Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang umum
ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang
termasuk Indonesia. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2015).
Hipertensi disebut sebagai si pembunuh senyap atau The Silent Killer
karena seringkali tidak menimbulkan gejala. Biasanya penderita tidak
mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi dan baru diketahui setelah
terjadi komplikasi (Depkes, 2018). Hipertensi dapat berakibat sangat fatal
karena dapat mempengaruhi kinerja berbagai organ. Hipertensi juga menjadi
faktor resiko penting terhadap terjadinya penyakit seperti penyakit jantung
koroner, gagal jantung dan stroke. Apabila tidak ditanggulangi secara tepat,
akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh, kecacatan permanen, bahkan
kematian mendadak (WHO, 2013).
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke
dalam keadaan gawat darurat. Jika tidak terkontrol, hipertensi dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakit jantung koroner, gagal
ginjal, gagal jantung, penyakit vaskular perifer dan kerusakan pembuluh
darah retina yang mengakibatkan gangguan penglihatan. Penyandang
hipertensi harus mendukung pengobatan hipertensi pada dirinya dengan cara
patuh minum obat sesuai yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan dan
monitoring kesehatannya secara berkala. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kualitas hidup agar tidak menimbulkan masalah di masyarakat
perlu upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi dimulai dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang
lebih sehat (Kemenkes RI, 2018).
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus
meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas,
aktivitas yang menurun, dan stress psikososial (WHO, 2000). Hampir 1
milyar orang diseluruh dunia diketahui memiliki tekanan darah tinggi, serta
diperkirakan pada tahun 2020 sekitar 1,56 miliar orang dewasa akan hidup
dengan hipertensi. Hipertensi bahkan membunuh hampir 8 miliyar orang
setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan
Asia Timur-Selatan. Sekitar sepertiga dari orang dewasa di Asia Timur-
Selatan menderita hipertensi (WHO, 2015).
Berdasarkan Riskesdas 2018, angka kejadian hipertensi di Indonesia
adalah sebesar 8,4%, dimana kasus tertinggi didapatkan di sulawesi utara
(13,2%), sedangkan terendah di Papua sebesar (4,4%).
Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah 2017, penyakit
hipertensi masih menempati proporsi terbesar dari seluruh PTM yang
dilaporkan, yaitu sebesar 64,83 persen.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Semarang 2016, didapatkan
yang menderita hipertensi pada laki-laki sebanyak 9,58 %, sedangkan pada
perempuan sebanyak 11,48 %. Dari rekapan kunjungan pasien pada tahun
2018 yang mengalami hipertensi di posbindu Genuk sebanyak 32%, posbindu
Candirejo sebanyak 37%, posbindu Langensari I sebanyak 34%, posbindu
Langensari II sebanyak 31%, posbindu Gogik sebanyak 26%. Sedangkan
posbindu Ungaran sebanyak 0% dikarenakan belum terbentuknya posbindu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penjaringan dalam upaya mencegah dan mendeteksi dini hipertensi di
posbindu wilayah UPTD Puskesmas Ungaran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Hipertensi ?
2. Bagaimana etiologi Hipertensi ?
3. Apa saja manifestasi klinis Hipertensi ?
4. Apa saja klasifikasi Hipertensi ?
5. Bagaimamna patofisiologi Hipertensi ?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic Hipertensi ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Hipertensi ?
8. Apa saja komplikasi Hipertensi ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan Hipertensi ?

1.3 Tujuan
1. Agar Menegetahui definisi Hipertensi
2. Agar mengetahui etiologi Hipertensi
3. Agar mengetahui manifestasi klinis Hipertensi
4. Agar mengetahui klasifikasi Hipertensi
5. Agar mengetahui patofisiologi Hipertensi
6. Agar mengeathui pemeriksaan diagnostic Hipertensi
7. Agar mengetahui penatalaksanaan Hipertensi
8. Agar menegetahui komplikasi Hipertensi
9. Agar menegtahui asauhan keperawatan Hipertensi

1.4 Manfaat
1. Bagi penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengembangkan
keterampilan membaca yang efektif dan mampu berfikir logis, kritis dalam
membuat makalah Hipertensi.
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi
Hipertensi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

2.1 Definisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes,
2014). Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang persisten
ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90
mmHg (Chobanian,2003).

Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam-diam) yang secara


luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan
meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat
meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner,
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan pasien yang
menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar kemungkinannya
terkena stroke.1
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke
merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat
luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi sistolik
dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa penderita
dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik kurang dari 80
mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga
kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan dengan tekanan darah kurang
140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5
kali daripada normotensi.3,4
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan
risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi
asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat
dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.

2.2 Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang


beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak
penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab
hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial.

Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan


sebagai hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak
dapat diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang
kompleks antara genetik dan interaksi lingkungan (Cowley,2006).

Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder,


yang diakibatkan adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal,
gangguan adrenal,penyempitan aorta, obstructive sleep apneu, gangguan
neurogenik, endokrin, dan obat-obatan (Chobanian,2003).

1. Hipertensi primer (essensial)


Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi
essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini
telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan
patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor
genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi
primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik
genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium,
tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang
merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi
aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat
ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
sekunder.

Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.

Penyakit Obat Obat

1. penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH


2. hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
3. penyakit renovaskular kadar estrogen tinggi)
4. sindroma Cushing 3. NSAID, cox-2 inhibitor
5. pheochromocytoma 4. Fenilpropanolamine dan analog
6. koarktasi aorta 5. Cyclosporin dan tacrolimus
7. penyakit tiroid atau paratiroid 6. Eritropoetin
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)

2.3 Manifestasi Klinis

Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi hipertensi karateristik


lama, untuk bertambah bila terjadi dibatasi ventrikel kiri iktusikordis bergerak kiri
bawah, pada kultasi Pasien dengan hipertensi konsentri dapat ditemukan 5 bila
sudah terjadi jantung didapatkan tanda-tanda rusiensi mitra velature. (Arif
Mansjoer. 2001 : h 442)

Pada stadium ini hipertensi, tampak tanda-tanda rangsangan sipatis yang


diakibatkan peningkatan aktivitas system neohormonal disertai hipertomia pada
stadium, selanjutnya mekanisme kopensasi pada otot jantung berupa hiperpeuti.
(Arir Mansjoer. 2001 : h 442)

Gambaran klinis seperti sakit kepala adalah serta gejala gangguan fungsi
distolik dan peningkatan tekanan pengsien ventrikel walaupun fungsi distolik
masih normal, bila berkembang terus terjadi hipertensi eksentri dan akhirnya
menjadi dilarasi ventrikel kemudian gejal banyak datang. Stadium ini kadang kala
disertai dengan sirkulasi ada cadangan aliran darah ovoner dan makin membentuk
kelaianan fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif. (Mansjor, 2001 : h 442)

2.4 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh


Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation,
and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat
1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health Organization (WHO) dan
International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) (dilihat tabel 3)

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)


Tekanan Darah

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan


International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 Dan < 80

Normal < 130 Dan < 85

Normal tinggi / 130 – 139 Atau 85 – 89


pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109

Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110


 Klasifikasi hipertensi berdasarkan etiologinya adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi primer/esensial adalah hipertensi yang tidak atau belum di ketahui
penyebabnya, artinya penyebabnya merupakan interaksi yang kompleks antara
faktor genetic dan berbagai faktor lingkungan, di antaranya adalah:
 Hiperaktif susunan saraf adrenergik: Biasanya penderita umur muda
dengan gejala takikardi dan peningkatan cardiac output.
 Kelainan pertumbuhan pada system kardiovaskuler dan ginjal: HT terjadi
karena peningkatan resistensi perifer akibat elastisitas arteri berkurang dan
juga kurang berkembangnya mikrosirkulasi.
 Gangguan system RAA: Peningkatan sekresi rennin secara cepat
mengkonversu angiotensinogen menjadi Ang-I, Ang-I kemusian oleh ACE
dikonversi menjadi Ang-II, suatu peptide yang memiliki efek
vasokontriksi dan meningkatkan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
 Gangguan natriuresis: Pada orang normal, natriuersis terjadi sebagai
respon dari peningkatan tekanan darah. Pada pasien hipertensi,
homeostasis ini terganggu.
 Gangguan pertukaran ion positif: Gangguan pertukaran Na+ dan K+
menyebabkan Na+ dan Ca2+ intraseluler meningkat, akibatnya terjadi
vasokonstriksi.
 Lain-lain: Faktor lain yang menyebabkan peningkatan tekanan darah pada
individu predisposisi adalah obesitas, konsumsi diet tinggi natrium atau
diet rendah potassium, konsumsi alcohol berlebihan. merokok, polisitemia
atau peningkatan viskositas darah, penggunaan Nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAID) dan sindrom metabolik.
2) Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang mengalami komplikasi.
Penyebab spesifiknya diketahui seperti genetik, penyakit parenkim ginjal,
hipertensi vascular renal, penggunaan estrogen, hiperaldosteronisme primer,
dan sindrom cushing, feokromositomo, koarktasio aorta, hipertensi yang
berhubung dengan kehamilan, dan lain-lain.
 Resiko Hipertensi
1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko
terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %
diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya
dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang
hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.8
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi
meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun
paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya
wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur.
Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah
dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain
maka bisa memicu terjadinya hipertensi.
b) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita.
Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan,
sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6%
pria dan 13,7% wanita.
c) Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga
dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi
risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi
2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi,
kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.
d) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial)
apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama
lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam
waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.
2.
Faktor yang dapat diubah/dikontrol
a)
Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain
dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang
dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali
lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.4
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi.
b) Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.13
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi.
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara
dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.3,11
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara
asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium
akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan
volume darah.
c) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi
lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
d) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali
dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak
yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam
seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam,
secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri
dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh
(ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol,
asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal
yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit
mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan
54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut
omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara
minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya
adalah ALTJ.
e) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol
berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi
belum diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu
sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari
pada individu yang tidak minum atau minum sedikit.14
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena
survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah
berperan dalam menaikkan tekanan darah.
f) Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh,
makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar
pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi
denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin
menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.10
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.
cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu
dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT), Rumus untuk IMT adalah
berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m2). Adapun
kategori penilaian berat badan menurut IMT adalah :
a. IMT > 20 kg/m2 = berat badan kurang
b. IMT 20 – 24 kg/m2 = normal atau sehat
c. IMT 25 – 29 kg/m2 = gemuk atau kelebihan berat badan
d. IMT > 30 kg/m2 = sangat gemuk atau obesitas
g) Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif
juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar
tekanan yang dibebankan pada arteri.

h) Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu
dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa
mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun
akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum
dapat dipastikan.

i) Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi
belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan
karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi
hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya
pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan
meningkatkan tekanan darah perempuan.

2.5 Pathway
2.6 Phatofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh
dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung).
Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi
hormon.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan
darah antara lain sistem baro reseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh,
sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskuler.

Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam


aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri.
Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melelui mekanisme
perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi
dengan penurunan tonus otot simpatis. Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi
meningkatkan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan
tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti
mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan
untuk menaikkan re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat
secara tidak adekuat, sekalipun penurunan tekanan tidak ada.

Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh


mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan
mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila gunjal berfungsi secara adekuat,
peningkatan tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah.
kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam
mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.

Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan


darah. Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai
substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah
oleh converting enzym dalam paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian
menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokonstriktor
yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan makanisme kontrol terhadap
pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama
pada aldosteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis,
angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan
ekskresi garam (Natrium) dengan akibat peningkatan tekanan darah.

Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan


periver vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin
harus tinggi diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal mungkin
menghambat sekresi renin. Namun demikian, sebagian orang dengan hipertensi
esensial mempunyai kadar renin normal.

Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial


akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital.
Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-
arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard,
stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal.

Auteregulasi vaskular merupakan mekanisme lain lain yang terlibat dalam


hipertensi. Auteregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan
perfusi jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses
autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan pengurangan
aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari
peningkatan aliran. Auteregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting
dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.

Hipertensi maligna adalah tipe hipertensi berat yang berkembang secara


progresif. Seseorang dengan hipertensi maligna biasanya memiliki sebagai gejala-
gejala morning headaches, penglihatan kabur, dan sesak napas dan dispnea, dan/
atau gejala uremia. Tekanan darah diastolik >115 mmHg, dengan rentang tekanan
diastolik antara 130-170 mmHg. Hipertensi maligna meningkatkan risiko gagal
ginjal, gagal jantung kiri, dan stroke.

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem


sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan
resistensi vaskular (peripheral vascular resistance). Fungsi kerja masing-masing
penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang
kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor
tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan
peripheral (Kaplan,2006).
Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac
output secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan
(preload) atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi
tubuh dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan
cara meningkatkan resistensi perifer (Kaplan,2006)

Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi


karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga
meningkatkan cardiac output (Kapla,2006).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi inisial pada penderita hipertensi
meliputi pengurukan funsi ginjal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lemak
dapat diulang kembali setelah pemberian agen antihipertensi dan selanjutnya
sesuai dengan indikasi klinis. Pemeriksaan laboratorium ekstensif diperlukan pada
pasien dengan hipertensi yang resisten terhadap obat dan ketiga evaluasi klinis
mengarah pada bentuk kedua dari hipertensi (Kasper,2008).
Tabel 3. Pemeriksaan Penunjang sebagai evaluasi awal (Kenning,2014).

Sistem Pemeriksaan

Ginjal Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, serum BUN dan/


kreatinin

Endokrin Serum natrium, kalium, kalsium, dan TSH

Metabolik Glukosa puasa atau HbA1c, profil lipid (kolesterol total, HDL dan
LDL, trigliserida)

Lainnya Darah lengkap, rontgen dan elektrokardiogram

2.8 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis


Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan
obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam
terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini
dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu,
modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam
keberhasilan penanganan hipertensi.11
 Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:
1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek
jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung.
Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko
aterosklerosis.8
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental,
sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung
dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.
2) Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,
minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan
darah walaupun berat badan belum tentu turun.11
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan
perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat
menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat
menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga
saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi
 Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi sebelum
memutuskan berolahraga, antara lain:
a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau dengan obat
terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak melebihi 160
mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melebihi 100 mmHg.
b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat informasi
mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan beban
(treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta perubahan
aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik.
d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan sehingga
dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.
e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tidak
menambah peningkatan darah.
f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.
i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan darah
sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.
j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya dengan
beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik dilakukan
pula olahraga pengendalian emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional
yang ada.
k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis/takaran obat
yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian (pengurangan)

