Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

HEMOROID INTERNA GRADE III

Dokter Pembimbing

Dr. Michael Sp.B

Disusun Oleh

Elsa Noviranty 112017219

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 26 NOVEMBER 2018 – 2 FEBRUARI 2019

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : ……………….
SMF ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama : Elsa Noviranty Tanda Tangan:


NIM : 112017219

…………………

Dokter Pembimbing : dr. Michael Sp.B


.............................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 26 Tahun Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Karyawan swasta Agama : Islam
Alamat : Jl. Bangka Raya GG Amal III/22 Tanggal Masuk : 5 Desember 2018

I. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 9 Desember 2018 Jam : Pk 13:00

1. Keluhan Utama :
Terdapat benjolan yang keluar dari anus sejak 1 minggu SMRS.

2. Keluhan Tambahan :
Pasien datang dengan keluhan benjolan yang keluar dari anus dan menetap sejak 1
minggu SMRS. Benjolan dirasakan lebih besar daripada biasanya, benjolan tersebut tidak dapat
dimasukan kembali kedalam anus, terasa perih, gatal, dan pasien mengeluh tidak bisa duduk
karena adanya benjolan. Saat buang air besar biasanya di sertai dengan darah segar, menetes saat

2
feses keluar, darah tidak bercampur dengan feses. Konsistensi feses padat tidak seperti kotoran
kambing atau berbentuk pensil.

3. Riwayat Penyakit :
Pasien memiliki riwayat hemorid sejak berumur 6 tahun. Sebelumnya, pada saat buang air besar
benjolan masih dapat dimasukan. Pasien tidak pernah mengontrol keluhannya ke fasilitas
kesehatan ataupun mengkonsumsi obat untuk mengobati keluhannya karena dirasa belum
mengganggu aktivitas. Pasien sering menderita konstipasi dan juga jarang mengkonsumsi serat
dan buah-buahan.

Sebelumnya pasien jarang sakit dan tidak pernah dirawat dirumah sakit. Riwayat operasi (-),
Riwayat alergi (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), riwayat penyakit jantung (-).

4. Riwayat Keluarga :
Ibu dan bibi memiliki riwayat penyakit hemoroid.
Riwayat Ca colon dalam keluarga (-), alergi (-), Diabetes Melitus (-), hipertensi (-), tuberkulosis
(-)

5. Riwayat Masa Lampau :


a. Penyakit Terdahulu : Tidak ada

b. Trauma Terdahulu : Tidak ada


c. Operasi : Tidak ada

d. Sistem Saraf : Tidak ada

e. Sistem Kardiovaskular : Tidak ada

f. Sistem Gastrointestinal : Tidak ada


g. Sistem Urinarius : Tidak ada

h. Sistem Genitalis : Tidak ada

i. Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada

3
II. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Tekanan Darah : 124/67 mmHg
Nadi : 60 x/menit
Kulit : Sawo matang, tidak ada kelainan
Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran KGB
Muka : Simetris
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/- , SI -/-
Hidung : Simetris
Mulut/Gigi : Simetris
Leher : Tidak ada kelainan
Dada : Bentuk dada simetris, nyeri dada (-), jejas (-), retraksi (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5, 1 cm di sebelah medial midclavicula kiri,
ictus cordis tidak kuat angkat dan melebar.
Perkusi : Batas atas
Auskultasi : BJ 1/2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
Inspeksi : Pergerakan dada statis dan dinamis simetris
Palpasi : Vocal fremitus paru simetris dikedua hemithoraks
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Normovesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing-/-

Abdomen
Inspeksi : Abdomen cembung, benjolan (-)
Palpasi : Supel (+), defens muscular (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran lapang paru (+), Shifting dullness (-),
Undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+)

Hati : Tidak teraba


Limpa : Tidak teraba

4
Ginjal : Nyeri ketuk CVA (-/-)
Kandung Empedu : Tidak teraba, tidak ikterik, murphy sign (-)
Kandung Kencing : Tidak ada kelainan
Genital : Tidak ada kelainan
Rektum / Anus : Tampak 2 benjolan arah jam 12 dan jam 3 berukuran masing-
masing 2x1 cm dan 1x1 cm, bewarna seperti kulit sekitar, berbentuk
lonjong dan bulat, konsistensi lunak, nyeri tekan (+). Ekskoriasi (-),
luka (-), tanda radang (-), darah (-)
Punggung : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, udem (-)
Refleks : Tidak ada kelainan
Sensibilitas : Tidak ada kelainan

III. STATUS LOKALIS

Inspeksi : Tampak 2 benjolan disekitar anus bewarna seperti kulit sekitar, berbentuk
lonjong dan bulat. Ekskoriasi (-), perdarahan (-), tanda radang (-), luka (-)

Palpasi : Teraba 2 benjolan berukuran masing-masing 2x1 cm dan 1x1 cm disekitar anus,
konsistensi lunak, permukaan benjolan rata, mudah digerakan dan nyeri tekan (+)

Rectal Toucher : tidak dilakukan karena pada saat ingin memasukan jari pemeriksa, pasien
mengeluh kesakitan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Tanggal: 5 Desember 2018 Jam: 13.55 WIB

5
Hematologi
Darah Rutin Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemogloblin 13,8 g/dL 13 – 16.6


Hematokrit 40.5 % 41.3 – 52.1
Eritrosit 4.89 10^6/μL 4.29 – 5.70
Leukosit 7100 /mm3 4000 - 10000
Trombosit 199 /mm3 172 – 359
MCV 82.8 % 86.1-101.9
MCH 28.2 Pg 27.5-32.4
MCHC 34.1 % 30.1-33.2

Hemostasis
Masa Perdarahan 2.00 menit <5.00
Masa Pembekuan 11.00 menit <15

Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium (Na) 144 mEq/L 135 - 150
Kalium (K) 3.9 mEq/L 3.6 – 55
Klorida (Cl) 108 mEq/L 94 – 111

Gula Darah
Gula Darah Sewaktu 84 mg/dL <140

Fungsi Liver
AST (SGOT) 10 U/L < 32
ALT (SGPT) 9 U/L < 33

6
Fungsi Ginjal
Ureum 20 mg/dL 15 – 50
Kreatinin 0,9 mg/dL 0.6 – 1.3

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan benjolan yang keluar dari anus dan menetap sejak 1
minggu SMRS. Benjolan dirasakan lebih besar daripada biasanya, benjolan tersebut tidak dapat
dimasukan kembali kedalam anus, terasa perih, gatal, dan pasien mengeluh tidak bisa duduk
karena adanya benjolan. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit ringan dengan kesadaran
kompos mentis. Tanda-tanda vital masih dalam batas normal. Pada anus tampak 2 buah benjolan
arah jam 12 dan jam 3 berukuran masing-masing 2x1 cm dan 1x1 cm, bewarna seperti warna
kulit sekitar, berbentuk lonjong dan bulat, konsistensi lunak, nyeri tekan (+). Pemeriksaan rectal
toucher tidak dilakukan karena pasien mengeluh kesakitan pada saat jari pemeriksa ingin
dimasukkan kedalam anus. Pemeriksaan laboratorium di dapatkan hematokrit 40,5%, MCV 82,8
% dan MCHC 34,1 %.

