Anda di halaman 1dari 36

CASE BASED DISCUSSION

CHOLELITHIASIS

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Bedah
RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh:
Raden Bagas R P
30101307051

Pembimbing:
Letkol CKM dr. Basuki Widodo , Sp. OT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Raden Bagas Ridwan P


NIM : 30101307051
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Bedah
Judul : CHOLELITHIASIS

Magelang, 18 Juni 2017


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah RST dr.Soedjono Tingkat II Magelang

Pembimbing

Letkol CKM dr. Basuki Widodo, Sp. OT


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul “Cholelitihiasis”. Laporan kasus ini ditulis
untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Cholelitihiasis dan merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing,
Letkol CKM dr. Basuki Widodo Sp. OT. yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini dari awal hingga selesai. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang
akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua.

Magelang,18 Juni 2017

Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS
Identitas Penderita
Nama penderita : Ny. S
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Kabekelan
Jenis kelamin : Perempuan
No. CM : 153285
Bangsal : Edelweis
Tanggal Masuk : 8 Juni 2017
Tanggal keluar : 11 Juni 2017

2. ANAMNESIS
 Pre - Operatif
Dilakukan secara Autoanamnesis dilakukan di ruang Edelweis C-1 serta didukung
catatan medik.
2.1. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien datang pada tanggal 31 Mei 2017 ke IGD RST dr.Soedjono Tingkat II
Magelang, dengan rujukan dari RS PKU Wates dengan keluhan nyeri perut yang
sudah dirasakan selama 1 bulan,dirawat di RS PKU selama 1 minggu, mual
(+), muntah (-),nyeri menjalar ke belakang, sesak (+)
 Kemudian pasien dirawat di ruang edelweis B-2.

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi : Disangkal
Diabetes Melitus : Disamgkal
Jantung : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Operasi : Disangkal

2.4. Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
2.5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien dirawat di bangsal Edelweis dengan penanggung biaya BPJS.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 7 Juni 2017 di Ruang Edelweis.
Status Present
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 48 tahun
Berat Badan : 79 kg
Tinggi Badan : 160 cm

o Tanda Vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 104 x / menit, irama regular.
Suhu : 37,0ºC (aksila)
Frekuensi Nafas : 28 x / menit

o Pemeriksaan Fisik

 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak kesakitan sedang.
Kesadaran : Komposmentis.
Kepala : Normocephale (+)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : pupil isokor Ø 3 mm, Reflek cahaya pupil (N).
Telinga : Normotia (+),
Hidung : Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : Normal
Thorax : Simetris, retraksi suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
Paru-paru
o Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
o Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
o Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
o Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea midclavicularis sinistra,
tidak kuat angkat, tidak melebar.
o Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternalis kiri
Pinggang : ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
o Auskultasi : Reguler, Bunyi jantung I-II reguler , gallop (-), bising (-)
Abdomen
o Inspeksi : Datar
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), Murphy (+), Rovsing sign (-),
Obturator sign (-), turgor kulit kembali cepat (+), massa (-), hepar
dan lien tidak teraba.
o Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill <2 <2
Sianosis -/- -/-

 Status Lokalis

Regio Hypocondriaca dextra


o Inspeksi : Datar
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (+),Murphy (+), Rovsing sign (-),
Obturator sign (-), turgor kulit kembali cepat (+), massa (-), hepar
dan lien tidak teraba.
o Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
o
3. Assessment
1. Cholelithiasis
2. Cholesystisis

4. Initial Plan
- Dx USG Abdomen
- Management Nyeri
- RL infus
- Lab. Darah Lengkap
- Lab Kimia klinik

5. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


13 Agustus 2016, Laboratorium.
Result Normal Range
1. Wbc 8.5 K/uL 4.0 – 10.0
- Lym 1.4 K/uL 1.0 – 5.0
- Mid 0.5 K/Ul 0.1 – 1.0
- Gra 6.6 K/Ul 2.0 – 8.0
2. RBC 4.33 M/uL 3.0 – 6.0
3. HGB 14.6 g/dl 12.0 – 16.0
4. HCT 37.0 % 35.0 – 45.0
5. MCV 87.6 fl 81.0 – 101.0
6. MCH 31.9 pg 27.0 – 33.
7. MCHC 36.3 g/dl 21.0 – 35.0
8. RDW 12.4 % 10.0 – 16.0
9. PLT 236 K/Ul 150 – 400
10. MPV 7.0 fl 7.0 – 11.0
11. PCT 0.19 % 0.2 – 0.5
12. PDW 13.7 % 10.0 – 18.0

Parameter Hasil Normal


GDS 96 <160 mgl/dl
Bilirubin total ↑ 0,92 <1,0
Bilirubin direct ↑ 0,60 <0,2
SGOT ↑ 26 < 40
SGPT ↑ 15 < 41

6. INITIAL PLAN
1. Initial plan Diagnosis :
-Px. Klinis
-Px. Radiologis
2. Initial plan Therapy
 Infus RL
 Management nyeri
 Some Reduction
3. Initial plan Monitoring :
- Mengamati keadaan umum dan tanda vital
4. Initial plan Edukasi :
 Mengedukasi agar pasien melakukan relaksasi distraksi
 Post - Operatif
Tanggal 9 Juni 2017 di Ruang Edelweis.
Status Present
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 48 tahun
Berat Badan : 79 kg
Tinggi Badan : 160 cm

o Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x / menit, irama regular.
Suhu : 36,3ºC (aksila)
Frekuensi Nafas : 20 x / menit

o Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak kesakitan ringan.
Kesadaran : Komposmentis.
Kepala : Normocephale (+)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : pupil isokor Ø 3 mm, Reflek cahaya pupil (N).
Telinga : Normotia (+),
Hidung : Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : Normal
Thorax : Simetris, retraksi suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
Paru-paru
o Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
o Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
o Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
o Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea midclavicularis sinistra,
tidak kuat angkat, tidak melebar.
o Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternalis kiri
Pinggang : ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
o Auskultasi : Reguler, Bunyi jantung I-II reguler , gallop (-), bising (-)
Abdomen
o : Inspeksi : Datar
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), Murphy (+), Rovsing sign (-),
Obturator sign (-), turgor kulit kembali cepat (+), massa (-), hepar
dan lien tidak teraba.
o Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill <2 <2
Sianosis -/- -/-

 Status Lokalis

Regio Hypocondriaca dextra


Inspeksi : Datar
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), Murphy (+), Rovsing sign (-),
Obturator sign (-), turgor kulit kembali cepat (+), massa (-), hepar
dan lien tidak teraba.
o Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal
o

7. INITIAL PLAN
Initial plan Therapy
 Infus RL
 Management nyeri
Initial plan Monitoring :
- Mengamati keadaan umum dan tanda vital

Initial plan Edukasi :


 Mengedukasi agar pasien melakukan relaksasi distraksi
8. PROGNOSIS
Qua ad vitam = ad bonam
Qua ad sanam = ad bonam
Qua ad fungsional = ad malam
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau didalam ductus choleaductus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu
empedu terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). Batu
kandung empedu berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran empedu
sekunder atau koledokolitiasis. 1

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga
yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer
dari saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut : ada masa asimptomatik setelah
kolesistektomi, morfologik cocok dengan batu empedu primer, tidak ada sisa duktus sistikus yang
panjang. 1

Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang mengharuskan dilakukakannya


sekitar 500.000 kolesistektomi setahun. Batu empedu bertanggung jawab secara langsung bagi
sekitar 10.000 kematian setahun. Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis
kelamin. Wanita dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4 : 1. Wanita
yang minum estrogen mempunyai peningkatan resiko, yang melibatkan lebih lanjut dasar hormon.
Batu empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun (1 %), lebih
sering pada usia 40-60 tahun (11 %) dan ditemukan sekitar 30 % pada orang yang berusia diatas
80 tahun. 2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Embriologi

Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm, yang timbul di
daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudal menjadi kandung
empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak menjadi sel hati, tumbuh saluran
empedu yang bercabang-cabang seperti pohon di antara sel hati tersebut. 1

