Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Oleh:
Ika Rizkiany, S.Kep
NS0620041

CI INSTITUSI

(Ns. Siti Nurbaya, S.Kep.,M.Kes)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit/Kasus
1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah merupakan kekuatan atau tenaga yang digunakan
oleh darah untuk melawan dinding pembuluh arteri dan biasa diukur dalam
satuan milimeter air raksa (mmHg). Nilai tekanan darah dinyatakan dalam
dua angka yaitu angka tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah
sistolik merupakan nilai tekanan darah saat fase relaksasi jantung (Tagle,
2018).
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan salah satu
penyakit yang paling sering muncul di negara berkembang seperti
indonesia. Seseorang dikatakan hipertensi dan beresiko mengalami
masalah kesehatan apabila setelah dilakukan beberapa kali pengukuran,
nilai tekanan darah tetap tinggi, nilai tekanan darah sistolik 140 MmHg ke
atas atau diastolik 90 MmHg ke atas (Tagle, 2018).
Penyakit hipertensi adalah penyakit kronis yang sering terjadi tanpa
gejala dan membutuhkan kontrol yang optimal serta kepatuhan secara
terus-menerus dalam menjalankan terapinya agar dapat mengurangi resiko
kardiovaskular, serebrovaskular dan ginjal. Hipertensi adalah suatu kondisi
dimana tekanan darah mengalami peningkatan yang terus menerus
menyebabkan suatu organ di dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan yang lebih parah, seperti stroke (terjadi di otak dan
menyebabkan kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (kerusakan
pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada otot
jantung) (Moncloa, 2018).
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi/ tingkatan Hipertensi yang digunakan dimasing masing
negara, namun yang paling umum adalah menggunakan klasifikasi tekanan
darah oleh JNC 7 (The Seventh Report of The Joint National Committee on
Preventation, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure) pada klasifikasi JNC7 tekanan darah dibagi kedalam 4 tipe, 4
tipe tersebut ditetapkan tekanan darah sistolik ataupun diastolik (Tagle,
2018).
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC7
Klasifikasi TDS TDD
Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-93
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajad 2 ≥160 ≥100

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut ESH/ESC guideline


Kategori Sistolik Diastolik
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi grade 1 140-159 90-99
Hipertensi grade 2 160-179 100-109
Hipertensi grade 3 >180 >110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 <90

3. Etiologi Hipertensi
Etiologi dari hipertensi bisa dilihat dari banyak faktor, dengan
penyebab yang tidak dapat diidentifikasi, tetapi beberapa yang umumnya
terlibat berkaitan dengan homeostatik. Tekanan darah akan tetap tinggi dan
terus naik dari waktu ke waktu karna peningkatan progresif dalam
resistansi arteri perifer. Kenaikan terus menerus dalam resistensi arteri
nadalah karna retensi ginjal yang tidak sesuai terhadap garam dan air atau
ketidaknormalan pada dinding pembuluh darah. Kondisi tingkat keparahan
berhubungan langsung dengan adanya jumlah dan besarnya faktor resiko,
lamanya keberadaan faktor resiko, dan adanya status penyakit yang
menyertai. Tingkat keparahan komplikasi hipertensi meningkat saat
tekanan darah baik sistol maupun diastol meningkat (Moncloa, 2018)
a. Hipertensi Primer
Hipertensi primer (esensial) disebut juga hipertensi ideopatik
akrna tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya
yaitu: genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpati sistem renin.
Angiotensin dan peningkatan Na+Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol dan polistemia
b. Hipertensi Sekunder
Pada klien yang terkena hipertensi dari sebab yang dapat di
diidentfikasi dengan keadaan penyakit atau ,salah yang spesifik di
diagnosa dengan hipertensi sekunder dan dalam banyak kasus
penyebab utamanya dapat di perbaiki. Oleh karna itu penting untuk
mengisolasi akar permasalah sehingga regimen pengobatan yang tepat
dapat diresepkan. Tingkat keparahan tergantung dari penyebab
pokonya, faktor-faktor personal, lingkungan serta durasi status
penyakit yang menyertai.
4. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya hiperensi tidak memberikan gejala spesifik,
umumnya gejala yang dikeluhkan berkaitan dengan:
a. Peningkatan TD : Sakit kepala (pada hipertensi berat) paling sering di
daerah occipitas dan dikeluhkan pada saat bangun pagi, selanjutnya
berkurang secara spontan setelah beberapa jam, dizziness, palpitasi,
mudah lelah.
b. Gangguan Vaskuler : epiktaksis, hemturia, penglihatan kabur karna
perubahan pada retina, episode kelemahan atau dizziness, oleh karena
transient cerebral ischemia, angina pectoris, sesak karna gagal jantung
c. Penyakit yang mendasari: pada hiperaldosteronisme primer didapatkan
poliuria, polidipsi, kelemahan otot karena hipokalemia, pada sindroma
Chusing didapatkan peningkatan berat badan dan emosi labil, pada
Pheochromocytoma bisa didapatkan sakit kepala episodik,
palpitasi,diaphoresis dan postural dizzines (Tagle, 2018).
5. Patofisiologi

6. Pemeriksaan Penunjang
Pada awal proses diagnosis, dokter akan menanyakan gejala yang
dialami, riwayat penyakit yang sama dalam keluarga, riwayat medis
penderita, serta obat-obat yang sedang dikonsumsi oleh penderita. Dokter
juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai kondisi jantung,
paru-paru, serta melihat tanda adanya pembengkakan pada tungkai dan
pergelangan kaki. Guna memastikan diagnosis, beberapa pemeriksaan
penunjang juga perlu dilakukan, diantaranya:
a. Foto Rontgen dada.
Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya pembengkakan
pada bilik kanan jantung atau pembuluh darah paru-paru, yang
merupakan tanda dari hipertensi pulmonal.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Untuk mengetahui aktivitas listrik jantung dan mendeteksi
gangguan irama jantung.
c. Ekokardiografi.
Ekokardiografi atau USG jantung dilakukan untuk
menghasilkan citra jantung dan memperkirakan besarnya tekanan pada
arteri paru-paru serta kerja kedua bagian jantung untuk memompa
darah.
d. Tes fungsi paru.
Tes fungsi paru dilakukan untuk mengetahui aliran udara yang
masuk dan keluar dari paru-paru, menggunakan sebuah alat yang
bernama spirometer.
e. Kateterisasi jantung.
Tindakan ini dapat dilakukan setelah pasien menjalani
pemeriksaan ekokardiografi untuk memastikan diagnosis hipertensi
pulmonal sekaligus mengetahui tingkat keparahan kondisi ini. Dengan
katerisasi jantung kanan, dokter dapat mengukur tekanan arteri
pulmonal dan ventrikel kanan jantung.
f. Pemindaian.
Pemindaian seperti CT scan atau MRI digunakan untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai ukuran dan fungsi
jantung, penggumpalan pada pembuluh darah, dan aliran darah pada
pembuluh darah paru-paru. V/Q scan atau ventilation-perfusion scan.
Pemindaian ini bertujuan mendeteksi adanya gumpalan darah yang
menyebabkan hipertensi pulmonal. Dalam pemindaian ini, zat
radioaktif khusus akan disuntikkan pada pembuluh vena di lengan
guna memetakan aliran darah dan udara pada paru-paru.
g. Tes darah.
Untuk melihat keberadaan zat seperti metamfetamin, atau
penyakit lain seperti penyakit hati yang dapat memicu hipertensi
pulmonal.
h. Polisomnografi.
Digunakan untuk mengamati tekanan darah dan oksigen,
denyut jantung, dan aktivitas otak selama pasien tertidur. Alat ini juga
digunakan untuk mengenali gangguan tidur, seperti sleep apnea. Biopsi
paru. Dilakukan dengan cara mengambil sampel jaringan paru-paru
untuk melihat kelainan di paru-paru yang dapat menjadi penyebab
hipertensi pulmonal (Tagle, 2018).
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan
terapi farmakologi. Terapi non farmakologi berupa modifikasi gaya hidup
meliputi pola diet, aktivitas fisik, larangan merokok dan pembatasan
konsumsi alkohol. Terapi farmakologis dapat diberikan antihipertensi
tunggal maupun kombinasi. Pemilihan obat anti hipertensi dapat didasari
ada tidaknya kondisi khusus (komorbid maupun komplikasi) (Adrianus
Kosasih, 2019).
a. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi untuk penanganan hipertensi berupa
anjuran modifikasi gaya hidup. Pola hidup sehat dapat menurunkan
darah tinggi. Pemberian terapi farmakologi dapat ditunda pada pasien
hipertensi derajat 1 dengan risiko komplikasi penyakit kardiovaskular
rendah. Jika dalam 4-6 bulan tekanan darah belum mencapai target
atau terdapat faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya maka
pemberian medikamentosa sebaiknya dimulai.
Rekomendasi terkait gaya hidup adalah sebagai berikut :
a. Penurunan berat badan.
Target penurunan berat badan perlahan hingga mencapai berat
badan ideal dengan cara terapi nutrisi medis dan peningkatan aktivitas
fisik dengan latihan jasmani.
b. Mengurangi asupan garam.
Garam sering digunakan sebagai bumbu masak serta
terkandung dalam makanan kaleng maupun makanan cepat saji. Diet
tinggi garam akan meningkatkan retensi cairan tubuh. Asupan garam
sebaiknya tidak melebihi 2 gr/ hari.
c. Diet
Diet DASH merupakan diet yang direkomendasikan. Diet ini
pada intinya mengandung makanan kaya sayur dan buah, serta produk
rendah lemak. Pemerintah merekomendasikan diet hipertensi berupa
pembatasan pemakaian garam dapur ½ sendok teh per hari dan
penggunaan bahan makanan yang mengandung natrium seperti soda
kue. Makanan yang dihindari yakni otak, ginjal, paru, jantung, daging
kambing, makanan yang diolah menggunakan garam natrium
(crackers, kue, kerupuk, kripik dan makanan kering yang asin),
makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, kornet, buah-
buahan dalam kaleng), makanan yang diawetkan, mentega dan keju,
bumbu-bumbu tertentu (kecap asin, terasi, petis, garam, saus tomat,
saus sambal, tauco dan bumbu penyedap lainnya) serta makanan yang
mengandung alkohol (durian, tape).
d. Olah raga.
Rekomendasi terkait olahraga yakni olahraga secara teratur
sebanyak 30 menit/hari, minimal 3 hari/ minggu.
e. Mengurangi konsumsi alcohol
Pembatasan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas per hari
pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita dapat menurunkan
hipertensi.
f. Berhenti merokok.
Merokok termasuk faktor risiko penyakit kardiovaskular. Oleh
karena itu penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok
demi menurunkan risiko komplikasi penyakit kardiovaskular (Santoso,
2018).
b. Farmakologi
Pada hipertensi stadium 2 dan juga hipertensi stadium 1 jika
perubahan gaya hidup dalam 4-6 bulan gagal menurunkan tekanan darah
hingga mencapai target. AHA merekomendasikan inisiasi terapi
farmakologis jika : TD ≥140/90 mmHg pada pasien yang tidak memiliki
penyakit kardiovaskular dan memiliki risiko penyakit kardiovaskular
aterosklerosis dalam 10 tahun <10%. TD ≥130/80 mmHg Terdapat
penyakit kardiovaskular atau memiliki risiko penyakit kardiovaskular
aterosklerosis dalam 10 tahun >10% Lansia (≥65 tahun) Memiliki penyakit
komorbid tertentu (DM, CKD, CKD paska transplantasi ginjal, gagal
jantung, angina pectoris stabil, penyakit arteri perifer, pencegahan
sekunder stroke lacunar) (Santoso, 2018).
Menurut Adrianus Kosasih, (2019), ada lima golongan obat
antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan yaitu :
1) ACEi
2) ARB beta bloker
3) CCB
4) Diuretic

B. Konsep Tindakan Keperawatan yang Diberikan


Dalam melakukan pengkajian dengan baik, maka diperlukan
pemahaman, latihan dan ketrampilan mengenal tanda dan gejala yang
ditampilkan oleh pasien. Proses ini dilaksanakan melalui interaksi perawatan
dari klien, observasi, dan pengukuran.
1. Tujuan melakukan pengkajian
a. Mengkaji fungsi kardiovaskuler
b. Mengenal secara dini adanya gangguan nyata maupun potensial
c. Mengidentifikasi penyebab gangguan
d. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada serta
menghindari masalah yang akan terjadi (Nurhidayat, 2015).
2. Tekhnik pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan minimal sekali, tetapi dapat dilakukan
beberapa kali secara teratur, misal setiap jam pada pasien kritis. Tekhnik
pengkajian meliputi :
a. Anamnesa atau wawancara :
1) Keluhan utama :
Tanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien
sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan yang harus diperhatikan
antara lain sesak napas, nyeri dada menjalar ke arah lengan, cepat
lelah, batuk lendir atau berdarah, pingsan, berdebar-debar, dan
lainnya sesuai dengan patologi penyakitnya.
2) Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Tanyakan tentang perjalanan penyakit sejak keluhan hingga
klien meminta pertolongan. Misal : Tanyakan sejak kapan keluhan
dirasakan, berapa kali keluhan terjadi, bagaimana sifat keluhan,
kapan dan apa penyebab keluhan, keadaan apa yang memperburuk
dan memperingan keluhan, bagaimana usaha untuk mengatasi
keluhan sebelum meminta pertolongan dan berhasilkan tindakan
tersebut.
3) Riwayat penyakit terdahulu (RPD)
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami
sebelumnya : Tanyakan apakah klien pernah dirawat sebelumnya,
dengan penyakit apa, pernahkah mengalami sakit yang berat,
riwayat tambahan disesuaikan dengan patologi penyakitnya,
riwayat keluarga, riwayat pekerjaan, riwayat geografi, riwayat
alergi, kebiasaan social, kebiasaan merokok (Nurhidayat, 2015).
b. Pemeriksaan fisik (Chepalokaudal)
 Keadaan Umum :
 KU baik/sedang/lemah
 Kesadaran : Compos Mentis, Apatis, Stupor, Koma
 Vital sign :
 TD : MmHg
RR : x/mnt
N: x/mnt
S: oC
BB/TB :
 Kepala : Bentuk mesosepal ataukah ada kelainan, adakah jejas
 Rambut :
 Telinga :
 Hidung :
 Mata :
 Mulut dan gigi :
 Leher : Kaji adanya pembesaran lnn, kaji adanya JVP (missal
pembesaran lnn (-) peningkatan JVP (-).
 Thoraks : Inspeksi : Lihat adanya jejas, lihat gerak dada dan
pengembangan dada, adakah kelainan, lihat adanya retraksi dada,
sesuaikan dengan alasan masuk. Palpasi : Kaji pengembangan dada,
rasakan adakah perbedaan antara dada kanan dan kiri. Perkusi :
Lakukan perkusi pada semua area paru. Auskultasi: Lakukan
auskultasi pada semua area paru dan jantung (Nurhidayat, 2015).
c. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Peralatan Pemeriksaan Non Invasive Jantung Peralatan
Pemeriksaan Invasive Jantung: Pemeriksaan Non Invasive, Foto
Thorax, EKG, Treadmill exercise Chest test/Treadmill test,
Echocardiography, Nuclear cardiology, MRI/CT imaging (Nurhidayat,
2015).

C. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan


Dalam Nurhidayat, (2015) Diagnosa keperawatan yang muncul dan
Rencana Keperawatan Pada Klien dengan Hipertensi adalah :
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
a. Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak
terjadi iskemia miokard
b. Intervensi keperawatan : Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan
manset dan tehnik yang tepat. Catat keberadaan, kualitas denyutan
sentral dan perifer. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. Amati
warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler. Catat edema
umum. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi.
Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan. Lakukan
tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher. Anjurkan tehnik
relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan. Pantau respon
terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah. Berikan pembatasan
cairan dan diit natrium sesuai indikasi. Kolaborasi untuk pemberian
obat-obatan sesuai indikasi.
c. Hasil yang diharapkan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang
menurunkan TD, mempertahankan TD dalam rentang yang dapat
diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.
2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
a. Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
b. Intervensi keperawatan : Pertahankan tirah baring, lingkungan yang
tenang, sedikit penerangan. Minimalkan gangguan lingkungan dan
rangsangan. Batasi aktivitas. Hindari merokok atau menggunkan
penggunaan nikotin. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan. Beri
tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasii.
c. Hasil yang diharapkan : Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit
kepala dan tampak nyaman.

D. Implementasi/ Pelaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi (Nurhidayat, 2015) :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi
tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah: Restriksi
garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr. Diet rendah
kolesterol dan rendah asam lemak jenuh. Penurunan berat badan.
Penurunan asupan etanol. Menghentikan merokok. Diet tinggi kalium.
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai
empat prinsip yaitu : Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis
seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lainlain. Intensitas olah
raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari
denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal
dapat ditentukan dengan rumus 220– umur. Lamanya latihan berkisar
antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan. Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
 Edukasi Psikologis.
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi : Tehnik Biofeedback. Biofeedback adalah suatu tehnik
yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai
keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan
psikologis seperti kecemasan dan ketegangan. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
 Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi
agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan
oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee On
Detection, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi | 109 Evaluation
And Treatment Of High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE
dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan
keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita (Nurhidayat,
2015).
DAFTAR PUSTAKA

Adrianus Kosasih. (2019). Penatalaksanaan hipertensi 2019 (Antonia, Ed.).


Jakart: SH.

Moncloa, A. B. (2018). Redefinición de la hipertensión arterial SIMPOSIUM


Redefinition of high blood pressure. 64(2), 191–196.

Nurhidayat, S. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi (S.


Nurhidayat, Ed.). Jakarta selatan: UNMUH Ponorogo Press.

Santoso, A. (2018). Standar Nasional Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan


Pembuluh Darah (1st ed.; G. Asiani, Ed.). Jakarta.

Tagle, R. (2018). Arterial Hypertension Diagnosis. Revista Clínica Las Condes,


29(1), 12–20. https://doi.org/10.1016/j.rmclc.2017.12.005

Anda mungkin juga menyukai