Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

Disusun Oleh:

Devi Yulia Pramae Sella


19.0601.0030

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2022
A. DEFINISI
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang Halusinasi adalah persepsi sensori
yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan (Irwan et al.,
2021).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau
tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart &
Laraia, 2013 dalam (Irwan et al., 2021).

B. PENYEBAB
Menurut Stuart dan Laraia faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa
mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan
ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi
faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan
irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya
latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social,
kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa,
tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif,
ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.

C. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala
klinis berdasarkan halusinasi (Nopindrawati et al., 2019).
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
1) Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

D. AKIBAT
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend,
M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku.
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data obyektif:
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarmakologis
a. Risperidone
a) Indikasi
Hendaya berat dalam fingsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala
positif : Gangguan asosiasi pikiran, waham, halusinasi, perilaku yang
tidak terkendali, dan gejala negatif: Gangguan perasaan, gangguan
berhubungan sosial, gangguan proses piker, tidak ada inisiatif, peri
terbatas dan cenderung menyendiri
b) Kontra indikasi
Penyakit hati,epilepsy, kelainan jantung, ketergantungan alkohol,
Parkinson dan gangguan kesadaran.
c) Efek samping
Kemampuan koknitif menurun, hipotensi, mulut kering, kesulitan miksi
& defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, ganguan irama jantung,
Parkinson.
b. Clorpromazine
a) Indikasi
Skizoprenia dan kondisi yang berhubungan dengan psikosis seperti
agitasi, ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi dan
waham.
b) Kontra indikasi
Hipersensitivitas, depresi berat, kegagalan hati atau ginjal berat.
c) Efek samping
Efek anti koligernik (mulut kering, pandangan kabur, konstipasi,
gangguan gastrointestinal, ruam kulit, efek hormonal, penurunan libido,
amenore, penambahan berat badan, reduksi ambang kejang,
agronulositosis, sindrom neuroleptik malignant ( SNM ).
c. Trihexypenidil
a) Indikasi
Parkinson, gangguan ekstrapiramidal yang di sebabkan oleh susunan
saraf pusat (SSP)
b) Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap trihexypenidil, glaukoma angle closure, ileus
paralitik, hipertropi prostat.
c) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, mual, pusing, konstipasi, retensi urin,
takikardi, tekanan darah meningkat.
d. Haloperidol
a) Indikasi
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette
pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang
berat pada anak – anak.
b) Kontra Indikasi
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
c) Efek Samping
Efek samoingnya adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang
adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan
otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi
hematologis.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
b. Menghadrik Halusinasi
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”pergi sana… aku gamau denger pergi sana”. Ini dianjurkan
untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat.
c. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi
persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus
eksternal jika berhubungan dengan orang lain.
d. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari
pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang
bermanfaat

F. PSIKOPATOLOGI
Proses terjadinya halusinasi diawali dengan seseorang yang mengalami halusinasi dan
menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungan stimulus eksternal.
Yosep, (2011).
Pada fase awal masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus menerus
dan system pendukung yang kurang akan membuat persepsi untuk membedakan yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri, pasien sulit tidur sehingga terbiasa menghayal dan
pasien bisa menganggap lamunan itu sebagai pemecahan masalah. Meningkatnya pula
fase comforting, klien mengalami emosi yang berlanjut seperti cemas,kesepian,
perasaan berdosa dan sensorinya dapat diatur.
Pada fase ini merasa nyaman dengan halusinasinya. Halusinasinya akan muncul
kembali jika pasien tidak mampu mengontrol halusinasinya dan berupa menjaga jarak
dengan obyek yang dipresepsikan. Pada fase codeming pasien mampu menarik diri dari
orang lain. Pada fase controlling pasien merasa kesepian. Pada fase conquering lama-
kelamaan pengalaman sensorinya terganggu, pasien merasa terancam dengan
halusinasinya terutama menuruti kemauan dari halusinasinya.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Yang perlu dikaji antara lain :

a. Faktor predisposisi, meliputi :


 Faktor biologis
 Faktor psikologis
 Faktor sosial budaya
b. Faktor presipitasi
 Biologis
 Lingkungan
c. Stres sosial / budaya
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku
d. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan gangguan
sensori persepsi halusinasi.
e. Mekanisme koping
f. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh
gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus secara aktif mendidik anak–anak
dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak
hanya belajar dari pengamatan.
g. Perilaku halusinasi
Batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri, bersikap seperti
memdengar sesuatu, berhenti bicara ditengah – tengah kalimat untuk
mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri sendiri,
orang lain serta lingkungan.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017), diagnosa
yang muncul pada pasien dengan masalah seperti diatas adalah :
a. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (D.0085)
Definisi : perubahan persepsi terhadapstimulus baik internal maupun eksternal
yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau terdistorsi.
3. Rencana Keperawatan
Intervensi yang dapat dilakukan oleh klien dengan diagnosa Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi adalah:

Diagnosa Intervensi
Keperawatan
Gangguan Persepsi SP 2
Sensori: Halusinasi 1. Evaluasi kegiatan menghardik (SP1)
(D. 0085) 2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur (jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3. Menganjurkan pasien memasukkan pada jadwal
kegiatan harian untuk latihan menghardik dan
minum obat
DAFTAR PUSTAKA
Irwan, F., Efendi Putra Hulu, Manalu, L. W., Romintan Sitanggang, & Waruwu, J. F.
P. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Halusinasi. 1–47.
https://osf.io/fdqzn
Nopindrawati, N. I. P., Ayu, G. S. T., & Devi, Y. (2019). Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai