Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHALUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK NY. S DENGAN


HIPERTENSI
DI DESA DUKUN MAGELANG

Disusun oleh:
Devi Yulia Pramae Sella
19.0601.0030

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2022
A. DEFINISI
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas
90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, gagal
ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam“ karena orang dengan
hipertensi sering ridak menampakkan gejala (Brunner & Suddart, 2015).
Sedangkan menurut Sheps (2005) dalam Masriadi (2016), hipertensi
adalah penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik
maupun diastolik yang naik diatas tekana darah normal.Tekanan darah
sistolik adalah tekana puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi dan
memompakan darah keluar melalui arteri.Tekanan darah diastolik diambil
tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali
(Yolanda,2017).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic
(bagian atas) dan angka diastolic (bagian bawah) pada pemeriksaan tensi
darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air
raksa (Sphygomanometer) ataupun alat digital lainnya ( Irwan,2016).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC 7 terbagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertesi derajat I, dan hipertensi
derajat 2 (yugiantoro 2009).
Klasifikasi tekanan Tekanan darah sistolik Tekanan darah
darah (mmHg) diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Pra Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 >100

C. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Hipertensi Primer (hipertensi ensesial) Hipertensi primer disebut juga
hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. factor yang
mempengaruhinya yaitu: genetic, lingkungan, hiperaktifitas saraf
simpatis system renin, angiotensin dan peningkatan Na+ Ca intraseluler.
factor-faktor yang meningkatkan resiko yaitu: obesitas, merokok,
alcohol polisitemia, asupan lemak jenuh dalam jumlah besar, dan stres.
2. Hipertensi sekunder Penyebab dari hipertensi sekunder meliputi:
koarktasio aorta, stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal,
pamakaian preparat kontrasepsi oral, kokain, epoetin alfa dan hipertensi
yang ditimbulkan oleh kehamilan. (Kowalak,2016).

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang ditemukan pada penderita hipertensi yaitu :
sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernapas setelah bekerja keras
atau menangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah
memerah, hidung berdarah atau mimisan, sering buang air kecil terutama di
malam hari, telinga berdenging (tinutis), vertigo, mual, muntah, gelisah
(Ruhyanudin,2007).
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak
memiliki gejala khusus. Menurut Sutanto (2009) gejala-gejala yang mudah
diamati antara lain yaitu : gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala,
sering gelisah, wajah merah, tengkuk teras pegal, mudah marah, telinga
berdeging, sukar tidur, sesak napas, tengkuk rasa berat, mudah lelah, mata
berkunang-kunang dan mimisan (darah keluar dari hidung).

E. PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya hipertensi dimulai dengan atherosclerosis yang
menyebabkan gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang
berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekauan pembuluh darah
disertai dengan penyempitan karena adanya penumpukan plak yang
menghambat gangguan fungsi peredaran darah perifer. Kekakuan pembuluh
darah dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah
berat yang akhirnya di kompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan
jantung yang memberikan gambaran penigkatan tekanan darah dalam
sistem sirkulasi.
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
1. Stroke hemoragi
Hal ini dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak, yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi karena hipertensi kronis
apabila arteri memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan,
sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri
otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah hingga
menigkatkan kemugkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard
Ima dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada
hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
yang menyebabkan infark.
3. Gagal ginjal
GG dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomelurus ginjal. Dengan rusaknya glomelurus, aliran darah ke
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan
kematian. Dengan rusaknya membrane glomelurus protein akan keluar
melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
Hal ini dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan penigkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh sususan saraf pusat. Neuron
disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic atau laboratoriun yang diambil adalah :
1. Serum: Aldosteron; Supine nilai normal : 2-5 ng/Dl, Standing nilai
normal : 7-20 ng/dL, Kolesterol plasma total Nilai normal :150-199
mg/dL, Nilai normal LDL : 130 mg/dL, Nilai normal HDL : 40 mg/dL,
Trigliserida nilai normal : 250 mg/dL
2. Urine : BUN (Blood Urea Nitrogen) ; 8-20mg/dl (2.9-7.1 mmo/L),
Renin ; nilai normal : 0,2-3,3 ng/ml/jam, Asam urat ; nilai normal : 2.5-
8 mg/Dl
3. Elektrokardiogram (ECG); Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia.
I. PENATALAKSANAAN UMUM
1. Secara nonfarmakologi
Pada saat seseorang ditegakkan diagnosanya menderita hipertensi
derajat satu, maka yang pertma dilakukan adalah mencari faktor resiko
apa yang ada. Kemudian dilakukan upaya untuk menurunkan faktor
risiko yang ada dengan modifikasi gaya hidup, sehingga dapat dicapai
tekanan darah yang diharpkan. Bila dalam waktu 1 (satu) bulan tidak
tercapai tekanan darah normal, maka terapi obat diberika. Bila hipertensi
derajat dua maka intervensi obat diberikan bersamaan dengan modifiksi
gaya hidup.
Pola hidup sehat yang dianjurkan untuk mencegah dan mengontrol
hipertensi adalah :
a) Gizi seimbang dan pembatasan gula, garam dan lemak
b) Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal
c) Gaya hidup aktif/olahraga teratur
d) Stop merokok
e) Membatasi konsumsi alkohol (bagi yang minum)
2. Secara farmakologi Tatalaksana hipertensi dengan obat dilakukan bila
dengan perubahan pola hidup tekanan darah belum mencapai target
(masih >149/90 mmHg) atau 130/80 mmHg pada diabetes atau ginjal
kronik. Pemilihan obat berdasarkan ada/tidaknya indikasi khusus. Bila
tidak ada indikasi khusus pilhan obat tergantung dari derajat hipertensi.
Teradapat 9 kelas obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan
darah yang diinginkan. Penam bahan obat kedua dari kelas yang berbeda
dimulai apabila pemakaian obat dosis tunggal dengan dosis lazim gagal
mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melibihi 20/10
mmHg di atas target, dapat di pertimbangkan utnuk memulai terapi
dengan dua obat.
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Mubarak (2012),pengkajian adalah tahapan seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus-menerus terhadap anggota
keluarga yang dibinanya. Secara garis besar data dasar yang
dipergunakan mengkaji status keluarga adalah:
1) Struktur dan karakteristik keluarga
2) Sosial, ekonomi, dan budaya
3) Faktor lingkungan
4) Riwayat kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga
Psikososial keluarga Pengkajian data pada asuhan keperawatan
keluarga berdasarkan format pengkajian keluarga meliputi :
a) Data Umum
 Nama kepala keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan, dan
alamat kepala keluarga, komposisi anggota keluarga yang
terdiri atas nama atau inisial, jenis kelamin, tanggal lahir,
atau umur, hubungan dengan kepala keluarga, status
imunisasi dari masing-masing anggota keluarga,dan
genogram (genogram keluarga dalam tiga generasi).
 Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta
kendala atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga
tersebut.
 Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji
asal suku bangsa keluarga tersebut, serta mengidentifikasi
budaya suku bangsa terkait dengan kesehatan.
 Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta
kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
 Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh pendapatan,
baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya.
Selain itu, status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula
oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga
serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.
 Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi
keluarga tidak hanya dilihat kapan keluarga pergi
bersamasama untuk mengunjungi tempat rekreasi, namun
dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga
merupakan aktivitas rekreasi, selain itu perlu dikaji pula
penggunaan waktu luang atau senggang keluarga. (Mubarak,
2012)
b) Riwayat dan Perkembangan Keluarga
 Tahap Perkembangan Keluarga
Saat Ini Data ini ditentukan oleh anak tertua dalam keluarga.
 Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Data ini menjelaskan mengenai tugas dalam tahap
perkembangan keluarga saat ini yang belum terpenuhi dan
alasan mengapa hal tersebut belum terpenuhi.
 Riwayat Keluarga Inti
Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan, riwayat
kesehatan masing-masing anggota keluarga, status
imunisasi, sumber kesehatan yang biasa digunakan serta
pengalaman menggunakan pelayanan kesehatan.
 Riwayat Keluarga Sebelumnya
Data ini menjelaska riwayat kesehatan dari pihak suami dan
istri.
c) Pengkajian Lingkungan
 Karakteristik Rumah
Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah
ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan
perabot rumah tangga, jenis WC, serta jarak WC ke sumber
air. Data karakteristik rumah disertai juga dalam bentuk
denah.
 Karakteristik Tetangga dan Komunitas Setempat
Data ini menjelaskan mengenai lingkungan fisik setempat,
kebiasaan dan budaya yang mempengaruhi kesehatan.
 Mobilitas Geografis Keluarga
Biasanya keluarga cenderung memiliki tempat tinggal yang
menetap disuatu tempat atau berpindah-pindah.
 Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga
berkumpul, sejauh mana keterlibatan keluarga dalam
pertemuan dengan masyarakat. (Widyanto, 2014).
d) Struktur Keluarga
 Sitem Pendukung Keluarga
Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan
mengendalikan orang sekitar untuk mengubah perilaku
keluarga dalam mendukung kesehatan dalam keluarga.
Penyelesaian masalah lebih baik jika dilakukan dengan
musyawarah akan sehingga menimbulkan perasaan saling
menghargai.
 Pola Komunikasi Keluarga
Jika komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah
akan sangat mendukung bagi klien dan keluarga. Dalam
proses penyembuhan karena adanya partisipasi dari setiap
anggota keluarga.
 Struktur Peran
Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan
perannya dengan baik akan membuat anggota keluarga puas
dan menghidari terjadinya konflik dalam keluarga dan
masyarakat
 Nilai/Norma Keluarga
Perilaku setiap anggota keluarga yang dapat dilihat dari nilai
dan norma yang ada dalam keluarga
e) Fungsi Keluarga
 Fungsi Afektif
Keluarga yang saling menyayangi dan careterhadap salah
satu keluarga yang memiliki penyakit gout artritis akan
mempercepat proses penyembuhan serta setiap keluarga
mampu memberikan dukungan kepada klien.
 Fungsi Sosialisasi
Menjelaskan bagaimana sosialisasi yang terjadi dalam
keluarga dan disekitar lingkungan untuk berinteraksi dengan
orang lain. Dalam bersosialisasi tidak ada batasan untuk
klien selama itu tidak mengganggu kondisi penyakit klien
dengan gout artritis. Interaksi sosial sangat di perlukan
karena dapat mengurangi stress bagi klien.
 Fungsi Perawatan Kesehatan
- Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal
masalah kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui
fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang
mempengaruhi keluarga terhadap masalah.
- Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam
mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
yang tepat. Kemampuan keluarga yang tepat akan
mendukung proses perawatan.
- Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauh
mana keluarga mengetahui keadaaan penyakit anggota
keluarganya dan cara merawat anggota keluarga yang
sakit.
- Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu
dikaji bagaimana keluarga mengetahui manfaat atau
keuntungan pemeliharaan lingkungan. Kemampuan
keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat
mencegah resiko cedera.
- Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan
mendukung terhadap kesehatan dan proses perawatan.
- Fungsi reproduksi Mengkaji berapa jumlah anak,
merencanakan jumlah anggota keluarga, serta metode
apa yang digunakan keluarga dalam mengendalikan
jumlah anggota keluarga.
- Fungsi ekonomi Mengkaji sejauh mana keluarga
memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Bagaimana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di
masyarakat guna meningkatkan status kesehatan.
- Stres dan koping keluarga Stresor jangka pendek, yaitu
stresor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu 6 bulan, Stresor jangka
panjang, yaitu stresor yang saat ini dialami yang
memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan.
Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau
stressor, Strategi koping yang digunakan, strategi koping
apa yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan
- Strategi fungsional, menjelaskan adaptasi disfungsional
yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik
dilakukan pada semua anggota keluarga. metode yang
digunakan pada pemeriksaan
- Harapan keluarga Pada akhir pengkajian, perawat
menanyakan harapan keluarga terhadap petugas
kesehehatan yang ada ( Padila, 2012).
2. Diagnosa Keperawatan
a) (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis
: peningkatan tekanan vaskuler serebral (D.0055) Gangguan pola
tidur
b) berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur
c) (D.0056) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
d) (D.0011) Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan afterload
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif
berhubungan tindakan keperawatan 2 meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan agen x 24 jam klien dapat frekuensi, kualitas, intensitas
pencidera mengontrol nyeri 2. Observasi reaki nonverbal dan
fisiologis : dengan kriteria : ketidaknyamanan
peningkatan 1. Mengenal faktor 3. Gunakan komunikasi terapeutik agar
tekanan vaskuler nyeri klien dapat mengekspresikan nyeri
serebral (D.0077) 2. Tindakan 4. Ajarkan penggunaan teknik non
pertolongan farmakologi : teknik relaksasi
nonfarmakologi progresif
3. Mengenal tanda 5. Berikan analgetik sesuai anjuran
pencetus nyeri 6. Tentukan lokasi, karakteristik,
untuk mencari kualitas dan derajat nyeri sebelum
pertolongan pemberian obat
4. Melaporkan nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
5. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
2. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Ciptakan suasana lingkungan yang
tidur tindakan keperawatan 2 tenang dan nyaman
berhubungan x 24 jam tidak terjadi 2. Beri kesempatan klien untuk
dengan gangguan pola tidur istirahat/tidur
kurangnya dengan kriteria : 3. Evaluasi tingkat stress
kontrol tidur 1. Jumlah jam tidur 4. Monitor keluhan nyeri kepala
(D.0055) dalam batas normal 5. Lengkapi jadwal tidur secara teratur
6-8 jam/hari
2. Tidak
menunjukkan
perilaku gelisah
3. Wajah tidak pucat
dan konjungtiva
tidak anemis
3. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energy
aktivitas b.d tindakan keperawatan 2 1. Tentukan keterbatasan klien terhadap
ketidakseimbanga x 24 jam tidak terjadi aktifitas
n antara suplai intoleransi aktifitas 2. Tentukan penyebab lain kelelahan
dan kebutuhan dengan kriteria : 3. Observasi asupan nutrisi sebagai
oksigen (D.0056) 1. Meningkatkan sumber energy yang adekuat
energy untuk 4. Observasi respons jantung terhadap
melakukan aktifitas aktivitas (mis. Takikardia, disritmia,
sehari-hari dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan
2. Menunjukkan hemodinamik dan frekuensi
penurunan gejala- pernafasan)
gejala intoleransi 5. Dorong klien melakukan aktifitas
aktifitas sebagai sumber energy
4. Resiko penurunan Setelah dilakukan 1. Kaji TTV
curah jantung d.d tindakan keperawatan 2 2. Berikan lingkungan tenang, nyaman,
perubahan x 24 jam tidak terjadi kurangi aktivitas, batasi jumlah
afterload penurunan curah pengunjung
(D.0011) jantung dengan kriteria 3. Pertahankan pembatasan aktivitas
: seperti istirahat ditempat tidur/kursi
1. TTV dalam batas 4. Bantu melakukan aktivitas perawatan
normal TD : S : diri sesuai kebutuhan
120-140 mmHg D :
80-90 mmHg N :
60-T : 36.5-37.5
2. Berpartisipasi
dalam aktivitas
yang menurunkan
TD
3. Mempertahankan
TD dalam rentang
yang apat
diterima100x/mnt
RR : 12-24 x/mnt
DAFTAR PUSTAKA
Agustin Teti. (2015). Pengetahuan dan Dukungan Keluarga Mengenal Perawatan
Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambongpari Kota
Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, 13.
Ansar J, Dwinata I, M. A. (2019). Determinan Kejadian Hipertensi Pada
Pengunjung Posbindu Di Wilayah Kerja Puskesmas Ballaparang Kota
Makassar. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan, 1, 28–35.
Dwi Pramana, K. (2020). Penatalaksanaan Krisis Hipertensi. Jurnal Kedokteran,
5(2), 91–96.
Dwi Sapta Aryantiningsih, & Silaen, J. B. (2018). Profil Kesehatan Kota Pekanbaru
Tahun 2015. Hipertensi Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas
Harapan Raya Pekanbaru, 1, 14.
Fadilah, I. L. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. A Dan Tn. J Yang
Mengalami Hipertensi Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Manajemen Regimen Terapeutik Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas
Rogotrunan Lumajang Tahun 2018.
Fajri, Y. S. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Hipertensi Pada Lansia
Tahap Awal Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Pustaka Belajar
Irwan, 2016. Epidemiologi penyakit tidak menular. Yogyakarta : Budi Utama
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
(III). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Yolanda, 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Hipertensi Pada Lansia
Tahap Awal di Wilayah Kerja Puskesmas Andalang Padang

Anda mungkin juga menyukai