengembangan penanganan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

Brinkley. (2010) Brinkley, M. (2010). Splintcomplications. www.livestrong.com/ article/239751-


splint-complications. Diunduh tanggal 18 Oktober 2019.

Boyd, A. S., Benjamin, H. J., & Asplund, C. (2009). Splints and casts: indications and
methods. American family physician, 80(5).

Brunner & Suddarth. (2005). Hand Book Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 12, Alih bahasa
Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC

Drozd, M., Miles, S., & Davies, J. (2009). Casting: U-slabs. Emergency Nurse, 17(6).

Fitch. (2016). Basic Splinting technique. (Online) The New England Journal.pdf, 2008.
Diunduh tanggal 19 Oktober 2019.

Gilbert, R. (2011). Type splint. www.livestrong.com/article/239751/ type splint. Diakses Pada


20 Oktober 2019

Gill, J. M., & Bowker, P. (1982). A comparative study of the properties of bandage-form
splinting materials. Engineering in medicine, 11(3), 125-134.

Halanski, M., & Noonan, K. J. (2008). Cast and splint immobilization: complications. JAAOS-
Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons, 16(1), 30-40.

Karimah, A. N (2017). Efektifitas Pengguanaan Back Slab-Uslab dan Spalk terhadap


Integritas Kulit pada Klien Fraktur Tertutup Ekstrimitas Tulang Panjang di Ruang Seruni RSD
dr. Soebandi Jember. Jember. Universitas Muhammadiyah Jember.

Koval & Zukerman. (2014). Type splint. www.livestrong.com/article/239751/type splint.


Diunduh tanggal 19 Oktober 2019.

Majid, A. A., & Kingsnorth, A. N. (2011). Principles of surgical practice. London: Greenwich
Medical Media.

Miranda. (2010). Manajemen Fraktur pada Trauma Muskuloskeletal. Bali: Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana.

Miranda K. (2010). Back slab cast. http://www.thefootandankleclinic.com/glo Diakses Pada 20


Oktober 2019

Oakley, E., Barnett, P., & Babl, F. E. (2009). Backslab versus nonbackslab for immobilization
of undisplaced supracondylar fractures: a randomized trial. Pediatric emergency care, 25(7),
452-456.

Pearse, A. J., Hooper, G. J., Rothwell, A., & Frampton, C. (2010). Survival and functional
outcome after revision of a unicompartmental to a total knee replacement: the New
Zealand National Joint Registry. The Journal of bone and joint surgery. British
volume, 92(4), 508-512.
Saleh. (2016). Pembidaian/splinting. Jakarta. PT BSN Medical Indonesia.

Tambayong, Jan. (2010). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Wirawan, G. P. A., Azis, A., & Witarsa, I. M. S. (2015). Efektifitas Pembidaian Back Slab Cast
Dan Spalk Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas
Bawah. COPING (Community of Publishing in Nursing), 5(3), 135-140.

Zukerman (2015). Step by Step Tatalaksana Patah Tulang. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai