Anda di halaman 1dari 6

JOURNAL READING

BLOK EMERGENSI

“Severe Oral and Intravenous Insecticide Mixture


Poisoning with Diabetic Ketoacidosis: A Case Report”

Kelompok A5

Ketua : Asri Rahmania (1102014044)


Sekretaris : Kinanthi Setya P (1102014145)
Anggota : Futuh Muhammad Perdana (1102013016)
Aulia Anjasari (1102013048)
Arif Rahman (1102014038)
Afifah Haris (1102014003)
Ananda Sekarni Fauzia (1102014021)
Fika Rizqiah (1102014099)
Hamdah (1102014117)

0
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Jakarta
2017

1
KERACUNAN PARAH CAMPURAN INSEKTISIDA DENGAN
KETOASIDOSIS DIABETIKUM LEWAT ORAL DAN INTRAVENA:
LAPORAN KASUS

Narjis Badrane, Majda Askour, Kamal Berechid, Khalid Abidi, Tarek Dendane,
dan Amine Ali Zeggwagh

ABSTRAK
Latar Belakang: Menggunakan pestisida untuk bunuh diri dengan injeksi merupakan
cara yang tidak biasa untuk penggunaan racun. Kami melaporkan kasus keracunan
pestisida campuran berat dengan ketoasidosis diabetes pada orang dewasa dengan
peningkatan hasil setelah terapi suportif dan dosis besar tropin.

Presentasi Kasus: Seorang laki-laki Arab Marokok berusia 30 tahun, belum menikah
telah menelan dan menyuntikkan secara intravena ke dalam lengannya campuran
chlorpyrifos dan sypermethrin dengan jumlah yang tidak diketahui. Ia
mengembangkan gejala muskarinik dan nikotinik dengan hipotermia, peradangan
pada areal injeksi pestisida tanpa tanda nekrosis. Kolinesterase sel darah merah dan
kolinesterase plasma sangat rendah (<10%).

Kesimpulan : Keracunan bunuh diri dengan injeksi insektisida jarang dilaporkan


tetapi bisa dikaitkan dengan komplikasi loal dan sistemik berat. Stres oksidatif yang
disebabkan oleh keracunan piretroid dan organofosfat bisa menjelaskan terjadinya
hiperglikemia dan ketoasidosis.

2
LATAR BELAKANG
Peningkatan pemasaran campuran pestisida meningkatkan prevalensi
toksisitas pestisida. Keracunan dapat diakibatkan karena penggunaan oral, inhalasi,
ataupun penyerapan kulit, namun jarang melalui suntikan. Beberapa studi telah
melaporkan munculnya ketoasidosis diabetes akibat keracunan pestisida pada anak-
anak dan remaja. Kami ingin menyajikan sebuah kasus keracunan berat pestisida
campuran dengan ketoasidosis diabetes pada orang dewasa dengan perbaikan hasil
setelah pemberian terapi suportif dan dosis besar atropin.

PRESENTASI KASUS
Seorang pria Arab Maroko belum menikah 30 tahun dibawa ke unit gawat
darurat dalam waktu dua jam akibat bunuh diri akut dengan keracunan insektisida. Ia
menelan dan menyuntikkan secara intravena ke lengannya insektisida Synergy®
(campuran klorpirifos 50% (CPF) dan cypermethrin 5% (CM)) dengan jumlah yang
tidak diketahui. Ia memiliki riwayat penyalahgunaan berbagai zat campuran aktif,
menderita dari isolasi sosial dan delusi agama. Pasien tidak pernah berkonsultasi ke
psikiater.
Di ruang gawat darurat, tanda-tanda vital mengungkapkan 100 denyut per
menit, tekanan darah 170/100 mmHg, tingkat pernapasan 25 napas per menit dan
banyak sekresi oral. Pasien dalam keadaan afebris dan terdapat ronkhi di seluruh
dadanya. Saturasi oksigen adalah 80%, dan Glasgow Coma Scale 6/15. Tidak terdapat
fasikulasi. Pasien diberikan dukungan ventilator dan dirawat di unit perawatan
intensif (MICU).
Dalam beberapa jam, keadaan berkembang menjadi hipotermia (34 ° C),
bradychardia (35 denyut per menit) dengan fasikulasi umum, tremor, hipersalivasi,
sekresi bronkial dan bronkospasme. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperemia
memanjang dari ketiga proksimal lengan bawah ke daerah ketiak dengan edema berat
di fossa antecubital tanpa adanya indurasi ataupun nekrosis. Urin berubah warna
menjadi coklat kemerahan. Penyelidikan saat masuk ke MICU, menunjukkan
hiperglikemia (2,42 g / L), rhabdomyolysis (tingkat creatine kinase dalam darah
adalah 1188 UI / L) dan tingkat bikarbonat rendah (16 mEq / L). Gambaran darah
menunjukkan leukositosis. Skrining untuk penggunaan zat-zat aktif dan turunannya
negatif. Kolinesterase sel darah merah dan kolinesterase plasma sangat rendah
(<10%).
Keracunan campuran OP dan piretroid (PYR) diasumsikan berdasarkan
wawancara medis, identifikasi senyawa dibuat berdasarkan wadah yang dibawa oleh
kerabat pasien, sindrom kolinergik diasosiasikan dengan efek piretroid, tremor dan air
liur berlebih didukung dengan plasma dan tingkat kolinesterase sel darah merah yang
rendah.
Ia ditangani dengan, intravena (IV) cairan, atropin, fenobarbital, IV natrium
bikarbonat dan penghangatan pasif. Atropin (2 mg) diberikan setiap 10 menit selama
empat jam, diikuti dengan infus bertingkat 2,5 mg per jam, dan dosis disesuaikan
sesuai respon klinis. Penggunaan fenobarbital secara empiris karena

3
electroencephalogram untuk mencari kejang subklinis yang tidak ada. Pasien tidak
diobati dengan oxime karena antidote ini tidak tersedia.
Pada hari 3, pasien berkembang menjadi stroke dengan hipotensi (80/50
mmHg) dan takikardia (143 denyut per menit). Uji laboratorium menunjukkan
hiperglikemia berat (4,49 g / dL), hypokaliemia (2,4 mEq / L), glikosuria, ketonuria,
dan tingkat bikarbonat rendah (12 mEq / L). Analisa gas darah arteri mengungkapkan
pH 6,99, PaCO2 73 mmHg, PaO2 195 mmHg (FiO2 70%), dan HCO3 ˉ 17,6 mEq/L,
menunjukkan campuran asidosis. Procalcitonine adalah 1,90 ng / mL dan C-reactive
protein (CRP) 2,70 mg / L. Amylasemia, lipasemia dan hemoglobin glikosilasi dan
USG abdomen normal. Pengobatan, termasuk cairan IV, infus insulin, kalium
parenteral, natrium bikarbonat, adrenalin pada tingkat 6 mg per jam dan
hidrokortison-hemisuccinate dimulai. Pengobatan dengan atropin dan perawatan
suportif dilanjutkan.
Pada hari ke-5, muncul hipotermi dengan menggigil. Tingkat procalcitonin
dan CRP meningkat. Streptococcus pneumoniae diisolasi dari sampel bronkial distal.
Dua bakteri, Klebsiella pneumoniae dan Staphylococcus hominis diisolasi dari darah.
Terapi antibiotik empiris dengan ceftriaxone dan gentamisin dimulai dan dimodifikasi
untuk imipenem setelah hasil bakteriologi tersedia. Kadar glukosa normal sehingga
tidak membutuhkan terapi insulin lebih lanjut, dan asidosis terselesaikan pada hari ke
5.
Pengobatan dengan adrenalin dihentikan pada hari ke 6. Pasien diberikan
bantuan ventilator selama 7 hari dan atropin selama 10 hari. Pasien mendapatkan
dosis total atropine 700 mg. Edema dan peradangan pada ekstremitas atas kiri hilang
tanpa memerlukan pembedahan. Kolinesterase sel darah merah dan kolinesterase
plasma masih sangat rendah (<10%). Konsultasi psikiatri yang dilakukan selama
rawat inap mengungkapkan adanya usaha bunuh diri dalam konteks psikosis pada
pasien. Ia keluar setelah 13 hari dan selanjutnya dilanjutkan dengan terapi antibiotik,
pemantauan klinis dan memulai obat antipsikotik yang ditentukan. Serum
kolinesterase pulih setelah empat pasca keracunan.

DISKUSI
Penggunaan dua senyawa aktif dalam campuran dapat memberikan tindakan
yang cepat dan efek yang lebih residual daripada penggunaan secaara tunggal. Salah
satu kombinasi insektisida yang paling populer adalah OP dan PYR. Muncul pola-
pola campuran toksisitas baru dari pencampuran OP-PYR salah satunya produk yang
digunakan oleh pasien, yaitu campuran CPF dan CM.
Paparan dari CPF dan CM menghambat karboksilesterasi yang memediasi
hidrolisis CM, sehingga timbul peningkatan konsentrasi jaringan dan ekskresi urin
menurun asam 3-phenoxybenzoic, metabolit utama dari PYR. Terdapat tanda-tanda
klinis pasien terkait dengan penghambatan asetilkolin esterase (ChE) oleh CPF, juga
muncul tremor berkepanjangan dan hipersalivasi karena perpanjangan tindakan CM
oleh penghambat hidrolisis CM.
Sebuah studi prospektif menunjukkan bahwa, pada manusia, keracunan OP
menyebabkan penurunan awal dalam suhu tubuh, diikuti dengan periode normal

4
dengan suhu tubuh yang tinggi. Namun, faktor-faktor lain seperti infeksi dan efek
pengobatan juga bias mempengaruhi termoregulasi pada pasien dengan keracunan
OP. Pada pasien, sulit untuk memastikan hipotermi yang ada disebabkan oleh
keracunan OP, karena didapatkan infeksi nosocomial.
Hiperglikemia, setelah paparan OP, telah dikonfirmasi dalam studi hewan.
Mekanisme hiperglikemia akibat stres oksidatif, penghambatan paroxanase, stimulasi
kelenjar adrenal dan pelepasan katekolamin, dan efek pada metabolisme triptofan hati.
Hiperglikemia juga glikosuria juga ditemukan pada keracunan OP berat.Stres
oksidatif yang disebabkan oleh keracunan PYR bisa menjelaskan terjadinya
hiperglikemia pada kasus keracunan PYR.
Dalam kasus ini, kami telah mengeksklusi diabetes. Tidak ada riwayat pasien
diabetes. Obat-obatan diberikan kepada pasien sebelum muncul hiperglikemia, juga
tidak menyebabkan hiperglikemia sebagai efek samping. Penyalahgunaan narkoba
juga telah dieksklusi karena identifikasi obat-obatan terlarang dan psikotropika
negatif, dan karena peningkatan hasil pasien setelah terapi atropin dan pengobatan
suportif.
Pankreatitis akut dapat muncul akibat keracunan OP dan dapat mengakibatkan
hiperglikemia. Kami menghilangkan pankreatitis akut karena hasil yang normal pada
amilase, lipase, dan USG abdomen.
Namun, ketoasidosis diabetikum merupakan manifestasi yang jarang muncul
dari keracunan pestisida. Dari kasus yang ada sebelumnya, ketoasidosis (juga
hiperglikemia, dan glikosuria) muncul pada anak berusia 3 tahun, 5 tahun, ataupun 15
tahun akibat kontak, ataupun overdosis OP.
Ketidakbiasaan lain dari penelitian ini adalah percoban bunuh diri yang
dilakukan pasien dengan penyuntikan intravena yang bisa dikaitkan dengan
komplikasi lokal dan sistemik berat yang ada. Karena parahnya keracunan, pasien
memerlukan dosis besar atropin.

KESIMPULAN
Ini merupakan kasus pertama ketoasidosis diabetic yang disebabkan oleh
keracunan pestisida yang dilaporkan pada orang dewasa. Stres oksidatif yang
disebabkan oleh OP dan PYR bisa memainkan peran dalam pengembangan gangguan
metabolisme glukosa. Mekanisme yang tepat dari hal ini perlu penyelidikan lebih
lanjut.
Menetapkan diagnosis komplikasi keracunan pestisida sangat penting untuk
pengobatan yang memadai sehingga meningkatkan hasil pasien yang baik.

Anda mungkin juga menyukai