BAB I
Pendahuluan
Peningkatan tekanan arteri merupakan masalah kesehatan public yang sangat diperhitungkan
di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena gejalanya yang umum, mudah
dideteksi, dan biasanya mudah diatasi, serta sering mengarah pada komplikasi yang
mematikan bila dibiarkan tidak diterapi. Angka prevalensi yang tinggi serta akibat jangka
panjang yang ditimbulkannya merupakan sebab mengapa masalah ini perlu diperhatikan
terutama oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi primer, yang
tidak diketahui sebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit lain. Hipertensi primer meliputi lebih kurang 95% dari seluruh
pasien hipertensi dan 5% yang lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Pada hipertensi
sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui, 90% kasus hipertensi sekunder
disebabkan oleh penyakit ginjal. Karena itu, upaya penanganan hipertensi primer lebih
mendapatkan prioritas lebih banyak.
Batasan hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan aliran tekanan darah diastolic
diatas 90 mmHg pada individu tanpa menggunakan obat hipertensi.
Pada Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII Report) 2003 tekanan darah pada dewasa (18
tahun atau lebih) dibagi menjadi beberapa klasifikasi, ditunjukkan pada tabel 1. Pembagian ini
berdasarkan pada data rata-rata pada dua pengukuran dengan dudukatau lebih pada dua
kali kunjungan yang berbeda.Pasien dengan prehipertensi memiliki kemungkinan lebih besar
untuk berubah menjadi hipertensi;mereka yang mempunyai tekanan darah diantara 130-
139/80-89 mmHg mempunyai risiko dua kali lipat untukberkembang menjadi hipertensi jika
dibandingkan dengan tekanan darahnya lebih rendah.
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Tekanan Darah menurut Joint National Committee VII 2003
Kategori Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre hipertensi 120 - 139 atau 80 89
Hipertensi
Stage 1 140 159 atau 90 99
Stage 2 160 atau 100
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab spesifik,
melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara factor genetic, lingkungan serta factor
lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai perkalian antara curah jantung dan tahanan
perifer. Meningkatnya curah jantung dan atau tahanan perifer akan meningkatkan tekanan
darah. Retensi sodium turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya aktivitas saraf simpatis,
meningkatnya aktivitas rennin angiotensin aldosteron, perubahan membrane sel,
hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan beberapa factor yang terlibat dalam
mekanisme hipertensi. Dengan perubahan gaya hidup dan pemakaian obat-obat anti
hipertensi, control atas hipertensi dapat dilakukan dengan manipulasi factor-faktor diatas.
Pertimbangan Genetik
Faktor genetic sejak lama telah diperkirakan mempunyai peranan penting pada terjadinya
hipertensi. Defek monogenik (contohnya: glukokortikoid-remediable aldosteronism dan
Liddles syndrome) serta susceptibilitas gen (contohnya: angiotensinogen dan gen adducing)
dilaporkan dapat meningkatkan yekanan intra arteri.
Pertimbangan Usia
Risiko tekanan darah 140/90 mmHg pada golongan umur 35-44 tahun 2,4 kali, dan pada
golongan umur 45-64 tahun risiko menjadi 5,5 kali dibandingkan dengan golongan umur 25-
34 tahun.
Lingkungan
Faktor lingkungan yang menjadi salah satu perhatian utama adalah asupan garam. Meskipun
dipengaruhi oleh banyak faktor, 60% hipertensi responsif terhadap asupan garam.
Penyebabnya bervariasi antara lain aldosteronisme primer, stenosis renal artery bilateral, renal
parenchymal disease, dan hipertensi rendah-renin essensial pada separuh jumlah pasien.
Sisanya masih belum diketahui secara pasti, tetapi yang telah diungkapkan berpengaruh
adalah intake klorida, intake kalsium, defek membran sel menyeluruh, dan resistensi terhadap
insulin.
RAA system
Salah satu mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati.
Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
Tabel 2. Faktor resiko untuk prognosis yang lebih (buruk) dalam hipertensi
Kulit hitam
Muda
Laki-laki
Tekanan darah diastolik 115 mmHg yang menetap
Perokok
Diabetes mellitus
Hypercholesterolemia
Obesitas
Konsumsi alkohol berlebihan
Bukti kerusakan end organ
1. Jantung
a. Pembesaran jantung
b. Tanda EKG : iskemia atau regangan ventrikel kiri
c. Infark Myocard
d. Congestive heart failure
2. Mata
a. Retinal exudates dan perdarahan
b. Papilledema
3. Ginjal : impaired renal function
4. SSP : cerebrovascular accident
Prosedur Diagnosis
Anamnesis
Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama baian belakang, sewaktu bangun
tidur pagi atau kapan saja terutama setelah mengalami ketegangan
Keluhan sistem kardiovaskuler (berdebar, dada terasa berat, atau sesak terutama
sewaktu melakukan aktivitas isometrik)
Keluhan sistem serebrovaskuler (susah konsentrasi, sukar tidur, migrain, mudah
tersinggung, dll.)
Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan
Lamanya menderita hipertensi, obat anti hipertensi yang digunakan, bagaimana
hasilnya dan apakah ada efek samping yang ditimbulkannya
Pemakaian obat-obat lain yang diperkirakan dapat mempermudah terjadinya atau
mempengaruhi pengobatan hipertensi (kortikosteroid, analgetik anti inflamasi, obat
flu yang mengandung pseudo efedrin atau kafein, dll), pemakaian obat kontrasepsi,
analeptik, dll.
Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan kedua ovarium atau
menopause.
Faktor resiko penyakit kardiovaskuler atau kebiasaan buruk ( merokok, DM, Obesitas,
stress psikososial, makanan asin dan berlemak)
Riwayat keluarga untuk hipertensi, DM, dislipidemia, PJK, stroke atau penyakit ginjal
Pemeriksaan fisik
Pengukuran tekanan darah pada 2-3 kali kunjungan berhubung variabilitas tekanan
darah, kecuali bila tekanan 160-170/105-110 mmHg. Posisi terlentang, duduk atau
berdiri di lengan kanan dan kiri.
Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body mass Index) yaitu berat dalam
kg dibagi tinggi dalam m2
Pemeriksaan sistim kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya gagal
jantung, irama gallop, penyakit arteri karotis, renal dan perifer lain serta koarktasio
aorta, perabaan denyut nadi di arteri karotis dan femoralis
Denyut nadi di extremitas, adanya paresis atau paralisis
Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal
Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme,
Pemeriksaan fundus optikus dan sistim syaraf untuk mengetahui kemungkinan adanya
kerusakan serebro-vaskuler.
Karena adanya variasi yang besar TD, diagnosis hipertensi harus berdasarkan
beberapa kali pengukuran yang diambil pada beberapa kesempatan (waktu) yang
terpisah.
TD biasanya diukur secara tak langsung dengan sphygmo-manometer air raksa atau
alat noninvasif lainnya pada posisi duduk atau telentang.
sebelum pengukuran penderita istirahat 5 menit diruangan yang tenang
ukuran manset lebar 12-13 cm serta panjang 35 cm, ukuran lebih kecil pada anak-anak
dan lebih besar pada penderita gemuk (ukuran sekitar 2/3 lengan)
diperiksa pada fosa kubiti dengan cuff setinggi jantung (ruang antar iga IV)
TD dapat diukur pada keadaan duduk atau telentang, pada JNC VII dianjurkan pada
posisi duduk
TD dinaikkan sampai 30 mmHg (4.0 kPa) diatas tekanan sistolik (palpasi), kemudian
diturunkan 2 mmHg/detik (0,3 kPa/detik) dan dimonitor dgn stetoskop diatas a.
brakhialis.
tekanan sistolik ialah tekanan pada saat terdengar suara Korotkoff I sedangkan tekanan
diastolik pada saat Korotkoff V menghilang. Bila suara tetap terdengar, dipakai
patokan Korotkoff IV (muffling sound).
pada pengukuran pertama dianjurkan pada kedua lengan terutama bila terdapat
penyakit pembuluh darah perifer.
kadang perlu pengukuran pada posisi duduk/telentang dan berdiri untuk mengetahui
ada tidaknya hipotensi postural terutama pada orang tua, diabetes mellitus dan
keadaan lain yang menimbulkan hal tersebut (pemberian penyekat alfa).
BAB III
Kerangka Konsep dan Hipotesa Penelitian
Genetik
Perilaku HIPERTENSI Obesitas
Jenis Kelamin
Olah Raga
: Yang diteliti
III.2. Hipotesis
Hubungan antara jenis kelamin dengan risiko terjadinya hipertensi pada usia 35 65
tahun.
Ho : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan risiko terjadinya
hipertensi pada usia 35 65 tahun.
H1 : Ada hubungan antara jenis kelamin dengan risiko terjadinya hipertensi pada
usia 35 65 tahun.
Hubungan antara keturunan dengan risiko terjadinya hipertensi pada usia 35 65 tahun.
Ho : Tidak ada hubungan antara keturunan dengan risiko terjadinya hipertensi
pada usia 35 65 tahun.
H1 : Ada hubungan antara keturunan dengan risiko terjadinya hipertensi pada
usia 35 65 tahun.
Hubungan antara rokok dengan risiko terjadinya hipertensi pada usia 35 65 tahun.
Ho : Tidak ada hubungan antara rokok dengan risiko terjadinya hipertensi pada
usia 35 65 tahun.
H1 : Ada hubungan antara rokok dengan risiko terjadinya hipertensi pada usia 35
65 tahun.
Hubungan antara kopi dengan risiko terjadinya hipertensi pada usia 35 65 tahun.
Ho : Tidak ada hubungan antara kopi dengan risiko terjadinya hipertensi pada
usia 35 65 tahun.
H1 : Ada hubungan antara kopi dengan risiko terjadinya hipertensi pada usia 35
65 tahun.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
ln (1-e)
Keterangan :
n : besar sampel
P1 : proporsi kasus
P2 : proporsi control
OR = P1 x (1 - P2)
P2 x (1 - P1)
q : 100% - P
Z : nilai standar normal yang besarnya bila = 0,1 maka Z = 1,96
IV.4.3. Alat-alat
Tensimeter
Stetoskop
Rumusan Pertanyaan Wawancara
IV.5. Variabel yang Diteliti dan Definisi Operasional
IV.5.1. Variabel yang Diteliti
Variabel bebas :
Jenis kelamin
Keturunan
Rokok
Kopi
Variabel terikat : tekanan darah
IV.5.2. Definisi Operasional
Jenis kelamin : perempuan dan laki-laki
Keturunan : E+, jika terdapat keluarga yang memiliki riwayat penyakit
hipertensi . E-, jika tidak terdapat keluarga yang memiliki
riwayat penyakit hipertensi.
Rokok : E+, jika mengkonsumsi rokok minimal 10 batang per hari
selama 1 tahun. E-, jika tidak mengkonsumsi rokok atau
mengkonsumsi rokok kurang dari 10 batang per hari.
Kopi : E+, jika mengkonsumsi kopi minimal 1 gelas per hari selama 1
tahun. E-, jika tidak mengkonsumsi kopi atau mengkonsumsi
kopi kurang dari 3 gelas per minggu.
Hipertensi : D+, jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan
darah diastolik 90 mmHg. D-, jika tekanan darah sistolik <
140 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Kriteria
ini didasarkan pada klasifikasi tekanan darah pada seorang
berumur 18 tahun dan lebih menurut definisi hipertensi JNC
VII sebagai berikut :
Kategori Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre hipertensi 120 - 139 atau 80 89
Hipertensi
Stage 1 140 159 atau 90 99
Stage 2 160 atau 100