Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk
kumpulan simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut yang terdiri dari unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI), dan infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).1 Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap paling sering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada penderita infark miokard akut mencapai 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum penderita infark miokard mencapai rumah sakit.2 Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan pertanda biokimia enzim jantung. Tujuan penatalaksanaan SKA adalah mengurangi gejala dan mencegah perluasan infark miokardium dengan pemberian antikoagulan dan fibrinolitik. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Berdasarkan hasil survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 pada usia > 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%). Umur 45-54 tahun (45,3%) umur 55-64 tahun (55,2%). Strategi penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi seperti modifikasi gaya hidup dan diet dan terapi farmakologi untuk mencapai target terapi hipertensi. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas infark miokard serta hipertensi , juga pentingnya penegakan diagnosis sedini mungkin dan penatalaksanaan adekuat, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus ini yang berjudul “Acute STEMI Inferior Onset 6 Jam TIMI Risk 5/14 Killip I + OMI Inferior + Ischemia Posterior + Hipertensi Stage 1” dan diharapkan dapat memberikan informasi tambahan serta membantu pembaca.