3) Perubahan pola makan


a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan
berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat
pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan
memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam.
Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan
garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah
diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan
sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan
mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis.13,21
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan
konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-
bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan
darah.22
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat
mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan
darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi
kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak
konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti
seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak
mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak
kalsium.11,21
4) Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah
melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu
perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari
dapat meringankan beban stres. Perubahan-perubahan itu ialah:
a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan setiap hari
sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa harus terburu-buru
untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.
b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Siapkan cadangan untuk keuangan
e. Berolahraga.
f. Makanlah yang benar.
g. Tidur yang cukup.
h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres.
i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
j. Binalah hubungan sosial yang baik.
k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan kritis atau
negatif terhadap diri sendiri.
l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.
m. Carilah humor.
n. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa

2. Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan
oleh JNC 7:
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB).2

Tabel 4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi


Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi

Mutlak Tidak
mutlak

Diuretika Gagal jantung gout kehamilan


(Thiazide) kongestif, usia lanjut,
isolated systolic
hypertension, ras
afrika
Diuretika (loop) Insufisiensi ginjal,
gagal jantung
kongestif
Gagal jantung
Diuretika (anti kongestif, pasca Gagal ginjal,
aldosteron) infark miokardium hiperkalemia
penyekat β Angina pectoris,
pasca infark
myocardium gagal Asma, Penyakit
jantung kongestif, penyakit paru pembuluh
kehamilan, takiaritmia obstruktif darah perifer,
menahun, A- intoleransi
V block glukosa, atlit
atau pasien
yang aktif
secara fisik

Calcium Usia lanjut, isolated Takiaritmia,


Antagonist systolic hypertension, gagal jantung
(dihydropiridine) angina pectoris, kongestif
penyakit pembuluh
darah perifer,
aterosklerosis karotis,
kehamilan
Angina pectoris,
aterosklerosis karotis,
takikardia
Calcium supraventrikuler A-V block,
Antagonist gagal jantung
(verapamil, kongestif
diltiazem)
Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,
kongestif, disfungsi hiperkalimea,
ventrikel kiri, pasca stenosis
infark myocardium, arteri renalis
non-diabetik bilateral
nefropati, nefropati
DM tipe 1, proteinuria
Nefropati DM tipe 2,
mikroalbumiuria
diabetic, proteinuria,
hipertrofi ventrikel
Angiotensi II kiri, batuk karena
reseptor ACEI Kehamilan,
antagonist (AT1- hiperkalemia,
blocker) stenosis
arteri renalis
bilateral
α-Blocker Hyperplasia prostat Hipotensi Gagal jantung
(BPH), ortostatis kongestif
hyperlipidemia

Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.2


Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat pada tebel 5
dibawah ini :

Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7

Klasifikasi TDS TDD Perbaika Tanpa Dengan


Tekanan (mmH (mmH n Pola indikasi indikasi
Darah g) g) Hidup yang yang
memaksa memaksa

Normal < 120 Dan Dianjurka


<80 n
Prehiperten 120- atau ya Tidak Obat-obatan
si 139 80-89 indikasi obat untuk
indikasi
yang
memaksa

Hipertensi 140- Atau ya Diuretic Obat-obatan


derajat 1 159 90-99 jenis untuk
Thiazide indikasi
untuk yang
sebagian memaksa
besar kasus, Obat
dapat antihiperten
dipertimban si lain
gkan ACEI, (diuretika,
ARB, BB, ACEI,
CCB, atau ARB, BB,
kombinasi CCB)
sesuai
kebutuhan

Hipertensi ≥160 Atau ya Kombinasi 2


derajat 2 ≥100 obat untuk
sebagian
besar kasus
umumnya
diuretika
jenis
Thiazide dan
ACEI atau
ARB atau
BB atau
CCB

Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7


 Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan keamanan dalam
pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa
faktor, yaitu :
a. Faktor sosio ekonomi
b. Profil factor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovasskular.

Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi


menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan
darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan. Tetapi
terdapat pula bukti-bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu
memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu. Untuk keperluan pengobatan, ada
pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan khusus (special
considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling indication) dan
keadaan khusus lainnya (special situations).

 Indikasi yang memaksa meliputi:


a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan strok berulang.

 Keadaan khusus lainnya meliputi :


a. Populasi minoritas
b. Obesitas dan sindrom metabolic
c. Hipertrofi ventrikel kanan
d. Penyakit arteri perifer
e. Hipertensi pada usia lanjut
f. Hipotensi postural
g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan
i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda
j. Hipertensi urgensi dan emergensi
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target
tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan
satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal
dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis
rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal
maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi
untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat meningkatkan biaya
pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum
bertambah.

2.9 Komplikasi
1. Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian
pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan
struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan
gagal jantung (Kasper,2008).
2. Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik
otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden dari
stroke meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah, khususnya
pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke
iskemik ataupun stroke hemorgik (Kasper,2008).
3. Ginjal
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada
renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80
mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria (Kasper,2008).
2.10 Penelitian
Pengaruh terapi akupresur totok punggung terhadap tekanan darah pada pasien
hipertensi.
Peneliti menduga meningkatnya jumlah penderita hipertensi diakibatkan karena
ketidakpatuhan pasien untuk terus mengkonsumsi obat. Terapi akupresure totok
punggung merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk
melancarkan aliran darah dan merilekskan pasien, sehingga penelitian ini perlu dilakukan
untuk menurunkan tekanan darah dan merilekskan pasien.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi experiment, rancangan
penelitian menggunakan one grup pre test teknik pengambilan sempel. Yang dipakai pada
penelitian ini adalah purposive sampling, sample di ambil dari pasien hipertensi berjenis
kelamin perempuan yang mengikuti PROLANIS di puskesmas bandarhajo semarang,
jumlah sempel yang digunakan sebanyak 16 responden. Instrument yang digunakan
untuk mengukur tekanan darah adalah spyghnomanometer digital. Sebelum dilakukan
terapi akupresur totok punggung pasien diperiksa tekanan darah terlenih dahulu dengan
posisi telungkup kemudian diberikan terapi akupresur totok punggung selama 60 menit
menggunakan jari peneliti dan minyak zaitun dengan posisi responden tiduran
telungkup,setelah terapi akupresur totok punggung selesai mengukur kembali tekanan
darah dengan menggunakan spyghnomanometer digital.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. Biodata
Kaji biodata mulai dari nama, alamat, usia, pendidikan, agama.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Tanyakan pada klien. Apakah klien pernah atau sedang menderita suatu penyakit
lainnya dan pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Dan tanyakan juga
tindakan apa saja yang telah dilakukan serta obat apa saja yang telah dikonsumsi.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien pada umumnya mengeluh sering batuk, demam, suara serak dan kadang
nyeri dada.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Kaji adakah keluarga klien yang sedang atau pernah mengalami penyakit yang
sama dengan penyakit klien. Dan tanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang
mempunyai penyakit berat lainnya.

5. Aktivitas sehari-hari di rumah


Kaji pola makan, minum, eliminasi BAB, eiminasi BAK, istirahat tidur dan
kebiasaan klien.
6. Riwayat Psikososial-Spiritual
a. Psikologis : apakah klien menerima penyakit yang dideritanya atau menarik
diri ?
b. Sosial : bagaimana interaksi klien terhadap lingkungan sekitar sebelum dan
selama sakit dan apakah klien dapat beradaptasi dengan lingkungan baru
(rumah sakit) ?
c. Spiritual : apakah dan bagaimana klien mengerjakan ibadahnya saat sakit
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
 Tingkat keamanan
 GCS
 Tanda-tanda vital
 Tekanan darah
 Suhu
 Nadi
 Repsirasi rate :

2. Pengkajian per system

a. Kepala dan leher


Kepala : Kaji bentuk danada tidaknya benjolan.
Mata : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga : Kaji
Mulut : Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.

b. Sistem Integumen
Rambut : Kaji warna dan kebersihannya.
Kulit : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
Kuku : Kaji bentuk dan kebersihannya.

c. Sistem Pernafasan
- Inspeksi : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk
dada barrel chest, kifosis.
- Palpasi : Iga lebih horizontal.
- Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan,
biasanya terdengar ronchi.
d. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
Palpasi : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.
Auskultasi : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.

e. Sistem Pencernaan
Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.

f. Sistem Reproduksi
Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.

g. Sistem Pergerakan Tubuh


Kaji kekuatan otot klien.

h. Sistem Persyaratan
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.

i. Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.

C. Diagnosa Keperawatan
a) Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurang asupan makanan
b) Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral d/d
melaporkan tentang nyeri berdenyut yang terletak pada regiu suboksipital. Terjadi
pada saat bangun dan hilang secara spontan setelah beberapa waktu
c) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum d/d laporan verbal tentang kelebihan
atau kelemahan
d) Cemas b.d kriss situasional sekunder.
e) Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang proses penyakit/

D. Intervensi
I. Diagnosa keperawatan I

Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurang asupan makanan

Intervensi :

a) Kaji adanya alergi makanan


b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
c) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin c
e) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
f) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
II. Diagnosa Keperawatan II
Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral Terjadi pada
saat bangun dan hilang secara spontan setelah beberapa waktu.

Intervensi :

a) Kaji lokasi , durasi, frekuensi, karakteristik, dan kualitas nyeri


b) Ajarkan pasien tekik nafas dalam dan relaksasi distraksi untuk mengontrol nyeri
c) Pantau tanda-tanda vital
d) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
e) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
f) Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan
g) Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
h) Tingkatkan istirahat
i) Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
j) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri yang belum berhasil
III. Diagnosa keperawatan III
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum

Intervensi :

a) Kaji respon pasien terhadap aktivitas


b) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
c) Instruksikan pasien terhadap teknik penghematan energy
d) Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
e) Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
f) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
g) Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
h) Monitor pola tidur dan lamanya tidur atau istirahat pasien
i) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik
psikologi dan social
j) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien

E. Implementasi
Implementasi adalah proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategis
keperawatan (tindakan keperawatan) yaitu telah direncanakan (Aziz Alimuml. 2001 : h 11)

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan penyakit. Pemulihan
kesehatan dan mempasilitas koping perencanaan tindakan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik. Jika klien mempunyai keinginan untuk berpatisipasi dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan selama tahap pelaksanaan perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien tindakan.

F. Evaluasi
Diagnosa 1 (Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurang asupan makanan)

1. S : 1. Pasien mengatakan sudah lebih semangat untuk makanan


2. Pasien mengatakan adanya peningkatan nafsu makan
3. O : 1. TD : 130/80 mmHg
Pasien tampak lebih sehat
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi
2. Diagnosa 2 (nyeri akut , sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral)
S : 1. P : pasien mengatakan nyeri karena pusing
Q : pasien mengatakan nyeri seperti berdenyut-denyut
R : pasien mengatakan nyeri di sekitar kepala menjalar ke leher
S : pasien mengatakan nyeri berkurang
T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul
2. Pasien mengatakan merasa lebih baik setelah melakukan terapi nafas dalam ketika
nyeri muncul
O : 1. Pasien terlihat relax
Td : 130/80 mmHg
N : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36,6 C
2. Pasien terlihat lebih baik
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi

3. Diagnosa keperawatan (Intoleran aktivitas b/d kelemahan umum)


S : 1. Pasien mengatakan tidak lelah saat beraktivitas
2. Pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas biasa seperti bak di kamar
mandi
3. Pasien mengatakan istirahat cukup
O :1. Pasien terlihat tidak pucat
2. Pasien terlihat sudah lebih baik, tekanan darah 130/80 mmHg
3. Pasien terlihat tidak lemas lagi
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervesi
TITIK MERIDIAN UNTUK HIPERTENSI

1. Titik akupunktur Fengfu


Titik akupunktur Fengfu terletak di bagian tengkuk di garis tengah kepala, telusuri
dari garis tengah dari kepala sampai ke bawah, akan tersentuh bagian yang cekung ke
dalam itulah tempatnya. Titik akupunktur Fengfu memiliki peran melancarkan Qi
(dibaca: Ji, energi vital) dan melancarkan peredaran darah, sering memijatnya dapat
berperan mengatur tekanan darah.
2. Titik akupunktur Fengchi
Titik akupunktur Fengchi berada pada titik tengah antara titik akupunktur Fengfu
dan daun telinga, terdapat sepasang titik akupunktur Fengchi, di kiri dan kanan. Titik
akupunktur Fengchi dapat melancarkan darah dan Qi, sering memijatnya bisa berperan
mengatur tekanan darah dan mencegah stroke.
3. Titik akupunktur Taichong
Titik akupunktur Taichong terletak di tengah tengah antara jempol kaki dan jari
kedua kaki, karena ia berada di antara dua tulang, pijatlah dengan sisi jari, menggosok
sampai terasa linu / nyeri berarti benar. Pengobatan Tradisional Tiongkok (PTT) percaya
bahwa tekanan darah tinggi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara Yin dan Yang
dari organ liver dan ginjal, memijat titik akupunktur Taichong bisa melancarkan Qi,
menyehatkan dan menyeimbangkan liver serta mengurangi risiko terserang penyakit
jantung dan stroke.
4. Titik akupunktur Yongquan
Titik akupunktur Yongquan berada di bawah telapak kaki diantara tengah lekukan
antara jari ke – 2 dan ke -3, pada posisi 1/3 dari garis penghubung antaraujung guratan
dan tumit, peran titik akupunktur ini sangat banyak, memijat titik ini dapat menurunkan
tekanan darah dan memperbaiki kesehatan ginjal. Juga meredakan gejala tekanan darah.
5. Jiàng yā gōu (parit penurun tekanan)
Jiang Ya Gou berada di alur dalam parit di balik cuping telinga, ketika senggang
Anda dapat menggosok/memijatnya, sangat berguna dalam pencegahan tekanan
darah.(Hui).
Gambar untuk titik akupuntur hipertensi
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden


Hasil penelitian ini menunjukkan rata – rata usia responden adalah 52,94
tahun,. Hasil ini didukung pada penelitian lain yang mengatakan mayoritas
penderita hipertensi berusia 46-60 tahun (Afrila, Dewi, & Erwin, 2015). Penyakit
hipertensi sering ditemukan pada usia lanjut karena adanya faktor degeneratif
yang menyebabkan terjadi perubahan fisiologis seperti resistensi perifer
meningkat, berkurangnya elastisitas arteri, dan penurunan aktivitas simpatis
(Potter & Perry, 2010). http://prosiding.unimus.ac.id 181 Berdasarkan hasil
penelitian ini rata-rata lama responden menderita hipertensi adalah 2,56 tahun.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu semakin lama seseorang
menderita hipertensi dan semakin tinggi derajat hipertensi maka komplikasi
pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal yang timbul juga semakin berat
(Wahyuningsih, Amalia, & Bustamam, 2018). Semakin lama orang menderita
hipertensi akan menimbulkan masalah atau penyakit baru seperti stroke karena
adanya embolus yang terlepas dari pembuluh darah di otak yang terpajan tekanan
tinggi, gagal ginjal karena kerusakan progresif pada kapiler ginjal dan infark
miokard karena arteri coroner mengalami arterosklerosis (Triyanto, 2014).
Tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa Sekolah Dasar merupakan
tingkat pendidikan paling banyak yaitu sebanyak 7 responden (43,8%). Secara
tidak langsung tingkat pendidikan mempengaruhi tekanan darah. Penyakit
hipertensi lebih tinggi pada tingkat pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan
peningkatan pendidikan (Riskesdas, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang menemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dan kejadian hipertensi dengan nilai p-value 0,042 (Anggara dan
Prayitno, 2013). Dibuktikan dengan kurangnya kesadaran masyarakat untuk
memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan dan kurangnya pengetahuan
seseorang yang berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit dalam
menerima informasi. Karakteristik pekerjaan responden menunjukkan bahwa
responden yang menderita hipertensi paling banyak adalah sebagai ibu rumah
tangga sebanyak 9 responden (56,3%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yaitu tekanan darah tinggi yang dialami ibu rumah tangga
berhubungan dengan aktivitas yang mengurus banyak masalah rumah tangga yang
meningkatkan emosi (Azaria & Pujiastuti, 2018). Emosi stress dapat menstimulasi
saraf simpatis untuk meningkatkan frekuensi darah, curah jantung, dan tahanan
vaskuler perifer. Efek stimulasi simpatik tersebut dapat meningkatkan tekanan
darah (Potter & Perry, 2010). Stres merupakan salah satu penyebab munculnya
penyakit hipertensi, mekanismenya dengan cara mengaktivasi sistem saraf
simpatis kemudian menyebabkan tekanan darah naik secara tidak menentu
(Andria, 2013). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat stres pada
penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Bandarharjo sebagian besar tergolong
stress ada 11 orang (69,7%) dengan terbagi menjadi tingkatan ringan, sedang dan
berat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa
subjek penelitian yang menderita hipertensi didapatkan 70,2% yang mengalami
stres dan 29,8% yang tidak mengalami stress (Islami, Fanani, & Herawati, 2015).
4.2 Pengaruh Terapi Akupresur Totok Punggung Terhadap Tekanan Darah
Nilai rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan terapi akupresur totok
punggung sebesar 155,00 mmHg dan 125,75 mmHg. Rata-rata tekanan darah
diastolik sebelum dan sesudah intervensi terapi akurpesur totok punggung sebesar
101,25 mmHg dan 81,00 mmHg. Perbedaan perubahan tekanan darah sistolik dan
diastolik sebelum dan sesudah intervensi terapi akurpesur totok punggung sebesar
29,25 mmHg dan 20,25 mmHg. Nilai MAP pada penelitian ini juga mengalami
perubahan, rata-rata MAP sebelum diberikan intervensi sebesar 119,1667 mmHg
kemudian setelah mendapat intervensi menjadi 95,9167 mmHg. Terjadi
penurunan ratarata nilai MAP sebelum diberikan intervensi dan sesudah diberikan
intervensi sebesar 23,25 mmHg. Penelitian ini didapatkan hasil (p-value < 0,005)
sehingga ada pengaruh terapi akupresur totok punggung terhadap tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolik dan MAP pada pasien hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Bandarharjo Semarang. http://prosiding.unimus.ac.id 182 Penelitian
ini memperkuat penelitian sebelumnya dalam memberikan terapi non farmakologi
terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi yaitu dengan pemberian slow
stroke back massage dan akupresur terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi, dengan didapatkan hasil perubahan rata – rata MAP sebelum
dan sesudah intervensi sebesar 5,57%. Hasil penelitian ini mengalami perubahan
rata – rata MAP sebelum dan sesudah sebesar 19,51% sehingga hasil penelitian
ini lebih efektif dari penelitian sebelumnya dengan pemberian terapi slow stroke
back massage. Terapi akupresur totok punggung adalah terapi non farmakologi
dengan cara melakukan penekanan dan getaran pada 2 titik meridian accupoint
yang berada disekitar tulang punggung yaitu meridian du yang mempunyai 12
titik accupoint disepanjang tulang belakang dan meridian kandung kemih yang
mempunyai 25 titik accupoint disepanjang tulang belakang 2 jari ke kanan dari
meridian du. Dalam susunan saraf spinal terdapat saraf simpatis yang
berhubungan atau yang mempersarafi jantung yaitu saraf thorakal I sampai
thorakal VI. Terdapat titik akupresur yang bersinggungan langsung dengan saraf
tersebut adalah titik Taodao (GV 13), Shenshu (GV 12), Lingtai (GV 10), Dazhu
(BL11), Fengmen (BL 12) dan Feishu (BL13). Peneliti meyakini bahwa
perbedaan tekanan darah pada responden penelitian sebelum dan sesudah
diberikan terapi akupresur totok punggung merupakan efek relaksasi dari
pemberian terapi akupresur totok punggung. Hasil penelitian ini didukung dengan
penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa terapi akupresur dapat
merangsang sel mast untuk mengeluarkan histamine sebagai mediator vasodilatasi
pembuluh darah, sehingga meningkatkan sirkulasi darah kemudian tubuh menjadi
rileks dan akhirnya tekanan darah dapat menurun (Adam, 2011). Akupresur
memberikan rangsangan dengan menggunakan jari pada titik-titik meridian tubuh
yang bertujuan untuk mempengaruhi organ tubuh tertentu dengan merangsang
aliran energi tubuh (Majid dan Rini, 2016). Manfaat akupresur yaitu untuk
membantu pengelolaan stress dan meningkatkan relaksasi. Penekanan dilakukan
secara perlahan-lahan sampai ditemukan titik meridian yaitu kondisi dimana
tubuh merasakan tidak nyaman, nyeri, pegal, panas dan gatal (Hartono, 2012).
Memberikan penekanan pada titik accupoint meridian kandung kemih dan
meridian du di punggung akan menstimulasi sel saraf sensorik disekitar titik
akupresur kemudian diteruskan ke medula spinalis, mesensefalon dan komplek
pituitari hipothalamus yang ketiganya dirangsang untuk melepaskan hormon
endorphin yang dapat memberikan rasa rileks (Majid & Rini, 2016). Dengan
adanya hormon endorphin tubuh akan merasa rileks. Rasa rileks yang ditunjukkan
dari responden penelitian terbukti dengan adanya 5 responden yang tertidur saat
dilakukan terapi akupresur totok punggung dan 11 responden mengatakan terasa
nyaman. Rasa rileks yang dirasakan responden akan memberikan efek pada
tekanan darah yaitu dengan menurunnya tekanan darah responden. Peningkatan
tekanan darah disebabkan karena adanya penyempitan pembuluh darah. Hormon
endorphin berfungsi untuk mengembalikan kondisi pembuluh darah yang awalnya
kecil karena kontraksi menjadi melebar atau normal seperti semula sehingga
aliran darah dapat mengalir dengan lancar (Berman, et al, 2009). Setelah
pembuluh darah kembali pada ukuran normal dan aliran darah lancar, jantung
dapat bekerja dengan baik karena suplai darah yang mengandung O2 dapat masuk
ke dalam jantung tercukupi. Proses metabolism jantung adalah aerobic yang
membutuhkan oksigen dan berhubungan erat dengan aktivitas metabolisme. Pada
kondisi basal, konsumsi oksigen jantung 7-10 ml/100 gram miokardium/menit.
Jika jantung mendapat oksigen selama beberapa menit makan aktivitas mekanik
akan berhenti. Jika aktivitas meningkat misalnya saat kerja berat makan
kebutuhan oksigen akan meningkat pula dan http://prosiding.unimus.ac.id 183
peningkatan kebutuhan oksigen ini hanya didapat dengan meningkatkan aliran
darah koroner. Konsumsi oksigen jantung terutama ditentukan oleh tegangan
intramiokard yaitu tekanan sistolik dan volume yang jika berlebihan akan
meningkatkan tegangan intramiokard (Syaifuddin, 2010). Berdasarkan penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa terapi akupresur totok punggung dapat merangsang
hipotalamus untuk mengeluarkan hormon endorphin yang menimbulkan adanya
rasa rileks sehingga dapat melancarkan aliran darah dan menurunkan tekanan
darah.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang umum ditemukan
pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia.
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2015).
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat
sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, aktivitas yang menurun,
dan stress psikososial (WHO, 2000). Hampir 1 milyar orang diseluruh dunia diketahui
memiliki tekanan darah tinggi, serta diperkirakan pada tahun 2020 sekitar 1,56 miliar
orang dewasa akan hidup dengan hipertensi. Hipertensi bahkan membunuh hampir 8
miliyar orang setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan
Asia Timur-Selatan. Sekitar sepertiga dari orang dewasa di Asia Timur-Selatan menderita
hipertensi (WHO, 2015).

4.2 Saran
1) Bagi institusi pendidikan
Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih
mengenai konsep dasar medis dan konsep keperawatan tentang hipertensi.
2) Bagi mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun
ketidaklengkapan materi mengenai konsep dasar medis dan konsep dasar
keperawatan tentang hipertensi kami mohon maaf, kamipun sadar bahwa makalah
yang kami buat ini tidak sempurna. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan
saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo, T. & Hendra . U. (2001) Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit Fkui

Herdman, T.Heather Nanda Internasional Inc.Nursing Diagnosis: Definisi Dan Klasifikasi


2015-2017/ Editor , T.Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru, Budianna Keliat Jakarta Egc 2015

Nursing Intervention Classification ( Nic ) 6th Indonesia Edition, By Gloria Bulecheck, Howard
Butcher, Joanne Dochterman And Cheryl Wagner Copyright 2016 Elsevier Singapure Pte Ltd

Anda mungkin juga menyukai