Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINAJAUAN PUSTAKA

A. Tindakan Kuretase

5. Pengertian Kuretase

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat

kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus

melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks

dan besarnya uterus gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan

misalnya perforasi (Sofian, 2011).

Pendekatan transserviks pada abortus bedah mensyaratkan bahwa

serviks mula-mula harus dibuka (dilatasi) dan kemudian kehamilan dievakuasi

dengan mengerok keluar secara mekanis isi (kuretase tajam), dengan

menghisap keluar isi (kuretase hisap), atau keduanya. Aspirasi vakum, bentuk

tersering kuret hisap, memerlukan kanula kaku yang dihubungkan ke sumber

vakum bertenaga listrik (Masclsaac dan Darney, 2000; Masc dan Roman 2005

dalam Cummingham, et al (2012).

6. Tujuan Kuretase

Damayanti (2008, dalam Reni, 2014) mengatakan bahwa tujuan kuretase

terbagi atas :

a. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim

Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat

diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya

perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan

akan kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan

kesuburan/fertilitas.

6
7

b. Kuret sebagai terapi

Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada

keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hail kehamilan yang telah

gagal berkembang, menghentikanperdarahan akibat mioma dan polip dari

dalam rongga rahim, menghentikan perdarahan akibat gangguan hormone

dengan cara mengeluarkan lapisan dalam mengeluarkan lapisan dalam

rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa jaringan janin di dalam

rahim setelah proes persalinan, hamil anggur, menghilangkan polip rahim.

7. Prosedur Kuretase

Menurut fajar (2007) dalam Reni (2014) persiapan pasien sebelum kuretase

adalah:

a. Puasa

Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan

dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut

dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.

b. Persiapan psikologis

Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada

yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk

mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang biasa-biasa aja. Seperti halnya

persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual. Sebab, segi psikis

sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan

bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat

mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila

ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan bisa tidak

mempan karena secara psikis rasa takutnya udah bekerja lebih dahulu.
8

Sebaliknya, bila disaat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa

mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik untuk itu

sebaiknya sebelum menjalani kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan

psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri untuk mengatasi masalah

yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang terdekat

seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya.

c. Minta Penjelasan Dokter

Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada

dokter secara lengkap, mulai apa itu kuret, alasan kenapa harus dikuret,

persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau resiko yang mungkin

timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib menjelakan segala

sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat

membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang dalam pelaksanaan

kuret.

d. Teknik Kuretase

a) Tentukan letak rahim

Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai

ummnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung. Karena itu alat-alat

tersebut harus dimasukkan sesuai dengan letak rahim. Tujuannya supaya

jangan terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.

b) Penduga rahim (sondage)

Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan

panjang atau dalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung

penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan


9

diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu

baca berapa cm dalamnya rahim.

c) Kuretase

Seperti yang telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar.

Jangan memaukkan sendok kuret dengan kekuatan, dan pengerokan

biasanya dimulai di bagian tengah. Pakailah sendok kuret yang tajam

(ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu

melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur

kelapa). Dengan demikian, kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan

(Sofian, 2011).

d) Dilatasi dengan dua tahap

Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang

memerlukan pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar (misalnya

untuk mengeluarkan mola hidatidosa) dapat dilakukan dilatasi dalam dua

tahap. Dimasukkan dahulu ganggang laminaria dengan diameter 2-5 mm

dalam kanalis servikalis dengan ujung atasnya masuk sedikit kedalam

kavum uteri dan ujung bawahnya masih di vagina, kemudian dimasukkan

tampon kasa kedalam vagina. Ganggang laminaria memiliki kemampuan

untuk mengabsorpsi air, sehingga diameternya bertambah dan

mengadakan pembukaan dengan perlahan-lahan pada kanalis servikalis.

Sesudah 12 jam ganggang dikeluarkan dan pembukaan dapat dibesarkan

dengan busi hegar, bahaya pemakaian ganggang laminaria adalah infeksi

dan perdarahan mendadak.


10

e) Kuretase dengan cara penyedotan (suction curretage)

Dalam tahun-tahun terakhir ini lebih banyak digunakan oleh karena

perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil.

Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya uterus

ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan serviks dipegang

dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui

panjang dan jalanya kavum uteri. Anastesi umum dengan penthoal

sodium, atau anastesia percervikal block dilakukan dan 5 satuan oksitosin

disuntikkan pada korpus uteri dibawah kandung kencing dekat pada

perbatasanya pada serviks. Sesudah itu, jika perlu diadakan dilatasi pada

serviks agar dapat memasukkan kuret penyedot yang besarnya

didasarkan pada tuanya kehamilan (diameter antara 6 dan 11 mm). Alat

tersebut dimasukkan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan

kemudian ujung luar dipasang pada alat pengisap (aspirator).

Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret

digerakkan naik turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada

kehamilan kurang dari 10 minggu abortus diselesaikan dalam 3-4 menit.

Pada kehamilan yang lebih tua, kantong amnion dibuka dahulu dengan

kuret dan cairan serta isi lainnya diisap keluar. Apabila masih ada yang

tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret biasa (Prawirohardjo, 2007).

8. Komplikasi dilakukannya Kuretase

a. Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada

kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus ke

rongga peritoneum, ke rongga peritoneum, ke ligatum latum, atau ke


11

kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan terlebih

dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan

digunakan tekanan yang berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan

dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan dengan

tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi adalah perdarahan dan

peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu,

penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum

nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunya hemoglobin dan keadaan perut

bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya

dilakukan laparotomi percobaan dengan segera.

b. Luka pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksaan maka dapat

timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada

ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul adalah perdarahan

yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat

jangka panjang ialah kemungkinan timnulnya incompetent cervik.

c. Perlekatan dalam kavum uteri

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa

hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan sampai terkerok, karena hal

itu dapat menyebabkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri do

beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila

tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

d. Perdarahan

Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa ada bahaya

perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi


12

darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa kedalam

uterus dan vagina (Prawirohardjo, 2007).

B. Konsep Kecemasan

5. Definisi

Menurut Dalami, et al (2009) ansietas adalah merupakan respon emosional

terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar

dan tidak diketahui secara khusu penyebabnya. Menurut Hall & Lindzey,

(1993) dalam Dalami, et al. (2009) membagi ansietas atas tiga yaitu : 1)

ansietas realita, neurotik, dan moral adalah rasa khawatir akan bahaya yang

datang dari dunia luar dan derajat ansietasnya sangat tergantung kepada

ancaman nyata, 2) ansietas neurotik adalah rasa khawatir kalau-kalau instink

akan keluar jalur dan menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat

membuatnya terhukum, dan 3) ansietas moral adalah rasa khawatir terhadap

hati nuraninya sendiri. Individu yang hati nuraninya cukup berkembang

cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan

norma moral. Fungsinya adalah mengingatkan adanya bahaya yang datang.

6. Etiologi Cemas

Menurut Dalami, et al (2009) ansietas atau kecemasan dapat disebabkan oleh:

a. Adanya perasaan takut tidak diterima dalam suatu lingkungan tertentu

b. Adanya pengalaman traumatis seperti trauma seperti trauma akan berpisah,

kehilangan atau bencana

c. Adanya rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan

d. Adanya ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan

fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar


13

e. Adanya ancaman terhadap konsep diri : identitas diri, harga diri, dan

perubahan peran

7. Tanda dan Gejala

Menurut Jenny, et al, (2008) tanda gejala ada dalam dua diantaranya:

a. Tanda dan gejala pada ansietas

Respon fisik yang mungkin ditemukan antara lain : sering nafas

pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia,

diare/konstipasi, gelisah, berkeringat, tremor, sakit kepala, dan sulit tidur.

Adapun respon kognitif adalah seperti lapangan persepsi menyempit, tidak

mampu menerima rangsangan dari luar dan berfokus pada apa yang

menjadi perhatiannya, dan respon perilaku dan emosi seperti gerakan

tersentak-sentak, bicara berlebihan dengan cepat dan perasaan tidak aman.

b. Tanda dan gejala pada koping tidak efektif

Apabila individu sudah mengalami koping yang tidak efektif maka tanda

dan gejala yang dijumpai adalah :

1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau

meminta bantuan

2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai

3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan : mengalami

ketegangan peran, konflik

4) Mengungkapkan tentang kesulitan kehidupan

5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar: makan minum, keversihan

diri, istirahat dan tidur, berdanan

6) Perubahan interaksi sosial : menarik diri, tergangtung, manifulatif,

imflusif
14

7) Perilaku destruktif: merusak diri, penyalahgunaan zat

8) Sering sakit

9) Rasa khawatur kronis

10) Berbohong atau manipulasi

8. Tingkat Kecemasan

Menurut Dalami, et al (2008) membagi tingkatan kecemasan yaitu

a. Ansietas ringan

Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa

kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi melebar dan

individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar

yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

1) Respon fisiologi terdiri dari sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan

darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir

bergetar.

2) Respon kognitif terdiri dari lapangan persepsi lebar, mampu menerima

rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menjelaskan

masalah secara efektif.

3) Respon perilaku dan emosi terdiri dari tidak dapat duduk tenang, tremor

halus pada tenang, suara kadang-kadang meninggi.

b. Ansietas sedang

1) Respon fisiologi terdiri dari sering nafas pendek, nadi (ekstra systole) dan

tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare/konstipasi.

2) Respon kognitif terdiri dari lapangan persepsi menyempit, rangsang luar

tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian.


15

3) Respon perilaku dan emosi terdiri dari gerakan tersentak-sentak

(meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, perasaan

tidak aman.

c. Ansietas berat

1) Respon fisiologi terdiri dari nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan,

2) Respon kognitif terdiri dari lapangan persepsi sangat sempit, tidak

mampu menyelesaikan masalah,

3) Respon perilaku dan emosi terdiri perasaan ancaman meningkat,

verbalisasi cepat, blocking.

C. Konsep Koping

6. Pengertian Mekanisme Koping

Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan

situasi yang penuh stres. Koping tersebut adalah merupakan respon individu

terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik.

Secara alamiah baik disadari ataupun tidak, individu sesungguhnya telah

menggunakan strategi koping dalam menghadapi stres. Mekanisme koping

adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau

menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan/dihadapi. Koping diartikan

sebagai usaha perubahan kognitifdan perilaku secara konstan untuk

menyelesaikan stres yang dihadapi (Rasmun, 2004).

Ketika klien mengalami ansietas, individu menggunakan bermacam-

macam mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya. Dalam bentuk ringan

ansietas dapat diatasi dengan menangis, tertawa, tidur, olahraga atau merokok.

Bila terjadi ansietas berat sampai panik akan terjadi ketidakmampuan


16

mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama perilaku

yang patologis, individu akan menggunakan energi yang lebih besar untuk

dapat mengatasi ancaman tersebut (Dalami et al, 2009).

7. Klasifikasi Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sudden (1995) mekanisme koping berdasarkan

penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung

fungsi integritas, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Adapun

karakteristik koping adaptif sebagai berikut :

1) Mengontrol emosi pada dirinya dengan cara berbicara pada orang lain

2) Melakukan efektifitas yang konstruktif

3) Memiliki persepsi yang luas

4) Dapat menerima dukungan dari orang lain

5) Dapat memecahkan masalah secara efektif

b. Mekanisme koping maladaftif adalah mekanisme koping yang menghambat

fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan

cenderung menguasai lingkungan. Adapaun karakteritik koping maladaptif

sebagai berikut:

1) Perilaku cenderung merusak

2) Melakukan aktifitas yang kurang sehat seperti obat-obatan dan alcohol

3) Tidak mampu berfikir apa-apa audisorientasi

4) Perilaku cenderung menghindar atau menarik diri

3. Strategi Koping

Dalam kehidupan sehari-hari individu telah menggunakan strategi koping

dalam menghadapi cemas maupun stres. Strategi koping adalah cara yang
17

dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah

yang sedang dihadapi/dirasakan Lazarus dan Folkman (1984).

Lazarus dan Folkman (1984) menggolongkan strategi koping menjadi 2

(dua) yaitu :

1) Koping yang berfokus pada masalah ( Problem focused coping)

Yaitu usaha mengatasi cemas maupun stres dengan cara mengatur atau

mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang

menyebabkan terjadi tekanan. Problem focused coping ditujukan dengan

mengurangi demans dari situasi yang penuh dengan stress. Seseorang

cenderung menggunakan problem focused coping apabila mereka percaya

bahwa sumber masalah atau stressornya dapat diatasi. Strategi yang

dipakai dalam Problem focused coping adalah confrontatif coping (koping

konfrontasi), seeking social support (penggunaan dukungan sosial), dan

plantful problem solving (perencanaan penyelesaian masalah).

