Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari

suatu periode. Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap

normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥160/95 mmHg

dinyatakan sebagai Hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan

Hipertensi disebut borderline hypertension (Garis Batas Hipertensi). Batasan

WHO tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010).

Prevalensi Hipertensi yang tinggi tidak hanya terjadi di negara maju

tetapi juga di negara berkembang seperti di Indonesia. Berdasarkan hasil

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menunjukkan angka

prevalensi Hipertensi hasil pengukuran mencapai 34,1% meningkat tajam

dari 25,8% pada tahun 2013, dengan angka prevalensi tertinggi di Provinsi

Kalimantan Selatan sebesar 44,1% dan terendah di provinsi Papua sebesar

22,2%. Provinsi Gorontalo sendiri pada hasil Riskesdas 2013 mencapai

29,0% dan pada Riskesdas tahun 2018 menjadi 31,0% dan berada pada

urutan ke 20 dari 34 Provinsi (Kemenkes RI, 2018).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan Hipertensi antara lain

kebiasaan hidup atau perilaku kebiasaan mengkonsumsi natrium yang tinggi,

kegemukan, stres, merokok, dan minum alkohol (Padila, 2013). Adapun

tingginya prevalensi Hipertensi menurut dikarenakan gaya hidup yang tidak


sehat seperti kurangnya olahraga/aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan

mengkonsumsi makanan yang tinggi kadar lemaknya (Ainun, Sidik, &

Rismayanti, 2014).

Hasil penelitian Badan Penelitian dan Kementrian Kesehatan RI tahun

2018 menyatakan Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki prevalensi

tertinggi kedua dengan persentase (40.5%) setelah Kalimantan Timur

(39.5%), Jawa Tengah (38.5%) dan Kalimantan Barat (37.5%). Terbesar di

propinsi Kalimantan Selatan (44.1%), dan terendah pada propinsi Papua

(22.2%) Angka ini menunjukan bahwa di Jawa Barat angka kejadian

hipertensi masih tergolong tinggi (Riskesdas, 2018).

Berbagai data menunjukan bahwa hipertensi sebagian besar banyak

diderita oleh lansia termasuk di Teluk Kuantan, oleh karena itu saya akan

membahas tentang hipertensi dan bagaimana cara menanggulanginya.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang

asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah :

a. Mengidentifikasi gambaran tentang hipertensi

b. Mengidentifikasi gambaran tentang bagaimana penatalaksaannya

hipertensi
c. Mengidentifikasi gambaran tentang bagaimana hipertensi itu terjadi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis kronis di

mana tekanan darah di arteri meningkat, yang mengharuskan jantung

bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengalirkan darah melalui

pembuluh darah (Ibekwe, 2015).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana

terjadinya peningkatan tekanan darah yang tidak normal dalam pembuluh

darah arteri dan terjadi secara terus menerus (Muriyati and Yahya, 2018).

B. Jenis Hipertensi

Berdasarkan infodation kementrian kesehatan RI klasifikasi hipertensi

dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :

1. Berdasarkan penyebab

a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun

dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hid up seperti kurang

bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90%

penderita hipertensi.

b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada


sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau

pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).

2. Berdasarkan bentuk Hipertensi

Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran

(sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic

hypertension).

3. Hipertensi Pulmonal

Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah

pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas,

pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar

penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang

ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan

gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan

pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada

perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar

2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival sampai timbulnya

gejala penyakit sekitar 2-3 tahun.

Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada

National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih

dari 35 mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25

mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak

didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit


myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan

paru.

C. Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang

beragam. Bagi sebagian besar pasien dengan tekanan darah tinggi,

penyebabnya tidak diketahui. Ini diklasifikasikan sebagai hipertensi primer

atau esensial. Sebagian kecil pasien memiliki penyebab spesifik tekanan

darah tinggi, yang diklasifikasikan sebagai hipertensi sekunder. Lebih dari

90% pasien dengan tekanan darah tinggi memiliki hipertensi primer.

Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol

dengan terapi yang tepat (termasuk modifikasi gaya hidup dan obat-obatan).

Faktor genetik dapat memainkan peran penting dalam pengembangan

hipertensi primer. Dimana bentuk tekanan darah tinggi ini cenderung

berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun (Kayce Bell, June

Twiggs, 2018).

D. Faktor Resiko

1) Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi

2) Pria usia 35 – 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause

3) Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium

4) Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh

beberapa hal seperti merokok, kadar lipid dan kolesterol serum

meningkat, caffeine, DM, dsb.

