BELL’S PALSY
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Program Internsip Dokter
Disusun oleh :
dr. Salsabela Fithri
Pembimbing :
dr. H. Safrina
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
BELL’S PALSY
Oleh :
dr. Salsabela Fithri
Pembimbing
dr. H. Safrina
(NIP: 19820616 201001 2 006)
ii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan
judul “ Bell’s palsy”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Safrina
selaku pendamping.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu penyelesaian presentasi kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam
presentasi kasus ini tentu masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan.
Akhir kata, penulis berharap presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca, khususnya dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan
mengenai penyakit bell’s palsy.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................................................I
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................................II
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................III
DAFTAR ISI........................................................................................................................................IV
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................32
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bell’s Palsy (BP) adalah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer
yang tidak diketahui penyebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang pertama
yang meniliti beberapa penderita dengan wajah asimetris, sejak itu semua
kelumpuhan N. Fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya disebut Bell’s
Palsy. 1
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak
dibawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas
yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Diagnosa BP dapat ditegakan
dengan adanya kelumpuhan n.fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk
menyingkirkan penyebab lain kelumpuhan n.fasialis perifer.1
Insidensi Bell’s Palsy di Amerika Serikat adalah sekitar 23 kasus per
100.000 orang. Tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasien-pasien
dengan Bell’s Palsy. Usia mempengaruhi probabilitas kontraksi Bell’s Palsy.
Insiden paling tinggi pada orang dengan usia antara 15-45 tahun.4
Paralisis fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,
misalnya diabetes melitus, hipertensi berat, anestesi lokal pada pencabutan gigi,
infeksi telinga bagian tengah, sindrom Guillain Barre. Apabila faktor penyebab
jelas maka disebut paralisis fasialis perifer dan bukannya bell’s palsy.1
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat termasuk pemeriksaan
otoneurologik diperlukan untuk menyingkirkan gangguan-gangguan, yang pada
kesan pertama menyerupai Bell’s palsy, setelah diagnosis. Penatalaksanaan
tersebut meliputi terapi medikamentosa, terapi fisik serta bedah untuk dekompresi
saraf fasialis.6,
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Beringin
Pekerjaan : IRT
Masuk RS : 3-1- 2023
Pemeriksaan Organ
1. Kepala : Normocephal
2. Mata : CA(-), SI (-), Isokor, RC (+/+)
3. Telinga : Nyeri tekan (-), bengkak (-)
4. Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
5. Mulut : Bibir kering (-), pucat (-), hiperemis (-), stomatitis (-)
6. Tenggorok : tidak diperiksa
7. Leher : Pembesaran KGB (-)
8. Thorak : Bentuk dbn, otot bantu napas (-)
Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris, retraksi iga (-) Simetris, retraksi iga (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Wheezing (-), Vesikuler (+) Wheezing
Rhonki (-) (-), Rhonki (-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri, thrill (-)
Perkusi Batas Jantung
Atas : ICS II ICS II linea parasternalis sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Kiri : ICS IV linea midklavikula sinistra
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
5
Abdomen :
Inspeksi Datar, massa (-), jaringan parut (-), petekie (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri
ketok costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT<2s, sianosis (-), edem (-),
Inferior : Akral hangat, CRT<2s, sianosis (-), edem (-)
STATUS NEUROLOGIS
a. Tanda rangsang selaput otak
Kaku Kuduk : negative
Brudzinski I : negative
Brudzinski II : negative
Kernig Sign : negative
Lasegue : negative
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi - Normal
Menutup mata Tidak menutup rapat normal
Memperlihatkan gigi - normal
Bersiul - normal
Senyum - normal
Sensasi lidah 2/3 depan Baik Baik
Atropi papil -
Tremor lidah -
Disartria -
Sistem refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea Normal Normal
Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
Patella ++ ++
Achiles ++ ++
Bulbokavernosus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Sfingter Tidak diperiksa
9
2.11 Manajemen
11
1. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini bukan bersifat
keturunan dan bukan disebabkan oleh makanan tertentu. Penyakit ini
dapat timbul akibat berbagai faktor, dimana paling sering merupakan
idiopatik.
- Melakukan CTPS (cuci tangan pakai sabun) dan menjaga kebersihan
diri serta lingkungan, karena bakteri maupun virus juga dapat menjadi
penyebab dari Bell’s palsy
- Menganjurkan pasien untuk melakukan senam wajah di rumah. Dapat
dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah.
2. Preventif :
- Hindari paparan udara dingin, terutama saat malam hari
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
3. Kuratif :
Non Farmakologi
- Istirahat yang cukup dan menjelaskan penyakit ini dapat sembuh sendiri
dengan pengobatan dan latihan wajah rutin
- Menjaga agar wajah tetap hangat dan hindari dari udara dingin
- Melakukan kompres wajah dengan air hangat
- Lakukan pemijatan pada wajah dengan lembut pada daerah yang
terkena. Pemijatan dilakukan dengan menekan area wajah dengan ujung
jari dari pangkal hidung/rahang/pipi ke bagian bawah telinga pada
bagian wajah yang terkena.
- Lakukan juga senam wajah untuk menggerakkan otot-otot wajah,
misalnya gerakan tersenyum, meringis, mengerutkan dahi, dan
memejamkan mata.
- Konsultasikan untuk melakukan fisioterapi
Farmakologi
12
4. Rehabilitatif
- Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi
- Menjalani pengobatan sampai tuntas
- Rutin kontrol ulang ke fasilitas kesehatan untuk melihat perkembangan
penyakitnya.
2.12 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Tanggal S O A P
9-01- - Rasa baal, kaku - KU : Baik Bell’s A. Farmakologi
2023 berkurang - Kesadaran : CM palsy - prednisone 60 mg
- Nyeri (-) - Tanda Vital dextra (tapering off)
- Bisa menutup mata o TD : 120/80 - Vit B comp 1 x 1
Tanggal S O A P
15-01- - Rasa baal, kaku (-) - KU : Baik Bell’s C. Farmakologi
2023 - Nyeri (-) - Kesadaran : CM palsy - prednisone 60 mg
- Bisa menutup mata - Tanda Vital dextra (tapering off)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Bell’s palsy adalah paralisis wajah unilateral yang timbul mendadak
akibat lesi nervus fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah yang khas.
Dengan kata lain Bell’s palsy merupakan suatu kelainan pada saraf wajah
yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu isi
wajah1. Istilah Bell’s palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII
jenis perifer yang timbul secara akut2. Kebanyakan orang belum mengetahui
nama dari panyakit ini. Adalah Sir Charles Bell seorang ilmuan dari
Skotlandia yang pertama kali menemukan penyakit ini pada abad ke-19.
3.2 Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan
insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Insiden Bell’s palsy secara
pasti sulit ditentukan karena penderita tidak hanya berobat ke dokter saraf
saja, tetapi kemungkinan ada yang berobat kepada dokter umum, dokter THT
maupun dokter mata. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di
Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh
kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–30 tahun. Lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim
panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya
riwayat terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka,
tidur di lantai atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy.3,5
3.3 Etiologi
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui secara pasti tetapi dapat
diduga bahwa penyebab dari penyakit ini adalah karena saraf yang
16
3.4 Patofisiologi
Bell’s Palsy merupakan lesi nervus fasialis yang terjadi secara akut,yang tidak
diketahui penyebabnya atau menyertai penyakit lain. Teori yang dianut saat ini
17
yaitu teori vaskuler. Pada Bell’s Palsy terjadi iskemi primer n. fasialis yang
disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara n. fasialis dan
dinding kanalis fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain:
infeksi virus, proses imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi menyebabkan
gangguan mikrosirkulasi intraneural yang menimbulkan iskemi sekunder dengan
akibat gangguan fungsi n. fasialis. Terjepitnya n. fasialis di daerah foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai
Bell’s Palsy.3 Perubahan patologik yang ditemukan pada n. fasialis sebagai
berikut:
1. Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali edema.
2. Terdapat demielinisasi atau degenerasi mielin.
3. Terdapat degenerasi akson.
4. Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak.
Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi atau
strangulasi terhadap Nv. VII.
3.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Ditanyakan riwayat timbulnya kelumpuhan wajah tersebut, yang
biasanya timbul secara tiba-tiba. Banyak kasus mula-mula diketahui pada
pagi hari setelah bangun tidur, pada satu sisi.14
Tidak memiliki riwayat infeksi telinga, tidak ada riwayat trauma,
gangguan saraf pusat dan keganasan di daerah kepala dan leher. Perlu
ditanyakan juga apakah penderita menderita DM atau tidak, dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan laboratorium. Riwayat keluarga yang pernah mengalami
keluhan lumpuh sebelah wajah sebelumnya juga perlu ditanyakan. 2 sebelum
terjadi kelumpuhan apakah penderita ada riwayat melakukan perjalanan jauh
dengan kaca terbuka atau terpapar udara dingin.2
Pasien biasa mengeluhkan; perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak
pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti
oleh gejala kelumpuhan otot wajah yang terjadi secara mendadak.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan saraf motoric
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk
terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10
otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :
- M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
- M. Sourcilier: diperiksa dengan cara mengerutkan alis.
20
b. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan
terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting
akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan
kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan
bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek.
Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya
terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat
21
hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada
setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.1
c. Gustomeri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda
timpani, salah satu cabang saraf fasialis. 1 Kerusakan pada N VII sebelum
percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya
pengecapan).2
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah,
kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada
lidah penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat.
Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut,
sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisi lidah lainnya atau ke bagian
belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh
untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1
untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa
asam.2
Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang
rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara
kedua sisi adalah patologis.1
d. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi
kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no
50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam
jus lemon ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah
pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit.
Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang
sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena keduanya
ditransmisi oleh saraf korda timpani.4
e. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex
22
f. Refleks stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter,
yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang
bertujuan untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.
g. Uji audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani
pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan
hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial
kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik yang
dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi
kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan
suatu kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis
yang terpapar pada daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi.
Jika terjadi kelumpuhan saraf ketujuh pada waktu otitis media akut, maka
mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat
dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan
suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan
reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani
23
h. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis
yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah
sebagai berikut :1
- Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita
melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau
pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau
pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi
normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari
gradasinya.
- Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,
kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.
Penilaian seperti pada (a).
- Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan
emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai
satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak
simetris.
3. Pemeriksaan penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji
fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi
(ENOG).2
a. Elektromiografi (EMG)
24
3.7 Tatalaksana
a) Glukokortikoid
Farmakologi dan penggunaan klinis
Glukokortikoid berperan dalam menghambat tiap fase dari respon
inflamasi, obat-obat ini juga memainkan peran penting dalam parahnya
inflamasi dan kelainan “immune-immediate”. Mekanisme pasti oleh
keuntungan steroid digunakan tidak begitu jelas ditemukan dalam banyak
kondisi dimana steroid ini digambarkan. Pada berbagai petunjuk dan
indikasi menyatakan penggunaan steroid sebagai empiris. Penggunaan
steroid lebih diarahkan ke fase akut saat serangan, contohnya pada
Cerebral Palsy, tapi tidak berefek penuh pada pemulihan total.
25
Efek samping
Efek samping biasanya manifestasi selama tatalaksana steroid
jangka pendek termasuk aksi hiperglikemik. Harus diwaspadai pemberian
steroid pada pasien palsy facial akut yang berhubungan dengan intoleransi
27
b) Terapi Antivirus
Kemoterapi antivirus menghadirkan cara yang lebih baru dalam
menangani facial palsy akut dari penyebab virus. Berdasarkan spectrum
dari aktivitasnya, toksisitas yang rendah, asiklovir (acycloguanosine),
analog nukleosida purin sintetik, telah digunakan untuk mencegah HS tipe
I dan II, VZ, dan Epstein Barr virus dan cytomegalovirus. Asiklovir
mencegah DNA polymerase dan replikasi DNA virus dengan bentuk yang
dikonversi (difosforilasi), itulah asiklovir bertindak sebagai analog
nukleosida.
Dickens, Smith, dan Graham menyarankan pemberian asiklovir
pada deficit neurologic yang dihasilkan herpes zoster otikus adalah
asiklovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari). Pemberian
antivirus secara dini ini telah dibuktikan oleh Given mencegah degenerasi
dari saraf yang dapat menyebab hilangnya pendengaran.
c) Dekompresi nervus
Pembedahan dekompresi dari saraf fasial untuk Bells Palsy pernah
dilakukan Balance dan Duel pada tahun 1932. Kemudian penggunaan
stimulasi listrik nervus fasial mulai ditinggalkan. Yang terpenting, segen
vertical telah didekompresi, lalu dekompresi dari seluruh segmen mastoid
direkomendasi (prosedur yang dilakukan adalah termasuk htimpani dan
28
3.8 Prognosis
Sangat bergantung kepada derajat kerusakan n. fasialis. Pada anak
prognosis umumnya baik oleh karena jarang terjadi denervasi total.
Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan
pada anak 90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa. Jika
dengan prednison dan fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami
penyembuhan, besar kemungkinan akan terjadi gejala sisa berupa
kontraktur otot-otot wajah, sinkinesis, tik fasialis dan sindrom air mata
buaya.
29
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih
baik.
30
Hal ini sesuai dengan teori dimana, kelumpuhan nervus fasialis mudah
terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti lebih lanjut
adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus
fasialis. Sesuai teori Bell’s palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe
lower motor neuron lesi dibawah nukleus facialis. Pada lesi supranuklear,
dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN
dimana gejala disertai dengan defisit neurologi lain. Sedangkan pada bell’s
palsy Pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam batas normal. Sama pada
pasien ini. Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa, lesi kerusakan pada
pasien ini adalah tipe LMN.
31
Non farmakologis
• Istirahat yang cukup dan menjelaskan penyakit ini dapat sembuh sendiri
dengan pengobatan dan latihan wajah rutin
• Menjaga agar wajah tetap hangat dan hindari dari udara dingin
• Melakukan kompres wajah dengan air hangat
• Lakukan pemijatan pada wajah dengan lembut pada daerah yang terkena.
Pemijatan dilakukan dengan menekan area wajah dengan ujung jari dari
pangkal hidung/rahang/pipi ke bagian bawah telinga pada bagian wajah
yang terkena.
• Lakukan juga senam wajah untuk menggerakkan otot-otot wajah, misalnya
gerakan tersenyum, meringis, mengerutkan dahi, dan memejamkan mata.
• Tiap malam sebelum mau tidur, mata sebelah kiri di plester gunanya
melatih mata yang tidak menutup supaya dapat melindungi mata
• Konsultasikan untuk melakukan fisioterapi
BAB V
KESIMPULAN
Bell’s Palsy (BP) adalah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer
yang tidak diketahui penyebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang pertama
yang meniliti beberapa penderita dengan wajah asimetris, sejak itu semua
kelumpuhan N. Fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya disebut Bell’s
Palsy.
Terdapat lima teori yang kemungkinan menyebabkan terjadinya Bell’ s
palsy, yaitu : Iskemik, vaskular, Virus, Bakteri, Herediter, Imunologi (Mc.
Govern dan Hughes).
Bell’s palsy diyakini disebabkan oleh inflamasi saraf fasialis pada
ganglion genikulatum, yang menyebabkan kompresi, iskemia dan demielinasi.
Secara klinis, Bell’s palsy telah didefinisikan idiopatik, dan penyebab proses
inflamasi masih tidak jelas.
Patofisiologi dari Bell’s Palsy adalah kerusakan/trauma/inflamasi pada
serabut saraf fasialis. Gambaran Klinis : Timbul mendadak dan sebelumnya
merasakan adanya hiperakusis pada telinga daerah wajah yang lumpuh.
Pemeriksaan Fisik yang dilakukan : yaitu fungsi motorik dan fungsi sensorik pada
otot-otot yang diinervasi oleh nervus fasialis. Diagnosa Banding : Stoke, GBS,
dll. Penatalaksanaan : medikamentosa dan non medika mentosa. Prognosa : baik
dapat sembuh total.
DAFTAR PUSTAKA
33