2.1.2 Anatomi

Kandung empedu adalah kantung berbentuk buah pir, panjang sekitar 7 sampai 10 cm,
dengan kapasitas rata-rata 30 sampai 50 ml. Ketika obstruksi, kandung empedu dapat distensi dan
berisi hingga 300 ml. 3
Kandung empedu terletak di fossa pada permukaan inferior hati. Sebuah garis dari fossa
ini ke vena cava inferior membagi hati menjadi lobus hati kanan dan kiri. Kantong empedu dibagi
menjadi empat bidang anatomi: fundus, corpus (tubuh), infundibulum, dan leher. Fundus adalah
bulat, akhirnya yang biasanya meluas 1 sampai 2 cm di atas margin hati. Berisi sebagian besar
otot polos organ, berbeda dengan corpus, yang merupakan tempat penyimpanan utama dan berisi
sebagian besar jaringan elastis. Tubuh memanjang dari fundus dan mengecil ke leher, daerah
berbentuk corong yang menghubungkan dengan duktus sistikus. Leher biasanya mengikuti kurva
lembut, konveksitas yang dapat diperbesar untuk membentuk infundibulum atau kantong
Hartmann. Leher terletak di bagian terdalam dari fossa kandung empedu dan meluas ke bagian
bebas dari ligamen hepatoduodenal. 3
Lapisan peritoneum yang sama yang meliputi hati meliputi fundus dan permukaan
inferior kantong empedu. Kadang-kadang, kandung empedu memiliki penutup peritoneal lengkap
dan ditangguhkan dalam mesenterium dari permukaan rendah hati, dan jarang, itu tertanam jauh
di dalam parenkim hati (sebuah kantung empedu intrahepatik). 3

Kantong empedu dilapisi oleh satu, sangat dilipat, epitel kolumnar tinggi yang
mengandung kolesterol dan lemak gelembung-gelembung. Lendir disekresikan ke kandung
empedu berasal dari kelenjar tubuloalveolar ditemukan di mukosa yang melapisi infundibulum
dan leher kandung empedu, tetapi absen dari tubuh dan fundus. Lapisan epitel kandung empedu
didukung oleh lamina propria. Lapisan otot memiliki serat longitudinal dan melingkar miring, tapi
tanpa lapisan berkembang dengan baik. Subserosa perimuskular mengandung jaringan ikat, saraf,
pembuluh, limfatik, dan adiposit. Hal ini ditutupi oleh serosa kecuali kantong empedu tertanam
dalam hati. Kantong empedu berbeda histologis dari saluran pencernaan dalam hal ini tidak
memiliki mukosa muskularis dan submukosa. 3

Gambar 1. Anatomi Hepar 8

Gambar 2. Anatomi Hepar dan Kandung Empedu 8

Empedu di sekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris yang bersatu menjadi
ductulus biliaris interlobularis yang bergabung untuk membentuk ductus hepaticus dexter dan
ductus hepaticus sinister. Ductus hepaticus dexter menyalurkan empedu dari lobus hepatis dexter,
dan ductus hepaticus sinister menyalurkan empedu dari lobus hepatis sinister, termasuk lobus
caudatus dan hampir seluruh lobus quadratus. Setelah melewati porta hepatis, kedua ductus
hepaticus bersatu untuk membentuk ductus hepaticus communis. Dari sebelah kanan ductus
cysticus bersatu dengan ductus hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus
(biliaris) yang membawa empedu ke dalam duodenum. 4
Ductus choledochus berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan ductus
cysticus dan ductus hepaticus communis. Ductus choledochus melintas ke kaudal di sebelah
dorsal pars superior duodenum dan menempati alur pada permukaan dorsal caput pancreatic.
Disebelah kiri bagian duodenum yang menurun, ductus choledochus bersentuhan dengan ductus
pancreaticus. Kedua ductus ini melintas miring melalui dinding bagian kedua duodenum, lalu
bersatu membentuk ampulla hepatopancreatica. Ujung distal ampulla hepatopancreatica bermuara
ke dalam duodenum melalui papilla duodeni major. Otot yang terdapat pada ujung distal ductus
choledochus menebal untuk membentuk musculus sphinter ductus choledochi. Jika musculus
sphinter ductus choledochi mengkerut, empedu tidak dapat memasuki ampula hepatopancreatica
dan atau duodenum, maka empedu terbentdung dan memasuki ductus cysticus ke dalam vesica
biliaris untuk dipekatkan dan disimpan. 4
Gambar 3. Anatomi Kandung Empedu, Vesica biliaris (fellea), saluran empedu. 8

2.2 Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu :
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya
dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit
yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu 3,5
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu
disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke
duodenum, akan tetapi setelah memasuki ductus hepaticus, empedu masuk ke duktus sistikus
dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah
mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu
kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.