Koping konfrontasi berarti bertahan atau melawan terhadap suatu

permasalahan yang sedang dihadapi. Penggunaan dukungan sosial berarti

mencari atau berpaling pada orang lain untuk mendapatkan kenyamanan

dan nasihat bagaimana mengani stres. Bisa juga dengan mengandalkan

teman, keluarga atau para professional untuk mendapatkan naihat dan

anjuran. Perencanaan penyelesaian masalah yaitu pemikiran rencana untuk

tindakan dalam menghadapi situasi atau melihat beberapa pilihan yang

dapat dilakukan, bersikap objektif dan mempertimbangkan beberapa

kemungkinan sebelum mengambil tindakan.


18

2) Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)

Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional

dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan

oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotional

focused coping ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap

situasi stres. Seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui

pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan dalam emotion

focused coping adalah self-control (control diri), distancing (pelepasan

diri), positive reappraisal (penilaian positif), accepting responsibility

(penerimaan tanggung jawab), dan escape/avoidance (pelarian/

penghindaran).

Kontrol diri merupakan pendekatan diri tanpa menunjukkan emosi atau

beraksi dengan tenang tanpa menunjukkan emosi atau perasaan. Pelepasan

diri berarti menarik diri, sikap yang tidak terpengaruh, berusaha untuk

mengurangi situasi stres atau tidak memikirkan masalah dengan mencoba

melakukan aktivitas lain. Penilaian positif adalah berusaha untuk

menghadapi ssituasi dari sudut oandang yang berbeda dan berusaha untuk

menciptakan arti yang positif atau mempunyai fungsi dimensi religi.

Penerimaan tanggung jawab yaitu pengakuan peran seseorang dalam

suatu peristiwa atau mencoba belajar dari kesalahan. Pelarian atau

penghindaran adalah menolak situasi yang terjadi dan kadang menarik diri

atau menghindari dengan cara menggunakan obat-obat terlarang.


19

4. Respon Koping

Menurut Rusman (2004) ada beberapa respon mekanisme koping

diantaranya adalah :

a. Koping psikologis

Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung

pada 2 faktor yaitu:

1) Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya

berat ancaman yang dirasakan oleh idividutih tersebut terhadap stressor

yang diterimanya.

2) Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu ; artinya

dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka

menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam

kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan fisik maupun psikologis.

b. Koping Psiko-sosial

Adalah reaksi psikososial terhadap adanya stimulus stres yang diterima

atau dihadapi oleh klien. Menurut stuart dan sunden (1991) dalam Rasmun

(2004) mengemukakan bahwa terdapat 2 kategori koping yang biasa

dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan ;

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas (task-oriented reaction) cara ini

digunakan untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan masalah,

menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuha dasar. Terdapat 3

macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu ;


20

a) Perilaku menyerang

Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan

dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya. Perilaku yang

ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun

destruktif, destruktif yaitu tindakan agressif (menyerang) terhadap

sasaran/obyek dapat merupakan benda, barang atau bahkan terhadap

dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilakan

adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang memanjang.

Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam

menyelesaikan masalah secara asertif, yaitu mengungkapkan dengan

kata-kata terhadap rasa ketidaksenanganya.

b) Perilaku menarik diri (withdrawl)

Menarik diri adalah perilaku yang menunjukkan pengasingan

diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis

individu secara sadar pergi meninggalkan lingkungan yang menjadi

sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber

stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi.

Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti

apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang tidak

menetap pada individu (rusman, 2004).

c) Perilaku kompromi

Digunakakn untuk merubah tujuan-tujuan yang akan dilakukan atau

mengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.


21

2) Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented task reaction)

Mekanisme ini membantu mengatasi ansieta ringan dan sedang yang

digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara sadar untuk

mempertahankan keseimbangan (Dalami, et al, 2009).

5. Sumber Koping

Individu dapat menanggulangi stres dan kecemasan dengan menggunakan

atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal

dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi,

kemampuan memecahkan masalah, dukungan social budaya yang diyakini.

Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi

strategi koping bayang efektif.

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi

merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak.

Bila individu sedang mengalami kecemasan ia akan mencoba menetralisasi,

mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola

koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya dilakukan

adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok,

olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada

orang lain (Suliswati, et al, 2004).

Anda mungkin juga menyukai