Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

KASUS PREKLINIK

HIPERTENSI

Disusun Oleh :

Nama : Miftahul Khairina Hidayat

NIM : 1811312031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT

1. PENGERTIAN

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan


tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas
dan angka kematian ( mortalitas ) ( Adib, 2009 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri
(Ruhyanudin, 2007 ).
Definisi TD yang disebut hipertensi sulit ditentukan karena tersebar di
populasi sebagai distribusi normal dan meningkat seiring bertambahnya usia. Pada
dewasa muda TD > 140/90 mmHg bisa dianggap hipertensi dan terapi mungkin
bisa bermanfaat ( Gleadle, 2005 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanann darah di dalaam arteri.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan
yang abnormal tinggi didalam arteti menyebabkan meningkatnya resiko tekanan
stroke, aneurisma, gagaal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Faqih,
2007).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah,
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani,2006).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas
dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis dalam
waktu yang lama( Saraswati,2009).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World
Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90
mmHg. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani,
2007).
Tabel I : Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa di Atas 18 Tahun

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik/Diastolik (mmHg)


Normal < 120 dan < 80
Pre-Hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi Stadium I 140 - 159 atau 90 – 99
Hipertensi Stadium II > 160 atau > 100

Besarnya tekanan darah selalu dinyatakan dengan dua angka. Angka yang
pertama menyatakan tekanan sistolik, yaitu tekanan yang dialami dinding
pembuluh darah ketika darah mengalir saat jantung memompa darah keluar dari
jantung. Angka yang kedua di sebut diastolic yaitu angka yang menunjukkan
besarnya tekanan yang dialami dinding pembuluh darah ketika darah mengalir
masuk kembali ke dalam jantung.
Tekanan sistolik diukur ketika jantung berkontraksi, sedangkan tekanan
diastolic diukur ketika jantung mengendur (relaksasi). Kedua angka ini sama
pentingnya dalam mengindikasikan kesehatan kita, namun dalam prakteknya,
terutama buat orang yang sudah memasuki usia di atas 40 tahun, yang lebih riskan
adalah jika angka diastoliknya tinggi yaitu diatas 90 mmHg (Adib, 2009).

2. ETIOLOGI

Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial


(primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada
kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder
yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga
erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor
makanan yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi
garam dapur yang tinggi, merokok dan minum alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang
mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas), pola
makan, merokok (M.Adib,2009).
3. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada penderita hipertensi yaitu:


Sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung
berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging
(tinnitus), vertigo, mual, muntah, gelisah (Ruhyanudin, 2007).
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara
lain yaitu : gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah
merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
napas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan
(keluar darah dari hidung).

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah


Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi.
2. Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
3. Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan.
4. EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
5. Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
6. BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
7. Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) Dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
8. Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretic.
9. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
10. Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan
plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
11. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
12. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
13. Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
14. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.
15. Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan atau
takik aorta, pembesaran jantung.
16. CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges, 2000;
John, 2003; Sodoyo, 2006).

5. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor itu bermula
jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron masing-masing
ganglia melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pusat ganglia
ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin yang pada akhirnya
menyebabkan vasokonstriksi korteks adrenal serta mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi tersebut juga mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal yang
kemudian menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume Intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga disebabkan
oleh beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis, gangguan
sirkulasi. Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan curah jantung
menurun dan tekanan primer yang meningkat, gangguan sirkulasi yang dipengaruhi
oleh reflek kardiovaskuler dan angiotensin menyebabkan vasokonstriksi.
Sedangkan mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas.
Efek utama dari penuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi
perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan
pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai
umur. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi
vaskuler perifer, yang kemudian tahanan perifer meningkat. Faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap hipertensi yaitu kegemukan, yang akan mengakibatkan
penimbunan kolesterol sehingga menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras
untuk memompa darah. Rokok terdapat zat-zat seperti nikotin dan karbon
monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Konsumsi alkohol berlebihan dapat
meningkatkan kadar kortisol dan meningkatkan sel darah merah serta kekentalan
darah berperan dalam menaikan tekanan darah.
Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka
didalam urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon
epinefrin dan norepinefrin (Ruhyanudin, 2007).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008).
6. PENATALAKSANAAN