VI. DIAGNOSA KERJA


- Hemoroid interna grade III

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Fisura ani
Yang mendukung : gejala klinis yang sama yaitu nyeri di daerah rectum, BAB berdarah
dengan darah tidak bercampur feses, konstipasi, pruritus.
Yang tidak mendukung : tidak terdapat benjolan dari anus.
2. Kondiloma akuminata
Yang mendukung : gejala klinis sama yaitu terdapat benjolan pada anus.
Yang tidak mendukung : tidak terdapat gejala klinis seperti BAB berdarah, konstipasi
maupun pruritus.
VIII. TATALAKSANA
• Non farmakologis :

7
• Koreksi konstipasi dengan meningkatkan konsumsi serat (25-30 gram sehari), dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.
• Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari)
• Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar mandi saat merasa akan
buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
• Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin dua kali sehari
selama 10 menit pagi dan sore selama 1 – 2 minggu, karena air hangat dapat merelaksasi
sfingter dan spasme.
• Tirah baring untuk membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan

• Farmakologis :
- Ardium 2x1 hari (diosmin 450 mg & hesperidin 50 mg)
- Laxadine syrup 30 ml/5ml sendok teh 1x1 hari
- Lidokain cream 5%
- Transamin kapsul 250 mg 3x1 hari
- R/ Tindakan operasi = Stappeld Hemorrhoidopexy

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

8
TINJAUAN PUSTAKA

BAB I
PENDAHULAN

Hemoroid adalah pelebaran atau varises satu segmen atau lebih dari vena-vena
hemoroidalis. Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna.
Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media. Sedangkan
hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan,
maka hemoroid interna timbul di sebelah dalam otot sfingter ani dan hemoroid eksterna timbul di
sebelah luar otot sfingter ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan
aliran balik vena hemoroidalis.1
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk,
baik pria maupun wanita yang biasanya berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak
mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Gejala yang
dirasakan, yaitu rasa gatal, terbakar, pendarahan, dan terasa sakit. Penyakit ini biasanya hanya
memerlukan perawatan ringan dan perubahan gaya hidup.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Anorektal1,2,3

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan
rectum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini, maka perdarahan,
persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang
menutupinya. Rectum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh
anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut
mukosa anus. Daerah batas rectum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel.
Kanalis analis dan kulit luar sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap
rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka
terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rectum, sementara fisura anus
nyeri sekali. Daerah vena di atas garis anorektum mengalir melalui system porta, sedangkan
yang berasal dari anus dialirkan ke system kava melalui cabang vena iliaka. Distribusi ini
menjadi penting dalam upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta
terbentuknya hemoroid. System limfe dari rectum mengalirkan isinya melalui pembuluh limfe
sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar
limfe iliaka interna, sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar
inguinal.

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke


ventrokranial yaitu ke arah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rectum
dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus
disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentate. Di daerah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rectum. Infeksi yang terjadi disini
dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter
sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur, dan menunjukkan
batas antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis Hilton).

10
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter
ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, otot longitudinal,
bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen m.sfingter eksternus. M.sfingter
internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m.sfingter eksternus terdiri atas serabut otot
lurik.

Pendarahan arteri

Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika inferior. Arteri ini
membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang yang kanan akan bercabang
kembali. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin dapat menjelaskan letak hemoroid sebelah
kanan dan sebuah di perempat lateral kiri.

Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna, sedangkan


a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis antara arcade pembuluh
inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak
bedah atau sumbatan aterosklerotik di daerah percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis
tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin pendarahan di kedua
ekstremitas bawah. Pendarahan pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya sekali

11
darah sehingga perdarahan dari hemoroid interna menghasilkan darah segar yang berwarna
merah dan buka darah vena warna kebiruan

Pendarahan vena

Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke
arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena
porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut menntukan tekanan di dalamnya.
Karsinoma rectum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati, sedangkan embolus
septic dapat menyebabkan pileflebitis. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam
vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan system kava. Pembesaran vena
hemoroidalis dapat menimbulkan keluahan hemoroid.

Penyaliran limfe

Pembuluh limfe dari kanalis analis membentuk pleksus halus yang menyalirkan isinya
menuju ke kelnjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus mengalir sampai ke
kelanjar limf iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat mengakibatkan limfadenopati
inguinal. Pembuluh limfe dari rectum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan vena
hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi
radikal untuk eradikasi karsinoma rectum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfe ini.

Persarafan

Persarafan rectum terdiri atas system simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik berasal
dari pleksus mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang terbentuk dari ganglion
simpatis lumbal ruas kedua, ketiga dan keempat. Unsure simpatis pleksus ini menuju kea rah
struktus genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi.
Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari sacral kedua, ketiga dan keempat. Serabut
saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara
mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada
waktu operasi radikal panggul seperti ekstirpasi radikal rectum atau uterus dapat menyebabkan
gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual.

12
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorektum; otot ini mempertajam sudut
tersebut bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.

Defekasi

Pada suasana normal, rectum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke dalam
rectum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada bayi. Bila isi sigmoid masuk ke
dalam rectum, dirasakan oleh rectum dan menimbulkan keinginan defekasi. Rectum mempunyai
kemampuan khas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair dan gas.Sikap badan
sewaktu defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan yang berarti. Defekasi
terjadi akibat reflex peristaltic rectum, dibantu oleh mengedan dan relaksasi sfingter anus
eksternus.Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sensible untuk sensasi isi rectum dan
persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh.

B. Definisi Hemoroid

Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari pleksus hemoroidalis.Hemoroid dibedakan antara yang intern dan ekstern. Hemoroid
intern adalah pleksus v.hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid intern ini merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rectum
sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan-depan, kanan-
belakang, dan kiri lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak primer
tersebut.

Hemoroid ekstern merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior


terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus. Kedua pleksus
hemoroid, internus dan eksternus saling berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari
aliran vena yang kembali bermula dari rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern
mengalirkan darah ke v.hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid
eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melelui daerah perineum dan lipat paha ke
v.iliaka.

13
C. Etiologi3,4

Hemoroid umumnya menyebabkan gejala ketika mereka menjadi membesar, meradang,


thrombosed, atau prolaps. Sebagian besar gejala timbul dari hemoroid internal yang membesar.
Pembengkakan abnormal pada bantalan dubur menyebabkan dilatasi dan pelebaran pleksus
arteriovenosa. Hal ini menyebabkan peregangan otot suspensori dan akhirnya prolaps jaringan
rektal melalui lubang anus. Mukosa dubur yang membesar mudah trauma, menyebabkan
perdarahan rektum yang biasanya berwarna merah terang karena kandungan oksigen darah yang
tinggi dalam anastomosis arteriovenosa. Prolaps menyebabkan kekotoran dan lendir lendir
(memicu pruritus) dan predisposisi penahanan dan strangulasi.

Etiologi utama dari hemorid antara lain adalah konstipasi atau diare kronis. Strain
berulang atau berkepanjangan menyebabkan tekanan ke bawah pada bantal hemoroid vaskular,
yang mengarah ke gangguan elemen jaringan pendukung dengan perpanjangan berikutnya,
pelebaran, dan pembengkakan jaringan hemoroid. Kondisi lain dapat berkontribusi pada
pembentukan hemoroid antara lain adalah peningkatan tekanan intra-abdomen dapat disebabkan
oleh kehamilan atau asites; kehadiran lesi yang menempati ruang di dalam panggul dapat
menyebabkan penurunan seiring kembalinya vaskular dan peningkatan pembengkakan vaskular
dubur.

D. Epidemiologi5,6

Meskipun hemoroid diakui sebagai penyebab perdarahan dubur dan ketidaknyamanan


dubur yang sangat umum, epidemiologi sejati penyakit ini tidak diketahui karena pasien
cenderung menggunakan pengobatan sendiri daripada mencari pengobatan medis yang tepat.
Epidemiologi studi oleh Johanson et al pada tahun 1990 menunjukkan bahwa 10 juta orang-
orang di Amerika Serikat mengeluhkan hemoroid, sesuai dengan tingkat prevalensi 4,4%. Di
keduanya jenis kelamin, prevalensi puncak terjadi antara usia 45-65 tahun dan perkembangan
wasir sebelum usia 20 tahun tidak biasa.

Sembelit dan tegang berkepanjangan secara luas diyakini menyebabkan wasir karena
tinja yang keras dan peningkatan tekanan intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi
pengembalian vena, yang mengakibatkan pembengkakan pada pleksus hemoroid. Buang air
besar dari material feses yang keras meningkatkan kekuatan geser pada bantal anal. Menurut data

14
Depkes tahun 2015, prevalensi hemoroid di Indonesia adalah 5,7 persen, namun hanya 1,5
persen saja yang terdiagnosa. Data riskesdas (riset kesehatan dasar) 2015 menyebutkan ada 12,5
juta jiwa penduduk Indonesia mengalami hemoroid.

E. Patofisiologi3

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang
disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus. Faktor risiko hemoroid antara lain faktor
mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban duduk sambil membaca, merokok),
peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan
(adanya penekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik,
diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang
makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/mobilitas

F. Klasifikasi dan Derajat3

Sistem klasifikasi hemoroid tidak hanya berguna untuk memilih perawatan yang tepat,
tetapi berguna juga untuk memungkinkan perbandingan dari hasil terapeutik. Hemoroid
umumnya diklasifikasikan atas dasar lokasi dan tingkat prolapsnya yang dikelompokkan menjadi
empat derajat antara lain yaitu :

1. Derajat pertama : hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa nyeri pada waktu
defekasi. Pada stadium awal seperti ini tidak terdapat prolapse dan pada pemeriksaan
anoskopi terlihat hemoroid yang membesar menonjol kedalam lumen.
2. Derajat kedua : hemoroid menonjol melalui kanalis analis pada saat mengedan ringan
tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
3. Derajat ketiga : hemoroid menonjol saat mengedan dan harus didorong kembali sesudah
defekasi.
4. Derajat keempat : hemoroid yang menonjol ke luar dan tidak dapat di dorong masuk.

15
G. Gejala dan Tanda7

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid, yaitu :

1. Hemoroid Interna

Gejala yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul dan pruritus. Trombosis atau
prolapsus akut yang disertai edema atau ulserasi luar biasa nyerinya. Hemoroid interna bersifat
asimtomatik, kecuali bila prolaps dan menjadi stangulata. Tanda satu-satunya yang disebabkan
oleh hemoroid interna adalah pendarahan darah segar tanpa nyeri per rektum selama atau setelah
defekasi. Gejala yang muncul pada hemoroid interna dapat berupa:

• Perdarahan

Merupakan gejala yang paling sering muncul dan biasanya merupakan awal dari penyakit ini.
Perdarahan berupa darah segar dan biasanya tampak setelah defekasi apalagi jika fesesnya keras.
Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih hebat, hal ini disebabkan karena prolaps
bantalan pembuluh darah dan mengalami kongesti oleh sphincter ani.

• Prolaps

Dapat dilihat adanya tonjolan keluar dari anus. Tonjolan ini dapat masuk kembali secara spontan
ataupun harus dimasukan kembali oleh tangan.

• Nyeri dan rasa tidak nyaman

16
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh komplikasi yang terjadi (seperti fisura, abses dll) hemoroid
interna sendiri biasanya sedikit saja yang menimbulkan nyeri. Kondisi ini dapat pula terjadi
karena terjepitnya tonjolan hemoroid yang terjepit oleh sphincter ani (strangulasi).

• Keluarnya Sekret

Walaupun tidak selalu disertai keluarnya darah, sekret yang menjadi lembab sehingga rawan
untuk terjadinya infeksi ditimbulkan akan menganggu kenyamanan penderita dan menjadikan
suasana di daerah anus.

2. Hemoroid Eksterna

• Rasa terbakar

• Nyeri, jika terjadi thrombosis yang luas dengan udem dan radang.

• Gatal atau pruritus anus.

H. Pemeriksaan3

Apabila hemoroid mengalami prolapse, lapisan epitel penutup bagian yang menonjol
keluar ini akan mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila penderita diminta mengedan.
Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid interna tidak dapat teraba sebab tekanan vena di
dalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk
melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk
mengamati keempat kuadran. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskular yang menonjol
ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar
dan penonjolan atau prolapse akan lebih nyata.

I. Tatalaksana3,8,9,10

1. Terapi Non Farmakologi

Dapat diberikan pada semua kasus hemoroid terutama hemoroid interna derajat 1, disebut
juga terapi konservatif, diantaranya adalah :

17
• Koreksi konstipasi dengan meningkatkan konsumsi serat (25-30 gram sehari), dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.
• Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari)
• Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar mandi saat merasa akan
buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
• Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin dua kali sehari
selama 10 menit pagi dan sore selama 1 – 2 minggu, karena air hangat dapat merelaksasi
sfingter dan spasme.
• Tirah baring untuk membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan

2. Terapi Farmakologis

• Suplemen flavonoid : Agen-agen venotonic ini pertama kali dijelaskan dalam


pengobatan insufisiensi vena kronis dan edema. Mereka mampu meningkat tonus
vaskular, mengurangi kapasitas vena, menurunkan permeabilitas kapiler, dan
memfasilitasi drainase limfatik serta memiliki efek anti-inflamasi. Contoh supelemen
flavonoid adalah ardium yang merupakan obat golongan anti hemoroid mengandung
flavonoid murni yang dimikronisasi (diosmin 450 mg dan hesperidin 50 mg). Dosis untuk
hemoroid adalah 2 tablet sehari.
• Kalsium dobesilat : Kalsium dobesilate dapat menurunkan permeabilitas kapiler,
menghambat agregasi trombosit dan meningkatkan viskositas darah; sehingga
menghasilkan pengurangan edema jaringan. Percobaan klinis pengobatan hemoroid
menunjukkan bahwa kalsium dobesilate, bersama dengan suplemen serat, memberikan
bantuan gejala yang efektif dari perdarahan akut, dan itu terkait dengan peningkatan yang
signifikan dalam peradangan hemoroid. Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah
0,5-1 gram/hari dengan sediaan kapsul dalam dosis 500 mg di minum 3x sehari.
• Obat-obatan yang dapat memperbaiki defekasi. Serat bersifat laktasif memperbesar
volume tinja dan meningkatkan peristaltic. Seperti laxadine dalam bentuk sediaan syrup
30 ml diberikan satu kali sehari.
• Obat simptomatik yang mengurangi keluhan rasa gatal dan nyeri. Bentuk suppositoria
untuk hemoroid interna dan ointment untuk hemoroid eksterna seperti kaltrofen
suppositoria dan lidokain cream 5% untuk meredakan nyeri pada daerah hemoroid.

18
• Untuk mempertahankan hemostatic dapat diberikan transamin yang merupakan obat
golongan anti fibrinolitik dalam sediaan kapsul 250 mg 1-2 kampsul 3-4 kali/hari. Asam
traneksamat bekerja dengan mencegah degradasu atau pemecahan bekuan darah tersebut
sehingga dapat mencegah, menghentikan atau mengurangi peradarahan yang tidak
diinginkan.

3. Terapi Non-operatif

• Skeleroterapi
Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan 5 % fenol dalam minyak nabati
yang tujuannya untuk merangsang. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek dari
injeksi adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast dan thrombosis
intravascular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemoroid sehingga
akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Terapi ini disertai anjuran
makanan tinggi serat dapat efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II. Menurut
Acheson dan Scholfield pada tahun 2009, teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi
jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
• Ligasi dengan gelang karet
Biasanya teknik ini dilakukan untuk hemoroid yang besar atau yang mengalami
prolaps. Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan
ditarik atau dihisap kedalam tabung ligator khusus. Efek dari teknik ini adalah nekrosis
iskemia, ulserasi, dan scarring yang akan menghasilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding
rektum. Komplikasi nya dapat terjadi perdarahan setelah 7-10 hari dan nyeri.
• Cryoteraphy
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah sekali.
Bedah beku atau cryoteraphy ini tidak dipakai secara luas oleh karena mukosa yang
nekrotik sukar ditentukan luasnya. Bedah krio ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada
karsinoma rectum yang inoperable.

