“VERTIGO”
Pembimbing :
dr. Elfa Alissa Ersyanti, Sp.N
Disusun Oleh :
Rizky Aulia (2015730139)
0
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya Laporan Kasus ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan Kasus ini disusun
sebagai salah satu tugas kepanitraan klinik stase neurologi Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta di RS. Islam Jakarta Pondok Kopi.
Dalam penulisan laporan kasus ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang
diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Elfa Alissa Ersyanti, Sp.N sebagai dokter
pembimbing.
Dalam penulisan Laporan Kasus ini tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat
membangun akan sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin Laporan Kasus ini telah
selesai dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal Alamin.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 62 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Pusing berputar sejak 9 jam SMRS
Keluhan Tambahan : Mual, muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pusing sejak 9 jam SMRS. Pusing dirasakan
berputar dan sering hilang timbul. Pasien mengatakan keluhan pertama kali muncul saat
pasien akan berbaring dari posisi duduk, pasien merasa kepalanya pusing dan seakaan
lingkungan disekitarnya berputar. Pusing dirasakan selama ± 4 menit, kemudian pasien
memejamkan matanya agar pusingnya menghilang.
3 jam SMRS saat pasien akan berjalan ke kamar mandi pasien merasakan
keluhan yang sama, pusing berputar dirasakan semakin memberat. Pasien mengatakan
keluhan akan memberta jika pasien menggerakan posisi kepala dari posisi awalnya dan
dan akan berkurang jika pasien memejamkan matanya. Pasien juga mengeluhkan adanya
mual dan muntah > 3 kali dalam sehari, berisi cairan dan sisa makanan. Pasien juga
mengeluhkan badan terasa lemas dan nafsu makan menjadi menurun.
Riwayat Kebiasaan
Pasien jarang berolahraga, senang makan makanan yang berlemak, goreng-gorengan.
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi kopi. Konsumsi obat - obatan dan alkohol
disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
GCS : 15 Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Tanda Vital
Tekanan darah : 145/80 mmHg
Nadi : 132 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC5
D. STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Mulut : Bibir tampak lembab berwarna merah
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi
Palpasi : Vocal fremitus normal
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
Paru : Suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur
Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani di seluruh region abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, RCT < 2detik, edema (-), sianosis (-)
Inferior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
E. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : composmentis
GCS : 15 Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Orientasi :
Tempat : baik
Waktu : baik
Orang : baik
Situasi : baik
Jalan pikiran : baik
Daya ingat kejadian : baik
Kemampua bicara : baik
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Lasegue : > 130º / >130º tidak ada nyeri
Kernig : > 70º/ >70º tidak ada nyeri
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Dextra Sinistra
Daya pembau Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Nervus Optikus
Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang Pandang Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Funduskopi
Papil edema Tidak dilakukan
Arteri:Vena
3. Nervus Okulomotorius
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Gerakan Bola Mata
Baik Baik
Medial
Baik Baik
Atas
Baik Baik
Bawah
Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm
Refleks Cahaya
+ +
Langsung
Refleks Cahaya
+ +
Konsensual
Akomodasi Baik Baik
4. Nervus Trokhlearis
Dextra Sinistra
Gerakan Mata
Baik Baik
Medial Bawah
5. Nervus Trigeminus
Menggigit Normal
Membuka mulut Normal
Sensibilitas
Oftalmikus + +
Maksilaris + +
Mandibularis + +
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks bersin Tidak dilakukan
6. Nervus Abdusens
Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +
Nistagmus - -
7. Nervus Facialis
Dextra Sinistra
Mengangkat alis + +
Kerutan dahi + +
Menutup mata Normal Normal
Menyeringai Normal Normal
8. Nervus Vestibulochoclearis
Dextra Sinistra
Tes Romberg (+) menutup mata
Past pointing Normal
Tes bisik Tidak Dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Weber
Tes Schwabach
Dextra Sinistra
Memalingkan kepala Baik Baik
Mengangkat bahu Baik Baik
F. PEMERIKSAAN MOTORIK
Anggota Gerak Atas
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Bisep + +
Reflex Trisep + +
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Patella + +
Reflex Achilles + +
Refleks Patologis
Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddocck - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Hoffman Trommer - -
G. PEMERIKSAAN SENSORIK
Dextra Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas Tidak dilakukan
- Ekstremitas Bawah
H. FUNGSI VEGETATIF
Miksi Defekasi
Inkontinensia urin - Inkontinensia alvi -
Retensio urine - Retensio alvi -
Poliuria -
Anuria -
PEMERIKSAAN KOORDINASI
Hb 11.3 11.7-15.5
Ht 34 35-47
MCV/VER 80 80-100
MCV/HER 27 26-34
MCHC/KHER 33 32-36
RESUME
Ny. R 62 tahun datang dengan keluhan pusing sejak 9 jam SMRS. Pusing dirasakan berputar
dan sering hilang timbul. Pasien datang dengan keluhan pusing sejak 9 jam SMRS. Pusing
dirasakan berputar dan sering hilang timbul. Pusing dirasakan selama ± 4 menit, kemudian
pasien memejamkan matanya agar pusingnya menghilang. Pasien mengatakan keluhan akan
memberta jika pasien menggerakan posisi kepala dari posisi awalnya dan dan akan
berkurang jika pasien memejamkan matanya. Pasien juga mengeluhkan adanya nausea dan
vomitus > 3 kali dalam sehari, berisi cairan dan sisa makanan. Pasien juga mengeluhkan
badan terasa lemas dan intake sulit
DIAGNOSA
• Diagnosa Klinis :
- Vertigo
- Nausea
- Vomitus
- Hipertensi
• Diagnosa Etiologi : BPPV
• Diagnosa Topis : kanalis semisirkularis
• Diagnosa Patologi : inflamasi
TERAPI
Non-farmakologis:
- Hindari posisi yang memicu vertigo seperti posisi duduk mendadak dari berbaring,
menengadah ke atas, dsb.
- Memperbaiki pola dan asupan diet
- Edukasi pasien untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan-lahan.
Farmakologis:
Betahistin 3x1 tab
Gratizin 2x5 g
Dramamin 2x1 10mg
Ondansentron inj 2x1 amp 4mg
Ranitidin inj 2x1
Amlodipin 1x10mg
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Vertigo adalah ilusi ketika seseorang merasa dirinya bergerak (berputar) terhadap
sekitarnya atau lingkungan yang bergerak terhadap dirinya. Vertigo seringkali dinyatakan
sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya
berputar-putar, dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh
tidak dapat menjaga keseimbangan dengan baik.
B. Klasifikasi Vertigo
Vertigo non-vestibular
Vertigo vestibular
o Vertigo vestibular sentral
o Vertigo vestibular perifer
Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-Vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor
Gerakan kepala, perubahan posisi Stress, hiperventilasi
pencetus
Gejala Gangguan mata, gangguan
Mual, muntah, tuli, tinnitus
Penyerta somatosensorik
D. Epidemiologi
BPPV merupakan vertigo vestibular perifer yang paling sering dijumpai. 20% pasien
dengan gejala vertigo mengalami BPPV. Berdasarkan jenis kelamin ada prediklesi lebih
sering mengenai wanita (64%). Sedangkan berdasarkan usia, umumnya menyerang
populasi usia lanjut (rata-rata umur 51-57,2 tahun). Sangat jarang terjadi pada orang muda
di bawah 35 tahun tanpa adanya riwayat cidera kepala.
E. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui. Beberapa kasus BPPV dijumpai
setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher; infeksi telinga tengah atau operasi
stapedektomi.
Etiologi BPPV:
Idiopatik (50%)
Pasca trauma (14-27%)
Pasca labirintitis
Pasca operasi
Ototoksisitas
Mastoiditis kronik
F. Patofisiologi
Berdasarkan lokasi lesi, maka vertigo dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Vertigo perifer, dengan lokasi lesi pada telinga dalam dan nervus vestibularis.
2. Vertigo sentral, dengan lokasi lesi pada batang otak, serebellum, dan serebrum.
Pusat integrasi di pons dan serebelum berperan pada gerakan mata horizontal,
sedangkan pusat integrasi di mesensefalon berperan pada gerakan mata vertikal. Impuls
dari batang otak akan diteruskan melalui dua jaras, yakni jaras asendens dan jaras
desendens. Jaras asendens ialah jaras yang menuju korteks parieto-temporal melalui
thalamus posterolateral, sedangkan jaras desendens menuju ke medulla spinalis melalui
traktus vestibulospinal lateral dan medial. Sebagai tambahan, jaras desendens ini
mengatur postur tubuh. Lesi pada jaras-jaras tersebut akan menyebabkan vertigo sentral.
Oleh karena itu, pemeriksaan VOR memegang peranan penting untuk membedakan lesi
sentral dan perifer.
Sistem vestibular secara umum dibagi menjadi komponen perifer dan sentral.
Komponen perifer terdiri dari kanalis semisirkularis (posterior, horizontal, anterior) dan
organ otolit (sakulus dan utrikulus) bilateral. Kanalis semisirkularis mendeteksi gerakan
berputar, sedangkan utrikulus dan sakulus berespons terhadap akselerasi linear dan
gravitasi. Organ vestibular berada dalam aktivitas tonik simetris, bila tereksitasi akan
menstimulasi sistem vestibular sentral.
Pada keadaan normal, sistem saraf pusat memberikan respons terhadap setiap
perbedaan aktivitas dari kedua kompleks nukleus vestibular. Dalam keadaan statis (tidak
ada pergerakan kepala), aktivitas neural pada kedua nukleus vestibular simetris, bila
kepala digerakkan, terjadi aktivitas asimetris pada nukleus vestibular, yang
diinterpretasikan oleh sistem saraf pusat sebagai gerakan kepala. Adanya proses patologis
juga akan diinterpretasikan sebagai aktivitas asimetris oleh sistem saraf pusat.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori cupulolithiasis dan
canalithiasis.
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962, dr. Harold Schuknecht mengajukan teori cupulolithiasis (heavy cupula).
Teori ini didasarkan pada penemuan partikel basofilik yang menempel pada kupula.
Postulat yang ia kemukakan adalah,
posterior semisirkular kanal sensitif
terhadap gravitasi karena partikel
basofilik menempel atau bergantung
pada cupula. Hal ini dapat disamakan
seperti ada benda yang berat di atas
sebuah tongkat yang berdiri tegak.
Jika tongkat ini jatuh ke satu sisi,
maka benda berat ini akan mencegah
tongkat untuk kembali ke posisi
semula. Pada penerapannya, didapatkan nistagmus yang persisten dan pusing ketika
kepala pasien digerakkan ke arah belakang.
Teori Canalithiasis
Pada tahun 1980, Epley mengajukan teori canalithiasis. Ia meneliti bahwa gejala BPPV
lebih masuk akal jika benda berat tersebut (canalith) dapat bergerak bebas di posterior
semisirkular kanal dari pada menempel pada cupula. Teori dapat disamakan dengan batu
di dalam ban mobil. Ketika ban mobil bergerak, batu juga ikut bergerak namun jatuh
beberapa saat kemudian karena ada gaya gravitasi. Gerakan batu yang jatuh ini sama
dengan gerakan canalith yang berlawanan dengan arah endolimfe, ketika terdapat gerakan
kepala. Hal ini menyebabkan pusing yang arahnya terbalik dengan arah gerakan
endolimfe.
Teori canalithiasis lebih baik dalam menjelaskan keterlambatan sesaat sebelum
munculnya gejala, nistagmus sementara, dan adanya perbaikan ketika kepala kembali ke
posisi semula pada gejala klasik BPPV. Teori ini kemudian mendapat dukungan dari
Parnes dan McClure di tahun 1991 dengan ditemukannya canalith di posterior
semisirkular kanal pada pembedahan.
G. Manifestasi Klinis
Pada umumnya pasien dengan BPPV merasakan vertigo ketika mencoba untuk duduk
setelah bangun tidur. Setelahnya, vertigo karena perubahan posisi ini dapat hilang timbul
dalam jangka waktu yang panjang, biasanya bulan ke tahun. Keparahan dari kondisi ini
sangat bervariasi. Pada keadaan ekstrim, pergerakan kepala yang ringan dapat
menyebabkan muntah dan mual.
Pasien dengan BPPV tidak merasakan pusing setiap saat. Rasa pusing yang parah
muncul ketika serangan dipicu oleh gerakan kepala. Pada waktu diantara serangan,
umumnya pasien merasakan tidak adanya atau sedikit gejala. Namun beberapa pasien
mengeluhkan sensasi mengambang dari panca indera.
BPPV klasik umumnya dipicu oleh gerakan tiba-tiba dari posisi tegak ke posisi
supinasi dan kepala membentuk sudut 45° kearah telinga yang terpengaruh. Ketika
mencapai posisi yang tepat, terjadi keterlambatan beberapa detik sampai gejala dirasakan.
Ketika BPPV terpicu, pasien akan merasa seperti terlempar berputar, terutama ke arah
telinga yang terpengaruh. Gejala yang dirasakan akan sangat berat dan akan menghilang
dalam waktu 20-30 detik. Tetapi sensasi akan dirasakan lagi ketika pasien mencoba untuk
duduk tegak, dan arah dari nistagmus akan terbalik.
H. Pemeriksaan Fisik
1. Manuver Dix-Hallpike
Manuver Dix-Hallpike adalah pemeriksaan fisik utama untuk BPPV. Temuan klasik
seperti nistagmus rotatoar dengan keterlambatan sebelum gejala muncul dan hilang
setelah beberapa waktu merupakan pathognomonic. Hasil yang negatif tidak mempunyai
arti kecuali untuk indikasi bahwa canalith aktif tidak ada untuk sementara waktu.
Tes ini dilakukan dengan menggerakan pasien dengan cepat dari posisi duduk ke supinasi
ketika kepala pasien membentuk sudut 45° ke arah kanan. Setelah menunggu 20-30 detik,
pasien kembali keposisi semula (tegak). Jika tidak terlihat adanya nistagmus, prosedur
diulang ke arah kiri.
2. Romberg’s Sign
Pada tes Romberg penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lainnya;
tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya. Lengan dilipat pada dada
dan mata kemudian ditutup. Tes ini berguna menilai adanya disfungsi sitem vestibular.
Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30
detik atau lebih.
Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada
mata terbuka maupun pada mata tertutup.
I. Pemeriksaan Penunjang
Karena Dix-Hallpike maneuver merupakan pathognomonic, pemeriksaan penunjang
seperti tes laboratorium atau radiologi hanya untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lainnya. Tes lain yang dapat membantu diagnosis antara lain:
MRI dapat digunakan untuk melihat adanya lesi sentral
Electronystagmography (ENG) adalah pencatatan objektif nistagmus yang distimulasi
oleh gerakan kepala dan tubuh, pandangan, dan stimulasi kalorik. ENG dapat
membantu untuk mendeteksi nistagmus, membedakan lesi sentral atau perifer, dan
menentukan keparahan hipofungsi vestibular.
Tes kalorik biasanya akan memberikan respon yang terlambat pada telinga yang
memiliki gangguan.
J. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa, temuan pada pemeriksaan fisik, dan hasil
dari tes vestibular dan auditori. Pemeriksaan Electronystagmography (ENG) mungkin
dibutuhkan untuk melihat karakteristik nistagmus.
K. Tatalaksana
Pilihan tatalakasana termasuk observasi, obat-obatan vestibulosuppressant, rehabilitasi
vestibular, reposisi canalith, dan pembedahan.
Pilihan observasi termasuk dalam tata laksana karena BPPV dapat hilang tanpa
pengobatan dalam waktu minggu ke bulan. Namun perlu diperhatikan bahwa pasien akan
merasa tidak nyaman karena vertigo dan adanya resiko untuk jatuh atau kedaan berbahaya
lain karena BPPV.
emetik
Antihistamin
Dimenhidrinat 50mg/4-8jam + + +
Prometazin 25mg/4-8jam + ++ ++
Cinarizin 25mg/8jam + + -
Benzodiazepin
Butirofenon
Histaminik
Betahistin 24mg/12jam + + -
Sindrom:
72-144mg/hari
Penyekat kanal
kalsium
5-10mg/12 jam + + -
Flunarizin
Antiepilepsi
Paroksismia - + -
Karbamazepin vestibular:200-
600mg/hari
Epilepsi vestibular:
800-2000mg/hari
Topiramat Migren vestibular: - + -
50-150mg/hari
Asam valproat
Migren vestibular:
- + -
600-1500mg/hari
Penyekat kanal
kalsium
5-10mg/8-12jam - - -
4-Aminopiridin
Profilaksis mual dan muntah dalam tindakan liberatory maneuver pada BPPV
Obat-obat tersebut tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka panjang karena akan
mengganggu mekanisme kompensasi sentral pada gangguan vestibular perifer, bahkan
dapat menyebabkan adiksi obat.
Modalitas farmakologik terakhir yang dapat dikerjakan ialah ablasi telinga dalam
dengan aminoglikosida intratimpani. Pengobatan ini dikerjakan dengan tujuan untuk
menciptakan kerusakan permanen pada organ vestibular sehingga dapat mengakhiri
serangan pada penyakit Meniere. Streptomisin merupakan obat pilihan karea sifat
ototoksik yang dimiliki. Studi menunjukkan pascapemberian terapi ini, sebanyak 71%
pasien mengalami bebas sernagan. Namun efek samping berupa gangguan pendengaran
memberat dan gangguan keseimbangan akibat hilangnya kompensasi fungsi vestibular
unilateral yang dapat muncul pascapengobatan ini masih menjadi perdebatan.
Pembedahan dilakukan untuk pasien yang gagal pada reposisi canalith. Pembedahan
bukan pilihan pertama pada pengobatan BPPV karena sifatnya yang invasif dan
kemungkinan komplikasi seperti gangguan pendengaran atau kerusakan pada nervus
facialis.
L. Prognosis
Prognosis setelah reposisi canalith pada umumnya baik. Perbaikan spontan dapat muncul
dalam 6 minggu, walaupun beberapa kasus tidak didapatkan perbaikan. Setelah diobati,
peluang untuk terkena BPPV ulang adalah 10-25%.
KESIMPULAN
Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam
otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan
serebelum (otak kecil).
DAFTAR PUSTAKA