1. PENGERTIAN
ECT (Electro Confulsive Terapy) adalah tindakan dengan
menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik
tonik maupun klonik (Sujono, 2015). Terapi elektrokonvulsif menginduksi
kejang grand mal secara buatan dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang dipasang pada satu atau kedua pelipis (Stuart, 2014).
Menurut Townsend (2018) Terapi elektrokonvulsif (ECT)
merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan
pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut
cukup untuk menimbulkan kejang gran mal, yang darinya diharapkan efek
yang terapeutik tercapai. ECT adalah suatu tindakan terapi dengan
menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik
tonik maupun klonik yaitu bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk
membangkitkan kejang grandmall (Riyadi, 2009).
Terapi Kejang Listrik adalah suatu terapi dalam ilmu psikiatri yang
dilakukan dengan cara mengalirkan listrik melalui suatu elekktroda yang
ditempelkan di kepala penerita sehingga menimbulkan serangan kejang
umum (Mursalin, 2009).Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis
pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui
elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan
kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai
(Taufik, 2010). Terapi kejang listrik merupakan alat elektrokonvulsi yang
mengeluarkan listrik sinusoid dan ada yang meniadakan satu fase dari aliran
sinusoid itu sehingga pasien menerima aliran listrik (Maramis, 2014).
4. FREKUENSI
Frekuensi pemberian ECT tergantung pada keadaan pemberita yang
dapat di perlakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemberian ECT secara blok 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari.
b. Dua sampai tiga kali seminggu.
c. ECT “maintanance’ sekali tiap 2-4 minggu.
b. Pasien dengan gangguan depresi berat di berikan antara 5-10 kali.
c. Untuk pasien yang mengalami gangguan di polar,mania,dengan
gangguan skijo frenia,pasien baru mendapat respon yang maksimum
setelah 20-25 kali tindakan ECT.
5. INDIKASI
a. Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon terhadap
antidepresan atau yang tidak dapat meminum obat (Stuard, 2014).
Menurut Tomb (2014) gangguan afek yang berat: pasien dengan gangguan
bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik dengan ECT. Pasien
dengan gejala vegetatif yang jelas cukup berespon. ECT lebih efektif dari
antidepresan untuk pasien depresi dengan gejala psikotik. Mania juja
memberikan respon yang baik pada ECT, terutama jika litium karbonat
gagal untuk mengontrol fase akut.
b. Pasien dengan bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima
pengobatan untuk mencapai efek terapeutik (Stuard, 2014). Menurut Tomb
(2014), pasien unuh dibri yang aktif dan tidak mungkin menunggu
antidepresan bekerja. Ketika efek samping Electro Convulsive Therapy
yang diantisipasi kurang dari efek samping yang berhubungan dengan blok
jantung, dan selama kehamilan (Stuard, 2014).
c. Gangguan skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited
memberikan respons yang baik dengan ECT. Cobalah antipsikotik terlebih
dahulu, tetapi jika kondisinya mengancam kehidupan (delyrium
hyperexcited), segera lakukan ECT. Pasien psikotik akut (terutama tipe
skizoaktif) yang tidak berespons pada medikasi saja mungkin akan
membaik jika ditambahkan ECT, tetapi pada sebagian besar skizofrenia
(kronis), ECT tidak terlalu berguna (Tomb, 2014)
6. KONTRAINDIKASI
Tidak ada kontraindikasi yang mutlak. Pertimbangkan resiko
prosedur dengan bahaya yang akan terjadi jika pasien tidak diterapi. Penyakit
neurologik bukan suatu kontraindikasi
a. Resiko sangat tinggi:
1) Peningkatan tekanan intrakranial (karena tumor otak, infeksi sistem
saraf pusat), ECT dengan singkat meningkatkan tekanan SSP dan resiko
herniasi tentorium.
2) Infark miokard.: ECT sering menyebabkan aritmia berakibat fatal jika
terdapat kerusakan otot jantung, tunggu hingga enzim dan EKG stabil.
b. Resiko sedang:
1) Osteoatritis berat, osteoporosis, atau fraktur yang baru, siapkan selama
terapi (pelemas otot) dan ablasio retina.
2) Penyakit kardiovaskuler (misalnya hipertensi, angina, aneurisma,
aritmia), berikan premedikasi dengan hati-hati, dokter spesialis
jantung hendaknya ada disana.
3) Infeksi berat, cedera serebrovaskular, kesulitan bernafas yang kronis,
ulkus peptik akut, feokromasitoma (Tomb, 2014).
7. EFEK SAMPING
a. Kematian, angka kematian yang disebabkan ECT adalah bervariasi antara
1-1.000 dan 1-10.000 pasien. Resiko ini sama dengan resiko karena
pemberian anastesi umum. Kematian biasanya karena komplikasi
kardiovaskuler.
b. Efek sistemik, pada pasien dengan gangguan jantung, dapat terjadi
arritmia jantung sementara. Arritmia ini terjadi karena bradikardia post
ictal yang sementara dan dapat dicegah dengan peningkatan dosis
premedikasi anti kolinerjik. Arritmia dapat juga terjadi karena
hiperaktifitas simpathetiksewaktu kejang atau saat pasien sadar kembali.
Dilaporkan pula adanya reaksi toksis dan allergi terhadap obat yang
digunakan untuk prosedur ECT premedikasi, tetapi frekwensinya sangat
jarang.
c. Efek cerebral,pada pemberian ECT bilateral dapat terjadi amnesia dan
acute confusion. Fungsi memori akan membaik kembali 1-6 bulan
setelah ECT, tetapi ada pasien yang melaporkan tetap mengalami
gangguan memori (Tomb, 2014).
A. Pengkajian
1 Kelengkapan data pasien yang ada kaitannya dengan terapi ini.
Elektrokardiogram, foto toraks, pemerikasaan laboratorium yang
diperlukan.
2 Surat kesepakatan pelaksanaan tindakan ECT (Informed concent) yang
telah ditandatangani keluarga.
3 Pemeriksaan TTV.
4 Temperature.
5 Nadi
B. Diagnosa Keperawatan
PRE ECT
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang 1. Dengan pendekatan yang tenang lebih
Prosedur keperawatan diharapkan klien menenangkan merasa nyaman
Tindakan ECT mampu mengontrol kecemasan 2. Jelaskan semua prosedur ECT 2. Penjelasan yang diberikan sebelum ECT
sehingga dapat dilakukan tindakan dan apa yang akan dirasakan akan membuat klien tenang dan siap
ECT, dengan kriteria hasil : selama prosedur untuk melakukan tindakan ECT
3. Temani klien saat tindakan untuk 3. Dengan menemani klien maka dapat
1. Klien mampu mengungkapkan mengurangi kecemasan, memberi membuat ketenangan dan dapat
kecemasannya keamanan mengeksplorasikan isi perasaan klien
2. Klien mampu melakukan teknik 4. Instruksikan klien untuk 4. Teknik relaksasi akan membuat klien
napas dalam untuk mengurangi menggunakan teknik relaksasi lebih rileks dalam keadaan yang nyaman
kecemasan napas dalam dan aman
3. Ekspresi wajah menunjukkan 5. Bantu klien untuk mengenal 5. Agar klien dapat mengetahui dan dapat
berkurangnya kecemasan situasi yang menimbulkan mengontrol masalah dari kecemasan
kecemasan 6. Untuk memberikan kepercayaan diri dan
6. Dengan ungkapan perasaan klien dapat mengevaluasi masalah perasaan
dengan penuh perhatian klien
7. Identifikasi tingkat kecemasan 7. Identifikasi kecemasan akan mengetahui
tingkat kecemasan yang dirasakan klien
INTRA ECT
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan klien semi fowler 1. Posisi semi fowler/kepala lebih tinggi
napas tidak keperawatan diharapkan jalan napas 2. Keluarkan sekret dengan alat akan memaksimalkan ventilasi dan untuk
efektif b.d terhindar dari sekret, dengan kriteriabantu suction memudahkan pengeluaran sekret
peningkatan hasil : 3. Auskultasi suara napas dan catat 2. Suction merupakan tindakan untuk
sekret adanya suara napas tambahan mengeluarkan sekret pada pasien yang
1. Jalan napas pasien dan tidak 4. Berikan O2 bila diperlukan mengalami penurunan kesadaran
ditemukan sekret, irama normal, 5. Monitor respirasi 3. Monitor respirasi bertujuan untuk