1. Terapi tanpa obat


a. Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya sampai batas normal.

b. Pembatasan asupan garam (sodium/Na)


mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).

c. Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat meningkatkan
kerja jantung.

d. Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.


e. Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
f. Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.

g. Teknik-teknik mengurangi stress


Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.

h. Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang kita
duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja secara
otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah, dapat kita atur
gerakannya.
2. Terapi dengan obat
a. Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis sehingga
mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg (medopa,
dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1 &0,25 mg
(serpasil, Resapin).

b. Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada gilirannya
menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadral),
atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5 & 5 mg
(concor).

c. Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh
darah.

d. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor


Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5, 25, 50 mg
(capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).

e. Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 & 10 mg (adalat,
codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg (herbesser, farmabes).

f. Antagonis Reseptor Angiotensin II


Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh :
valsartan (diovan).

g. Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin) sehingga
volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT) (Corwin, 2001; Adib,
2009; Muttaqin, 2009).
7. KOMPLIKASI
1. Penyakit Jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi bisa menyebabkan terjadinya pengerasan dan
penebalan arteri dinding pembuluh darah. Kondisi penebalan dinding pembuluh darah
ini disebut dengan aterosklerosis. Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya
penyumbatan pembuluh darah yang pada akhirnya memicu penyakit jantung karena
kurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Berita buruknya, kondisi yang satu ini
cukup sering berkembang menjadi serangan jantung bagi pengidapnya. Selain itu,
hipertensi juga bisa menyebabkan seseorang mengalami gagal jantung. Hal tersebut
merupakan dampak dari otot jantung yang dipaksa untuk bekerja lebih keras saat
tekanan darah meroket. Alhasil, otot jantung mungkin akan menebal dan pada
gilirannya menyebabkan jantung kesulitan untuk memompa darah ke seluruh darah.

2. Gagal Ginjal
Tekanan darah yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh
darah di ginjal. Dengan kata lain, tekanan darah yang tidak terkontrol bisa memicu
pembuluh darah di seputar ginjal menjadi lebih lemah dan menyempit.

3. Gangguan Penglihatan
Penebalan tidak hanya bisa terjadi pada dinding pembuluh darah di ginjal atau jantung.
Nyatanya, pembuluh darah yang ada di sekitar mata juga bisa mengalami penebalan
dan menyebabkan pengidap hipertensi mungkin akan mengalami gangguan
penglihatan, bahkan kehilangan kemampuan untuk melihat. Tekanan darah tinggi alias
hipertensi nyatanya juga dapat menyebabkan pembuluh darah di mata menjadi lebih
sempit dan menebal. Dampaknya, pembuluh darah bisa pecah dan memicu terjadinya
kerusakan mata.

4. Perubahan Kognitif
Naiknya tekanan darah yang terjadi secara terus menerus juga bisa memengaruhi
kemampuan kognitif seseorang. Hipertensi bisa memunculkan komplikasi berupa
menurunnya kemampuan otak, sulit untuk fokus, dan sulit mengingat sesuatu. Tak
hanya itu, hipertensi juga bisa menyebabkan pengidapnya mengalami masalah dalam
berpikir dan belajar. Salah satu gejala awal dari komplikasi yang satu ini adalah
merasa kesulitan dalam menemukan kata-kata saat sedang berbicara. Selain itu, kamu
mungkin juga akan lebih sulit untuk fokus, lalu bisa sangat mudah kehilangannya.

5. Berujung Kematian
Komplikasi hipertensi lainnya bahkan bisa memicu kematian. Sebab, tingginya
tekanan darah seseorang bisa menyebabkan pembuluh darah melemah dan melebar.
Jika hal ini dibiarkan terjadi secara terus menerus maka pembuluh darah bisa saja
pecah dan menyebabkan kematian.

8. PATHWAYS

Obesitas Merokok Stress Konsumsi Alkohol Kurang olah Usia di atas 50 Kelainan fungsi
ginjal Feokromositoma
garam berlebih raga tahun

Penimbunan Nikotin dan karbon Pelepasan Peningkatan Menghasilkan


Tidak mampu
kolesterol monoksida masuk adrenalin dan Retensi cairan kadar kortisol Meningkatnya Penebalan hormon epinefrin
membuang
aliran darah kortisol tahanan perifer dinding aorta & dan norepinefrin
sejumlah garam
arteri pembuluh darah
dan air di dalam
Peningkatan Meningkatnya besar
Penyempitan tubuh Memacu stress
Merusak lapisan Vasokonstriksi volume darah sel darah merah
pembuluh darah endotel pembuluh Elastisitas
pembuluh dan sirkulasi Efek konstriksi
darah darah pembuluh
arteri perifer Volume darah
Meningkatnya darah menurun
dalam tubuh
viskositas
Aterosklerosis Tahanan meningkat
perifer
meningkat

Jantung bekerja keras


untuk memompa

HIPERTENSI

Otak Ginjal Indera Kenaikan beban


kerja jantung

Vasokonstriksi Retina Hidung


Suplai O2 ke Retensi Telinga
pembuluh darah Hipertrofi otot
otak menurun pembuluh darah ginjal jantung
otak meningkat Spasme Perdarahan Suara
Sinkope arteriole berdenging
Blood flow Penurunan
Tekanan menurun fungsi otot
pembuluh darah Diplopia Gangguan jantung
Resiko tinggi meningkat
keseimbangan
cidera Respon RAA
Nyeri Resiko tinggi Resiko
kepala cidera penurunan curah
Resiko terjadi Vasokonstriksi jatung
gangguan
perfusi jaringan
serebral Gangguan rasa Rangsang
nyaman nyeri aldosteron

Retensi
natrium

Oedem

Gangguan
keseimbangan
volume cairan
Sumber :
Tjokronegoro & Utama, 2001; Smeltzer & Bare, 2002; John, 2003;
Sodoyo, 2006; Ruhyanuddin, 2007.
B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Pasien
 Identitas Pasien
 Riwayat kesehatan (sekarang, dahulu dan keluarga)
 Riwayat Pekerjaan &  Status Ekonomi
b. Pengkajian Fungsional Gordon
 Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Bagaimana pengetahuan dan persepsi klien terhadap kondisi dan penyakit
saat ini dan tindakan yang telah dilakukan terhadap kondisi kesehatannya
 Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : bagaimana pola makan dan minum serta diet yang biasa
dilakukan yang dapat mempengaruhi kondisi klien saat ini
Setelah sakit : apakah pasien mengikuti anjuran diet untuk pasien
hipertensi
 Pola Eliminasi
Biasanya tidak ditemukan keluhan
 Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : bagaimana pola aktivtas dan latihan klien yang dapat
mempengaruhi kondisi saat ini
Setelah sakit : pasien biasanya mengeluhkan lemas, dan letih sehingga
terdapat penurunan aktivitas
 Pola kognitif dan Persepsi
Biasanya ditemukan keluhan pada fungsi penglihatan dan kelemahan otot.
 Pola Persepsi-Konsep diri
Mengkaji gambaran diri, identitas diri, peran, harga diri dan ideal diri
 Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya ditemukan gangguang pada pola tidur dikarenakan adanya nyeri
 Pola Peran-Hubungan
Bagaimana pengaruh penyakit terhadap peran pasien dalam keluarga atau
lingkungan sekitar
 Pola Seksual-Reproduksi
Bagaimana pengaruh penyakit terhadap pola seksual dan reproduksi
 Pola Toleransi Stress-Koping
Bagaimana kebiasaan pasien dalam menangani masalah, dan pengaruh
penyakit terhadap emosional pasien
 Pola Nilai-Kepercayaan
Bagaimana pandangan pasien terhadap penyakit berkaitan dengan nilai dan
kepercayaan yang dianutnya

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : TTV, BB, GCS
b. Keadaan Umum : Apakah pasien terlihat pucat dan lemah
c. Kepala : bentuk kepala, distribusi rambut, keadaan kulit kepala,
keadaan rambut, periksa adanya udem dan benjolan
d. Mata : keadaan penglihatan, konjungtiva, sclera, bentuk mata
normal atau tidak
e. Telinga : bentuk umum telinga, keadaan pendengaran,
kebersihan telinga
f. Hidung dan sinus : bentuk umum hidung, periksa lubang hidung ada
hambatan atau tidak, periksa adanya sinus dan sekret
g. Mulut : keadaan umum mulut, periksa apakah mukosa mulut
kering atau tidak, periksa kebersihan mulut.
h. Leher : keadaan umum leher, apakah ada kekakuan pada leher,
periksa adanya pembesaran kelenjar tiroid.
i. Dada : inspeksi simetris, periksa adanya pembesaran.
j. Abdomen : keadaan umum abdomen, periksa adanya pembesaran,
nyeri tekan
k. Genetalia : periksa adanya lesi, cairan
l. Ektremitas atas : periksa adanya sinosis atau edema pada tangan, nyeri
dan mobilisasi
m. Ekstemitas bawah : periksa adanya sinosis atau edema pada kaki, nyeri,
dan mobilisasi

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.


b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

4. PERENCANAAN
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
o Keperawatan (NOC)
1. Penurunan curah NOC NIC
jantung 1. Keefektifan Pompa Perawatan Jantung
Jantung 1. Evaluasi adanya nyeri dada
2. Status Sirkulasi 2. Monitor status
Kriteria Hasil kardiovaskuler
1. Tanda vital dalam 3. Monitor status pernapasan
rentang normal yang menandakan gagal
2. Dapat mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada 4. Monitor abdomen sebagai
kelelahan indikator penurunan perfusi
3. Tidak ada edema paru, 5. Monitor adanya perubahan
perifer, dan tidak ada tekanan darah
asites 6. Anjurkan untuk menurunkan
4. Tidak ada penurunan stres
kesadaran
2. Intoleransi NOC Activity Therapy:
aktivitas 1. Energy Conservation 1. Kolaborasikan dengan Tenaga
2. Activity Tolerance Rehabilitas Medik dalam
3. Self Care : ADLs merencanakan program terapi
yang tepat
Kriteria Hasil : 2. Bantu klien untuk
1. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi aktifitas
aktivitas fisik tanpa yang mampu dilakukan
disertai peningkatan 3. Bantu untuk mengidentifikasi
tekanan darah, nadi dan dan mendapatkan sumber
RR yang diperlukan untuk
2. Mampu melakukan aktivitas yang diinginkan
aktivitas sehari-hari 4. Bantu untuk mendapat alat
(ADLs) secara mandiri bantu aktivitas seperti kursi
3. Tanda-tanda vital normal roda, krek
4. Mampu berpindah : 5. Bantu untuk mengidentifikasi
dengan atau tanpa kekurangan dalam beraktivitas
bantuan alat 6. Bantu pasien untuk
5. Status kardiopulmunari mengembankan motivasi diri
adekuat dan penguatan
6. Sirkulasi status baik 7. Monitor respon fisik, emosi,
7. Status respirasi: sosial dan spiritual
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
3. Nyeri NOC Pain Management
1. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
2. Pain Control secara komprehensif termasuk
3. Comfort Level lokasi, karakterisitik, durasi,
frekuensi, kualitas dari faktor
Kriteria Hasil : presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri 2. Kontrol lingkungan yang dapat
(tahu penyebab nyeri, mempengaruhi nyeri seperti
mampu menggunakan suhu ruangan, pencahayaan
teknik nonfarmakologi dan kebisingan
untuk mengurangi nyeri, 3. Kurangi faktor presipitasi
mencari bantuan) nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Pilih dan lakukan penanganan
berkurang dengan nyeri (farmakologi,
menggunakan nonfarmakologi, dan
manajemen nyeri interpersonal)
3. Mampu mengenali nyeri 5. Ajarkan tentang teknik
(skala, intensitas, nonfarmakologi
frekuensi, dan tanda 6. Tingkatkan istirahat
nyeri) 7. Monitor penerimaan pasien
4. Menyatakan rasa nyaman tentang manajemen nyeri
setelah nyeri berkurang
Analagesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi.
3. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
4. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal.
5. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan dengan
kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu :
a. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign dalam batas
normal
b. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
c. Tidak ada ortostatik hipertensi
d. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
e. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Gleadle, J. (2005). Anamesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Sudoyo, A. W; Bambang, S & Idrus, A, et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi
Keempat Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai