Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

Hemoroid

PEMBIMBING:
dr. Tan Suhardi, Sp.B (K)BD

Disusun oleh
Kinanthi S Pangestuningtyas
1102014145

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


PERIODE 28 JANUARI 2019 – 7 APRIL 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT
SOEBROTO

Nama Mahasiswa : Kinanthi S Pangestuningtyas


NIM : 1102014145
Dokter Pembimbing : dr. Tan Suhardi, Sp.B-KBD

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y K Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 21 November 1981 Agama : Islam
Umur : 38 tahun
Pendidikan : SMA
Alamat : Manggarai Selatan, Jakarta Pusat

ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis kepada pasien, Tanggal : 26 Februari 2019
Dilakukan di: Ruang Paviliun Dharmawan LT.V RSPAD Gatot Soebroto

Keluhan Utama: Benjolan di anus sejak 3 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan terdapat
benjolan di anus. Benjolan muncul saat buang air besar pertama kali muncul 10
bulan yang lalu, benjolan saat itu dapat kembali masuk spontan. Sejak 3 bulan,

1
benjolan muncul saat buang air besar dan harus dimasukkan secara manual
dengan jari.
Pasien mengatakan buang air besar satu kali sehari. Terdapat gatal pada
sekitar anus. Setiap kali buang air besar, selalu disertai darah. Darah berwarna
merah segar dan tidak bercampur dengan feses. Buang air besar disertai darah
segar, darah berwarna merah segar (+), nyeri saat BAB (+), lendir (-). Nyeri pada
lapang perut (-), mual (-), muntah (-). Saat itu pasien dibawa ke RSPAD Gatot
Soebroto dan sempat dirawat akibat kekurangan darah. Pasien selama dirawat
sempat mendapatkan transfusi darah. Lalu pasien berobat jalan untuk keluhan
benjolannya, dan dijadwalkan untuk operasi pengangkatan benjolan pada 25
Februari 2019.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, dan telah dioperasi
pada tahun 2014.

Riwayat Keluarga
Di anggota keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama

PEMERIKSAAN FISIK (dilakukan pada tanggal 26 Februari 2019)


Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 80 x/menit
Tekanan Darah : 120/75mmHg
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,5 0C

Data Antropometri
Berat badan : 51 kg

2
Tinggi badan : 158 cm
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
STATUS GENERALIS

Kepala : Bentuk dan ukuran normocephali, rambut & kulit kepala


hitam , distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata Kanan : Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -, pupil diameter 2
mm, refleks cahaya +
Mata Kiri : Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -, pupil diameter 2
mm, refleks cahaya +
Telinga : Normotia, serumen (-), sekret (-), liang telinga lapang
Hidung : Nafas cuping hidung (-), septum deviasi (-)
Mulut : Lembab, berwarna merah muda, sianosis (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit baik, sianosis (-)
Thoraks
Bentuk : Normal, gerakan dada simestris kanan dan kiri.
Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan,
tidak ada retraksi, tidak ada bekas luka operasi
1. Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis
maupun dinamis,
retraksi sela iga (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
2. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

3
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS IV Linea Midclavicula kiri,
reguler, kuat angkat
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas
Ekstremitas Superior : Normotonus, akral hangat, deformitas (-), edema -/- , CRT
2 detik.
Ekstremitas Inferior : Normotonus, akral hangat, deformitas (-), edema -/- , CRT
2 detik

STATUS LOKALIS

Regio Rectoanal
 Inspeksi :Terlihat benjolan (+), pada posisi jam 5 berwarna
kemerahan ukuran 2 x 1 x 1 cm, berdarah (-)
 Palpasi :Nyeri (-), konsistensi padat, mudah digerakkan, permukaan
rata.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 10,9 9,5-13,5 g/dL

4
Hematokrit 33 29-41 %
Eritrosit 4.1 3.1- 4.5 juta /uL
Leukosit 7160 5,000-19.500 /uL
Trombosit 361000 150.000-400.000 /uL
MCV 82 74-108
MCH 28 25-35
MCHC 34 30-36
Koagulasi
Waktu protrombin (PT)
kontrol 11.1 detik
pasien 10.8 9.3 – 11.8 detik
APTT
Kontrol 23,7 Detik
pasien 23,7 31-47 detik
Kimia Klinik
SGOT 24 < 35 U/L
SGPT 13 < 40 U/L
Ureum 21 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.8 0.5 – 1.5 mg/ dL
Glukosa Darah (sewaktu) 100 60 – 140 mg / dL
Natrium 139 129 - 143 mmol/L
Kalium 2.1 3.1 – 5.1 mmol/L
Klorida 103 96 – 111 mmol/L

2. Rontgen Thorax

5
Kesan : Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru.

RINGKASAN (RESUME)
Seorang wanita berumur 38 tahun datang ke poli bagian bedah RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta dengan keluhan benjolan keluar dari anus sejak 3 bulan sebelum
masuk rumash sakit. Benjolan muncul saat buang air besar pertama kali muncul
10 bulan yang lalu, benjolan saat itu dapat kembali masuk spontan. Sejak 3 bulan,
benjolan muncul saat buang air besar dan harus dimasukkan secara manual
dengan jari. Pasien mengatakan buang air besar satu kali sehari. Terdapat rasa
gatal pada sekitar anus. Setiap kali buang air besar, selalu disertai darah. Darah
berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feses. Buang air besar disertai
darah segar, darah berwarna merah segar (+), nyeri saat BAB (+), lendir (-). Nyeri
pada lapang perut (-), mual (-), muntah (-). Saat itu pasien dibawa ke RSPAD
Gatot Soebroto dan sempat dirawat akibat kekurangan darah. Pasien selama
dirawat sempat mendapatkan transfusi darah. Lalu pasien berobat jalan untuk
keluhan benjolannya, dan dijadwalkan untuk operasi pengangkatan benjolan pada
25 Februari 2019. Pada pemeriksaan fisik rekto anal didapatkan inspeksi: Massa
pada anus (+), dengan ukuran 2x1x1cm, berdarah (-). Palpasi: Nyeri (-),
konsistensi padat, mudah digerakkan, permukaan rata. Pada pemeriksaan
laboratorium dan rontgent thorax dalam batas normal.

DIAGNOSIS KERJA
Hemoroid interna grade III

PENATALAKSANAAN
- Analgetik
- Antibiotik
- Hemoroidektomi

PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad bonam

6
- Ad functionam : Dubia ad bonam
- Ad sanationam : Dubia ad bonam

- Tindakan operasi: ( 25 Februari 2019 )


Tindakan hemoroidektomi

DIAGNOSIS PASCA OPERASI


Hemoroid interna grade III

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Anatomi dan Fisiologi 1,2

Gambar 1. Anatomi Rectum & Anus

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah


ke ventrokranial yaitu ke arah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke
dorsal dengan rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini
menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis
mukokutan, linea pektinata atau linea dentate. Di daerah ini terdapat kripta anus
dan muara kelenjar anus antara kolumna rectum. Lekukan antar sfingter sirkuler
dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur, dan
menunjukkan batas antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis Hilton).

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter
intern dan sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi
sfingter intern, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis),
dan komponen m.sfingter eksternus. M.sfingter internus terdiri atas serabut otot
polos, sedangkan m.sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik.

8
Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika
inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Arteri
hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna,
sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Pendarahan
pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah sehingga
perdarahan dari hemoroid interna menghasilkan darah segar yang berwarna merah
dan buka darah vena warna kebiruan.Vena hemoroidalis superior berasal dari
pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena
mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Vena ini
tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut menntukan tekanan di dalamnya.
Pembesaran vena hemoroidalis dapat menimbulkan keluahan hemoroid.

Pada suasana normal, rectum kosong. Pemindahan feses dari kolon


sigmoid ke dalam rectum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada
bayi. Bila isi sigmoid masuk ke dalam rectum, dirasakan oleh rectum dan
menimbulkan keinginan defekasi. Rectum mempunyai kemampuan khas untuk
mengenal dan memisahkan bahan padat, cair dan gas. Sikap badan sewaktu
defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan yang berarti.
Defekasi terjadi akibat reflex peristaltic rectum, dibantu oleh mengedan dan
relaksasi sfingter anus eksternus. Selubung otot sangat berkembang seperti pada
bagian saluran cerna, dibagi menjadi lapisan otot lar logitudinal dan lapisan
dalam sirkular. Lapisan sirkular pada ujung atas canalis ani menebal membentuk
spincter ani internus involunter. Sphincter internus diliputi oleh lapisan otot
bercorak yang membentuk sphincter ani ekstenus volunter. Pada perbatasan antara
rectum dan canalis ani, penggabungan spincter ani internus dengan pars profunda
sphincter ani eksternus dan m. Puborectalis memebentuk cincin yang nyata yan
teraba pada pemeriksaaan rectum, dinamakan cincin anorectal.

II.2 Definisi Hemoroid2


Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Kata hemoroid berasal dari Yunani,

9
haemorrhoides, yang berarti aliran darah (haem = darah, rhoos = aliran) jadi dapat
diartikan sebagai darah yang mengalir keluar. Plexus hemoroid merupakan
pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum bagian distal dan
anoderm. Sehingga, didapatkan pengertian dari “hemoroid adalah dilatasi
varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior” 2,3
Hemorhoid adalah pelebaran pleksus hemorrhoidalis yang tidak
merupakan keadaan patologik. Hanya jika hemorhoid ini menimbulkan keluhan
atau penyulit sehingga diperlukan tindakan.2
II.3 Epidemiologi 4
Sekitar 75% orang mengalami penyakit hemoroid setidaknya sekali
seumur hidupnya, hemoroid banyak terjadi pada dewasa berusia 45 – 60 tahun,
dan juga sering terjadi pada wanita hamil.

II.4 Etiologi dan Faktor Resiko 2,4,7


Penyebab pasti timbulnya hemoroid masih belum pasti, hanya saja ada
beberapa faktor pendukung yang berkaitan dengan kongesti vaskular dan
prolapsus mukosa sehingga terjadinya hemoroid, yaitu :
1. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia
sekitarnya.
2. Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
3. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis.
4. Pekerjaan : orang yang harus berdiri, duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
5. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan
intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi
menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi.
6. Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus
oleh karena ada sekresi hormone relaksin.

10
7. Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis

II.4 Klasifikasi 4,5,6

Pembagian klasifikasi hemoroid dapat dibagi sesuai dari hasil pemeriksaan


yang dilakukan lewat anoskopi. Pemeriksaan ini menentukan letak dari hemoroid
dan membaginya atas:
a. Hemorrhoid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis inferior yang
timbul di sebelah luar musculus sphincter ani.
b. Hemorrhoid interna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis superior dan
media yang timbul di sebelah proksimal dari musculus sphincter ani.
Kedua jenis hemorrhoid ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar
35% penduduk yang berusia di atas 25 tahun.

Hemorrhoid eksterna diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis.


Bentuk akut dapat berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus yang
merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal
karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemorrhoid
eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sequele dari hematoma akut.

11
Hemoroid interna dikelompokkan ke dalam 4 derajat, yakni:
a. Derajat I : bila terjadi pembesaran hemorrhoid yang tidak prolaps ke luar
kanalis analis yang hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
b. Derajat II : pembesaran hemorrhoid yang prolaps dan menghilang atau
dapat masuk kembali ke dalam anus secara spontan.
c. Derajat III : pembesaran hemorrhoid yang prolaps dimana harus dibantu
dengan dorongan jari untuk memasukkannya kembali ke dalam anus.
d. Derajat IV : prolaps hemorrhoid yang yang permanen. Prolaps ini rentan
dan cenderung mengalami trombosis dan infark.

Hemorrhoid Interna sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu


kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral atau posisi pukul 5, 7, dan 9.

II.5 Patofisiologi1,2,7

12
Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu
risiko untuk terjadinya hemorrhoid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu
beristirahat akan menurunkan venous return sehingga vena membesar dan
merusak jar. ikat penunjang Kejadian hemorrhoid diduga berhubungan dengan
faktor endokrin dan usia.
Hubungan terjadinya hemorrhoid dengan seringnya seseorang mengalami
konstipasi, feses yang keras, multipara, riwayat hipertensi dan kondisi yang
menyebabkan vena-vena dilatasi hubungannya dengan kejadian hemmorhoid
masih belum jelas hubungannya.
Hemorhoid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis
superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak
pada colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat paien dalam posisi
litotomi mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid interna diduga
kelemahan kongenital dinding vena karena sering ditemukan pada anggota
keluarga yang sama. Vena rectalis superior merupakan bagian paling bergantung
pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi berat kolom darah vena paling besar
pada vena yang terletak pada paruh atas canalis ani. Disini jaringan ikat longgar
submukosa sedikit memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran
balik darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama
defekasi. Konstipasi kronik yang dikaitkan dengan mengedan yang lama
merupakan faktor predisposisi. Hemoroid kehamilan sering terjadi akibat
penekanan vena rectalis superior oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat
sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga
menghambat vena rectalis superior.
Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis
(hemorroidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus.
Hemorroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemorroid interna yang
sudah ada. Keadaan klinik yang lebih penting adalah ruptura cabang-cabang v.
rectalis inferior sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah
kecil pada jaringan submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil berwarna biru ini
dinamakan hematoma perianal.

13
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan
secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari
rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke v.
hemoroid superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus
mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha
ke daerah v. Iliaka.

II.6 Manifestasi Klinis 8


Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungannya
dengan gejala rectum dan anus yang khusus.
1. Nyeri hebat

Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern
dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami thrombosis.
2. Perdarahan

Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat


trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar
dan tidak tercampur feses, dapat hanya berupa garis pada feses, dapat
hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada
perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.

II.7 Diagnosis Hemoroid


II. 7. I. Anamnesis Hemoroid2

Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya


darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan
adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien
akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman.
Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami
trombosis.

14
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala
atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan thrombosis.

II. 7. II Pemeriksaan Fisik Hemoroid8


a. Inspeksi
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena
yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang
mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak
dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan
mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah
mengalami thrombosis.
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura,
fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat
keparahan inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).

b. Palpasi
Diraba akan memberikan gambaran yang berat dan lokasi nyeri
dalam anal kanal. Dinilai juga tonus dari spicter ani.. Bisanya hemorrhoid
sulit untuk diraba, kecuali jika ukurannya besar. Pemeriksaan colok dubur
diperlukan menyingkirkan adanya karsinoma rectum. Jika sering terjadi
prolaps, maka selaput lendir akan menebal, bila sudah terjadi jejas akan
timbul nyeri yang hebat pada perabaan.

II. 7. III Pemeriksaan Penunjang Hemoroid4,8


a. Anoskopi

15
Pada anoskopi dicari bentuk dan lokasi hemorrhoid, dengan
memasukan alat untuk membuka lapang pandang. Telusuri dari dalam
keluar di seluruh lingkaran anus. Tentukan ukuran, warna dan lokasinya.

b. Proktosigmoidoskopi
Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena
hemorrhoid merupakan keadaan yang fisiologis saja ataukan ada tanda
yang menyertai.

II.8 Diagnosis Banding 9

Selama evaluasi awal pasien, kemungkinan penyebab lain dari


gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal pada anus, rasa tak nyaman,
massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan anal, dan
melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala tersebut. Dibawah
ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:
a. Nyeri

1. Fisura anal

2. Herpes anal

3. Proktitis ulseratif

4. Proctalgia fugax

b. Massa

1. Karsinoma anal

2. Perianal warts

3. Skin tags

c. Nyeri dan massa

1. Hematom perianal

16
2. Abses

3. Pilonidal sinus

d. Nyeri dan perdarahan

1. Fisura anal

2. Proctitis
e. Perdarahan

1. Polips kolorektal

2. Karsinoma kolorektal

3. Karsinoma anal

II.9 Tatalaksana

1. Non Farmakologi4,8
Dapat diberikan pada semua kasus hemoroid terutama hemoroid interna
derajat 1, disebut juga terapi konservatif, diantaranya adalah :

17
 Koreksi konstipasi dengan meningkatkan konsumsi serat (25-30 gram
sehari), dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.
 Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari)
 Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
 Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin dua kali
sehari selama 10 menit pagi dan sore selama 1 – 2 minggu, karena air hangat
dapat merelaksasi sfingter dan spasme.
 Tirah baring untuk membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan.

2. Terapi Farmakologi8
 Salep anastetik lokal
 Kortikosteroid
 Laksatif
 Analgesik
 Suplemen flavonoid, membantu mengurangi tonus vena dan
mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi

3. Terapi Pembedahan4,6,7,9
Hemorrhoid Institute of South Texas (HIST) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain :
 Hemoroid interna derajat II berulang
 Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
 Mukosa rektum menonjol keluar anus
 Hemoroid interna derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura
 Kegagalan penatalaksanaan konservatif
 Permintaan pasien
Tindakan yang sering dilakukan yaitu:

a. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil pheno l 5%,


vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt
solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi
sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi
fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan
fibrosis pada submucosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau
mengurangi prolapsus jaringan hemoroid.

18
b. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan
menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur
ini adalah nyeri dan perdarahan.

c. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan


berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini
menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik
ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.

d. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi


jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya
digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.

e. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini


dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan
doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang
memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan
absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan
mengurangi ukuran hemoroid.

f. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang


sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal
yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan.
Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup
mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan

19
untuk hemoroid.

g. Haemorrhoidectomy. Terapi bedah dipilih untuk penderita yang


mengalami keluhan menahun dan pada penderita hemoroid derajat III atau
IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada penderita dengan perdarahan
berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang
lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami
thrombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan
hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah eksisi yang
hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi
sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan
tidak mengganggu sfingter anus.

II.10 Pencegahan7

1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-
buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses
menyerap air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar,

20
sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus.

2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari

3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat


merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras
feses.

4. Hindari mengedan.

II.11Prognosis7
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat
menjadi asimptomatis, pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih
dahulu pada semua kasus.
Hemoroid dengan terapi operatif hemoroidektomi hasilnya sangat baik,
namun bisa muncul kembali dengan angka kejadian rekuren sekitar 2-5%. Terapi
ligase cincin karet (rubber band ligation) menimbulkan kejadian rekuran sekitar
30-50% antara kurun waktu 5-10 tahun kedepan. Setelah sembuh, pasien tetap
disarankan untuk tidak boleh sering mengejan dan dianjurkan untuk makan
makanan yang berserat tinggi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 8. EGC:


Jakarta.
2. Sjamsuhidayat R, Wim de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah,edisi 3,hal
615-637. EGC: Jakarta.
3. Dorland, W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.
ECG. Jakarta.
4. Sun Z, Migaly J. 2016. Review of haemorrhoid disease: Presentation and
management. Clinics in Colon and rectal Surgery. 29(1): 22-29. [Online]
Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov.
5. Bath S. 2013. Srb’s Manual of Surgery,edisi 4,797-815. Jaypee Brother
Medical Publishers (P) Ltd: New Delhi.
6. Brunicardi C. 2005. Schwatrz’s Principles of Surgery, edisi 8, hal 1353-
1360. The McGraw-Hill Companies,Inc: USA.
7. Lohsiriwat, V. 2015. Treatment of haemorrhoids: A coloproctologist’s
view. World Journal of Gastroenterology. 21(31):9245-52. [Online]
Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov.
8. Nisar PJ, Scholefield JH (2003). Managing haemorrhoids. British Medical
Journal, 327; 847-51.
9. Novell R et al,2013. Krik’s General Surgical Operations, edisi 6, hal 75-
81. Churchill Livingstone Elsevier.United Kingdom.

22

Anda mungkin juga menyukai