frekuensi napas normal mengetahui respirasi klien
4. Mempermudah jalan napas dan
pengeluaran sekret
5. Untuk mengetahui pola respirasi klien
Pola napas Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan klien untuk 1. Proses ventilasi akan memaksimalkan
tidak efektif keperawatan diharapkan memaksimalkan ventilasi dengan posisi kepala lebih tinggi
b.d efek 2. Pasang mayo bila perlu
ketidakefektifan pola napas dapat 2. Untuk pengeluaran sekret
anastesi teratasi dengan kriteria hasil :3. Lakukan fisioterapi dada bila 3. Agar sekret dapat keluar dan
perlu memberikan kelegaan
1. Klien mampu mengeluarkan 4. Keluarkan sekret dengan suction 4. Dengan dikeluarkan sekret
sputum 5. Auskultasi adanya suara napas mempermudah jalan napas
2. Manunjukkan jalan napas yang tambahan 5. Mengetahui suara napas tambahan
paten 6. Berikan bronkodilator bila 6. Melegakan dan mempertahankan jalan
3. TTV dalam batas normal diperlukan napas
7. Pertahankan kepatenan jalan 7. Ekspirasi dan inspirasi klien membaik
napas 8. Mengetahui tekanan darah, nadi, respirasi
8. Monitor TTV (TD, nadi, RR dan dan suhu
suhu)
Resiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat kesadaran 1. Mempermudah monitoring kondisi klien
b.d keperawatan diharapkan 2. Lakukan suction jika diperlukan 2. Sekret dapat membersihkan jalan napas
peningkatan ketidakefektifan pola napas dapat 3. Hindari makan jika residu dari sekret sehingga dapat mencegah
sekret teratasi dengan kriteria hasil : indikasi masih banyak resiko aspirasi
4. Posisikan kepala 30-40º (semo 3. Makan saat residu banyak menyebabkan
1. Klien dapat bernapas dengan fowler) jalan napas terhambat
mudah 4. Mencegah aspirasi
2. Jalan napas paten dan tidak ada
suara napas tambahan
Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan 1. Jaga keamanan saat klien diruang 1. Untuk memberikan keselamatan
b.d keperawatan diharapkan ECT 2. Dengan lingkungan yang nyaman dan
peningkatan ketidakefektifan pola napas dapat 2. Sediakan lingkungan yang aman aman, mencegah cidera
sekret teratasi dengan kriteria hasil : dan nyaman 3. Melindungi klien dari resiko cidera dan
3. Temani klien setelah ECT memberikan kenyamann
1. Klien terbebas dari risiko jatuh 4. Anjurkan klien untuk istirahat 4. Istirahat yang cukup setelah post ECT
2. Perawat mampu mencegah cidera terlebih dahulu untuk mengurangi akan memaksimalkan tenaga setelah efek
pusing samping ECT
POST ECT
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Jaga keamanan saat klien di ruang 1. Untuk memberikan keselamatan
b.d kelemahan keperawatan diharapkan klien tidak ECT 2. Dengan lingkungan yang nyaman dan
mengamani risiko jatuh, dengan 2. Sediakan lingkungan yang aman aman serta mencegah cidera
kriteria hasil : dan yaman 3. Melindungi klien dari resiko cidera dan
3. Temani klien setelah ECT memberikan kenyamanan
1. Klien terbebas dari risiko jatuh 4. Anjurkan klien untuk istirahat 4. Istirahat yang cukup setelah post ECT
2. Perawat mampu mencegah jatuh terlebih dahulu untuk mengurangi akan mamaksimalkan tenaga setelah efek
pusing samping ECT
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat nyeri secara 1. Tingkat nyeri dirasakan oleh klien agar
agen injuri keperawatan diharapkan klien komprehensif mempermudah dalam pemberian
fisik mampu mengontrol nyeri dan 2. Ajarkan mengontrol nyeri dengan intervensi sesuai program
mampu untuk tarik napas dalam cara tarik napas dalam 2. Tarik napas dalam dapat mengontrol
3. Berikan analgetik bila perlu nyeri dan membuat klien rileks
3. Pemberian analgetik dapat mengurangi
nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Disusun oleh :