Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

“VERTIGO”

Pembimbing :
dr. Elfa Alissa Ersyanti, Sp.N

Disusun Oleh :
Rizky Aulia (2015730139)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020

0
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya Laporan Kasus ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan Kasus ini disusun
sebagai salah satu tugas kepanitraan klinik stase neurologi Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta di RS. Islam Jakarta Pondok Kopi.

Dalam penulisan laporan kasus ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang
diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Elfa Alissa Ersyanti, Sp.N sebagai dokter
pembimbing.

Dalam penulisan Laporan Kasus ini tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat
membangun akan sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin Laporan Kasus ini telah
selesai dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal Alamin.

Jakarta, Ferbuari 2020

Penulis
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 62 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Pusing berputar sejak 9 jam SMRS
Keluhan Tambahan : Mual, muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan pusing sejak 9 jam SMRS. Pusing dirasakan
berputar dan sering hilang timbul. Pasien mengatakan keluhan pertama kali muncul saat
pasien akan berbaring dari posisi duduk, pasien merasa kepalanya pusing dan seakaan
lingkungan disekitarnya berputar. Pusing dirasakan selama ± 4 menit, kemudian pasien
memejamkan matanya agar pusingnya menghilang.

3 jam SMRS saat pasien akan berjalan ke kamar mandi pasien merasakan
keluhan yang sama, pusing berputar dirasakan semakin memberat. Pasien mengatakan
keluhan akan memberta jika pasien menggerakan posisi kepala dari posisi awalnya dan
dan akan berkurang jika pasien memejamkan matanya. Pasien juga mengeluhkan adanya
mual dan muntah > 3 kali dalam sehari, berisi cairan dan sisa makanan. Pasien juga
mengeluhkan badan terasa lemas dan nafsu makan menjadi menurun.

Keluhan seperti telinga berdenging dan pendengarannya berkurang tidak


dirasakan oleh pasien. Kemudian keluhan demam, kesemutan dan lemah pada anggota
gerak, kesulitan menelan, sesak, cedera kepala, suara seperti orang bindeng, kejang,
riwayat trauma atau terbentur disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan sering mengalami pusing seperti ini sejak 1 tahun yang lalu.
Namun serangan saat ini lebih sering dibandingkan yang lalu.
Riwayat hipertensi (+). DM (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hal yang serupa seperti pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengobati keluhan ini.

Riwayat Kebiasaan
Pasien jarang berolahraga, senang makan makanan yang berlemak, goreng-gorengan.
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi kopi. Konsumsi obat - obatan dan alkohol
disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
GCS : 15  Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Tanda Vital
Tekanan darah : 145/80 mmHg
Nadi : 132 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC5

D. STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Mulut : Bibir tampak lembab berwarna merah
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi
Palpasi : Vocal fremitus normal
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
Paru : Suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur

Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani di seluruh region abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-)

Ekstremitas
Superior : Akral hangat, RCT < 2detik, edema (-), sianosis (-)
Inferior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

E. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : composmentis
GCS : 15  Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Orientasi :
Tempat : baik
Waktu : baik
Orang : baik
Situasi : baik
Jalan pikiran : baik
Daya ingat kejadian : baik
Kemampua bicara : baik

Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Lasegue : > 130º / >130º tidak ada nyeri
Kernig : > 70º/ >70º tidak ada nyeri
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIAL


1. Nervus Olfaktorius

Dextra Sinistra
Daya pembau Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. Nervus Optikus

Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang Pandang Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Funduskopi
Papil edema Tidak dilakukan
Arteri:Vena

3. Nervus Okulomotorius

Dextra Sinistra
Ptosis - -
Gerakan Bola Mata
Baik Baik
 Medial
Baik Baik
 Atas
Baik Baik
 Bawah
Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm
Refleks Cahaya
+ +
Langsung
Refleks Cahaya
+ +
Konsensual
Akomodasi Baik Baik

4. Nervus Trokhlearis

Dextra Sinistra
Gerakan Mata
Baik Baik
Medial Bawah

5. Nervus Trigeminus
Menggigit Normal
Membuka mulut Normal
Sensibilitas
 Oftalmikus + +
 Maksilaris + +
 Mandibularis + +
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks bersin Tidak dilakukan

6. Nervus Abdusens

Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +
Nistagmus - -

7. Nervus Facialis

Dextra Sinistra
Mengangkat alis + +
Kerutan dahi + +
Menutup mata Normal Normal
Menyeringai Normal Normal

8. Nervus Vestibulochoclearis

Dextra Sinistra
Tes Romberg (+) menutup mata
Past pointing Normal
Tes bisik Tidak Dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Weber
Tes Schwabach

9. Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus


Arkus faring Gerakan simetris
Daya Kecap Lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Uvula Letak di tengah
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan

10. Nervus Assesorius

Dextra Sinistra
Memalingkan kepala Baik Baik
Mengangkat bahu Baik Baik

11. Nervus Hipoglosus


Sikap lidah Tidak ada deviasi
Fasikulasi -
Tremor lidah -
Atrofi otot lidah -

F. PEMERIKSAAN MOTORIK
Anggota Gerak Atas

Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Bisep + +
Reflex Trisep + +

Anggota Gerak Bawah

Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Patella + +
Reflex Achilles + +

Refleks Patologis

Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddocck - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Hoffman Trommer - -

G. PEMERIKSAAN SENSORIK

Dextra Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas Tidak dilakukan
- Ekstremitas Bawah

H. FUNGSI VEGETATIF
Miksi Defekasi
Inkontinensia urin - Inkontinensia alvi -
Retensio urine - Retensio alvi -
Poliuria -

Anuria -
PEMERIKSAAN KOORDINASI

Tes Romberg (+) saat menutup mata

Stepping Test (+)

Tes Jari-Hidung - (baik)

Tes Pronasi-Supinasi - (baik)

Tes Tumit - (baik)

Rebound Phenomenon - (baik)

Arm bounce - (baik)


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hb 11.3 11.7-15.5

Leukosit 10.79 3.60-11.00

Ht 34 35-47

Trombosit 337 150-440

Eritrosit 4.24 3.80-5.20

MCV/VER 80 80-100

MCV/HER 27 26-34

MCHC/KHER 33 32-36

GDS 168 70-200

Natrium 139 135-147

Kalium 2.9 3.5-5.0

Clorida 106 94-111

RESUME
Ny. R 62 tahun datang dengan keluhan pusing sejak 9 jam SMRS. Pusing dirasakan berputar
dan sering hilang timbul. Pasien datang dengan keluhan pusing sejak 9 jam SMRS. Pusing
dirasakan berputar dan sering hilang timbul. Pusing dirasakan selama ± 4 menit, kemudian
pasien memejamkan matanya agar pusingnya menghilang. Pasien mengatakan keluhan akan
memberta jika pasien menggerakan posisi kepala dari posisi awalnya dan dan akan
berkurang jika pasien memejamkan matanya. Pasien juga mengeluhkan adanya nausea dan
vomitus > 3 kali dalam sehari, berisi cairan dan sisa makanan. Pasien juga mengeluhkan
badan terasa lemas dan intake sulit

Riwayat Hipertensi (+)


Keadaan umum tampak sakit sedang, GCS 15, TD 145/80, tes romberg + (saat menuutp
mata) dan stepping test (+)

DIAGNOSA
• Diagnosa Klinis :
- Vertigo
- Nausea
- Vomitus
- Hipertensi
• Diagnosa Etiologi : BPPV
• Diagnosa Topis : kanalis semisirkularis
• Diagnosa Patologi : inflamasi

TERAPI
Non-farmakologis:
- Hindari posisi yang memicu vertigo seperti posisi duduk mendadak dari berbaring,
menengadah ke atas, dsb.
- Memperbaiki pola dan asupan diet
- Edukasi pasien untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan-lahan.

Farmakologis:
 Betahistin 3x1 tab
 Gratizin 2x5 g
 Dramamin 2x1 10mg
 Ondansentron inj 2x1 amp 4mg
 Ranitidin inj 2x1
 Amlodipin 1x10mg

PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Vertigo adalah ilusi ketika seseorang merasa dirinya bergerak (berputar) terhadap
sekitarnya atau lingkungan yang bergerak terhadap dirinya. Vertigo seringkali dinyatakan
sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya
berputar-putar, dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh
tidak dapat menjaga keseimbangan dengan baik.

B. Klasifikasi Vertigo
 Vertigo non-vestibular
 Vertigo vestibular
o Vertigo vestibular sentral
o Vertigo vestibular perifer
Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-Vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor
Gerakan kepala, perubahan posisi Stress, hiperventilasi
pencetus
Gejala Gangguan mata, gangguan
Mual, muntah, tuli, tinnitus
Penyerta somatosensorik

Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah
perubahan posisi Ya Kadang tidak berkaitan
kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya muda Usia lanjut
Nistagmus horizontal dan
Nistagmus horizontal atau vertical;
Nistagmus rotatoar; ada nistagmus fatigue
tidak ada nistagmus fatigue
5-30 detik
Defisit nervi cranial
Tidak ada Kadang disertai ataxia
atau cerebellum
Seringkali berkurang atau
Pendengaran Biasanya normal
dengan tinnitus
Meniere’s disease Drugs
Labyrinthitis Massa Cerebellar / stroke
Penyebab
Positional vertigo Encephalitis/ abscess otak
Neuroma akustik Insufisiensi Arteri Vertebral

C. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Gejala gangguan vestibular perifer meliputi vertigo, ketidakseimbangan, dan
seringkali disertai mual dan muntah. Penyebab paling umum dari gangguan ini adalah
benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Benign paroxysmal positional vertigo
(BPPV) adalah vertigo yang dipicu oleh posisi-posisi yang provokatif, seperti berguling
di tempat tidur, posisi berbaring, posisi duduk, membungkuk, dan menengadah.
BPPV terjadi saat otokonia, suatu kalsium karbonat yang terbentuk di makula
utrikulus, terlepas dan masuk ke dalam kanalis semisirkularis. Hal ini menyebabkan
sensasi berputar ketika terjadi perubahan posisi kepala. Lokasi tersering BPPV ialah pada
kanalis semisirkularis posterior, yaitu kanal yang paling dipengaruhi oleh perbedaan
gravitasi. Lepasnya otokonia juga cukup sering terjadi pada kanalis semisirkularis
horizontal, namun keluhan umumnya akan spontan membaik dibandingkan dengan
kanalis semisirkularis posterior. BPPV jarang terjadi pada kanalis semisirkulasis anterior,
dapat disebabkan karena posisi kanal yang paling atas, sehingga otokonia jarang masuk
ke dalamnya.

D. Epidemiologi
BPPV merupakan vertigo vestibular perifer yang paling sering dijumpai. 20% pasien
dengan gejala vertigo mengalami BPPV. Berdasarkan jenis kelamin ada prediklesi lebih
sering mengenai wanita (64%). Sedangkan berdasarkan usia, umumnya menyerang
populasi usia lanjut (rata-rata umur 51-57,2 tahun). Sangat jarang terjadi pada orang muda
di bawah 35 tahun tanpa adanya riwayat cidera kepala.

E. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui. Beberapa kasus BPPV dijumpai
setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher; infeksi telinga tengah atau operasi
stapedektomi.

Etiologi BPPV:
 Idiopatik (50%)
 Pasca trauma (14-27%)
 Pasca labirintitis
 Pasca operasi
 Ototoksisitas
 Mastoiditis kronik

F. Patofisiologi
Berdasarkan lokasi lesi, maka vertigo dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Vertigo perifer, dengan lokasi lesi pada telinga dalam dan nervus vestibularis.

2. Vertigo sentral, dengan lokasi lesi pada batang otak, serebellum, dan serebrum.

Jaras yang berperan pada reflex vestibulookular (vestibuloocular reflex/ VOR)


memegang peranan sangat penting pada vertigo sentral. Jaras ini dimulai dari labirin,
kemudian menuju ke nukleus vestibularis, nukleus N III, IV, VI, pusat integrasi di pons
dan mesensefalon serta serebelum.

Pusat integrasi di pons dan serebelum berperan pada gerakan mata horizontal,
sedangkan pusat integrasi di mesensefalon berperan pada gerakan mata vertikal. Impuls
dari batang otak akan diteruskan melalui dua jaras, yakni jaras asendens dan jaras
desendens. Jaras asendens ialah jaras yang menuju korteks parieto-temporal melalui
thalamus posterolateral, sedangkan jaras desendens menuju ke medulla spinalis melalui
traktus vestibulospinal lateral dan medial. Sebagai tambahan, jaras desendens ini
mengatur postur tubuh. Lesi pada jaras-jaras tersebut akan menyebabkan vertigo sentral.
Oleh karena itu, pemeriksaan VOR memegang peranan penting untuk membedakan lesi
sentral dan perifer.

Sistem vestibular secara umum dibagi menjadi komponen perifer dan sentral.
Komponen perifer terdiri dari kanalis semisirkularis (posterior, horizontal, anterior) dan
organ otolit (sakulus dan utrikulus) bilateral. Kanalis semisirkularis mendeteksi gerakan
berputar, sedangkan utrikulus dan sakulus berespons terhadap akselerasi linear dan
gravitasi. Organ vestibular berada dalam aktivitas tonik simetris, bila tereksitasi akan
menstimulasi sistem vestibular sentral.

Pada keadaan normal, sistem saraf pusat memberikan respons terhadap setiap
perbedaan aktivitas dari kedua kompleks nukleus vestibular. Dalam keadaan statis (tidak
ada pergerakan kepala), aktivitas neural pada kedua nukleus vestibular simetris, bila
kepala digerakkan, terjadi aktivitas asimetris pada nukleus vestibular, yang
diinterpretasikan oleh sistem saraf pusat sebagai gerakan kepala. Adanya proses patologis
juga akan diinterpretasikan sebagai aktivitas asimetris oleh sistem saraf pusat.

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis


tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap
kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula
terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis
akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya kearah
kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula
akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang
diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel
atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan
defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini
menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul
sensasi berupa Vertigo.

Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori cupulolithiasis dan
canalithiasis.

Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962, dr. Harold Schuknecht mengajukan teori cupulolithiasis (heavy cupula).
Teori ini didasarkan pada penemuan partikel basofilik yang menempel pada kupula.
Postulat yang ia kemukakan adalah,
posterior semisirkular kanal sensitif
terhadap gravitasi karena partikel
basofilik menempel atau bergantung
pada cupula. Hal ini dapat disamakan
seperti ada benda yang berat di atas
sebuah tongkat yang berdiri tegak.
Jika tongkat ini jatuh ke satu sisi,
maka benda berat ini akan mencegah
tongkat untuk kembali ke posisi
semula. Pada penerapannya, didapatkan nistagmus yang persisten dan pusing ketika
kepala pasien digerakkan ke arah belakang.

Teori Canalithiasis
Pada tahun 1980, Epley mengajukan teori canalithiasis. Ia meneliti bahwa gejala BPPV
lebih masuk akal jika benda berat tersebut (canalith) dapat bergerak bebas di posterior
semisirkular kanal dari pada menempel pada cupula. Teori dapat disamakan dengan batu
di dalam ban mobil. Ketika ban mobil bergerak, batu juga ikut bergerak namun jatuh
beberapa saat kemudian karena ada gaya gravitasi. Gerakan batu yang jatuh ini sama
dengan gerakan canalith yang berlawanan dengan arah endolimfe, ketika terdapat gerakan
kepala. Hal ini menyebabkan pusing yang arahnya terbalik dengan arah gerakan
endolimfe.
Teori canalithiasis lebih baik dalam menjelaskan keterlambatan sesaat sebelum
munculnya gejala, nistagmus sementara, dan adanya perbaikan ketika kepala kembali ke
posisi semula pada gejala klasik BPPV. Teori ini kemudian mendapat dukungan dari
Parnes dan McClure di tahun 1991 dengan ditemukannya canalith di posterior
semisirkular kanal pada pembedahan.

G. Manifestasi Klinis
Pada umumnya pasien dengan BPPV merasakan vertigo ketika mencoba untuk duduk
setelah bangun tidur. Setelahnya, vertigo karena perubahan posisi ini dapat hilang timbul
dalam jangka waktu yang panjang, biasanya bulan ke tahun. Keparahan dari kondisi ini
sangat bervariasi. Pada keadaan ekstrim, pergerakan kepala yang ringan dapat
menyebabkan muntah dan mual.

Pasien dengan BPPV tidak merasakan pusing setiap saat. Rasa pusing yang parah
muncul ketika serangan dipicu oleh gerakan kepala. Pada waktu diantara serangan,
umumnya pasien merasakan tidak adanya atau sedikit gejala. Namun beberapa pasien
mengeluhkan sensasi mengambang dari panca indera.

BPPV klasik umumnya dipicu oleh gerakan tiba-tiba dari posisi tegak ke posisi
supinasi dan kepala membentuk sudut 45° kearah telinga yang terpengaruh. Ketika
mencapai posisi yang tepat, terjadi keterlambatan beberapa detik sampai gejala dirasakan.
Ketika BPPV terpicu, pasien akan merasa seperti terlempar berputar, terutama ke arah
telinga yang terpengaruh. Gejala yang dirasakan akan sangat berat dan akan menghilang
dalam waktu 20-30 detik. Tetapi sensasi akan dirasakan lagi ketika pasien mencoba untuk
duduk tegak, dan arah dari nistagmus akan terbalik.

H. Pemeriksaan Fisik
1. Manuver Dix-Hallpike
Manuver Dix-Hallpike adalah pemeriksaan fisik utama untuk BPPV. Temuan klasik
seperti nistagmus rotatoar dengan keterlambatan sebelum gejala muncul dan hilang
setelah beberapa waktu merupakan pathognomonic. Hasil yang negatif tidak mempunyai
arti kecuali untuk indikasi bahwa canalith aktif tidak ada untuk sementara waktu.
Tes ini dilakukan dengan menggerakan pasien dengan cepat dari posisi duduk ke supinasi
ketika kepala pasien membentuk sudut 45° ke arah kanan. Setelah menunggu 20-30 detik,
pasien kembali keposisi semula (tegak). Jika tidak terlihat adanya nistagmus, prosedur
diulang ke arah kiri.

2. Romberg’s Sign
Pada tes Romberg penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lainnya;
tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya. Lengan dilipat pada dada
dan mata kemudian ditutup. Tes ini berguna menilai adanya disfungsi sitem vestibular.
Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30
detik atau lebih.
Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada
mata terbuka maupun pada mata tertutup.

3. Past Pointing Test


Penderita disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh telunjuk
pemeriksa. Kemudian ia disuruh menutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi
(sampai vertikal) dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada gangguan vestibular
didapatkan salah tunjuk (deviasi), demikian juga dengan gangguan serebelar. Tes ini
dilakukan dengan lengan kanan dan kiri, selain penderita disuruh mengangkat lengannya
tinggi-tinggi, dapat dilakukan dengan menurunkan lengan ke bawah sampai vertikal dan
kemudian kembali ke posisi semula.

I. Pemeriksaan Penunjang
Karena Dix-Hallpike maneuver merupakan pathognomonic, pemeriksaan penunjang
seperti tes laboratorium atau radiologi hanya untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lainnya. Tes lain yang dapat membantu diagnosis antara lain:
 MRI dapat digunakan untuk melihat adanya lesi sentral
 Electronystagmography (ENG) adalah pencatatan objektif nistagmus yang distimulasi
oleh gerakan kepala dan tubuh, pandangan, dan stimulasi kalorik. ENG dapat
membantu untuk mendeteksi nistagmus, membedakan lesi sentral atau perifer, dan
menentukan keparahan hipofungsi vestibular.
 Tes kalorik biasanya akan memberikan respon yang terlambat pada telinga yang
memiliki gangguan.

J. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa, temuan pada pemeriksaan fisik, dan hasil
dari tes vestibular dan auditori. Pemeriksaan Electronystagmography (ENG) mungkin
dibutuhkan untuk melihat karakteristik nistagmus.

K. Tatalaksana
Pilihan tatalakasana termasuk observasi, obat-obatan vestibulosuppressant, rehabilitasi
vestibular, reposisi canalith, dan pembedahan.

Pilihan observasi termasuk dalam tata laksana karena BPPV dapat hilang tanpa
pengobatan dalam waktu minggu ke bulan. Namun perlu diperhatikan bahwa pasien akan
merasa tidak nyaman karena vertigo dan adanya resiko untuk jatuh atau kedaan berbahaya
lain karena BPPV.

Obat-obatan untuk mensupresi vestibular tidak menyembuhkan BPPV, tapi dapat


memberikan sedikit pengurangan gejala pada pasien. Tiga kategori vestibular supresan
adalah anticholinergik (glycopyrolat, scopolamine), antihistamin (meclizine,
prometahzine), dan benzodiazepine. Untuk kasus vertigo vestibular akut dan berat dapat
digunakan IM promethazine atau IV droperidol. Efek samping anticholinergic, seperti
mulut kering dan penglihatan menjadi kabur. Efek samping yang umum dijumpai dengan
obat antihistamin adalah sedasi (mengantuk).

Nama Obat Dosis Obat Anti Sedasi Mukosa Kering

emetik

Antihistamin

Dimenhidrinat 50mg/4-8jam + + +

Prometazin 25mg/4-8jam + ++ ++

Cinarizin 25mg/8jam + + -

Benzodiazepin

Diazepam 2-5mg/8jam + +++ -

Klonazepam 0,5mg/4-6jam + +++ -

Butirofenon

Haloperidol 0,5-2mg/8jam ++ +++ +

Histaminik

Betahistin 24mg/12jam + + -

Sindrom:

72-144mg/hari
Penyekat kanal
kalsium
5-10mg/12 jam + + -
Flunarizin

Antiepilepsi
Paroksismia - + -
Karbamazepin vestibular:200-
600mg/hari

Epilepsi vestibular:
800-2000mg/hari
Topiramat Migren vestibular: - + -
50-150mg/hari

Asam valproat
Migren vestibular:
- + -
600-1500mg/hari
Penyekat kanal
kalsium
5-10mg/8-12jam - - -
4-Aminopiridin

Pemberian obat-obatan simtomatik untuk mengobati gejala dizziness, mual, dan


muntah pada vertigo meliputi golongan antikolinergik, antihistamin, dan benzodiazepine.

Obat-obatan antivertigo hanya diindikasikan untuk:

 Gejala vertigo vestibular perifer atau sentral akut (maksimal 3 hari)

 Profilaksis mual dan muntah dalam tindakan liberatory maneuver pada BPPV

 Profilaksis mabuk perjalanan

 Sebagai terapi pada vertigo posisional sentral dan mual

Obat-obat tersebut tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka panjang karena akan
mengganggu mekanisme kompensasi sentral pada gangguan vestibular perifer, bahkan
dapat menyebabkan adiksi obat.

Berdasarkan studi, betahistin dapat menunrunkan frekuensi dan keparahan serangan


pada penyakit Meniere. Dosis awal yang dapat digunakan ialah 16mg, 3 kali sehari,
dititrasi bertahap hingga dosis 72-144mg/hari.

Modalitas farmakologik terakhir yang dapat dikerjakan ialah ablasi telinga dalam
dengan aminoglikosida intratimpani. Pengobatan ini dikerjakan dengan tujuan untuk
menciptakan kerusakan permanen pada organ vestibular sehingga dapat mengakhiri
serangan pada penyakit Meniere. Streptomisin merupakan obat pilihan karea sifat
ototoksik yang dimiliki. Studi menunjukkan pascapemberian terapi ini, sebanyak 71%
pasien mengalami bebas sernagan. Namun efek samping berupa gangguan pendengaran
memberat dan gangguan keseimbangan akibat hilangnya kompensasi fungsi vestibular
unilateral yang dapat muncul pascapengobatan ini masih menjadi perdebatan.

Rehabilitasi vestibular adalah terapi non-


invasif dapat sukses walaupun memakan
waktu. Kekurangan dari terapi ini adalah
BPPV pasien akan terpicu berkali-kali ketika
melakukan terapi ini.Reposisi canalith
merupakan pilihan pengobatan terutama
karena benefit-risk ratio yang tinggi.
Reposisi canalith ini dilakukan dengan cara
maneuver Epley atau Semont.

Pembedahan dilakukan untuk pasien yang gagal pada reposisi canalith. Pembedahan
bukan pilihan pertama pada pengobatan BPPV karena sifatnya yang invasif dan
kemungkinan komplikasi seperti gangguan pendengaran atau kerusakan pada nervus
facialis.

L. Prognosis
Prognosis setelah reposisi canalith pada umumnya baik. Perbaikan spontan dapat muncul
dalam 6 minggu, walaupun beberapa kasus tidak didapatkan perbaikan. Setelah diobati,
peluang untuk terkena BPPV ulang adalah 10-25%.
KESIMPULAN

Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau


seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai
dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa
saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih
baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak
sama sekali.

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular


yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Vertigo periferal
terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu
telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan. Gangguan kesehatan yang
berhubungan dengan vertigo periferal antara lain penyakit-penyakit seperti benign
paroxysmal positional vertigo, penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering
kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran).

Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam
otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan
serebelum (otak kecil).
DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha, T. 2017. Buku Ajar Neurologi. Volume 1. Edisi Pertama. Jakarta:


Kedokteran Indonesia.

2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008


3. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical Neurology.7 th ed. Amerika serikat:
The McGraw-Hill Companies, Inc; 2009
4. Ropper HA, Samuels MA. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 9 th ed.
Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2009
5. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011

Anda mungkin juga menyukai