4. Terapi Operatif

• Hemoroidektomi
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita hemoroid derajat III atau IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada penderita

19
dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya
yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami thrombosis dan
kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Prinsik yang harus
diperhatikan pada hemoroidektomi adalah eksisi yang dilakukan pada jaringan yang
benar-benar berlebihan, eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang
normal dengan tidak menganggu sfingter anus.
• Doppler-guided hemorrhoidal artery ligation
Sebuah teknik baru berdasarkan ligasi doppler-dipandu dari cabang terminal dari
arteri hemoroid superior adalah diperkenalkan pada tahun 1995 sebagai alternatif untuk
hemorrhoidectomy. pasien dengan wasir mengalami peningkatan kaliber dan aliran darah
arteri dari cabang terminal dari arteri dubur superior. Oleh karena itu, ligasi suplai arteri
ke jaringan hemoroid dengan jahitan ligasi dapat membaikgejala hemoroid. DGHAL
paling efektif untuk wasir derajat kedua atau ketiga. Khususnya, DGHAL mungkin tidak
meningkatkan gejala prolaps pada wasir lanjut
• Stapled hemorrhoidopexy
Stapled hemorrhoidopexy telah diperkenalkan sejak tahun 1998. Perangkat stapel
melingkar digunakan untuk memotong cincin rektum berlebihan pada mukosa proksimal
ke wasir dan resuspend wasir kembali ke dalam lubang anus. Selain mengangkat prolapse
hemoroid, SH juga menggangu suplai darah ke jaringan hemoroid. Prosedur SH memiliki
keuntungan dengan nyeri yang lebih sedikit, dan penyembuhan luka yang lebih baik,
serta tingkat kepuasan pasien yang lebih tinggi. Namun, dalam jangka panjang, SH
dikaitkan dengan tingkat prolaps berulang yang lebih tinggi. Dan memiliki potensi
komplikasi serius seperti fistula rektovaginal dan striktur rektal. SH umumnya disediakan
untuk pasien dengan wasir prolaps dan wasir melingkar ≥ 3 lesi wasir internal lanjutan.

J. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah faktor yang dapat menyebabkan


terjadinya hemorrhoid dengan minum yang cukup, makan cukup sayuran, dan buah-buahan,
sehingga kotoran kita tidak mengeras. Kebiasaan malas minum, tidak hanya akan membuat
hemorrhoid, ginjal juga lama kelamaan akan dapat terganggu oleh karena kurangnya cairan
dalam tubuh. Usahakan minum yang cukup, imbangi dengan olah raga, sehingga perut tidak

20
mual saat minum air putih. Makan makanan yang banyak mengandung serat, seperti buah dan
sayuran. Makanan yang banyak mengandung serat juga akan memberikan manfaat mengurangi
penyerapan lemak sehingga kolesterol menjadi aman. Banyak melakukan olah raga, seperti jalan
kaki, tidak duduk terlalu lama dan tidak berdiri terlalu lama

I. Analisis Masalah

Pasien laki-laki 26 tahun datang dengan keluhan benjolan yang menetap di anus sejak 1
minggu SMRS. Pasien mengatakan bahwa terdapat benjolan bila BAB, keluar dari anus, yang
awalnya dapat masuk kembali secara spontan setelah BAB, yang akhirnya harus menggunakan
jarinya untuk dimasukan kembali, kemudian tidak bisa dimasukkan. Benjolan yang dikatakan
pasien harus dibedakan apakah itu dinding rektum yang berarti prolaps rektum atau prolaps
mukosa yang berarti hemoroid interna. Anamnesis lainnya untuk memperjelas, apakah pasien
masih dapat menahan rasa keinginan BAB nya atau tidak, bila tidak itu menandakan adanya
prolap rektum. Pasien mengatakan, ia masih dapat menahan keinginan BABnya.

Pasien mengatakan adanya BAB berdarah. Kita harus cari tahu dulu, asal perdarahannya.
Apakah dari saluran cerna bagian atas atau bawah. Anamnesis selanjutnya, menanyakan warna
darah yang terlihat apakah merah segar (hematoksezia) atau merah kehitaman (melena), pasien
mengatakan warna darah merah segar. Keadaan patologi yang menyebabkan perdarahan saluran
cerna bagian bawah antara lain adalah tumor kolon, polip kolon, hemoroid, fisura ani, dan infeksi
(amebiasis). Dilanjutkan dengan pertanyaan, apakah darah yang keluar bercampur dengan feses
atau tidak. Bila tidak, berarti berasal dari hemoroid atau fisura anus. Pasien mengatakan saat
BAB berdarah tidak menimbulkan rasa nyeri. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis fisura ani,
yang tiap BAB timbul rasa nyeri. Dikonfirmasi pula dengan pemeriksaan fisik, pada inspeksi
tidak ditemukanya fisurra pada ani. Pasien mengatakan jarang makan sayur dan buah, jarang
berolahraga dan melakukan aktivitas fisik. Pasien tidak pernah melakukan hubungan seks
perianal.

Pemeriksaan fisik TD 124/67 mmHg. Pemeriksaan jantung, paru, abdomen, ekstremitas


dalam batas normal. Pada region anus didapatkan Inspeksi : Pada posisi jam 12 dan 3 terdapat
benjolan berbentuk bulat berwarna seperti kulit sekitar di sekitar anus dengan ukuran 2x1 dan
1x1 cm. Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal, mudah digerakkan.

21
Tata laksana pada pasien, diberikan obat untuk memperbaiki defekasinya, sebagai
pencahar, yaitu Laxadine. Ardium diresepkan untuk pasien untuk memperbaiki inflamasi,
perdarahan, dan prolaps. Lidokain cream untuk meredakan nyeri. Pasien juga diberikan
Transamin dengan tujuan untuk hemostatiknya. Tata laksana selanjutnya adalah, menghentikan
perdarahan langsung dari sumber perdarahannya. Dalam hal ini, dilakukan Stapled
hemorrhoidopexy.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep Klinis Proses Penyakit,
Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 467
2. Simadibrata,M.Hemoroid. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.
Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal 587-90.
3. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. hal 672-75
4. Haas PA, Fox TA Jr, Haas GP. The pathogenesis of hemorrhoids. Dis Colon Rectum. 1984
Jul;27(7):442-50
5. Johanson JF, Sonnenberg A. The prevalence of hemorrhoids and chronic constipation. An
epidemiologic study. Gastroenterology 1990; 98: 380-38
6. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf
7. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, 2000, “Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam”, Volume 4, Edisi 13, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal.159-165
8. Struckmann JR, Nicolaides AN. Flavonoids. A review of the pharmacology and therapeutic
efficacy of Daflon 500 mg in patients with chronic venous insufficiency and related disorders.
Angiology 1994; 45: 419-428
9. Johanson JF. Nonsurgical treatment of hemorrhoids. J Gastrointest Surg 2002; 6: 290-294
10. Haveran LA, Sturrock PR, Sun MY, McDade J, Singla S, Paterson CA, Counihan TC.
Simple harmonic scalpel hemorrhoidectomy utilizing local anesthesia combined with
intravenous sedation: a safe and rapid alternative to conventional hemorrhoidectomy. Int J
Colorectal Dis 2007; 22: 801-806

23

Anda mungkin juga menyukai