5) Factor emosional dan tingkat stress


6) Gaya hidup yang monoton

7) Sensitive terhadap angiotensin

8) Kegemukan

9) Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.

E. Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah

jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung)

diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut

jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom

dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam

mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,

pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi

vaskular (Udjianti, 2011).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di vasomotor, pada medulla di otak. Pusat vasomotor ini bermula

jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari

kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang

bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik

neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut

saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Padila, 2013).


Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan

hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi

hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga memegang peranan

dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis,

sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin,

angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011).

Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah

(Padila, 2013).

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin

I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,

yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cendrung

mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).


F. Manifestasi Klinis

Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak

memiliki tanda/gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati

seperti terjadi pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas,

wajah tampak kemerahan, tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga

berdengung, sulit tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah,
mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah di hidung) (Fauzi, 2014

dalam Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2017).

Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat terjadi,

diantaranya adalah (Smeltzer, 2013):

1. Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain

selain tekanan darah tinggi.

2. Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat,

penyempitan arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots)

(infarksio kecil), dan papiledema bisa terlihat pada penderita hipertensi

berat.

3. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling

berhubungan dengan sistem organ yang dialiri pembuluh darah yang

terganggu.

4. Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan angina

atau infark miokardium.

5. Terjadi Hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi gagal

jantung.

6. Perubahan patologis bisa terjadi di ginjal (nokturia, peningkatan BUN,

serta kadar kreatinin).

7. Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan iskemik

transien [TIA] yaitu perubahan yang terjadi pada penglihatan atau

kemampuan bicara, pening, kelemahan, jatuh mendadak atau

hemiplegia transien atau permanen).


G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

a. Pemeriksaan yang segera seperti :

 Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan

dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat

mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.

 Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang

perfusi / fungsi ginjal.

 Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus

hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin

(meningkatkan hipertensi).

 Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya

aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi

diuretik.

 Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat

menyebabkan hipertensi

 Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat

mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak

ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

 Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan

vasokonstriksi dan hipertensi


 Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme

primer (penyebab)

 Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal

dan ada DM.

 Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko

hipertensi

 Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

 EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya

hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan

menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P

adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

 Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah

pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada

area katup, pembesaran jantung.

b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil

pemeriksaan yang pertama ) :

 IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit

parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.

 CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

 IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,

perbaikan ginjal.

 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab,

CAT scan.
 (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi

klinis pasien

H. Komplikasi

Efek pada organ :

a. Otak

 Pemekaran pembuluh darah

 Perdarahan

 Kematian sel otak : stroke

b. Ginjal

 Malam banyak kencing

 Kerusakan sel ginjal

 Gagal ginjal

c. Jantung

 Membesar

 Sesak nafas (dyspnoe)

 Cepat lelah

 Gagal jantung

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan

mortalitas dan mengontrol tekanan darah dalam pengobatan hipertensi. Ada

dua cara yaitu pengobatan non-farmakologi (perubahan gaya hidup) dan

pengobatan farmakologi (Pudiastusti, 2011).


1. Nonfarmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan

tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam

menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang

menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,

maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang

harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu

tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan

atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat

dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines

adalah :

a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan

memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan

manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah seperti

menghindari diabetes dan dislipidemia.

b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam

dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan

daerah.

Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada

makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan


sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat

untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi

derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/

hari

c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –

60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan

tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk

berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk

berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam

aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.

d. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum

menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi

alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan

perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.

Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas

per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan

demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat

membantu dalam penurunan tekanan darah.

e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum

terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi

merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit

kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti

merokok.
2. Terapi Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada

pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan

darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien

dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi

farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan

meminimalisasi efek samping, yaitu :

a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal

b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi

biaya

c. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti

pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan factor komorbid

d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor

(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)

e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi

farmakologi

f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur

J. Cara Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata,

adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi,

obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:


o Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar

tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.

o Dilarang merokok atau menghentikan merokok.

o Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah

garam.

o Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.  

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui

menderita hipertensi berupa:

a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat

maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.

b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara

normal dan stabil mungkin.

c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus

dikontrol.

d. Batasi aktivitas.

Perawatan Hipertensi

 Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan yang ideal (cegah

kegemukan).

 Batasi pemakaian garam.

 Mulai kurangi pemakaian garam sejak dini apabila diketahui ada faktor

keturunan hipertensi dalam keluarga.

 Tidak merokok.
 Perhatikan keseimbangan gizi, perbanyak buah dan sayuran.

 Hindari minum kopi yang berlebihan.

 Mempertahankan gizi (diet yang sehat seimbang).

 Periksa tekanan darah secara teratur, terutama jika usia sudah mencapai

40 tahun.

Bagi yang sudah sakit

 Berobat secara teratur.

 Jangan menghentikan, mengubah, dan menambah dosis dan jenis obat

tanpa petunjuk dokter.

 Konsultasikan dengan petugas kesehatan jika menggunakan obat untuk

penyakit lain karena ada obat yang dapat meningkatkan memperburuk

hipertensi.

Mengetahui tentang hipertensi dan cara merawat bukanlah kunci

utama kesembuhan, kunci utamanya adalah :

 Keaktifan penderita dalam pengendalian tekanan darah.

 Penderita berusaha, petugas petugas kesehatan membantu.

 Hubungan baik dan kerjasama penderita dan petugas kesehatan

K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat
Gejala :

 Kelemahan

 Letih

 Napas pendek

 Gaya hidup monoton

Tanda :

 Frekuensi jantung meningkat

 Perubahan irama jantung

 Takipnea

b. Sirkulasi

Gejala :     Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner /   katup, penyakit serebrovaskuler

Tanda :

 Kenaikan TD

 Nadi : denyutan jelas

 Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia

 Bunyi jantung : murmur

 Distensi vena jugularis

 Ekstermitas

Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer), 

pengisian kapiler mungkin lambat

c. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,

marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )

Tanda :

 Letupan suasana hati

 Gelisah

 Penyempitan kontinue perhatian

 Tangisan yang meledak

 otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )

 Peningkatan pola bicara

d. Eliminasi

Gejala :  Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi,

obstruksi,  riwayat penyakit ginjal )

e. Makanan / Cairan

Gejala :

 Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi

garam, lemak dan kolesterol

 Mual

 Muntah

 Riwayat penggunaan diuretik

Tanda :

 BB normal atau obesitas


 Edema

 Kongesti vena

 Peningkatan JVP

 glikosuria

f. Neurosensori

Gejala :

 Keluhan pusing / pening, sakit kepala

 Episode kebas

 Kelemahan pada satu sisi tubuh

 Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )

 Episode epistaksis

Tanda :

 Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau

memori ( ingatan )

 Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman

 Perubahan retinal optik

g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala :

 nyeri hilang timbul pada tungkai

 sakit kepala oksipital berat

 nyeri abdomen

h. Pernapasan

Gejala :
 Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas

 Takipnea

 Ortopnea

 Dispnea nocturnal proksimal

 Batuk dengan atau tanpa sputum

 Riwayat merokok

Tanda :

 Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan

 Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )

 Sianosis

i. Keamanan

Gejala       : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda       : Episode parestesia unilateral transien

j. Pembelajaran / Penyuluhan

Gejala       :

 Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal

 Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain

 Penggunaan obat / alkohol  

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas

ventrikuler, iskemia miokard


b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral

d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya

hipertensi yang diderita klien

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang proses penyakit


3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diangosa Keperawatan Dan


Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Kolaborasi
Resiko tinggi terhadap NOC : NIC :

penurunan curah jantung  Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care

berhubungan dengan  Circulation Status 1) Evaluasi adanya nyeri dada

peningkatan afterload,  Vital Sign Status (intensitas,lokasi, durasi)

vasokonstriksi, Kriteria Hasil: 2) Catat adanya disritmia jantung

hipertrofi/rigiditas ventrikuler,  Tanda Vital dalam rentang normal 3) Catat adanya tanda dan gejala

iskemia miokard (Tekanan darah, Nadi, respirasi) penurunan cardiac putput

 Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada 4) Monitor status kardiovaskuler

kelelahan 5) Monitor status pernafasan yang

 Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak menandakan gagal jantung

ada asites 6) Monitor abdomen sebagai

 Tidak ada penurunan kesadaran indicator penurunan perfusi


7) Monitor balance cairan

8) Monitor adanya perubahan

tekanan darah

9) Monitor respon pasien terhadap

efek pengobatan antiaritmia

10) Atur periode latihan dan istirahat

untuk menghindari kelelahan

11) Monitor toleransi aktivitas pasien

12) Monitor adanya dyspneu, fatigue,

tekipneu dan ortopneu

13) Anjurkan untuk menurunkan

stress
Vital Sign Monitoring

1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2) Catat adanya fluktuasi tekanan

darah

3) Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk, atau berdiri

4) Auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan

5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum,

selama, dan setelah aktivitas

6) Monitor kualitas dari nadi

7) Monitor adanya pulsus

paradoksus

8) Monitor adanya pulsus alterans


9) Monitor jumlah dan irama

jantung

10) Monitor bunyi jantung

11) Monitor frekuensi dan irama

pernapasan

12) Monitor suara paru

13) Monitor pola pernapasan

abnormal

14) Monitor suhu, warna, dan

kelembaban kulit

15) Monitor sianosis perifer

16) Monitor adanya cushing triad

(tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik)


17) Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :

berhubungan dengan  Energy conservation Energy Management

kelemahan, ketidakseimbangan  Self Care : ADLs 1) Observasi adanya pembatasan

suplai dan kebutuhan oksigen. Kriteria Hasil : klien dalam melakukan aktivitas

  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa 2) Dorong anal untuk

disertai peningkatan tekanan darah, nadi mengungkapkan perasaan

dan RR terhadap keterbatasan

  Mampu melakukan aktivitas sehari hari 3) Kaji adanya factor yang

(ADLs) secara mandiri menyebabkan kelelahan

4) Monitor nutrisi  dan sumber

energi yang adekuat

5) Monitor pasien akan adanya


kelelahan fisik dan emosi secara

berlebihan

6) Monitor respon kardivaskuler

terhadap aktivitas

7) Monitor pola tidur dan lamanya

tidur/istirahat pasien

Activity Therapy

1) Kolaborasikan dengan Tenaga

Rehabilitasi Medik dalam

merencanakan progran terapi

yang tepat.

2) Bantu klien untuk

mengidentifikasi aktivitas yang

mampu dilakukan
3) Bantu untuk memilih aktivitas

konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi dan

social

4) Bantu untuk mengidentifikasi

dan mendapatkan sumber yang

diperlukan untuk aktivitas yang

diinginkan

5) Bantu untuk mendpatkan alat

bantuan aktivitas seperti kursi

roda, krek

6) Bantu untu mengidentifikasi

aktivitas yang disukai

7) Bantu klien untuk membuat


jadwal latihan diwaktu luang

8) Bantu pasien/keluarga untuk

mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktivitas

9) Sediakan penguatan positif bagi

yang aktif beraktivitas

10) Bantu pasien untuk

mengembangkan motivasi diri

dan penguatan

11) Monitor respon fisik, emoi,

social dan spiritual

Nyeri akut berhubungan dengan NOC : NIC :

peningkatan tekanan vaskuler  Pain Level, Pain Management

serebral  Pain control, 1) Lakukan pengkajian nyeri secara


 Comfort level komprehensif termasuk lokasi,

Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab kualitas dan faktor presipitasi

nyeri, mampu menggunakan tehnik 2) Observasi reaksi nonverbal dari

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan

mencari bantuan) 3) Gunakan teknik komunikasi

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang terapeutik untuk mengetahui

dengan menggunakan manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien

 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 4) Kaji kultur yang mempengaruhi

frekuensi dan tanda nyeri) respon nyeri

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 5) Evaluasi pengalaman nyeri masa

berkurang lampau

 Tanda vital dalam rentang normal 6) Evaluasi bersama pasien dan tim

kesehatan lain tentang


ketidakefektifan kontrol nyeri

masa lampau

7) Bantu pasien dan keluarga untuk

mencari dan menemukan

dukungan

8) Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan

kebisingan

9) Kurangi faktor presipitasi nyeri

10) Pilih dan lakukan penanganan

nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan inter personal)

11) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk


menentukan intervensi

12) Ajarkan tentang teknik non

farmakologi

13) Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri

14) Evaluasi keefektifan kontrol

nyeri

15) Tingkatkan istirahat

16) Kolaborasikan dengan dokter

jika ada keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil

17) Monitor penerimaan pasien

tentang manajemen nyeri


Analgesic Administration

1) Tentukan lokasi, karakteristik,

kualitas, dan derajat nyeri

sebelum pemberian obat

2) Cek instruksi dokter tentang jenis

obat, dosis, dan frekuensi

3) Cek riwayat alergi

4) Pilih analgesik yang diperlukan

atau kombinasi dari analgesik

ketika pemberian lebih dari satu

5) Tentukan pilihan analgesik

tergantung tipe dan beratnya

nyeri

6) Tentukan analgesik pilihan, rute


pemberian, dan dosis optimal

7) Pilih rute pemberian secara IV,

IM untuk pengobatan nyeri

secara teratur

8) Monitor vital sign sebelum dan

sesudah pemberian analgesik

pertama kali

9) Berikan analgesik tepat waktu

terutama saat nyeri hebat

10) Evaluasi efektivitas analgesik,

tanda dan gejala (efek samping)

Cemas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Anxiety Reduction

krisis situasional sekunder selama 3 x 24 jam,   cemas pasien berkurang 1) Gunakan pendekatan yang

adanya hipertensi yang diderita dengan kriteria hasil: menenangkan


klien  Anxiety Control 2) Nyatakan dengan jelas harapan

 Coping terhadap pelaku pasien

 Vital Sign Status 3) Jelaskan semua prosedur dan apa

 Menunjukan teknik untuk mengontrol yang dirasakan selama prosedur

cemas 4) Temani pasien untuk

 teknik nafas dalam memberikan keamanan dan

 Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi mengurangi takut

wajah tidak tegang 5) Berikan informasi faktual

 Mengungkapkan cemas berkurang mengenai diagnosis, tindakan

 TTV dbn prognosis

TD = 110-130/ 70-80 mmHg 6) Dorong keluarga untuk

RR = 14 – 24 x/ menit menemani anak

N   = 60 -100 x/ menit 7) Lakukan back / neck rub

S    = 365 – 375 0C 8) Dengarkan dengan penuh


perhatian

9) Identifikasi tingkat kecemasan

10) Bantu pasien mengenal situasi

yang menimbulkan kecemasan

11) Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi

12) Instruksikan pasien

menggunakan teknik relaksasi

13) Barikan obat untuk mengurangi

kecemasan

Kurang pengetahuan NOC : NIC :

berhubungan dengan kurangnya  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process

informasi tentang proses  Kowledge : health Behavior 1) Berikan penilaian tentang tingkat
penyakit Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang

 Pasien dan keluarga menyatakan proses penyakit yang spesifik

pemahaman tentang penyakit, kondisi, 2) Jelaskan patofisiologi dari

prognosis dan program pengobatan penyakit dan bagaimana hal ini

 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan berhubungan dengan anatomi dan

prosedur yang dijelaskan secara benar fisiologi, dengan cara yang tepat.

 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan 3) Gambarkan tanda dan gejala

kembali apa yang dijelaskan perawat/tim yang biasa muncul pada

kesehatan lainnya. penyakit, dengan cara yang tepat

4) Gambarkan proses Penyakit,

dengan cara yang tepat

5) Identifikasi kemungkinan

penyebab, dengna cara yang tepat

6) Sediakan informasi pada pasien


tentang kondisi, dengan cara

yang tepat

7) Hindari harapan yang kosong

8) Sediakan bagi keluarga atau SO

informasi tentang kemajuan

pasien dengan cara yang tepat

9) Diskusikan perubahan gaya

hidup yang mungkin diperlukan

untuk mencegah komplikasi di

masa yang akan datang dan atau

proses pengontrolan penyakit

10) Diskusikan pilihan terapi atau

penanganan

11) Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau

mendapatkan second opinion

dengan cara yang tepat atau

diindikasikan

12) Eksplorasi kemungkinan sumber

atau dukungan, dengan cara yang

tepat

13) Rujuk pasien pada grup atau

agensi di komunitas lokal,

dengan cara yang tepat

14) Instruksikan pasien mengenai

tanda dan gejala untuk

melaporkan pada pemberi

perawatan kesehatan, dengan


cara yang tepat
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Seseorang dapat menghindari penyakit hipertens apabila dapat

mengontrol pola makan, pola istirahat, pola aktivitas dengan baik dan juga

menghindari hal-hal yang dapat merusak kesehatan misalnya merokok,

begadang, maupun makan makanan yang dapat memacu penyakit

Hipertensi.

B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak

kekurangannya, maka dari itu kami mohon kritik dan sarannya yang

membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Adam, L. (2019). Determinan Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jambura Health


and Sport Journal, Vol. 1, No. 2.

Puspitasari, D. I., Hannan, M., & Chindy, L. D. (2017). Pengaruh Jalan Pagi
Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Lanjut Usia Dengan
Hipertensi. Jurnal Ners LENTERA, Vol. 5, No. 1.

Infodatin. 2014. Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian


Kesehatan RI Indonesia

Kemenkes RI. 2013. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Riskesdas. 2018. Prevelensi Hipertensi. Jakata: Riset Kesehatan Dasar

Anda mungkin juga menyukai