Empedu disimpan didalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan
ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor,
yaitu :

1. Sekresi empedu oleh sel hati


2. Kontraksi kandung empedu
3. Tahanan sfingter koledokus

Dalam keadaaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung
empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu
mengalir ke duodenum.

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormone duodenum, yaitu


kolesistokinin (CGK), yang merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CGK telah dikenal
terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi
dalam waktu 90 – 120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari
air, lemak, organic, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut
organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. 1,3

Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya
sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian
sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya,
empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan
dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari
penghacuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu merangsang pelepasan
air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari
empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan,
serta obat dan limbah lainnya dibuang dari empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali
ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam
empedu didalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi,
sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri
memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini
diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5 % dari asam empedu yang
di sekresi ke dalam feces. 1,3

2.3 Definisi Kolelithiasis

Istilah kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). kalau
batu kandung empedu ini berpindah ke dalam daluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran
empedu sekunder atau koledokolithiasis sekunder.

Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Gambar 4. Batu dalam kandung empedu

Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,kalsium dan
matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu pada anak-anak adalah tipe batu pigmen,
15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.
Batu empedu dapat bervariasi ukurannya dari sebesar pasir hingga sebesar bola golf
Jumlah yang terbentuk juga bisa mencapai beberapa ribu. Bentuknya juga berbeda-beda
tergantung dari jenis:

Kandungannya Secara garis besar batu empedu dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Batu kolesterol

Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10% dari semua batu. Mereka
biasanya terjadi sebagai batu-batu besar tunggal dengan permukaan yang halus. Sebagian besar
batu kolesterol lainnya mengandung jumlah variabel pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu >
70% kolesterol. Batu-batu ini biasanya banyak, dengan ukuran variabel, dan mungkin sulit dan
faceted atau tidak beraturan irreguller berbentuk seperti murbei, dan lembut. Warna berkisar dari
keputihan kuning dan hijau menjadi hitam.

Kebanyakan batu kolesterol yang radiolusen; <10% yang radiopak. Apakah murni atau alam
campuran, acara utama umum dalam pembentukan batu kolesterol jenuh empedu dengan
kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu dan batu empedu kolesterol tinggi dianggap
sebagai salah satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu.
Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu, dan
lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh kolesterol
hipersekresi bukan oleh sekresi berkurang dari fosfolipid atau garam empedu. 3

Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu. Penampakannya biasanya
berwarna hijau namun dapat juga putih atau kuning. Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu
mengandung terlalu banyak kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor
yang: berperan dalam pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik kantung empedu kita
berkontraksi untuk mengeluarkan empedu dan adanya protein dalam hati yang berperan untuk
menghambat masuknyaolesterol kedalam batu empedu.

Kenaikan hormon estrogen kehamilan mendapat terapi hormone dan KB dapat meningkatkan
kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi kontraksinya sehingga mempermudah
pembentukan batu empedu.

2. Batu pigmen

Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap karena kandungan
kalsium bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna hitam dan coklat memiliki sedikit dan
harus dianggap sebagai entitas yang terpisah.
Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadang-kadang spiculated.
Mereka dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat, dan fosfat, paling sering sekunder
untuk gangguan hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada
penyakit sirosis. Seperti batu kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu.
Bilirubin tak terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi bilirubin dalam empedu.
Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada tingkat yang lambat. Tingkat
berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di negara-negara hemolitik, menyebabkan peningkatan
laju produksi bilirubin tak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin
tak terkonjugasi. Ketika kondisi berubah menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam
empedu deconjugated, curah hujan dengan kalsium terjadi. Di negara-negara Asia seperti Jepang,
akun batu hitam untuk persentase yang jauh lebih tinggi dari batu empedu dibandingkan di
belahan bumi Barat.
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning kecoklatan, lunak, dan
sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong empedu atau di saluran empedu, biasanya
sekunder terhadap infeksi yang disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan
badan sel bakteri membentuk bagian utama dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase yang enzimatik
membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut bilirubin tak terkonjugasi. Hal endapan
dengan kalsium, dan bersama dengan badan sel bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu
di saluran empedu.
Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi Asia dan berhubungan
dengan stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam populasi Barat, batu coklat terjadi sebagai
empedu utama batu saluran pada pasien dengan penyempitan empedu atau batu empedu saluran
lain yang menyebabkan stasis dan kontaminasi bakteri. 3

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.
Gambar 5. Klasifikasi batu dalam kandung empedu

2.4 Epidemiologi

Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling umum yang
mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan prevalensi batu empedu dari
11% menjadi 36 %. Prevalensi batu empedu berhubungan dengan banyak faktor, termasuk usia,
jenis kelamin, dan latar belakang etnis. Kondisi tertentu predisposisi yang pengembangan batu
empedu. Obesitas, kehamilan, faktor makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi
lambung, sferositosis herediter, penyakit sel sabit, dan talasemia yang semua yang berhubungan
dengan peningkatan risiko mengembangkan batu empedu.
Wanita tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan laki-
laki, dan kerabat tingkat pertama pasien dengan batu empedu memiliki prevalensi dua kali lipat
lebih besar. 6
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat
sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu
empedu masih terbatas.

Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi dilakukan
setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20%
penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.6 Dua
per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang
berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala
simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada
episode selanjutnya. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi
relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.6

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran
empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu
primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di
negara Barat.6

2.5 Etiologi

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.2
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh
karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar
empedu.

2.6 Manifestasi Klinis

Pada anamnesis, didapatkan setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu
adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dyspepsia yang kadang disertai
intoleransi terhadap makanan berlemak.

Pada asimptomatik, keluhan berupa nyeri didaerah epigastrium, kuadran kanan atau
precordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-
lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul secara tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung
bagian tengah, scapula, atau puncak bahu, disertai mual dan muntah.

Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan
antacid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik
nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien menarik
nafas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat (Murphy sign). 1
Gejala empedu simtomatik utama yang terkait dengan batu adalah nyeri. Rasa sakit adalah
konstan dan peningkatan keparahan selama setengah jam pertama atau lebih dan tipikal
berlangsung selama 1 sampai 5 jam. Hal ini terletak di epigastrium atau kuadran kanan atas dan
sering menyebar ke punggung bagian atas kanan atau antara skapula. Rasa sakit parah dan datang
pada tiba-tiba, biasanya pada malam hari atau setelah makan lemak. Hal ini sering dikaitkan
dengan mual dan muntah kadang-kadang. Rasa sakit adalah episodik. Pasien menderita serangan
diskrit nyeri, antara yang mereka merasa baik. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan ringan
kuadran kanan atas nyeri selama episode nyeri. Jika pasien sakit gratis, pemeriksaan fisik biasanya
kategorinya sekutu biasa-biasa saja. Nilai laboratorium, seperti jumlah dan fungsi hati WBC tes,
biasanya normal pada pasien dengan batu empedu dipersulit. 3

2.7 Patofisiologi

Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari awal
percabangan duktus hepatikus dextra dan sinistra meskipun percabangan tersebut mungkin
terdapat diluar parenkrim hati. Batu tersebut umumnya berupa batu pigmen yang berwarna coklat,
lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh. Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik
rekurens atau kolangitis oriental yang sering sulit penanganannya.

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus sistikus.
Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran
empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu
empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dan dapat menimbulkan iritasi dan
perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan striktur. Kalau
batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur,
batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus.

Kolelitiasis asimptomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan


ultrasonografi, pembuatan foto polos abdomen, atau perabaan sewaktu operasi. Pada
pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.

2.8 Faktor Resiko


Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu :
a. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis di bandingkan dengan
usia yang lebih muda. Di Amerika serikat 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu
empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini
disebabkan oleh:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia.
3. Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria,
hal ini disebabkan karena pada wanita dipengaruhi oleh hormon estrogen, yang
berpengaruh terhadap peningkatan eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga
decade ke-6, 20 % pada wanita dan 10 % pada pria menderita batu empedu dan
prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada
wanita.
c. Berat Badan (BMI)
Pada orang yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis, hal ini dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
di dalam kandung empedu tinggi dan mengurangi garam empedu serta mengurangi
kontraksi / pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani beresiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol
yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, maka cairan empedu dapat
mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat
badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.9 Diagnosis
Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis tergantung pada kehadiran
gejala-gejala yang khas dan demonstrasi batu pada pencitraan diagnostik. USG abdomen adalah
tes diagnostik standar untuk batu empedu. Batu empedu kadang-kadang diidentifikasi pada
radiografi abdomen atau CT scan. Dalam kasus ini, jika pasien memiliki gejala yang khas, USG
kantong empedu dan saluran bilier harus ditambahkan sebelum intervensi bedah. Batu dapat di
diagnosis kebetulan pada pasien tanpa gejala harus dibiarkan di tempat seperti yang dibahas
sebelumnya di anamnesa. Kadang-kadang, pasien dengan serangan khas nyeri bilier tidak
memiliki bukti batu pada ultrasonografi. Kadang-kadang hanya lumpur di kantong empedu
ditunjukkan pada ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan nyeri bilier yang khas dan lumpur
terdeteksi pada dua atau tiga kali, kolesistektomi dibenarkan. Selain sludge dan batu,
cholesterolosis dan adenomyomatosis dari kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu
yang khas dan dapat dideteksi pada ultrasonografi. Cholesterolosis disebabkan oleh akumulasi
kolesterol dalam makrofag di mukosa kandung empedu, baik secara lokal atau polip. Ini
menghasilkan penampilan makroskopik klasik dari "strawberry kandung empedu."
Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis proliferans adalah dikarakterisasikan pada
mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan dengan ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam
lapisan otot (pembentukan sinus epitel). Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus,
dan dinding kandung empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong empedu.
Pada pasien simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan kondisi
ini.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila
terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.1

2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar
10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksura hepatika.1

Gambar 6. Foto rongent pada kolelitiasis

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


USG akan menunjukkan batu di kandung empedu dengan sensitivitas dan spesifisitas >
90 %. Terdapat batu dengan bayangan akustik dan mencerminkan gelombang ultrasound kembali
ke transduser ultrasonik. Karena batu memblokir bagian dari gelombang suara ke daerah belakang
dan menghasilkan bayangan akustik. 3

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi
batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan
palpasi biasa. 1
Gambar 7. USG Kandung Empedu Normal

Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara parenkim hati
lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen

Gambar 8. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di bawahnya

4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.1
2.11 Komplikasi

Komplikasi Kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan


perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, icterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis
piogenik, fisitel bilienterik, ileus batu empedu, ankreatitis dan perubahan keganasan.

Batu empedu dari ductus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papila
Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa, peradangan, udem, dan striktur
papilla vater.

1. Kolesistitis Akut

Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang
terjebak di dalam kantung Hartmann, komplikasi ini terjadi pada penderita kolelittiasis 5%.

Gambaran klinis, keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas, yang
kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah scapula. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan
disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan, lepas, dan defans muscular otot dinding
perut. Kandung empedu yang membesar dan dapat diraba. Pada separuh penderita dapat
disertai mual dan muntah.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosir meningkat atau dalam batas
normal.

Pada pemeriksaan USG kolesistisis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding

kandung empedu, hidrops dan kadang-kdang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang

menandakan adanya perikolesisitisis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan

dengan transduser yang dikenal sebagai Morgan sign positif atau positive transducer sign. 9
Gambar 9. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dinding

Dan adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi perikolesistisis

2. Kolesititis Kronik

Kolesititis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan.
Penyebabnya adlah hampir selalu batu empedu. Diagnosis Kolesititis kronik adalah kolik
bilier, dyspepsia dan ditemukan batu kandung empedu pada pemeriksaan ultrasonografi.
Nyeri kolik bilier yang khas dapat dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier
dirasakan di perut kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas.

Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan

lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistisis kronik lanjut dimana kandung

empedu sudah mengisut (contracted gallbladder). Kadang-kandang hanya eko batunya saja

yang terlihat pada fossa vesika felea.9


Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal, kandung empedu mengkisut
dan batu yang disertai bayangan akuistik.

3. Keganasan

Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan kolelitiasis dan tanpa

kolelitiasis, pada perempuan dan laki-laki tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata pada 60

tahun, jarang pada usia muda. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus

atau duktus koledokus. Gambaran histologik tumor dapat murni sebagai adenokarsinoma,

yang juga disebut kolangiokarsinoma.

Keganasan kandung empedu jarang ditemukan dan biasanya terdapat pada usia lanjut.

Kebanyakan berhubungan dengan batu empedu. Resiko timbul keganasan sesuai dengan

lamanya menderita batu kandung empedu. Tumor gans primer kandung empedu adalah jenis

adenokarsinoma dengan penyebaran invasive langsung ke dalam hati dan porta hati.

Gambaran klinis, keluhan biasanya ditentukan oleh kolesistolitiasis. Sering ditemukan

nyeri menetap di perut uadran kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila tejadi obstruksi duktus

sstikus, akan timbul kolesistitis akut. Diagnosis, pada pemeriksaan fisik didapatkan teraba

massa di daerah kandung empedu. Massa ini tidak akan disangka tumor apabila disertai tanda

kolesistitis akut.
Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat sebagai massa dengan batas tidak rata dan

melebar sampai ke parenkim hati. 9

Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung empedu dengan batas
ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu membesar,sehingga batasnya
dengan parenkim hepar tidak tegas.
Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)

4. Kolangitis

Kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang
sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang
biasanya kolangitis bacterial non piogenik yang ditandai dengan “Trias Charcot” yaitu demam
dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila tejadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatic, akan timbul lima gejala pentade “Reynold”, berupa tiga
gejala trias Charcoat, ditambah syok, kekacauan mentau atau penurunan kesadaran sampai
koma.

2.12 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan batu empedu simtomatik harus disarankan untuk


memiliki elektif kolesistektomi laparoskopi. Sambil menunggu operasi, atau jika operasi harus
ditunda, pasien harus disarankan untuk menghindari lemak makanan dan makanan besar. Pasien
diabetes dengan batu empedu simtomatik harus memiliki cholecystectomy segera, karena lebih
rentan untuk mengembangkan cholesistitis akut yang sering parah. Wanita hamil dengan batu
empedu simtomatik yang tidak dapat dikelola harap dengan diet modifikasi dapat dengan aman
menjalani kolesistektomi laparoskopi selama trimester kedua. Kolesistektomi laparoskopi aman
dan efektif pada anak-anak dan dewasa, kolesistektomi, laparoskopi terbuka, untuk pasien dengan
batu empedu yang simptomatik. Sekitar 90 % dari pasien dengan gejala khas empedu dan batu
tersebut diberikan bebas dari gejala setelah kolesistektomi. Untuk pasien dengan gejala atypikal
atau dispepsia (kembung, bersendawa, kembung, dan intoleransi lemak dari makanan), hasilnya
tidak seperti yang menguntungkan. 3

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. 1
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi
dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 1

Pilihan penatalaksanaan antara lain :


1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris
dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal
(0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus.
Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera
duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 12. Kolesistektomi laparaskopi


3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap
terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.10
Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2 Disolusi medis sebelumnya
harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20
mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-
Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan
telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur
ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5
tahun).

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

Gambar 13. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat
tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang
sakitnya kritis.

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan
ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui
sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar
sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih
aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada
penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
Gambar 14. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

2.13 Prognosis

Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan
untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk
batu besar masih merupakan masalah, karena resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu
(ukuran batu > 2cm). Karena resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.
BAB III
KESIMPULAN

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. dimaksudkan untuk
pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu

Penyebab Kolelitiasis adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan


susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama
dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu
menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk
endapan di luar empedu. Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya
adalah Usia lanjut, Kegemukan (obesitas), Diet tinggi lemak, dan Faktor keturunan.

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis


akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu,
atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah
letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya menghindari makanan
berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak hewani. Namun harus diperhatikan
pula, apabila batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi
dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta ; 2005. Hal 570-579.

2. Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta; 1995.

3. Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk. Schwartz’s Principles of Surgery.

Tenth Edition. Book 2. Page 1309 – 1334.

4. Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ; Hal 122 -123.

5. Price S, Lorraine M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2006.

6. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000. 380-384.

7. Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku KEdokteran EGC.
Jakarta ; 2007.

8. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan. Panggul dan
Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta; 2000. Hal 142-150.

9. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi ke 2. Jakarta:
balai penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai