Anda di halaman 1dari 108

LAPORAN

PENDAHULUAN

Dosen Pembimbing :

Ns. Betie Febriana,M.Kep

Disusun Oleh :

Uchrizal Febby Millenniantary

30901800184

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2013; Laraia, 2009).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Caroline , Keliat dan Sabri (2008)
meneliti bahwa dengan pelaksanaan standar asuhan keperawatan (SAK)
halusinasi, maka kemampuan kognitif klien meningkat 47%, psikomotor
meningkat 48%. Pelaksanaan standar asuhan keperawatan SAK halusinasi
juga menurunkan tanda dan gejala halusinasi sebesar 14%. Menurut Surya
(2011) dalam Pembayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (Pikiran) dan rangsangan
eksternal (Dunia Luar).

C. Etiologi Halusinasi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak.
Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan
jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang
pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial
dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
memburuk.

D. Tanda & Gejala Halusinasi


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien
serta ungkapan pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai
berikut:
1. Data Obyektif
a. Bicara atau tertawa sendiri.
b. Marah-marah tanpa sebab.
c. Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
d. Menutup telinga.
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h. Menutup hidung.
i. Sering meludah.
j. Muntah.
k. Menggaruk-garuk permukaan kulit.
2. Data Subyektif
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster.
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan.
f. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
g. Merasa takut atau senang
h. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang
sendirian.
i. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi.
E. Pathway
F. Komplikasi Halusinasi
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi
jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana klien mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar – benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan.
Tanda dan gejala :
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat
6. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan,
memukul jika tidak senang.

G. Pemeriksaan Penunjang
Dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui
penyebab halusinasi, seperti : Pemeriksaan darah dan urine, untuk melihat
kemungkinan infeksi serta penyalahgunaan alkohol dan NAPZA.

H. Terapi Halusinasi
Jenis – jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah :
1. Chlorpromazine (CPZ,Largactile),Warna : Orange
Indikasi :
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansuetas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang
biasanya terdapat pada penderita skizofrenia. Manik depresi, gangguan
personallitas, pikosa involution, psiko masa kecil.
Cara pemberian :
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuscular.
Dosis permulaam adalah 25 – 100 mg dan di ikuti peningkatan dosis
hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu
minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat
diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang,dosis dapat
dinaikan secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra Indikasi :
Sebaiknya tidak dberikan kepada klien dengan keadaan koma. Keracunan
alcohol,barbiturate atau narkotika da penderitaan yang hipersensitif
terhadap derifat fenothuazine.
Efek Samping :
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orhostatik,
mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, gejala ekstrapiramida,
intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depredi susunan syaraf
pusat. Hipotensi, ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi dan perubahan
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
2. Haloperidol (Haldol, Serenace). Warna : Putih besar
Indikasi :
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourrette
pada anak – nak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat
pada anak – anak.
Cara Pemberian :
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagu menjadi 6 – 15 mg
untuk keadaan berat. Dosis parental untuk dewasa 2 – 5 mg intramuskuler
setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra Indikasi :
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma,penyakit parkonson,
hipertensi terhadap haloperidol.
Efek Samping :
Yang sering adalah mengantuk, kaku , tremor , lesu , letih , gelisah gejala
ekstrapuramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah
nausea,diare,konstipasi,hipersalivasi,hipotensi,gejala gangguan otonomik.
Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,reaksi hematologis,
intoksikasinya adlah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis
terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan,tremor,hipotensi,sedasi,koma,depresi pernapasan.
3. Trihexiphenidyl (THP,Artane,Tremin) Warna : Putih Kecil
Indikasi :
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara Pemberian :
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah (12,5 mg)
diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan,dosis ditingkatkan 25
mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali
suntikan,tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg
sekali suntukan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra Indikasi :
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat,hipertensif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitive terhadap phenothiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping
yang hebat. Pengobatan over dosis : hentikan obat berikan terapi
simtomatis dan suportif atasi hipotensi dengan levarterolnol hindari
menggunakan ephineprine ISO (2008),dalam pembayun (2015)

I. Diagnose Keperawatan
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Isolasi sosial : Menarik diri
J. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa I : Perubahan Sensori Persepsi Halusinasi
Tujuan umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
b. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara
3) Bantu klien mengenal halusinasinya
a) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b) Apa yang dikatakan halusinasinya
c) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
d) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
4) Diskusikan dengan klien :
a) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusinasi
b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,
siang, sore, malam)
5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
1) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a) Katakan “ saya tidak mau dengar”
b) Menemui orang lain
c) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
6) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
7) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi
d. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Tindakan :
1) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
2) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a) Gejala halusinasi yang dialami klien
b) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi
c) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
d) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri atau orang lain
2. Diagnosa II : Isolasi Sosial Menarik Diri
Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
d. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
4) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
e. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
3) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
4) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
5) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
8) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
f. Klien dapat melaksanakan hubungan social
Tindakan :
1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
a) K – P
b) K – P – P lain
c) K – P – P lain – K lain
d) K – Kel/Klp/Masy
3) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
g. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan :
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
h. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
a) Salam, perkenalan diri
b) Jelaskan tujuan
c) Buat kontrak
d) Eksplorasi perasaan klien
2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
a) Perilaku menarik diri
b) Penyebab perilaku menarik diri
c) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
d) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
5) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, J. L. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta: EGC.

Gajali, M. d. (2014). Gajali, MusPengaruh Family Psychoeducation Theraphy Terhadap


Kemampuan Keluarga Merawat Pasien Skizofrenia dengan Halusinasi Di Kota
Samarinda Kalimantan Timur. Depok: FIK UI.

Hastuti. (2013). Efektivitas rational emotive behaviour therapy berdasarkan profile


multimodal therapy pada klien skizofrenia dengan masalah keperawatan perilaku
kekerasan dan halusinasi di RSMM Bogor. Depok: FIK UI.

Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, G. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition. Mosby:
Missouri.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

BIBLIOGRAPHY Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan

B. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stresor yang dihadapi
oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan
kekerasan,baik pada diri sendiri maupun orang lain,secara verbal maupun non
verbal,bertujuan untuk melukai orang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 2000). Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons marah
yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan
atau merusak lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik pada
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Keadaan dimana seseorang
menunjukkan perilaku yang aktual melakukan kekerasan yang ditujukan pada
diri sendiri atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada
lingkungan. Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu
beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang
lain (Carpenito, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik terapi
generalis maupun terapi spesialis memberikan hasil yang signifikan untuk
menurunkan perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan generalis pada pasien
dan keluarga dapat menurunkan lama rawat klien (Keliat, dkk 2009).

C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tidak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakbedayaan dan rendahnya harga
diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

D. Tanda dan Gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
6. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran
8. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual
E. Pathway

Komplikasi
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan – tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan
perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.

F. Diagnose Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku Kekerasan
3. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
4. Gangguan Harga Diri: Harga Diri Rendah
5. Koping Individu tidak efektif

G. Intervensi Keperawata
Tindakan keperawatan untuk pasien :
1. SP 1 Pasien:
a. Menyebutkan penyebab perilaku kekerasan.
b. Menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c. Menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan.
d. Menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
e. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
f. Mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik 1.
g. Masuk jadwal kegiatan pasien
2. SP 2 Pasien:
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
b. Mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik 2 Latih verbal (3
macam)
c. Masuk jadwal kegiatan pasien
3. SP 3 Pasien:
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
b. Mempraktikkan latihan cara verbal/sosial (3 macam)
c. Masuk jadwal kegiatan pasien.
4. SP 4 Pasien:
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2) dan verbal
b. Latih cara spiritual
c. Masuk jadwal kegiatan pasien
5. SP 5 Pasien:
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (F1,2) ,verbal (SP 3), Spiritual
b. Latihan patuh obat
c. Masuk jadwal kegiatan pasien
Tindakan untuk keluarga:

1. SP 1 Keluarga:
a. Mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
b. Menjelaskan PK, penyebab, tanda dan gejala
c. Menjelaskan Cara merawat PK
d. Latih (simulasi) 2 cara merawat
e. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat
2. SP 2 Keluarga:
a. Evaluasi SP 1
b. Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat
c. Latih (langsung) ke pasien
d. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat.
3. SP 3 Keluarga:
a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1,2)
b. Evaluasi kemampuan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Aini,K., Keliat,B., A., & Nuraini, T. (2011). Pengaruh Assertive Training Therapy
terhadap Kemampuan Asertif Suami dan Risiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga
di Bogor Tahun 2011. FIK UI : Depok
Gowi, Hamid, A., Y., & Nuraini. (2011). Pengaruh latihan asertif terhadap perilaku
kekerasan orang tua pada anak usia sekolah di Kelurahan Tanjungpura Kabupaten
Karawang. FIK UI : Depok
Hidayati,E., Mustikasari & Pujasari., H. (2011). Pengaruh terapi kelompok suportif
terhadap kemampuan mengatasi perilaku kekerasan pada klien skizopfrenia di
Rumah Sakit Dr. Amino Gondohutomo kota semarang. FIK UI : Depok
Keliat, B. A., Akemat., Helena C. D., Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Alini. (2010). Pengaruh Terapi Assertiveness Training dan Progressive Muscle
RelaxationTerhadap Gejala dan Kemampuan Klien Dengan Perilaku Kekerasan Di
RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. FIK UI : Depok
Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

H. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
I. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stresor yang dihadapi
oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan
kekerasan,baik pada diri sendiri maupun orang lain,secara verbal maupun non
verbal,bertujuan untuk melukai orang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 2000). Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons marah
yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan
atau merusak lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik pada
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Keadaan dimana seseorang
menunjukkan perilaku yang aktual melakukan kekerasan yang ditujukan pada
diri sendiri atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada
lingkungan. Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu
beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang
lain (Carpenito, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik terapi
generalis maupun terapi spesialis memberikan hasil yang signifikan untuk
menurunkan perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan generalis pada pasien
dan keluarga dapat menurunkan lama rawat klien (Keliat, dkk 2009).
J. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (dalam Purba dkk, 2008) adalah:
c. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
5) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
6) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.
7) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
8) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
d. Teori Psikologik
4) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tidak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakbedayaan dan rendahnya harga
diri.
5) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
6) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
g. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
h. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
i. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
j. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
k. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
l. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
K. Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan:
9. Fisik
k. Muka merah dan tegang
l. Mata melotot/pandangan tajam
m. Tangan mengepal
n. Rahang mengatup
o. Wajah memerah dan tegang
p. Postur tubuh kaku
q. Pandangan tajam
r. Mengatupkan rahang dengan kuat
s. Mengepalkan tangan
t. Jalan mondar-mandir
10. Verbal
g. Bicara kasar
h. Suara tinggi, membentak atau berteriak
i. Mengancam secara verbal atau fisik
j. Mengumpat dengan kata-kata kotor
k. Suara keras
l. Ketus
11. Perilaku
f. Melempar atau memukul benda/orang lain
g. Menyerang orang lain
h. Melukai diri sendiri/orang lain
i. Merusak lingkungan
j. Amuk/agresif
12. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
13. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
14. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
15. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran
16. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual
L. Pathway

M. Komplikasi
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan – tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan
perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
N. Diagnose Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku Kekerasan
3. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
4. Gangguan Harga Diri: Harga Diri Rendah
5. Koping Individu tidak efektif
O. Intervensi Keperawata
Tindakan keperawatan untuk pasien :
1. SP 1 Pasien:
h. Menyebutkan penyebab perilaku kekerasan.
i. Menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
j. Menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan.
k. Menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
l. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
m. Mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik 1.
n. Masuk jadwal kegiatan pasien
2. SP 2 Pasien:
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
b. Mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik 2 Latih verbal (3
macam)
c. Masuk jadwal kegiatan pasien
3. SP 3 Pasien:
d. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
e. Mempraktikkan latihan cara verbal/sosial (3 macam)
f. Masuk jadwal kegiatan pasien.
4. SP 4 Pasien:
d. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2) dan verbal
e. Latih cara spiritual
f. Masuk jadwal kegiatan pasien
5. SP 5 Pasien:
d. Evaluasi kegiatan yang lalu (F1,2) ,verbal (SP 3), Spiritual
e. Latihan patuh obat
f. Masuk jadwal kegiatan pasien
Tindakan untuk keluarga:
1. SP 1 Keluarga:
a. Mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
b. Menjelaskan PK, penyebab, tanda dan gejala
c. Menjelaskan Cara merawat PK
d. Latih (simulasi) 2 cara merawat
e. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat
2. SP 2 Keluarga:
a. Evaluasi SP 1
b. Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat
c. Latih (langsung) ke pasien
d. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat.
3. SP 3 Keluarga:
a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1,2)
b. Evaluasi kemampuan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Aini,K., Keliat,B., A., & Nuraini, T. (2011). Pengaruh Assertive Training Therapy
terhadap Kemampuan Asertif Suami dan Risiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga
di Bogor Tahun 2011. FIK UI : Depok
Gowi, Hamid, A., Y., & Nuraini. (2011). Pengaruh latihan asertif terhadap perilaku
kekerasan orang tua pada anak usia sekolah di Kelurahan Tanjungpura Kabupaten
Karawang. FIK UI : Depok
Hidayati,E., Mustikasari & Pujasari., H. (2011). Pengaruh terapi kelompok suportif
terhadap kemampuan mengatasi perilaku kekerasan pada klien skizopfrenia di
Rumah Sakit Dr. Amino Gondohutomo kota semarang. FIK UI : Depok
Keliat, B. A., Akemat., Helena C. D., Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Alini. (2010). Pengaruh Terapi Assertiveness Training dan Progressive Muscle
RelaxationTerhadap Gejala dan Kemampuan Klien Dengan Perilaku Kekerasan Di
RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. FIK UI : Depok
Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. Masalah Utama
Isolasi Sosial

B. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Pasien mungkin merasa di tolak, tidak di terima kesepian , dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Kelliat, 2006).
Gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap
sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindar interaksi dengan orang
lain dan lingkungan. Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang
individu yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi
yang negatif atau mengancam. Isolasi sosial adalah individu yang mengalami
ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan
lingkungan sekitarnya secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang tidak
realistis. Menarik diri merupakan reaksi yang ditampilkan individu yang dapat
berupa reaksi fisik maupun psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau
menghindari stressor. Sedangkan reaksi psikologis yaitu individu menunjukan
perilaku apatis mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
permusuhan (Rasmun, 2001). Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang
lain maupun komunikasi dengan orang lain. Penarikan diri atau withdrawal
merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya
terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau
menetap

C. Etiologi
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya
pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya,
waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta
represi rasa takut. Menurut Stuart & Sundeen, Isolasi sosial disebabkan oleh
gangguan konsep diri rendah.
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman
selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memilki
tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karna apabila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan
selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayang,perhatian dan kehangatan dari
ibu (pengasuh) pada bayi akan membari rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor biologi
Genetik adalah salah satu faktor pendukung ganguan jiwa, faktor genetik
dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada bukri terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan ganguan ini
namun tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut
c. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya ganguan
dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya angota keluarga,
yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam
ganguan berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan hal-hal
yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
2. Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan indifidu
untuk brhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
a. Faktor Nature (alamiah)
Secara alamiah, manusia merupakan makhluk holistic yang terdiri dari
dimensi bio-psiko-sosial dan spiritual. Oleh karena itu meskipun
stressor presipitasi yang sama tetapi apakah berdampak pada gangguan
jiwa atau kondisi psikososial tertentu yang maladaptive dari individu,
sangat bergantung pada ketahanan holistic individu tersebut.
b. Faktor Origin (sumber presipitasi)
Demikian juga dengan factor sumber presipitasi, baik internal maupun
eksternal yang berdampak pada psikososial seseorang. Hal ini karena
manusia bersifat unik.
c. Faktor Timing
Setiap stressor yang berdampak pada trauma psikologis seseorang
yang berimplikasi pada gangguan jiwa sangat ditentukan oleh kapan
terjadinya stressor, berapa lama dan frekuensi stressor.
d. Faktor Number (Banyaknya stressor)
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada kondisi
gangguan jiwa sangat ditentukan oleh banyaknya stressor pada kurun
waktu tertentu. Misalnya, baru saja suami meninggal, seminggu
kemudian anak mengalami cacad permanen karena kecelakaan lalu
lintas, lalu sebulan kemudian ibu kena PHK dari tempat kerjanya
(Suryani, 2005).
e. Faktor Physiological
Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan fisik, factor
kecacadan atau kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi penilaian
seseorang terhadap stressor predisposisi dan presipitasi.
f. Faktor Bahavioral
Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi nilai,
keyakinan, sikap dan keputusannya. Oleh karena itu, factor perilaku
turut berperan pada seseorang dalam menilai factor predisposisi dan
presipitasi yang dihadapinya. Misalnya, seorang peminum alcohol,
dalam keadaan mabuk akan lebih emosional dalam menghadapi
stressor.Demikian juga dengan perokok atau penjudi, dalam menilai
stressor berbeda dengan seseorang yang taat beribadah.
g. Faktor Sosial
Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya saling bergantung
antara satu dengan lainnya. Menurut Luh Ketut Suryani (2005),
kehidupan kolektif atau kebersamaan berperan dalam pengambilan
keputusan, adopsi nilai, pembelajaran, pertukaran pengalaman dan
penyelenggaraan ritualitas. Dengan demikian, dapat diasumsikan
bahwa factor kolektifitas atau kebersamaan berpengaruh terhadap cara
menilai stressor predisposisi dan presipitasi.

D. Tanda dan Gejala


1. Gejala Subjektif :
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Respons verbal kurang dan sangat singkat.
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
e. Klien lambat menghabiskan waktu.
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
g. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
h. Klien merasa ditolak.
i. Menggunakan kata – kata simbolik
2. Gejala Objektif
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
b. Tidak mengikuti kegiatan.
c. Banyak berdiam diri di kamar.
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
f. Kontak mata kurang.
g. Kurang spontan.
h. Apatis (acuh terhadap Iingkungan).
i. Ekspresi wajah kurang berseri.
j. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k. Mengisolasi diri
l. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m. Masukan makanan dan minuman terganggu
n. Aktivitas menurun
o. Kurang energi (tenaga)
p. Postur tubuh berubah, misatnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur)
Menurut Townsend & Carpenito, isolasi sosial menarik diri sering ditemukan
adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
1. Data subjektif:
a. Mengungkapkan perasaan penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
2. Data objektif:
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih, afek datar
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan
perkembangan usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya 8. Kurang
aktivitas fisik dan verbal
h. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
i. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya

E. Pathway

Penolakan dari orang lain.


Ketidak percayaan diri.

Kecemasan dan ketakutanketakutan.

Putus asa terhadap hubungan


dengan orang lain.

Sulit dalam mengembangkan


berhubungan dengan orang lain.

Menarik diri dari lingkungan


(regresi).

Tidak mampu berinteraksi


dengan orang lain.

ISOLASI SOSIAL.

F. Komplikasi
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau
mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan
oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan
pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal
yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman,
perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

G. Diagnose Keperawatan
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

H. Intervensi Keperawatan
Sp pasien :
1. SP 1 Pasien:
a. Identifikasi penyebab:
1) Siapa yang satu rumah dengan pasien?
2) Siapa yang dekat dengan pasien? Dan apa sebabnya?
3) Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Apa penyebabnya?
4) Keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
5) Latihan berkenalan
6) Masukkan jadwal kegiatan pasien
2. SP 2 Pasien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien (SP 1).
b. Melatih berhubungan social secara bertahap (pasien dan keluarga)
c. Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
2. SP 3 Pasien
a. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2).
b. Latih ADL (Kegiatan sehari –hari), cara bicara.
c. Masukkan dalam kegiatan jadwal klien.
Sp keluarga :
1. SP 1 Keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial serta proses
terjadinya.
c. Menjelaskan cara merawat klien dengan isolasi sosial.
d. Bermain peran dalam merawat pasien isolasi sosial (Simulasi)
e. Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.
2. SP 2 Keluarga
a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1).
b. Melatih keluarga merawat langsung klien dengan isolasi sosial.
c. Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.
3. SP 3 Keluarga
a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1, 2).
b. Evaluasi kemampuan klien
c. Rencana tindak lanjut keluarga dengan follow up dan rujukan.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A, Akemat, Daulina, N.H.C, Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan


Jiwa : CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC
Keliat, B.A., Wiyono, A. P., Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa
CMHN (Intermediate Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Cetakan
2012. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nyumirah, S., Hamid, A.Y., Mustika sari. (2012). Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif
terhadap kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial di RSJ Dr. Amino
Gonhutomo Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Sukma, Keliat, B., A., Mustikasari. (2015). Pengaruh Cognitive Behaviour Therapy dan
Cognitive Behavioural Social Skills Training terhadap Gejala Klien Halusinasi dan
Isolasi Sosial di Rumah Sakit. FIK UI : Depok
Surtiningrum. A., Hamid, A., Y., Waluyo, A. (2011). Pengaruh terapi suportif terhadap
kemampuan bersosialisasi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr.Amino Gondohutomo Semarang. FIK UI : Depok
Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri

B. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting). Personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Menurut
Nurarif.A.H dan Kusuma.H ( 2015 ) defisit perawatan diri adalah hambatan
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi atau aktifitas perawatan
diri untuk diri sendiri.

C. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut:
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya
dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri
adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor
yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a. Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain –
lain.
g. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah: Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

D. Tanda dan gejala


Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi
dan mandi tidak mampu mandiri
Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah:
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawatt

E. Pathway

F. Komplikasi
Komplikasi dari Defisit Perawatan Diri menurut Damaiyanti, 2012 sebagai
berikut :
1. Dampak Fisik.
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseoang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan baik, gangguan 12 fisik yang sering
terjadi adalah: gangguan itegritas kulit, gangguan membrane mokusa mulut,
infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak Psikososial
masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan aman nyaman, kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan

G. Terapi
1. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian :
a. Jangan memancing emosi klien.
b. Libatkan klien dengan kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
c. Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
d. Dengarkan, bantu, dan anjurkan klien untuk mengemukakan masalah yang
dialaminya.
2. Terapi Aktivitas Kelompok.
Befokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau altivitas
lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan keadaan klien
karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tungkah laku pada
orang lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan:
a. Manfaat perawatan diri.
b. Menjaga kebersihan diri.
c. Tata cara makan dan minum.
d. Tata cara eliminasi.
e. Tata cara berhias
3. Terapi Musik.
Dengan musik klien bisa terhibur rileks, dan bermain

H. Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000:32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
defisit perawatan diri yaitu:
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
2. Defisit perawatan diri
3. Isolasi sosial

I. Rencana Keperawatan
1. Tindakan keperawatan pada pasien
a. SP 1
1) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
2) Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
3) Membantu pasien mempratekkan cara menjaga kebersihan diri.
4) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. SP 2
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Menjelaskan cara makan yang baik
3) Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik
4) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
c. SP 3
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3) Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan
memasukkan dalam jadwal
d. SP 4
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Menjelaskan cara berdanda
3) Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan
4) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
2. Tindakan keperawatan dalam keluarga
a. SP 1
1) Memdiskusikan masalah yang dirasakan kekuarga dalam merawat
pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan
jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien berserta proses
terjadinya
3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
b. SP 2
1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan defisit
perawatan diri
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
defisit perawatan diri
c. SP 3
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

A. Masalah Utama
Waham

B. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan
seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua
dan aniaya. Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kuat/terus menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, Akemat,
Helena dan Nurhaeni, 2012).

C. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi dari gangguan isi pikir waham adalah :
a. Teori Biologi
Faktor-faktor genetik ikut mempengaruhi perkembangan psikologis. Bila
suatu individu memiliki anggota keluarga dengan kelainan psikologis maka
individu tersebut memiliki resiko tinggi untuk mengalami kelainan psikologis
yang sama. Pada penelitian terbaru menyatakan bahwa skizoprenia mungkin
pada kenyataanya merupakan suatu kecacatan sejak lahir yang terjadi pada
hipokampus otak. Teori biokimia menyatakan bahwa peningkatan dopamin
neurotranmiter mengakibatkan peningkatan aktivitas yang berlebihan dan
gangguan dalam asosiasi.
b. Teori Psikososial
Individu yang tumbuh dalam keluarga yang penuh konflik dan ansietas yang
tinggi akan mengalami hambatan dalam perkembangan psikologisnya
sehingga tidak dapat melakukan tugas perkembangan secara optimal. Anak
yang tumbuh dalam keluarga psikosis akan menerima pesan-pesan yang
membingungkan yang menyebabkan ketidakmampuan anak mempercayai
orang lain. Kelainan psikosis dapat pula merupakan hasil ego yang lemah, bila
individu mendapat stres yang berat yang mengancam ego yang lemah maka
individu cenderung akan berespon maladaptif.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dari gangguan isi pikir waham adalah:
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses imformasi dan abnormalisasi yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk menanggapi rangsangan.
b. Stres lingkungan
Secara biologis menetapakan ambang toleransi terhadap stres yang
berinteraksi denga stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
prilaku.
c. Pemicu gejala
Terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif yang berhubungan
dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan prilaku individu seperti gizi buruk,
kurang tidur, infeksi, kelebihan rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh
kritik, gangguan dalan berhubungan interpersonal, kesepian, kemiskinan,
tekanan pekerjaan dan sebagainya.

D. Tanda dan Gejala


1. Subyektif
a. Mudah lupa dan sulit konsentrasi
b. Tidak mampu mengambil keputusan
c. Berpikir tidak realistis
d. Pembicaraan sirkumstansial
2. Obyektif
a. Bingung
b. Inkoheren
c. Flight of idea
d. Sangat waspada
e. Khawatir
f. Sedih berlebihan atau gembira berlebihan
g. Perubahan pola tidur
h. Kehilangan selera makan
i. Wajah tegang
j. Perilaku sesuai isi waham
k. Banyak bicara
l. Menentang atau permusuhan
m. Hiperaktif
n. Menarik diri
o. Tidak bisa merawat diri

E. Jenis – jenis waham


Waham dapat diklasifikasikan menjadi 8 macam:
1. Waham agama yaitu keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan
2. Waham kebesaran yaitu keyakinan klien yang berlebihan tentang kebesaran
dirinya atau kekuasaannya
3. Waham somatik adalah keyakinan klien yang berlebihan tentang ada bagian
tubuhnya terganggu, terserang penyakit atau didalam tubuhnya terdapat
binatang
4. Waham curiga adalah keyakinan klien yang berlebihan bahwa ada orang atau
kelompok orang yang sedang mengancam dirinya
5. Waham nihilistic adalah keyakinan klien yang berlebihan bahwa dirinya
sudah tidak ada lagi di dunia atau sudah meninggal dunia
6. Waham sisip pikir adalah keyakinan klien yang berlebihan bahwa ada pikiran
orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam pikirannya
7. Waham siar pikir adalah keyakinan klien yang berlebihan bahwa orang lain
mengetahui isi pikirannya, padahal dia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
8. Waham kontrol pikir adalah keyakinan klien secara berlebihan bahwa
pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.

F. Pathway

G. Komplikasi
Sering kali menimbulkan komplikasi psikiatris, sepertinya munculnya depresi,
kecemasan, perilaku kekerasan, sampai bunuh diri. Waham juga sering
menimbulkan dampak finansial, legal, dan okupasional.

H. Terapi
1. Psikoterapi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke
masyarakat, untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain,
perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari:
1) Terapi aktivitas
2) Terapi seni
Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni
3) Terapi music
Focus: mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu menikmati
dengan relaksasi musik yang disukai klien.
4) Terapi menari
Fokus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
5) Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional: untuk koping atau perilaku maladaptif atau deskriptif,
meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
6) Terapi sosial
Klien belajar bersosialisasi secara bertahap dengan perawat, klien lain,
perawat lain, keluarga atau kelompok atau masyarakat.
7) Terapi kelompok
a) Kelompok terapeutik
b) Terapi aktivitas kelompok
2. Psikofarmaka
a. Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.
b. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
3. Psikosomatik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, dosis terapi kejang
listrik 4 – 5 joule/detik.

I. Diagnosa Keperawatan
Waham

J. Intervensi Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan (Pasien)
Tujuan: Klien mampu
a. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala,
serta akibat dari waham Latihan orientasi realita: panggil nama, orientasi
waktu, orang dan tempat/lingkungan
b. Minum obat dengan prinsip 6 benar minum
obat, manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak minum obat
c. Mengidentifikasi kebutuhan dasar yang tidak
terpenuhi akibat wahamnya, memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi
d. Melakukan kegiatan/aspek positif yang dipilih
2. Tindakan Keperawatan (Strategi Pelaksanaan)
a. SP 1 Pasien :
1) Membina hubungan saling percaya: mengidentifikasi kebutuhan yang
tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktekkan
pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi, melatih latihan orientasi
realita.
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat waham
3) Menjelaskan cara mengendalikan waham dengan orientasi realita:
panggil nama, orientasi waktu, orang dan tempat/lingkungan
4) Melatih klien orientasi realita: panggil nama, orientasi waktu, orang
dan tempat/lingkungan
5) Melatih klien memasukkan kegiatan orientasi realita dalam jadwal
kegiatan harian
b. SP 2 Pasien :
1) Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekkannya
2) Menjelaskan kemampuan positif yang dimiliki klien
3) Mendiskusikan kemampuan positif yang dimiliki klien
4) Melatih kemampuan positif yang dipilih
5) Melatih klien memasukkan kemampuan positif yang dimiliki dalam
jadual kegiatan harian
c. SP 3 Pasien :
1) Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar,
manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak minum obat.
2) Menjelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis, dosis,
frekuensi, cara, orang dan kontinuitas minum obat).
3) Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat
dengan klien
4) Melatih klien cara minum obat secara teratur
5) Melatih klien memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke
dalam jadwal kegiatan harian.
6) Melatih cara pemenuhan kebutuhan dasar
7) Menjelaskan cara memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
akibat wahamnya dan kemampuan memenuhi kebutuhannya
8) Melatih cara memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi akibat
wahamnya dan kemampuan memenuhi kebutuhannya
9) Melatih klien memasukkan kegiatan memenuhi kebutuhan ke dalam
jadwal kegiatan harian
3. Tindakan keperawatan generalis pada keluarga klien
waham
Tujuan keluarga mampu
a. Mengenal masalah waham
b. Mengambil keputusan untuk merawat klien
waham
c. Merawat klien waham
d. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
untuk klien waham
4. Tindakan Keperawatan (Strategi Pelaksanaan) pada keluarga
a. SP 1 Keluarga :
1) Membina hubungan saling percaya dengan keluarga;
mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah;
dan obat pasien
2) Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien waham
3) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya
resiko perilaku kekerasan
b. SP 2 Keluarga :
1) Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien waham
2) Menjelaskan cara merawat klien waham
3) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
latihan orientasi realita
4) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
minum obat dengan prinsip 6 benar.
5) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien
memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi karena waham dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
6) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien latihan
kemampuan positif yang dimiliki
c. SP 3 Keluarga :
1) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien
waham
2) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien
waham
3) Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien waham
d. SP 4 Keluarga :
1) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk follow up, cara rujukan kesehatan klien dan mencegah
kekambuhan
2) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
3) Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
4) Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
5) Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk ke
pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Erawati,E., Keliat, B. A., Daulima, N., H., C. (2013). Pengaruh Terapi Metakognitif
terhadap intensitas waham dan kemampuan metakognitif di RSJ Prof. Dr. Soeroyo
Magelang. FIK UI : Depok
NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Cetakan
2012. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 104
Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Masalah utama
Resiko bunuh diri

B. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati
(Yosep, 2007). Bunuh diri menurut Edwin Schneidman dalam Kaplan 2010 adalah
tindakan pembinasaan yang disadari dan ditimbulkan diri sendiri, dipandang sebagai
malaise multidimensional pada kebutuhan individual yang menyebabkan suatu
masalah di mana tindakan yang dirasakan sebagai pemecahan yang terbaik.
Bunuh diri berhubungan dengan kebutuhan yang dihalangi atau tidak
terpenuhi, perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan, konflik ambivalen antara
keinginan hidup dan tekanan yang tidak dapat ditanggung, menyempitkan pilihan
yang dirasakan dan kebutuhan meloloskan diri; orang bunuh diri menunjukkan tanda-
tanda penderitaan (Kaplan & Saddock, 2010) Perilaku yang muncul meliputi :
1. isyarat, Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri Pada
kondisi ini mungkin klien sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Klien
juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah.
2. ancaman, Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri hidupnya dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai percobaan bunuh diri.
3. percobaan Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi menurut Nurarif dan Kusuma (2015) adalah sebagai berikut :
a. Penyebab Bunuh Diri pada Anak
1) Pelarian dari penganiayaan atau permekosaan.
2) Situasi keluarga yang kacau.
3) Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik.
4) Gagal sekolah.
5) Takut atau dihina di sekolah.
6) Kehilangan orang yang dicintai.
7) Dihukum orang lain.
b. Penyebab Bunuh Diri pada Remaja
1) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
2) Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
3) Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
4) Perasaan tidak dimengerti orang lain.
5) Kehilangan orang yang dicintai.
6) Keadaan fisik.
7) Masalah orang tua.
8) Masalah seksual.
9) Depresi.
c. Penyebab Bunuh Diri pada Mahasiswa
1) Self ideal terlalu tinggi.
2) Cemas akan tugas akademik yang banyak.
3) Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang
orang tua.
4) Kompetitis untuk sukses.
d. Penyebab Bunuh Diri pada Usia Lanjut
1) Perubahan status dari mandiri ke tergantung.
2) Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
3) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
4) Kesepian dan isolasi sosial.
5) Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan).
6) Sumber hidup berkurang
2. Sedangkan menurut Yusuf, dkk (2015):
a. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif,
skizofrenia, dan penyalahgunaan zat.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya risiko bunuh diri
adalah bermusuhan, impulsif, dan depresi.
1) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
2) Riwayart keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
risiko penting untuk perilaku destruktif.
3) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan merusak
diri.
3. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi menurut Yusuf, dkk (2015) adalah sebagai berikut:
a. Psikososial dan klinik
1) Keputusasaan.
2) Ras kulit putih.
3) Jenis kelamin laki-laki.
4) Usia lebih tua.
5) Hidup sendiri.
b. Riwayat
1) Pernah mencoba bunuh diri.
2) Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
3) Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
c. Diagnostis
1) Penyakit medis umum.
2) Psikosis.
3) Penyalahgunaan zat

D. Tanda dan gejala


1. Isyarat Bunuh Diri Klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri
a. Subyektif :
1) “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
2) Mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa /
tidak berdaya.
3) Mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah
b. Obyektif :
1) Sedih
2) Murung
3) Marah
4) Menangis
5) Banyak diam
6) Kontak mata kurang
7) Emosi labil
8) Tidak tidur
2. Ancaman Bunuh Diri
a. Subyektif:
1) Ungkapan ingin mati diucapkan oleh pasien berisi keinginan untuk mati
2) Ungkapan rencana untuk mengakhiri kehidupan
3) Ungkapan dan tindakan menyiapkan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut.
b. Obyektif:
1) Banyak melamun
2) Menyiapkan alat untuk rencana bunuh diri
3) Gelisah
4) Mudah emosi
5) Sedih
6) Murung
7) Menangis
8) Jalan mondar-mandir
9)
3. Percobaan Bunuh Diri
a. Subyektif :
1) Mau mati
2) Jangan tolong saya
3) Biarkan saya
4) Saya tidak mau ditolong
5) Emosi labil
b. Obyektif
klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi ,
membenturkan kepala
E. Pathway

F. Komplikasi
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya atau
mencederai dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah, dan lain-lain.
Tanda dan gejala:
1. Memperlihatkan permusuhan.
2. Keras dan menuntut.
3. Mendekati orang lain dengan ancaman.
4. Memberi kata-kata ancaman.
5. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan.
6. Rencana melukai diri sendiri dan orang lain
G. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

H. Intervensi Keperawatan
1. Tindakan keperawatan pasien
a. Tujuan Klien mampu:
b. Tetap aman dan selamat / Klien tidak menciderai diri sendiri.
c. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri dengan membuat
daftar aspek positif diri sendiri.
2. Tindakan Keperawatan generalis klien (Strategi Pelaksanaan)
a. SP 1 Pasien : Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isarat,
ancaman, percobaan (jika percobaan segera rujuk)
b. SP 2 Pasien : Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya
(lingkungan aman untuk pasien)
c. SP 3 Pasien : Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat
daftar aspek positif diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang
dimiliki
d. SP 4 Pasien : Mendiskusikan harapan dan masa depan
3. Tindakan Keperawatan generalis pada keluarga klien Percobaan Bunuh diri
Tujuan umum:
Keluarga berperan serta merawat dan melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri
Tujuan khusus :
Keluarga mampu keluarga mengenal tanda gejala dan proses terjadinya resiko
bunuh diri
4. Tindakan Keperawatan generalis (Strategi Pelaksanaan) pada keluarga
a. SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
b. SP 2 Keluarga : Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya
risiko bunuh diri (gunakan booklet)
c. SP 3 Keluarga : Menjelaskan cara merawat pasien dengan risiko bunuh diri,
melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi dukungan
pencapaian masa depan, melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan
menciptakan suasana positif dalam keluarga.
d. SP 4 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan
DAFTAR PUSTAKA

NANDA. (2012). Diagnosa Keperawatan definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Cetakan


2012.Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Keliat, BA, Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional. Jiwa Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC.
Keliat, BA, Akemat, Helena C D, Nurhaeni , H (2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN(Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stuart, G.W.(2013) Principles and Practise 0f Psychiatric Nursing. 8 ed.
Missouri:Mosby
Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Masalah Utama
Harga diri rendah

B. Pengertian
Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang
negatif mengenai diri dan kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus
(NANDA, 2012). Stuart (2013) menyatakan harga diri rendah adalah evaluasi diri
negatif yang berhubungan dengan perasaan yang lemah, tidak berdaya, putus asa,
ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga, dan tidak memadai. Harga diri rendah
merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri
(Keliat dkk, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan gejala dan
peningkatan kemampuan klien harga diri rendah kronis secara signifikan setelah
diberikan tindakan keperawatan (Pardede, Keliat, dan Wardani, 2013).

C. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak
efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung
kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi
system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C.
1998: 366). Menurut Carpenito, koping individu tidak efektif adalah keadaan dimana
seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam
mengalami stessor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan
sumber – sumber (fisik, psikologi, perilaku atau kognitif). Harga diri rendah di
akibatkan oleh rendahnya cita – cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang
rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal.
Seringkali penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering di
salahkan, jarang di beri pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa
remaja keberadaannya kurang di hargai dan tidak di beri kesempatan dan tidak di
terima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan ataupun pergaulan.
Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih
dari kemampuanya.
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis
1) Kerusakan lobus frontal
2) Kerusakan hipotalamus
3) Kerusakan system limbic
4) Kerusakan neurotransmitter
b. Faktor psikologis
1) Penolakan orang tua
2) Harapan orang tua tidak realistis
3) Orang tua yang tidak percaya pada anak
4) Tekanan teman sebaya
5) Kurang reward system
6) Dampak penyakit kronis
c. Faktor sosial
1) Kemiskinan
2) Terisolasi dari lingkungan
3) Interaksi kurang baik dalam keluarga
d. Faktor cultural
1) Tuntutan peran
2) Perubahan kultur Faktor Predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah
penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis
2. Faktor Presipitasi
Adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produkivitas yang menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri
rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik. Secara situasional misalnya
karena trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus di operasi,
kecelakaan, perkosaan atau di penjara termasuk di rawat di rumah sakit bisa
menyebabkan harga diri, harga diri rendah di sebabkan karena penyakit fisik atau
pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Penyebab lainnya
dalah harapan fungsi tubuh yang tidak tercapai serta perlakuan petugas kesehatan
yang kurang menghargai klien dan keluarga. Harga diri rendah kronik biasanya di
rasakan klien sebelum sakit atau sebelum di rawat klien sudah memilki pikiran
negatif

D. Tanda dan Gejala


Tanda yang menunjukan harga diri rendah menurut Carpenito,L.J (2003:352):
1. Perasaan malu terhadap diri
sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. misalnya: malu dan
sedih karena rambut menjadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah terhadap diri
sendiri. Misalnya: ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit,
menyalahkan/mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3. Merendahkan martabat.
Misalnya: saya tidak bisa,saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tau apa-
apa.
4. Percaya diri kurang. Misalnya:
klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan.
5. Ekspresi malu atau merasa
bersalah dan khawatir, menolak diri sendiri.
6. Perasaan tidak mampu.
7. Pandangan hidup yang
pesimistis.
8. Tidak berani menatap lawan
bicara.
9. Lebih banyak menunduk.
10. Penolakan terhadap
kemampuan diri.
11. Kurang memperhatikan
perawatan diri (Kuku panjang dan kotor, rambut panjang dan lusuh, gigi kuning,
kulit kotor).
12. Data Obyektif:
a. Produktivitas menurun.
b. Perilaku distruktif pada
diri sendiri.
c. Perilaku distruktif pada
orang lain.
d. Penyalahgunaan zat
e. Menarik diri dari
hubungan sosial
f. Ekspresi wajah malu
dan merasa bersalah.
g. Menunjukkan tanda
depresi (sukar tidur dan sukar makan)
h. Tampak mudah
tersinggung/mudah mara
E. Pathway
F. Komplikasi
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan
interaksi sosial : menarik diri, dan memicu munculnya perilaku kekerasan yang
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.Tanda dan gejala.
Data Subyektif :
1. Klien mengatakan kesepian
2. Klien mengatakan tidak mempunyai teman
3. Klien mengatakan lebih sering di rumah, sendiri
4. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan social
Data Obyektif :
1. Menyendiri
2. Diam
3. Ekspresi wajah murung, sedih
4. Sering larut dalam pikiranya sendiri
Sedangkan perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Tanda dan gejala :
Data subyektif :
1. Mengungkapkan mendengar suara-suara yang mengancam, menyuruh melakukan
pencederaan pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan
2. Mengatakan takut, cemas atau khawatir.
Data Obyektif :
1. Wajah tegang dan merah
2. Mondar-mandir
3. Mata melotot, rahang menutup
4. Tangan mengepal
5. Keluar keringat banyak
6. Mata merah

G. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri:harga diri rendah
2. Isolasi sosial: menarik diri
3. Koping individu tidak efektif

H. Intervensi Keperawatan
Tindakan untuk pasien :
1. SP 1 Pasien:
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
c. Menilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
d. Memilih kemampuan yang akan di latih
e. Melatih kemampuan pertama yang dipilih
f. Memasukkan dalam jadwal kegiatan klien
2. SP 2 Pasien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien (SP 1).
b. Melatih kemampuan kedua yang dipilih klien.
c. Melatih kemampuan yang dipilih
d. Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
3. SP 3 Pasien
a. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2).
b. Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan
b. Melatih kemampuan ketiga yang dipilih.
c. Masukkan dalam kegiatan jadwal klien.
Tindakan untuk keluarga :
1. SP 1 Keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah serta proses
terjadinya.
c. Menjelaskan cara merawat klien dengan harga diri rendah.
b. Bermain peran dalam merawat pasien HDR.
c. Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.
2. SP 2 Keluarga
a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1).
b. Melatih keluarga merawat langsung klien dengan harga diri rendah.
c. Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.
3. SP 3 Keluarga
a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1).
b. Evaluasi kemampuan klien
c. Rencana tindak lanjut keluarga dengan follow up dan rujukan.
DAFTAR PUSTAKA

Rinawati, F., Mustikasari, & Setiawan, A. (2014). Pengaruh Self Help Group terhadap
Harga Diri pada Pasien Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri Jawa Timur. FIK UI : Depok
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed)
Philadelphia: Elsevier Mosby
NANDA. (2012). Nursing Diagnosis : Definitions & Classification 2012-2014.
Philadelphia: NANDA international
Nurwiyono, A., Keliat, B., A., & Daulima, N., H., C. (2013). Pengaruh Terapi Kognitif
Dan Reminiscence Terhadap Depresi Psikotik Lansia di Rumah Sakit Jiwa Propinsi
Jawa Timur. FIK UI : Depok
Kusuma.H., N. d. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC - NOC . Yogyakarta: MediAction.

Lilik Makrifaul, d. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik - Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edi

si Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan III (RevisiI. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier.

Yusuf, A. R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

Dosen Pembimbing :

Ns. Betie Febriana,M.Kep

Disusun Oleh :

Uchrizal Febby Millenniantary

30901800184

Kelompok 4

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
Kasus
Seorang remaja berinisial A berusia 19 tahun dibawa keluarganya ke Rumah Sakit Jiwa
Semarang. Dengan alasan suka menyendiri di kamar dan sering melamun sejak 5 bulan
lalu setelah ia di bully oleh teman kampusnya. Keluarga mengatakan A enggan mandi
dan makan. Di dapatkan data observasi dari perawat : penampilan klien tidak rapi, gigi
kuning,kotor,bau,menggaruk kepala terus menerus,rambut berantakan dan kancing
pakaian tidak dipasang dengan benar. klien tampak tidak bersemangat, klien kurang
fokus, tidak konsentrasi ,klien menjawab pertanyaan dengan cepat namun tidak
menjawab pertanyaan dengan sesuai dan benar. klien tampak menunduk. Klien juga
tampak tidak mau makan,teman sekamarnya pun tidak tertarik berbicara dengan A karena
merasa terganggu dengan penampilan A. Klien anak ke 3 dari 3 bersaudara dimana ia
adalah anak perempuan sendiri. klien saat ini belum menikah. Klien mengatakan bahwa
keluarganya adalah hal yang paling berharga. Saat ditanya tentang waktu dan tempat ,
klien dapat menjawabnya dengan benar namun dalam waktu yang lama, klien merasa
tidak sakit apa-apa dan merasa sehat. Hasil pemeriksaan fisik klien menunjukan TD :
120/80 mmHg,N : 89x/menit,RR : 22x/menit, S : 36,4°C dengan BB 50 kg dan TB klien
157 cm.
FORMULIR PENGKAJIANA KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

RUANGAN RAWAT Harum 2 TANGGAL DIRAWAT Rabu,24 Juni 2020

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : An.A (L/P) Tanggal Pengkajian : 25 Juni 2020
Umur : 19 Th RM No. : 222 – 33
Informan : Keluarga
II. ALASAN MASUK
Klien masuk ke RSJ karena klien suka menyendiri di kamar dan sering melamun sejak 5
bulan lalu ia di bully oleh teman kampusnya. Keluarga mengatakan A enggan mandi
dan makan
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?
Ya Tidak
V
2. Pengobatan sebelumnya.
Berhasil kurang berhasil tidak berhasil

3. Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia


Aniaya fisik

Aniaya seksual

Penolakan

Kekerasan dalam keluarga

Tindakan kriminal

Jelaskan No. 1, 2, 3 : Klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
Pengobatan sebelumnya kurang berhasil . Klien tidak pernah melakukan dan mengalami
aniaya fisik,seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal
Masalah Keperawatan :

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


Ya Tidak
V

Hubungan keluarga Gejala Riwayat pengobatan/perawaran

_______________________ _______________ ________________________


Masalah Keperawatan :
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : 5 bulan lalu klien di bully oleh teman
sekampusnya karna “ia bau badan”. Klien merasa malu

Masalah Keperawatan : Harga diri rendah (HDR)

IV. FISIK

1. Tanda vital : TD : 120/80 mmHg N : 89 x / menit S : 36,4°C RR : 22 x/menit

2. Ukur : TB : 157 Cm BB : 50 kg

3. Keluhan fisik : Ya V Tidak

Jelaskan : TTV klien normal dan klien tidak memiliki keluhan masalah fisik sama
sekali
Masalah keperawatan : ______________________________________________________

V. PSIKOSOSIAL

1. Genogram

X X X X

Meninggal : X
Menikah :
Klien :
Tinggal serumah :
Laki-laki :

Perempuan :
Jelaskan : Klien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara,ia adalah satu – satunya anak
peremuan.klien tinggal serumah dengan keluarganya. Klien memiliki kakek dan nenek namun
sudah meninggal karena penyakit komplikasi.
MasalahKeperawatan : ________________________________________________________

2. Konsep diri
a. Gambaran diri : klien mengatakan semua bagian tubuhnya ia sukai,namun klien
tidak punya waktu untuk mengurusnya.
b. Identitas : klien mengatakan ia adalah anak ke 3 dari 3 barsaudara
c. Peran : klien mengatakan sebelumnya adalah seorang mahasiswa yang
rajin dan pandai
d. Ideal diri : klien saat ini merasa dirinya baik – baik saja dan tidak sakit apa
apa
e. Harga diri : klien mengatakan malu untuk keluar kamar karna sering di ejek
bau badan
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : klien mengatakan saat ini orang yang paling berharga dalam
hidupnya adalah keluargaya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : klien mengatakan biasanya
mengikuti organisasi dikampusnya.
c. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang Lain : klien mengatakan saat ini lebih
nyaman sendiri karena klien tidak lagi mendengar ejekan bahwa badannya bau.
Masalah keperawatan: Isolasi Sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Keyakinan yang di anut oleh klien sesuai dengan norma budaya
dan agama.
b.
c. Kegiatan ibadah : klien biasanya mengerjakan solat 5 waktu yang tak pernah di
tinggalkan dan mengaji setiap selsai solat magrib

Masalah Keperawatan : _____________________________________________________

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan

V Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak seperti


tidak sesuai biasanya

Jelaskan : penampilan klien tidak rapi, gigi kuning,kotor,bau,menggaruk kepala


terus menerus,rambut berantakan dan kancing pakaian tidak dipasang dengan benar
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri : mandi dan berdandan
2. Pembicaraan
V Cepat Keras Gagap Inkoheren

Apatis Lambat Membisu Tidak mampu


Memulai
pembicaraan
Jelaskan : klien menjawab pertanyaan dengan cepat namun tidak menjawab
pertanyaan dengan sesuai dan benar
Masalah Keperawan : ______________________________________________
3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah Agitasi

Tik Grimasen Tremor Kompulsif

Jelaskan : aktivitas motorik klien normal,tidak cemas dan gelisah


Masalah Keperawatan : _____________________________________________

4. Alam perasaaan

V Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira berlebihan

Jelaskan : klien tampak sedih ketika diajak berbicara


Masalah Keperawatan : ______________________________________________
5. Afek
Datar Tumpul V Labil Tidak sesuai

Jelaskan : selama di ajak berbicara dengan perawat klien terkadang menangis tiba – tiba.
Masalah Keperawatan : Koping individu tidak efektif
6. lnteraksi selama wawancara

bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung

V Kontak mata (-) Defensif Curiga

Jelaskan : Klien selama di ajak berbicara selalu berusaha membuang muka tidak mau
melihat perawat
Masalah Keperawatan : _______________________________________________
7. Persepsi

Pendengaran Penglihatan Perabaan

Pengecapan Penghidu

Jelaskan : Klien tidak mengalami halusinasi


Masalah Keperawatan : _______________________________________________
8. Proses Pikir
sirkumtansial tangensial kehilangan asosiasi

flight of idea V blocking pengulangan


pembicaraan/persevarasi

Jelaskan : Klien terkadang berhenti menjawab pertanyaan dari perawat selama kurang
lebih 20 detik,kemudian klien melanjutkan lagi bicaranya
Masalah Keperawatan : ________________________________________________
9. Isi Pikir

Obsesi Fobia Hipokondria

depersonalisasi V ide yang terkait pikiran magis

Waham

Agama Somatik Kebesaran Curiga

nihilistic sisip pikir Siar pikir Kontrol pikir

Jelaskan : klien mengatakan teman – temannya membuly dirinya bau badan


Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
10. Tingkat kesadaran
bingung sedasi stupor Disorientasi

waktu tempat orang

Jelaskan : tingkat kesadaran klien normal, klien masih mengingat keluarga, waktu dan
tempat
Masalah Keperawatan :________________________________________________
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka
pendek

gangguan daya ingat saat ini konfabulasi


Jelaskan : klien tidak memiliki gangguan memori apapun
Masalah Keperawatan : _______________________________________________
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
mudah beralih tidak mampu konsentrasi Tidak mampu
V berhitung sederhana
Jelaskan : Saat perawat memberikan pertanyaan mengenai penjumlahan, klien tidak
berkonsentrasi, kurang fokus sehingga dia meminta untuk mengulangi pertanyaan.
Masalah Keperawatan : _______________________________________________
13. Kemampuan penilaian
V Gangguan ringan gangguan bermakna

Jelaskan : saat ditanya oleh perawat mengenai saat ia buang air kecil dikamar, klien dapat
mengambil keputusan yang sederhana seperti dia tahu harus membersihkan kamar
tersebut walaupun perlu diarahkan
Masalah Keperawatan : _______________________________________________
14. Daya tilik diri
mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar
V dirinya
Jelaskan : saat dikaji oleh perawat klien mengatakan dirinya tidak apa apa,klien merasa
sehat dan baik baik saja
Masalah Keperawatan : _______________________________________________
VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Bantuan minimal Bantuan total
V
2. BAB/BAK
Bantuan minimal Bantual total
V
Jelaskan : Dari hasil pengkajian klien tidak mau makan dan minum sehingga harus dibantu
keluarga misalnya dalam mengambil makanan dan mengawasi klien sampai makananya
habis, kemudian BAB / BAK klien bisa melakukan sendiri namun harus di arahkan karna
terkadang klien BAB/BAK dikamar.
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri
3. Mandi
Bantuan minimal V Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal Bantual total
V
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : 11.00 WIB s/d 13.40 WIB
V
V Tidur malam lama : 23.00 WIB s/d 06.00 WIB

Kegiatan sebelum / sesudah tidur : ____________________________________

6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantual total

7. Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan lanjutan Ya V tidak

Perawatan pendukung Ya V tidak


8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan Ya
V tidak
Menjaga kerapihan rumah Ya tidak
V
Mencuci pakaian Ya tidak
V
Pengaturan keuangan Ya V tidak
9. Kegiatan di luar rumah
Belanja Ya tidak
V
Transportasi Ya tidak
V
Lain-lain Ya tidak

Jelaskan : klien sering menyendiri dan sering melamun sejak 5 bulan lalu
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
VIII. Mekanisme Koping
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol

Mampu menyelesaikan masalah reaksi lambat/berlebih

Teknik relaksasi bekerja berlebihan

Aktivitas konstruktif V menghindar

Olahraga mencederai diri

Lainnya _____________ lainnya : __________________


Masalah Keperawatan : Koping tidak efektif
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan:
V Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : tidak mau berinteraksi dengan orang
lain atau kelompok dan lebih memilih untuk menyendiri

V Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : Menolak berinteraksi dengan


siapapun karna malu

Masalah dengan pendidikan, spesifik __________________________

Masalah dengan pekerjaan, spesifik ___________________________

Masalah dengan perumahan, spesifik __________________________

Masalah ekonomi, spesifik ___________________________

V Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik : tidak mampu melakukan perawatan


diri

Masalah lainnya, spesifik ________________________________


Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
X. Pengetahuan Kurang Tentang:
V Penyakit jiwa system pendukung

V Faktor presipitasi penyakit fisik

V Koping obat-obatan

Lainnya : ___________________________________________
Masalah Keperawatan : defisit pengetahuan
Analisa Data

XI. Aspek Medik


Diagnosa Medik : F.20.1 (Skizofrenia Hebefrenik)
Terapi Medik :
1. chlorpromazine 100mg 0-0-1
2. Lorazepan 2 mg 2x1/2
3. Risperidone 2mg 2x1

Perawat,

(Uchrizal Febby M.)

ANALISA DATA
NO DATA MASALAH
1 Subyektif :
- Keluarga klien mengatakan klien sudah 5 bulan
enggan untuk mandi dan makan
- Klien mengatakan sudah tidak mandi selama 3 hari Defisit Perawatan Diri
- Klien mengatakan seluruh badannya gatal
Obyektif :
- Klien tampak tidak rapi,kotor,bau,gigi kuning dan
rambut kusut.
- Klien tampak menggunakan pakaian yg kancingnya
tidak di pasang dengan benar.
- Klien tampak menggaruk – garuk badan dan juga
kepala
2 Subyektif :
- Klien mengatakan merasa malu karna di ejek bau
badan
- Klien mengatakan teman sekampusnya membully Harga Diri Rendah
klien bau badan
Obyektif :
- Klien ketika di ajak bicara tampak menunduk
- Ketika di ajak berbicara klien berusaha membuang
muka dan tidak mau menatap perawat
3 Subyektif :
- Keluarga klien mengatakan klien suka menyendiri
dikamar selama 5 bulan ini.
- Klien mengatakan saat ini lebih nyaman sendiri Isolasi Sosial : Menarik Diri
karena klien tidak lagi mendengar ejekan bahwa dia
bau
Obyektif :
- Klien tampak berdiam diri, tidak berminat untuk
berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
- Klien tampak tidak bersemangat

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Defisit Perawatan diri
2. Isolasi Sosial
3. Harga Diri Rendah

POHON MASALAH

Isolasi Sosial

Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah


DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA MEDIS DAN TERAPI


DAN TERAPI KEPERAWATAN MEDIS

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : DIAGNOSA MEDIK : Skizofrenia


a. Pertama : Defisit Perawatan Diri
- Sp 1 :
1) Jelaskan manfaat kebersihan diri PROGRAM TERAPI MEDIK :
2) Jelaskan bagaimana tata cara menjaga 1. chlorpromazine 100mg 0-0-1
kebersihan diri 2. Lorazepan 2 mg 2x1/2
3) Bantu mempraktekkan menjaga 3. Risperidone 2mg 2x1
kebersihan diri
4) Anjurkan memasukkan pada jadwal
- Sp 2 :
1) Evaluasi pelaksanaan jadwal harian
2) Jelaskan cara makan yang baik
3) Bantu mempraktekkan cara makan
yang baik
4) Anjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

b. Kedua : Isolasi Sosial


- SP 1 :
1) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
pasien
2) Berdiskusi dengan pasien tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang
lain
3) Berdiskusi dengan pasien tentang
kerugianvtidak berinteraksi dengan
orang lain
4) Mengajarkan pasien cara berkenalan
dengan 1 orang
5) Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dala kegiatan harian
- Sp 2 :
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien memberikan kesempatan kepada
pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang
2) Membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang- bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian

c. Ketiga : Harga Diri Rendah


- SP 1 :
1) Penilaian dan berlatih hal positif
- SP 2
1) Evaluasi penilaian HDR,faidah berlatih
hal positif 1 dan 2.
RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Rencana Tindakan Rasional Tindakan
Keperawatan
1 Diagnosa Tujuan : Dengan perawatan diri
keperawatan 1 1) Tujuan : Klien mampu
yang meningkat , atau
melakukan perawatan
diri secara mandiri diberikan klien kembali
2) Perawatan diri
mau berinteraksi dengan
meningkat
orang.
Kriteria :
1) Kemampuan
mengenakan pakaian
meningkat
2) Minat melakukan
perawatan diri
meningkat
3) Verbalisasi keinginan
melakukan perawatan diri
meningkat
4) Kemampuan makan, mandi ,
ke toilet meningkat

Intervensi :
1) Identifikasi kemampuan
klien memenuhi
perawatan diri
2) Temukan kendala yang
dialami klien saat melakukan
perawatan diri
3) Bicarakan keuntungan dan
manfaat melakukan
kebersihan diri
4) Ajarkan klien untuk
menetapkan tindakan
pemenuhan kebersihan diri
5) Bantu klien berlatih
6) Berikan pujiaan terhadap
kemampuan klien

2 Diagnosa Tujuan : Klien tidak lagi malu atau


keperawatan 2 1) Klien mampu mengupas
sering menunduk dan lebih
penyebab,tanda dan gejala
serta akibat yang bisa di percaya diri ketika
timbulkan dari masalah
berinteraksi dengan yg
harga diri rendah.
2) Memotivasi klien untuk lainnya.
bermind set positif.
3) Memotivasi klien untuk
meningkatkan harga diri
rendah dengan melakukan
aktivitas positif.
Kriteria :
1) Menilai harga diri rendah
dan berlatih denngan
beraktivitas positif
2) Postur tubuh menampakkan
wajah
3) Perasaan memiliki
kelebihan atau kemampuan
posotif
Intervensi :
1) Bangun terust dengan klien
a) Menyampaikan
salam,berkenalan dan
menyapa klien dengan
nama kesukaan
b) Menerangkan maksud
berkomunikasi :
mengajari cara
mengontrol cemas
supaya klien cepat
pulih.
2) Melakukan perjanjian ulang
(inform consent)
menetapkan dua kali
pertemuan untuk berlatih
cara mengontrol cemas.
3) Fasilitasi klien untuk
memahami masalah harga
diri rendah :
a) Fasilitasi klien untuk
mengeksplor
perasaannya
b) Fasilitasi klien untuk
mengetahui etiologi
HDR
c) Fasilitasi klien untuk
mengetahui akibat dari
HDR
d) Fasilitasi klien untuk
menggambarkan
dengnan terang
evaluasi dari yang
positif terdahulu
4) Fasilitasi klien untuk
mengetahui strategi koping
ysng efektif dalam
menghadapi HDR
5) Terangkan pada klien
keterkaitan antara HDR
dengan problem solving.
6) Lakukan sharing terkait
potensi diri,keluarga dan
lingkungan yang
mendukung.
7) Ajari aktivitas positif yang
masih di punyai.
8) Ajari untuk melakukan
aktivitas positif walaupun
satu aktivitas. Terangkan
jika hal tersebut dapat
meningkatkan harga diri.
3 Diagnosa Tujuan : Klien dapat berinteraksi
keperawatan 3 1) Klien dapat membina
dengan orang lain lagi
hubungan saling percaya
2) klien mampu dengan baik
berinteraksi dengan
individu lain dengan
bertahap
3) keterlibatan sosial
meningkat
Kriteria :
1) klien mampu
mengenali penyebab
dari isolasi sosial
2) minta interaksi klien
meningkat
3) perilaku menarik diri
menurun
Intervensi :
1) bina hubungan saling
percaya terlebih dahulu
kepada pasien
2) bantu klien
mengidentifikasi
perilaku isolasi sosial
yang dilakukan
3) tanyakan tentang
kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
4) tanyakan pada klien
penyebab tidak ingin
berinteraksi dengan
orang lain
5) bantu klien
mengidentifikasi
kelebihan berhubungan
dan kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain
6) bantu klien berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap latih klien cara
berkenalan
IMPLEMENTASI DAN EVALUSAI
IMPLEMENTASI/ TINDAKAN
EVALUASI (SOAP)
KEPERAWATAN
Jum’at,26 Juni 2020
Pukul : 08.38 WIB S : Klien mengatakan sudah mau
1. Data : untuk merawat diri dan berganti
a. Diagnosa Pertama : pakaian
Subyektif :
- Keluarga klien mengatakan klien sudah O : klien tampak lebih segar, rapi
5 bulan enggan untuk mandi dan makan dan bersih
- Klien mengatakan sudah tidak mandi
selama 3 hari A : DPD (+)
- Klien mengatakan seluruh badannya
gatal Planning klien :
Obyektif : Latihan Mandi dalam 2x/hari, pukul
- Klien tampak tidak rapi,kotor,bau,gigi 08.00 dan 16.00 WIB
kuning dan rambut kusut.
- Klien tampak menggunakan pakaian yg
kancingnya tidak di pasang dengan
benar.
- Klien tampak menggaruk – garuk
badan dan juga kepala

b. Data Diagnosa ke dua : S : Klien mengatakan sudah mulai


Subyektif : mengerti cara untuk menghadapi
- Klien mengatakan merasa malu karna HDR
di ejek bau badan
- Klien mengatakan teman sekampusnya O : Klien tampak memperlihatkan
membully klien bau badan wajahnya ketika di ajak berbicara
Obyektif : dan tidak menunduk lagi.
- Klien ketika di ajak bicara tampak
menunduk A : HDR (+)
- Ketika di ajak berbicara klien berusaha
membuang muka dan tidak mau Planning Klien :
menatap perawat Latihan aktivitas dalam 2x/hari,
pukul 08.00 dan 16.00 WIB

c. Data Diagnosa ke tiga : S : Klien mengatakan jika dia sudah


Subyektif : bisa melakukan perkenalan dengan
- Keluarga klien mengatakan klien suka satu orang
menyendiri dikamar selama 5 bulan ini.
- Klien mengatakan saat ini lebih nyaman O : Klien tampak lega, gembira
sendiri karena klien tidak lagi mempunyai teman
mendengar ejekan bahwa dia bau
Obyektif : A : ISOS (+)
- Klien tampak berdiam diri, tidak
berminat untuk berinteraksi dengan Planning Klien :
orang lain atau lingkungan Latihan menulis pengalaman klien
- Klien tampak tidak bersemangat yg menyenangkan dan hal – hal
positif yg ada di diri klien sebanyak
1 x sehari, pukul 10.00 WIB

2. Diagnose Keperawatan
a. Defisit Perawatan Diri TTD
b. Harga Diri Rendah
c. Isolasi Sosial (Uchrizal Febby M.)

3. Terapi/tindakan keperawatan
- Diagnosa pertama :
Jum’at,26 Juni 2020
Pukul : 08.35 WIB
SP 1
1) Jelaskan Manfaat kebersihan diri TT
2) Jelaskan bagaimana tata cara D
menjaga kebersihan diri Per
3) Bantu mempraktekkan menjaga aw
kebersihan diri at
4) Anjurkan memasukkan pada jadwal
harian
- Diagnosa kedua :
Jum’at,26 Juni 2020
Pukul : 09.35 WIB
SP 1 :
1) Penilaian HDR dan berlatih hal
positif
- Diagnose ke tiga :
Jum’at,26 Juni 2020
Pukul : 10.35 WIB
SP 1 :
1) Mengidentifikasi penyebab isolasi
sosial pasien
2) Berdiskusi dengan pasien tentang
keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
3) Berdiskusi dengan pasien tentang
kerugianvtidak berinteraksi dengan
orang lain
4) Mengajarkan pasien cara
berkenalan dengan 1 orang
5) Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dala
kegiatan harian

4. Rencana tindak lanjut :


- Diagnosa pertama : Defisit
Perawatan Diri
Sabtu, 27 Juni 2020
Pukul : 08.00 WIB
SP 2
- Diagnosa kedua : Harga Diri Rendah
Sabtu, 27 Juni 2020
Pukul : 10.00 WIB
SP 2
- Diagnosa Ketiga : Isolasi Sosial
Sabtu, 27 Juni 2020
Pukul : 13.00 WIB
SP 2

5. Planning perawat :
Diagnosa pertama : Defisit
Perawatan Diri
Merapikan tempat tidur setiap bangun
pagi

Diagnosa kedua : Harga Diri Rendah


Jadwal patuh minum obat
TAK stimulasi persepsi

Diagnosa ke Tiga : Isolasi sosial


TAK sosialisasi (melakukan perkenalan
atau mengobrol dengan teman sekamar)
TAK stimulus sensori : menggambar/
melukis/ musik
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Dosen Pembimbing :
Ns. Betie Febriana,M.Kep
Disusun Oleh :
Uchrizal Febby Millenniantary
30901800184
Kelompok 4

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Menjaga Kebersihan Perseorangan


Sub Pokok Bahasan : Personal Hygiene pada pasien Imobilitas
Sasaran / peserta : Keluarga An.F
Waktu : 20 menit
Tempat : Rumah keluarga klien
Hari / Tanggal : Rabu, 24 Juni 2020

A. Latar Belakang
Personal hygiene merupakan kebersihan perseorangan yang harus di lakukan oleh
setiaplansia yang mana kebersihan itu di mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki,
di antaranya darikebersihan rambut, mata, telinga, hidung, mulut, gigi, kulit, kuku dan
genital yang semuanya ituharus dijaga dan dibersihkan setiap hari agar terhindar dari
serangan penyakit, selain itu agartampak lebih bersih dan rapi. Personal
hygiene berasal dari Bahasa Yunani, personal berarti perorangan dan hygiene berarti
sehat. Personal Hygiene adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto
dan Wartonah, 2014).
Pada pengumpulan data yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2020 dengan
menggunakan metode wawancara kepada keluarga klien menunjukkan bahwa
sebagian besar dari keluarga klien memiliki pengetahuan yang kurang dalam hal
Personal Hygiene. Pengetahuan yang kurang ini hampir terjadi pada seluruh keluarga
klien karena sebagian belum pernah mendapatkan informasi mendetile mengenai
Personal Hygiene pada klien. Melihat fenomena yang ada perlu di adakannya
kegiatan penyuluhan,pembagian leaflet,diskusi atau bentuk kajian yang bisa menjadi
pilihan referensi sebagai upaya untuk terwujudnya peningkatan pengetahuan pada
seluruh keluarga klien yang masih memiliki tingkat pengetahuan tentang Personal
Hygiene rendah.
B. Tujuan
 Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit keluarga klien mampu
mengetahui dan melakukan kebersihan perseorangan.
 Tujuan Khusus
Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 30 menit keluarga klien mampu
menyebutkan dan melakukan :
 Menjelaskan tentang pengertian Personal Hygiene
 Menjelaskan tentang tujuan dilakukannya Personal Hygiene
 Menjelaskan manfaat dilakukannya Personal Hygiene
 Menjelaskan cara melaksanakan Personal Hygiene yang baik dan benar
kepada klien
C. Setting Acara*
 Penyuluhan Menjaga Kebersihan Perseorangan tentang Personal Hygiene
pada pasien Imobilitas selama 30 menit.
 Pembukaan : Moderator (09.00 – 09.05)
 Pemaparan materi : Pemateri (09.05 – 09.20)
 Diskusi : Moderator dan Pemateri ( 09.20 – 09.25)
 Penutup : Moderator ( 09.25 – 09.30)
D. Setting Tempat

Media

Pemateri

Peserta
E. Kegiatan
No. Langkah- Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Sasaran Media
langkah dan Alat
1. Pendahuluan 5 a. Salam Pembukaan Menjawab salam Mic
menit
b. Memperkenalkan diri Mendengarkan
c. Menjelaskan tujuan
dari penyuluhan Memperhatikan
d. Menyebutkan materi
yang akan diberikan Memperhatikan
e. Mengkaji
Pengetahuan/pretest Menjawab

2. Penyajian 15 a. Memberikan Mendengarkan Mic ,


menit penjelaskan tentang Power
Personal Hygiene Point
Memperhatikan
b. Mendemonstrasian
tentang Personal
Hygiene
c. Memberikan Bertanya
Kesempatan pada
klien untuk bertanya
d. Menjawab pertanyaan
Menjawab
klien
3. Evaluasi 5 a. Mengajukan post test Mengajukan Mic
menit b. Menyimpulkan hasil pertanyaan dari
penkes materi yang
disampaikan
4. Penutup 5 a. Melakukan kontrak Menyetujui Mic
menit ulang
b. Peutup dan salam Menjawab salam
F. Metode
 Ceramah
 Diskusi
 Tanya jawab
G. Media
 PPT
 Audiovisual
H. Rencana Evaluasi Kegiatan (struktur, proses, hasil)
1. Struktur ( persiapan )
o Sudah membuat setting acara sejak 4 hari sebelum promkes
o Sudah survei ketempat yang akan dilaksankan promkes sebelum 5 hari
promkes
o Sudah setting tempat sejak 5 hari sebelum promkes
o Sudah menyiapkan materi sebelum 3 hari promkes
o Sudah menyediakan PPT sebelum 3 hari promkes
o Sudah menetapkan hari dan tanggal sebelum 3 hari promkes
2. Proses.
o Sasaran memperhatikan dan mendengarkan selama pendidikan kesehatan
berlangsung .
o Sasaran aktif bertanya apakah ada hal yang belum di mengerti
o Sasaran memberi jawaban atas pertanyaan yang diberikan pemateri
o Sasaran tidak meninggalkan tempat saat pendidikan kesehatan berlangsung \
o Tanya jawab berjalan dengan baik
o Sasaran dapat mendemonstrasikan kembali
3. Hasil
o Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil apabila sasaran mampu menjawab
pertanyaan dan mendemokan 80% lebih dengan benar
o Pendidikan kesehatan dikatakan cukup berhasil / cukup baik apabila sasaran
mampu menjawab pertanyaan antara 50 – 80 % dengan benar
o Pendidikan kesehatan dikatakan kurang berhasil atau tidak apabila sasaran
hanya mampu menjawab kurang dari 50% dengan benar
o Ket : * SAP untuk komunitas
LAPORAN HASIL PROMOSI KESEHATAN

Pokok Bahasan : Menjaga Kebersihan Perseorangan


Sub Pokok Bahasan : Personal Hygiene pada pasien Imobilitas
Sasaran / peserta : Keluarga An.F
Waktu : 20 menit
Tempat : Rumah keluarga klien
Hari / Tanggal : Rabu, 24 Juni 2020
A. Laporan pelaksanaan
1. Persiapan
a. Persiapan media
Media yang digunakan dalam penyuluhan semuanya lengkap dan siap digunakan.
Media yang digunnakan adalah PPT dan Audiovisual
b. Persiapan Alat
Alat yang digunakan dalam penyuluhan sudah siap dipakai. Alat yang dipakai yaitu
Laptop
c. Persiapan materi
Materi yang akan diberikan dalam penyuluhan sudah disiapkan dalam bentuk PPT
untuk mempermudah penyampaian.
d. Undangan atau peserta
Dalam penyuluhan ini yang diundang yakni keluarga pasien yg mengalami imobilitas
2. Proses Penyuluhan
a. Kehadiran 90% dari seluruh keluarga
b. 70% peserta aktif mendengarkan materi yang
disampaikan
c. Di dalam proses penyuluhan diharapkan terjadi interaksi
antara peserta
d. Peserta yang hadir diharapkan tidak ada yang
meninggalkan tempat penyuluhan
e. 20% peserta mengajukan pertanyaan mengenai materi
yang diberikan
3. Hasil Penyuluhan
Meningkatkan pengetahuan sasaran mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri atau
personal hygiene terutama pada pasien imobilitas.

B. Faktor penghambat
Tidak ada hambatan dalam penyampaian informasi atau penyuluhan pada keluarga pasien
C. Faktor pendukung
Keluarga banyak yang tertarik dengan sosialisasi Personal Hygiene

Gambar 1.1
Kegiatan Pendkes PBK Jiwa dengan tema “Peersonal Hygiene”
Hari : Sabtu,27 Juni 2020
Pukul : 13.45 WIB
Gambar 1.2
Ujian PBK Jiwa
Hari : Jum’at.26 Juni 2020
Pukul : 08.35 WIB
Gambar : 1.2
Seminar PBK Jiwa
Hari : Sabtu,27 Juni 2020
Pukul : 09.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai